Anda di halaman 1dari 13

 

Refarat Penggantungan/Hanging
Penggantungan/Hanging

PENGGANTUNGAN 

1. PENDAHULUAN 

Penggantungan adalah penyebab kematian akibat asfiksia yang paling sering ditemukan.
Bagaimanapun, penggantungan juga merupakan penyebab kematian yang paling sering
menimbulkan persoalan karena rawan terjadi salah interpretasi baik oleh ahli forensic, polisi, dan
1
dokter non-forensik. Selain itu, penggantunga merupakan metode bunuh diri yang sering ditemukan
di banyak negara. Di Inggris, terdapat lebih dari 2000 kasus bunuh diri dengan penggantungan
dilaporkan setiap tahun..Penggantungan baik akibat bunuh diri atau pembunuhan lebih sering
ditemukan di kota. Di Amerika Serikat, pada tahun 2001 dilaporkan sebanyak 279 kematian yang
dikibatkan oleh penggantungan yang tidak disengajakan dan strangulasi, dan 131 kematian karena
2
penggantungan, strangulasi, dan lemas. Pada balita, biasanya terjadi accidental hanging yaitu
2
penggantungan yang tidak disengajakan misalnya akibat dijerat ayunan.  

Di India, dari tahun 1997-2000, didapatkan kematian akibat penggantungan sebesar 3,4%.
Penggantungan yang diakibatkan oleh bunuh diri lebih sering ditemukan pada jenis kelamin laki-laki
(2:1), tetapi kematian yang disebabkan oleh kekerasan strangulasi lebih dominan ditemukan pada
2
wanita. . Di Istanbul, Turki, 537 dari semua kasus gantung diri adalah laki-laki (70,56%) dan 224
3
adalah wanita (29,44%). Jika dilihat dari faktor umur, insidens penggantung lebih sering terjadi pada
dewasa muda. Di India misalnya, kematian akibat
ak ibat penggantungan paling sering ditemukan pada
4  
kelompok umur 21-25 tahun , manakala penelitian Davidson & Marshall (1986), melaporkan bahwa
5
insidens penggantungan yang paling tinggi adalah pada kelompok umur 20-39 tahun.  

Tindakan bunuh diri dengan cara penggantungan sering dilakukan karena dapat dilakukan dimana
dan kapan saja dengan seutas tali, kain, dasi, atau bahan apa saja yang dapat melilit leher. Demikian
pula pada pembunuhan atau hukuman mati dengan cara penggantungan yang sudah digunakan
sejak zaman dahulu. Kasus gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedaannya terletak pada
asal tenaga yang dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran
l ingkaran jerat. Pada penjeratan tenaga tersebut
datang dari luar, sedangkan pada kasus gantung tenaga tersebut berasal dari berat badan korban
6
sendiri, meskipun tidak seluruh berat badan digunakan. Dalam rutinitas medikolegal, perbedaan
keduanya penting karena kasus penggantungan dianggap bunuh diri sehingga dibuktikan sebaliknya,
7
manakala kasus penjeratan dianggap pembunuhan.  

2. DEFINISI 

Penggantungan (Hanging) adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat
penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian. Alat penjerat sifatnya pasif,
8
sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher. Umumnya
penggantungan melibatkan tali, tapi hal ini tidaklah perlu. Penggantungan yang terjadi akibat
kecelakaan bisa saja tidak terdapat tali. Pada beberapa kasus konstriksi dari leher terjadi akibat
eratnya jeratan tali bukan oleh berat badan yang tergantung. Pada beberapa kasus yang jarang,
 jeratan tali dipererat oleh berat tubuh yang
yang tergantung oleh individu dalam kead
keadaan
aan tegak
9
lurus. Kekuatan tambahan juga kadang dibutuhkan untuk mengeratkan tali.  

3. TIPE-TIPE PENGGANTUNGAN 
 

8
3.1 Berdasarkan cara kematian:  

a. Suicidal Hanging (Gantung Diri)

Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada penggantungan, yaitu
sekitar 90% dari seluruh kasus.
k asus. Walaupun demikian, pemeriksaan yang teliti harus dilakukan untuk
mencegah kemungkinan lain terutamanya pembunuhan.

b. Accidental Hanging

Kejadian penggantungan akibat kecelakaan lebih banyak ditemukan pada anak-anak utamanya pada
umur antara 6-12 tahun. Tidak ditemukan alasan untuk bunuh diri karena pada usia itu belum ada
tilikan dari anak untuk bunuh diri. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengawasan dari orang tua.
Meskipun tidak menutup kemungkinan hal ini dapat terjadi pada orang dewasa yaitu ketika
melampiaskan nafsu seksual yang menyimpang (Autoerotic Hanging).

c. Homicidal Hanging (Pembunuhan)

Pembunuhan yang dilakukan dengan metode menggantung korban. Biasanya


Bi asanya dilakukan bila
korbannya anak-anak atau orang dewasa yang kondisinya lemah baik oleh karena penyakit atau
dibawah pengaruh obat, alcohol, atau korban sedang tidur. Sering ditemukan kejadian
penggantungan tetapi bukan kasus bunuh diri, namun kejadian diatur sedemikian rupa hingga
menyerupai kasus penggantungan bunuh diri. Banyak alasan yang menyebabkan pembunuhan
terjadi mulai dari masalah sosial, masalah ekonomi, hingga masalah hubungan sosial.

6
3.2 Berdasarkan posisi korban  

a. Penggantungan lengkap (complete hanging)

Dikatakan penggantungan lengkap apabila tubuh korban tergantung di atas lantai, kedua kaki tidak
menyentuh lantai.

b. Penggantungan parsial (Partial Hanging)

Yaitu apabila sebagian dari tubuh masih menyentuh lantai. Sisa berat badan 10 - 15 kg pada orang
dewasa sudah dapat menyebabkan tersumbat saluran nafas dan hanya diperlukan sisa berat badan 5
kg untuk menyumbat arteri karotis. Partial hanging ini hampir selamanya karena bunuh diri.

6
3.3 Berdasarkan letak jeratan, dikelompokkan atas :  

a. Typical hanging
 

Yaitu bila titik penggantungan ditemukan di daerah oksipital dan tekanan pada arteri karotis paling
besar.

b. Atypical hanging

Jika titik penggantungan terletak di samping, sehingga leher sangat miring (fleksi lateral), yang
mengakibatkan hambatan pada arteri karotis dan arteri vertebralis. Saat arteri terhambat, korban
segera tidak sadar.

4. PATOMEKANISME 

Penggantungan menyebabkan kematian dengan beberapa mekanisme yang bisa berlansung


13
bersamaan. Pada setiap kasus penggantungan beberapa kondisi di bawah akan terjadi.  

1. Arteri karotis tersumbat

2. Vena jugularis tersumbat

3. Memicu refleks karotis

4. Fraktur vertebra servikal

5. Menutupnya jalan nafas

Daripada kondisi di atas, dapat disimpulkan kematian pada korban penggantungan yang terdiri dari
empat penyebab yaitu:

1. Asfiksia

2. Iskemi otak

3. Refleks vagus

4. Kerusakan medulla oblongata

Kematian segera akibat dari penggantungan dapat muncul akibat dari beberapa mekanisme.
Penekanan pada ganglion saraf arteri karotis oleh tali yang melingkar pada leher korban dapat
menyebabkan carotid bodyreflex (refleks vagus) sehingga memicu perlambatan denyut jantung.
Perlahan-perlahan terjadi aritmia jantung sehingga terakhir korban mati dengan cardiac
arrest. Namun mekanisme kematian ini jarang didapatkan karena untuk menimbulkan refleks
karotis, tekanan lansung yang kuat harus diberikan pada area khusus di mana carotid body berada.
Hal ini sukar dipastikan. Sebagai tambahan refleks karotis juga dapat dimunculkan biar pun tanpa
13,14
penggantungan.  

Tekanan pada vena jugularis juga bisa menyebabkan kematian korban penggantungan dengan
mekanisme asfiksia. Kebanyakan kasus penggantungan bunuh diri mempunyai mekanisme kematian
seperti ini. Seperti yang diketahui, vena jugularis membawa darah dari otak ke
k e jantung untuk
 

sirkulasi. Pada penggantungan sering terjadi penekanan pada vena jugularis oleh tali yang
menggantung korban. Tekanan ini seolah-olah membuat jalan yang dilewati darah untuk kembali ke
 jantung dari otak tersumbat. Obstruksi total maupun
maupun parsial secara perlahan-lahan dapat
menyebabkan kongesti pada pembuluh darah otak. Darah tetap mengalir dari jantung ke otak tetapi
darah dari otak tidak bisa mengalir keluar. Akhirnya, terjadilah penumpukan darah di pembuluh
darah otak. Keadaan ini menyebabkan suplai oksigen ke otak berkurang dan korban seterusnya tidak
sadarkan diri. Kemudian, terjadilah depresi pusat nafas dan korban mati akibat asfiksia. Tekanan
yang diperlukan untuk terjadinya mekanisme ini tidak
ti dak penting tetapi durasi lamanya tekanan
diberikan pada leher oleh tali yang menggantung korban yang menyebabkan mekanisme tersebut.
Ketidaksadaran korban mengambil waktu yang lama sebelum terjadinya depresi pusat nafas. Secara
keseluruhan, mekanisme ini tidak menyakitkan sehingga disalahgunakan oleh pria untuk memuaskan
nafsu seksual mereka ( autoerotic sexual asphyxia). Pada mekanisme ini, korban akan menunjukkan
gejala sianosis. Wajahnya membiru dan sedikit membengkak. Muncul peteki di wajah dan mata
akibat dari pecahnya kapiler darah karena tekanan yang lama. Didapatkan lidah yang menjulur
9,13,14
keluar pada pemeriksan luar.  

Obstruksi arteri karotis terjadi akibat dari penekanan yang lebih besar. Hal ini karena secara
anatomis, arteri karotis berada lebih dalam dari vena jugularis. Oleh hal yang demikian, obstruksi
arteri karotis jarang ditemukan pada kasus bunuh diri dengan penggantungan. Biasanya korban mati
karena tekanan yang lebih besar, misalnya dicekik
dic ekik atau pada penjeratan. Pada pemeriksaan dalam
turut ditemukan jejas pada jaringan lunak sekitar arteri karotis akibat tekanan yang besar ini.
Tekanan ini menyebabkan aliran darah ke otak tersumbat. Kurangnya suplai darah ke otak
menyebabkan korban tidak sadar diri dan depresi pusat nafas sehingga kematian terjadi. Pada
2,13,14
mekanisme ini, hanya ditemukan wajah yang sianosis tetapi
t etapi tidak ada peteki.  

Fraktur vertebra servikal dapat menimbulkan kematian pada penggantungan dengan mekanisme
asfiksia atau dekapitasi. Kejadian ini biasa terjadi pada hukuman gantung atau korban
penggantungan yang dilepaskan dari tempat tinggi. Sering terjadi fraktur atau cedera pada vertebra
servikal 1 dan servikal 2 (aksis dan atlas) atau lebih dikenali sebagai “hangman
“hangman fracture”.
fracture”. Fraktur
atau dislokasi vertebra servikal akan menekan medulla oblongata sehingga terjadi depresi pusat
13
nafas dan korban meninggal karena henti nafas.  

Asfiksia bisa juga terjadi akibat dari tertutupnya jalan nafas. Kondisi ini terjadi setelah korban tidak
sadar dan tidak ada usaha untuk bernafas. Akhirnya, korban mati. Gambaran klasik asfiksia
15
termasuk:  

1. kongesti pada wajah

kulit tampak kemerahan pada wajah dan kepala akibat hambatan aliran kembali vena ke jantung
oleh kompresi leher

2. edema pada wajah

pembengkakan jaringan akibat transudasi cairan dari vena akibat peningkatan vena hasil obstruksi
aliran kembali vena ke jantung

3. sianosis pada wajah


 

warna biru pada kulit akibat adanya darah terdeoksigenasi dalam sistem vena yang terkongesti serta
kadang-kadang turut melibatkan sistem arteri.

4. peteki pada kulit wajah dan mata

perdarahan halus sebesar ujung jarum lazim ditemukan


di temukan di wajah dan sekitar kelopak mata selain
pada konjunktiva dan sklera akibat darah bocor dari vena kecil yang mengalami peningkatan
tekanan. Keadaan ini diduga akibat hipoksia dinding pembuluh darah namun belum terbukti pasti.
Peteki bukan tanda diagnostik asfiksia karena dapat ditemukan pada keadaan batuk atau bersin yang
terlampau keras. Hal yang terkait peteki wajah adalah peteki visceral yang disebut ““Tardieu spots”
Tardieu spots”
yang sebelumnya dianggap tanda khas asfiksia kini sudah terbukti bukan tanda terjadinya obstruksi
pernapasan.

8,16,17
5. PEMERIKSAAN  

Pemeriksaan post-mortal pada kasus gantung diri atau penggantungan dipengaruhi oleh mekanisme
kematiannya; mekanisme kematian yang berbeda akan memberikan gambaran post-mortal yang
berbeda.

8,17
5. 1 Pemeriksaan tempat kejadian.    

1.  Periksa apakah masih hidup atau sudah meninggal

2.  Keadaan di TKP (tempat kejadian perkara) : Pada kasus gantung diri, keadaanya tenang, di
ruang atau tempat tersembunyi atau pada tempat yang sudah tidak digunakan.

3.  Pakaian korban : Pada kasus gantung diri biasa ditemukan pakaian korban cukup rapih,
sering didapatkansurat peninggalan dan tidak jarang diberikan alas sapu tangan sebelum
alat jerat dikalungkan ke leher.

4.  Adakah alat penumpu seperti bangku dan sebagainya

5.  Jumlah lilitan : Semakin banyak jumlah lilitan, dugaan bunuh diri makin besar

6.  Arah serabut tali penggantung:

- Bunuh diri à arah serabut tali menuju korban

- Dibunuh terlebih dulu à arah serabut sebaliknya

7.  Distribusi lebam mayat. Diperiksa apakah sesuai dengan posisi korban yang tergantung atau
tidak.

8.  Macam simpul pada jerat di leher

- Simpul hidup : Umumnya pada kasus bunuh diri.

- Simpul mati
 

Pemeriksaan : Bila dilonggarkan maksimal, apakah dapat melewati kepala. Bila dapat biasanya
bunuh diri,. Bila tidak, curiga pembunuhan.

9.  Jarak ujung jari kaki dengan lantai.

Pada kasus bunuh diri, posisi korban yang tergantung lebih mendekati lantai, berbeda dengan
pembunuhan dimana jarak antara kaki dan lantai cukup lebar.

10.  Letak korban di tempat kejadian

Cara menurunkan korban:

Potong bahan penggantung di luar simpul. Awalnya buat ikatan pada 2 tempat untuk mencegah
serabut terurai lalu potong diantara kedua ikatan secara miring untuk memudahkan rekonstruksi.

11.  Bekas serabut tali pada tempat menggantung dan pada leher diamankan untuk pemeriksaan
lebih lanjut.

12.  Bahan penggantung; makin kecil/keras bahan makin jelas alur jerat yang timbul di leher.

- Tali, kawat, selendang, ikat pinggang

- Seprei yang disambung

Gambar 6: Contoh kasus gantung diri: pada TKP didapatkan keadaan


  10
tenang, pakaian rapih dan alat penumpu yaitu kursi.  

5. 2 Pemeriksaan Otopsi. 

5. 21 Pemeriksaan luar. 

Kepala: 

1.  Muka sianotik (vena terjepit) atau muka pucat (vena dan arteri terjepit)

2.  Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan
keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi :

a.  Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil dibandingkan jika
menggunakan tali yang besar. Bila alat penjerat mempunyai permukaan yang luas,
yang berarti tekanan yang ditimbulkan tidak terlalu besar tetapi cukup menekan
pembuluh balik, maka muka korban tampak sembab, mata menonjol, wajah
berwarna merah kebiruan dan lidah atau air liur dapat keluar tergantung dari letak
alat penjerat. Jika permukaan alat penjerat kecil, yang berarti tekanan yang
ditimbulkan besar dan dapat menekan baik pembuluh balik maupun pembuluh nadi;
maka korban tampak pucat dan tidak ada penonjolan dari mata.

Anda mungkin juga menyukai