GANTUNG (HANGING)
A. Definisi
Penggantungan adalah keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan, daya jerat ikatan tersebut
memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala. Penggantungan merupakan suatu bentuk penjeratan
(strangulasi) dengan tali ikat dimana tekanan dihasilkan dari seluruh atau sebagian berat tubuh.
Seluruh atau sebagian tubuh seseorang ditahan di bagian lehernya oleh sesuatu benda dengan
permukaan yang relatif sempit dan panjang (biasanya tali) sehingga daerah tersebut mengalami
tekanan.
B. Klasifikasi Gantung
1. Berdasarkan Titik Gantung:
a. Penggantungan tipikal
Terjadi bila titik gantung terletak di atas daerah oksiput dan tekanan pada arteri karotis
paling besar.
b. Penggantungan atipikal
Bila titik penggantungan terdapat di samping, sehingga leher dalam posisi sangat miring
(fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan.
D. Mekanisme Kematian
Mekanisme kematian yang disebabkan oleh gantung akibat penumpuan beban sebagian atau
seluruh beban tubuh di leher diantaranya adalah
1. Asfiksia
Terjadi akibat terhambatnya aliran udara pernafasan. Merupakan penyebab kematian yang
paling sering.
2. Apopleksia
Tekanan pada pembuluh darah vena menyebabkan kongesti pada pembuluh darahotak dan
mengakibatkan kegagalan sirkulasi
3. Iskemia Serebral
Iskemia serebral disebabkan oleh penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri
(oklusi arteri) yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak. Gambar dibawah
menunjukkan gambaran rontgen pada wanita yang berupaya bunuh diri dengan gantung.
4. Syok Vasovagal
Perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan refleks vagal yang menyebabkan
henti jantung.
5. Fraktur atau Dislokasi vertebra servikalis.
Fraktur vertebra servikalis sering terjadi pada hukuman gantung. Fraktur atau
dislokasi terjadi pada keadaan dimana tali yang menjerat leher cukup panjang, kemudian
korbannya secara tiba-tiba dijatuhkan dari ketinggian 1,5-2 meter maka akan
mengakibatkan fraktur atau dislokasi vertebra servikalis yang akan menekan medulla
oblongata dan mengakibatkan tehentinya pernafasan. Yang biasa terkena fraktur adalah
vertebra servikalis ke-2 dan ke-3.
d. Lebam Mayat
Jika penggantungan setelah kematian berlangsung lama maka lebam mayat
terlihat pada bagian tubuh bawah, anggota badan distal serta alat genitalia distal
F. Aspek Medikolegal
Perbedaan Penggantungan Bunuh Diri Penggantungan Pembunuhan
1. Usia Lebih sering terjadi pada remaja Tidak mengenal batasan usia
dan dewasa
2. Jejas Jerat Bentuk miring berupa lingkaran Lingkaran tidak terputus,
terputus mendatar, letak di tengah leher
3. Simpul Tali Biasanya satu simpul pada bagian Simpul tali lebih dari satu dan
samping leher. Simpul biasanya terikat kuat
simpul hidup
4. Riwayat Korban mempunyai riwayat Korban tidak mempunyai riwayat
Korban bunuh diri dengan cara lain upaya bunuh diri
5. Cedera
Tidak terdapat luka yang Terdapat luka-luka yang
menyebabkan kematian dan tidak mengarah ke pembunuhan
terdapat tanda-tanda perlawanan
6. Racun Dapat ditemukan racun dalam
lambung korban, seperti arsen, Dapat terdapat racun berupa
sublimat, korosif. Rasa nyeri opium, kalium sianida. Racun ini
mendorong korban melakukan tidak menyebabkan efek kemauan
7. Tangan gantung diri bunuh diri
Tidak dalam keadaan terikat Tangan terikat mengarah k kasus
8. Kemudahan pembunuhan
Tempat kejadian mudah Korban biasa digantung di tempat
9. Tempat ditemukan yang sulit ditemukan
kejadian Jika tempat kejadian merupakan Bila sebaliknya ditemukan
tempat yang tertutup, atau terkunci dari luar maka
didapatkan ruangan dengan pintu penggantungan biasanya kasus
terkunci makan dugaan bunih diri pembunuhan
10. Lingkar tali adalah kuat
Jika lingkar tali dapat keluar Jika lingkar tali tidak dapat keluar
melewati kepala, maka dicurigain melewati kepala, maka dicurigai
bunuh diri peristiwa pembunuhan
B. Mekanisme kematian
Ada 3 mekanisme kematian pada jerat , yaitu :
1. Asfiksia
Terjadi akibat terhambatnya aliran udara pernafasan. Merupakan penyebab kematian yang
paling sering.
2. Iskemia Serebral
Iskemia serebral disebabkan oleh penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri (oklusi
arteri) yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak. Gambar dibawah menunjukkan
gambaran rontgen pada wanita yang berupaya bunuh diri dengan gantung.
3. Syok Vasovagal
Perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan refleks vagal yang menyebabkan henti
jantung.
2. Kecelakaan
Kecelakaan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita temukan pada bayi
yangterjerat oleh tali pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal reflex
menjadi penyebab kematian pada orang yang bersenda gurau
3. Bunuh diri.
Bunuh diri pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mereka lakukan dengan cara
melilitkan tali secara berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik.
Antara jeratan dan leher mereka masukkan tongkat lalu mereka memutar tongkat tersebut
E. Aspek Medikolegal
Perbedaan kasus gantung dan kasus jerat
Lebam mayat Pada bagian bawah tubuh Tergantung posisi tubuh korban
Lokasi Tersembunyi Bervariasi
Kondisi Teratur Tidak teratur
Pakaian Rapi dan baik Tidak teratur, robek
Ruangan Terkunci dari dalam Tidak teratur, terkunci dari luar
III. PENCEKIKAN
A. Definisi
Pencekikan adalah penekanan pada leher dengan tangan atau lengan bawah, yang
menyebabkan dinding saluran nafas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran nafas
sehingga udara pernafasan tidak dapat lewat.
B. Mekanisme Kematian
1. Asfiksia
Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam
pertukaran udara pernafasan yang normal.
Gejala asfiksia :
a. Fase dyspnea :
- Frekuensi nadi meningkat
- Frekuensi nafas meningkat
- Suhu tubuh meningkat
- Tanda sianosis
b. Fase konvulsi
c. Fase apneu :
- Frekuensi nafas meningkat
- Kesadaran menurun
- Relaksasi sfingter
d. Fase akhir : Nafas berhenti.
2. Refleks vagal
Reflek vagal menyebabkan kematian segera (immediate death), hal ini dikaitkan dengan
terminologi ”sudden cardiac arrest”. Reflek vagal dimungkinkan bila leher terkena trauma.
Refleks vagal terjadi sebagai akibat rangsangan pada nervus vagus pada corpus caroticus
(carotid body) di percabangan arteri karotis interna dan eksterna yang akan menimbulkan
bradikardi dan hipotensi. Refleks vagal ini jarang terjadi.
Jika mekanisme kematian adalah asfiksia, maka ditemukan tanda-tanda asfiksia. Tetapi
jika mekanisme kematian adalah refleks vagal, tidak didapatkan tanda-tanda asfiksia.
3. Cara Kematian
Terdapat 2 cara kematian pada kasus pencekikan, yaitu pembunuhan dan kecelakaan yang
biasanya mati karena vagal reflex. Selain itu, terdapat 3 cara melakukan pencekikan (manual
strangulasi), yaitu :
a. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.
b. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
c. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku maka ini disebut
mugging.
Pencekikan Terdapat
pendarahan pada lidah
akibat pencekikan
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology
b. Fraktur, yang paling sering ditemukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago tiroidea,
kartilago krikoidea, dan trakea
c. Memar atau robekan membrane hipotiroidea
d. Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging. Perdarahan atau
resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah, dan mukosa &
submukosa pharing atau laring. Fraktur yang paling sering kitatemukan pada os hyoid.
Fraktur lain pada kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dantrakea
e. Tanda Asfiksia :
Darah lebih gelap & lebih encer
Busa dalam saluran pernafasan
Organ tubuh lebih berat, lebih gelap, pada pengirisan banyak keluar darah
d. Petekie pada :
mukosa usus halus
epikardium daerah aurikuloventrikular
subpleura viseralis paru terutama pars diafragmatika dan fisura interlobaris
kulit kepala sebelah dalam terutama daerah temporal
e. Edema paru
IV. SUFOKASI
Peristiwa sufokasi dapat terjadi jika oksigen yang ada di udara lokal kurang memadai, seperti
misalnya di dalam satu ruang kecil tanpa ventilasi cukup berdesak-desakan dengan banyak orang,
pertambangan yang mengalami keruntuhan, ataupun terjebak di dalam ruang yang tertutup rapat.
Kematian dalat terjadi dalam beberapa jam, tergantung dari luasnya ruangan serta kebutuhan
oksigen bagi orang yang berada di dalamnya. Sebab kematian pada peristiwa sufokasi, biasanya
merupakan kombinasi dari hipoksia, keracunan CO2, hawa panas dan kemungkinan juga cedera
yang terjadi, misalnya pada saat peristiwa kebakaran gedung.
V. PEMBEKAPAN
A. Definisi
Pembekapan berarti obstruksi mekanik terhadap aliran udara dari lingkungan ke dalam mulut
dan atau lubang hidung, yang biasanya dilakukan dengan menutup mulut dan hidung dengan
menggunakan kantong plastik. Pembekapan dapat terjadi secara sebagian atau seluruhnya, dimana
yang terjadi secara sebagian mengindikasikan bahwa orang tersebut yang dibekap masih mampu
untuk menghirup udara, meskipun lebih sedikit dari kebutuhannya.
Normalnya, pembekapan membutuhkan paling tidak sebagian obstruksi baik dari rongga
hidung maupun mulut untuk menjadi asfiksia. Pembekapan merupakan salah satu bentuk mati
lemas, dimana pada pembekapan baik mulut maupun lubang hidung tertutup sehingga proses
pernafasan tidak dapat berlangsung.
Korban pembekapan umumnya wanita yang gemuk, orang tua yang lemah, orang dewasa yang
berada di bawah pengaruh obat atau anak-anak. Kelainan yang terjadi karena Pembekapan adalah
berbentuk luka lecet dan atau luka memar terdapat di mulut, hidung, dan daerah sekitarnya. Sering
juga didapatkan memar dan robekan pada bibir, khususnya bibir bagian dalam yang berhadapan
dengan gigi.
B. Cara Kematian
Pembekapan dapat diklasifikasikan menurut cara kematiannya, yaitu :
1. Bunuh diri (suicide)
Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi misalnya pada penderita
penyakit jiwa, orang tahanan, orang dalam keadaan mabuk, yaitu Dengan “membenamkan”
wajahnya ke dalam kasur, atau menggunakan bantal, pakaian, yang diikatkan menutupi
hidung dan mulut. Bisa juga dengan menggunakan plester yang menutupi hidung dan mulut.
B. Mekanisme Kematian
Mekanisme kematian yang mungkin terjadi adalah asfiksia atau refleks vagal akibat ransangan
pada reseptor nervus vagus di arkus faring yang menimbulkan inhibisi kerja jantung dengan akibat
cardiac arrest dan kematian.
C. Cara Kematian
Kematian dapat terjadi sebagai akibat:
1. Bunuh diri ( suicide ). Hal ini jarang terjadi karena sulit untuk memasukan benda asing ke
dalam mulut sendiri disebabjan adanya refleks batuk atau muntah. Umumnya korban
adalah penderita sakit mental atau tahanan.
2. Pembunuhan ( homicodal choking ). Umumnya korban adalah bayi, orang dengan fisik
lemah atau tidak berdaya.
3. Kecelakaan ( accidental choking ). Pada bolus death yang terjadi bila tertawa atau
menangis saat makan, sehingga makanan tersedak ke dalam saluran pernapasan. Mungkin
pula terjadi akibat regurgitasi makanan yang kemudian masuk ke dalam saluran
pernapasan.
VII.TENGGELAM (Drowning)
A. Definisi
Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan
masuknya cairan kedalam saluran pernapasan. Istilah tenggelam harus pula mencakup proses yang
terjadi akibat terbenamnya korban dalam air yang menyebabkan kehilangan kesadaran dan
mengancam jiwa.
Pada peristiwa tenggelam (drowning), seluruh tubuh tidak harus tenggelam di air. Asalkan
lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air maka hal itu sudah cukup memenuhi
kriteria sebagai peristiwa tenggelam. Berdasarkan pengertian tersebut maka peristiwa tenggelam
tidak hanya dapat terjadi di laut atau sungai tetapi dapat juga terjadi di dalam wastafel atau ember
(buku UNDIP)
berisi air. Pada mayat yang ditemukan terbenam dalam air, perlu pula diingat bahwa
mungkin korban sudah meninggal sebelum masuk kedalam air.
Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh paru-paru adalah
sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30 sampai 40 mililiter untuk bayi.
B. Jenis-Jenis Tenggelam
Jenis-jenis tenggelam antara lain: (buku UI)
1. Wet drowning
Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah korban tenggelam.
2. Dry drowning
Pada keadaan ini cairan tidak masuk kedalam saluran pernapasan, akibat spasme laring.
3. Secondary drowning
Terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam air) dan
korban meninggal akibat komplikasi.
4. Immersion syndrome
Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal.
Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus.
C. Sebab Kematian
Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan diantaranya oleh:
1. Vagal Reflex
Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karena vagal reflex disebut tenggelam
tipe I.
Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan post-mortem tidak ditemukan adanya
tanda-tanda asfiksia ataupun air di dalam paru-parunya sehingga sering disebut tenggelam
kering (dry drowning).
2. Spasme Laring
Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat jarang sekali terjadi.
Spasme laring tersebut disebabkan karena rangsangan air yang masuk ke laring. Pada
pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, tetapi paru-parunya tidak
didapati adanya air atau benda-benda air. Tenggelam jenis ini juga disebut tenggelam tipe I.
3. Pengaruh air yang masuk paru-paru
a. Tenggelam di air tawar
Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia disertai gangguan
elektrolit.
Pada keadaan ini terjadi absorbsi cairan yang masif. Karena konsentrasi elektrolit
dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah, maka akan terjadi
hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan
pecahnya sel darah merah (hemolisis). Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh
mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung
sehingga kadar ion Kalium dalam plasma meningkat (hiperkalemi), terjadi perubahan
keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabut otot jantung dan dapat mendorong terjadinya
fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya
kematian akibat anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit.
Pemeriksaan post mortem ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl jantung kanan
lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda-benda air pada paru-paru.
Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A.
D. Cara Kematian
Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena:
1. Kecelakaan
Peristiwa tenggelam karena kecelakaan sering terjadi karena korban jatuh ke laut,
danau atau sungai. Pada anak-anak keclakaan sering terjadi di kolam renang atau galian
tanah berisi air. Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab kecelakaan itu antara lain
karena mabuk atau mendapat serangan epilepsi.
2. Bunuh diri
Peristiwa bunuh diri dengan menjatuhkan diri kedalam air sering kali terjadi. Kadang-
kadang tubuh pelaku diikat dengan benda pemberat agar supaya tubuh dapat tenggelam.
Bukan pekerjaan yang mudah untuk membedakan tenggelam karena bunih diri dengan
pembunuhan.
3. Pembunuhan
Banyak cara yang digunakan, seperti misalnya melemparkan korban ke laut atau
memasukan kepalanya ke dalam bak berisi air. Dari segi patologik saja sulit dapat
membedakan apakah peristiwa tenggelam itu akibat pembunuhan atau bunuh diri.
Pemeriksaan di tempat kejadian dapat membantu. Jika benar karena pembunuhan perlu
diteliti apakah korban di tenggelamkan kedalam air ketika ia masih hidup atau sesudah
dibunuh lebih dahulu dengan cara lain.
G. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Diatom.
Alga/ ganggang bersel satu dngan dinding terdiri dari silikat yang tahan panas dan
asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawat, alut, sungai, sumur. Bila
seseorang mati karena tenggelam maka cairan bersama diatom masuk ke dalam saluran
nafas atau pencernaan, kemudian diatom akan masuk ke dalam aliran darah melalui
kerusakkan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan tesebar ke seluruh
jaringan. Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat segar. Bila mayat
telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet,
sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang bermakna sebab
berasal dari penyerapan abnormal saluran pencernaan terhadap makanan dan minuman.
Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak :
4-5/ LPB atau 10-20 per satuan sediaan, atau pada sumsum tulang cukup ditemukan
satu
2. Pemeriksaan Diatom dapat dilakukan dengan pemeriksaan destruksi pada paru dan
pemeriksaan getah paru.
3. Pemeriksaan Darah Jantung. Pemeriksaan berat jenis dan kadar elektrolit pada darah
yng berasal dari bilik jantung kiri dan bilik jantung kanan. Bila tenggelam di air tawar,
berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan
sedangkan pada tenggelam di air asin terjadi sebaliknya. Perbedaan kadar elektrolit
lebih rendah dari 10% dapat menyokong diagnosis.
4. Pemeriksaan mikroskopik jaringan
5. Pemeriksaan keracunan
H. Diagnosis Tenggelam
Bila mayat masih segar (belum terdapat pembusukkan), maka diagnosis kematian akibat
tenggelam dapat dengan mudah ditegakkan melalui pemeriksaan yang teliti dari:
- Pemeriksaan luar,
- Pemeriksaan dalam,
- Pemeriksaan laboratorium berupa histologi jaringan, destruksi jaringan dan berat jenis
serta kadar elektrolit darah.
Bila mayat sudah membusuk, maka diagnosis kematian akibat tenggelam dibuat
berdasarkan adanya diatom yang cukup banyak pada paru-paru yang bila disokong oleh
penemuan diatom pada ginjal, otot skelet atau sumsum tulang, maka diagnosis akan menjadi
makin pasti.
1. Budiyanto A., Widiatmaka W., Sudiono S, et al., Kematian Karena Asfiksia Mekanik, Ilmu
Kedokteran Forensik Universitas Indonesia, Jakarta: 1997.
2. Dahlan S, Asfiksia, Ilmu Kedokteran Forensik, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang: 2000.
3. Iedris M, dr., Tjiptomartono A.L, dr., Asfiksia., Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik
dalam Proses Penyidikan., Sagung Seto., Jakarta: 2008.
4. Amir A, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, ed 2, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 2007.
5. Darmono, Farmasi Forensik Dan Toksikologi, Penerapannya Dalam Penyidik Kasus
Tindak Pidana Kejahatan, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2009.
6. Mohan S. Dharma, Dkk., Makalah Investigasi Kematian Dengan Toksikologi Forensik FK,
2008, Tersedia di: http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/11/investigasi-kematian-
dengan-toksikologi-forensik-files-of-drsmed.pdf., Diakses pada tanggal 05 Januari 2012.
7. Bionity Team. Asphyxia. 2009. Tersedia di:
http://www.bionity.com/en/encyclopedia/Asphyxia.html. Diakses Pada Tanggal 05
Januari 2012.