Anda di halaman 1dari 27

I.

GANTUNG (HANGING)
A. Definisi
Penggantungan adalah keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan, daya jerat ikatan tersebut
memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala. Penggantungan merupakan suatu bentuk penjeratan
(strangulasi) dengan tali ikat dimana tekanan dihasilkan dari seluruh atau sebagian berat tubuh.
Seluruh atau sebagian tubuh seseorang ditahan di bagian lehernya oleh sesuatu benda dengan
permukaan yang relatif sempit dan panjang (biasanya tali) sehingga daerah tersebut mengalami
tekanan.

B. Klasifikasi Gantung
1. Berdasarkan Titik Gantung:
a. Penggantungan tipikal
Terjadi bila titik gantung terletak di atas daerah oksiput dan tekanan pada arteri karotis
paling besar.
b. Penggantungan atipikal
Bila titik penggantungan terdapat di samping, sehingga leher dalam posisi sangat miring
(fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan.

2. Berdasarkan Posisi Tubuh


a. Penggantungan Lengkap
Istilah penggantungan lengkap digunakan jika beban aktif adalah seluruh berat badan
tubuh, yaitu terjadi pada orang yang menggantungkan diri dengan kaki mengambang dari
lantai
b. Penggantungan Parsial
Istilah penggantungan parsial digunakan jika beban berat badan tubuh tidak sepenuhnya
menjadi kekuatan daya jerat tali, misalnya pada korban yang tergantung dengan posisi
berlutut atau berbaring. Pada kasus tersebut, berat badan tubuh tidak seluruhnya menjadi
gaya berat sehingga disebut penggantungan parsial.

C. Cara Kematian Pada Kasus Gantung:


Cara kematian pada kasus gantung diantaranya adalah:
1. Bunuh diri
2. Pembunuhan
3. Kecelakaan

D. Mekanisme Kematian
Mekanisme kematian yang disebabkan oleh gantung akibat penumpuan beban sebagian atau
seluruh beban tubuh di leher diantaranya adalah
1. Asfiksia
Terjadi akibat terhambatnya aliran udara pernafasan. Merupakan penyebab kematian yang
paling sering.
2. Apopleksia
Tekanan pada pembuluh darah vena menyebabkan kongesti pada pembuluh darahotak dan
mengakibatkan kegagalan sirkulasi
3. Iskemia Serebral
Iskemia serebral disebabkan oleh penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri
(oklusi arteri) yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak. Gambar dibawah
menunjukkan gambaran rontgen pada wanita yang berupaya bunuh diri dengan gantung.
4. Syok Vasovagal
Perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan refleks vagal yang menyebabkan
henti jantung.
5. Fraktur atau Dislokasi vertebra servikalis.
Fraktur vertebra servikalis sering terjadi pada hukuman gantung. Fraktur atau
dislokasi terjadi pada keadaan dimana tali yang menjerat leher cukup panjang, kemudian
korbannya secara tiba-tiba dijatuhkan dari ketinggian 1,5-2 meter maka akan
mengakibatkan fraktur atau dislokasi vertebra servikalis yang akan menekan medulla
oblongata dan mengakibatkan tehentinya pernafasan. Yang biasa terkena fraktur adalah
vertebra servikalis ke-2 dan ke-3.

E. Gambaran Post Mortem Kasus Gantung


1. Pemeriksaan Luar Pada Jenazah
a. Tanda Penjeratan Pada Leher
 Tanda penjeratan jelas dan dalam. Semakin kecil tali maka tanda penjeratan semakin
jelas dan dalam
 Bentuk jeratan berjalan miring.
 Bentuk jeratan pada kasus gantung diri cenderung berjalan kiring (oblique)
pada bagian depan leher, dimulai pada leher bagian atas antara kartilago tiroid
dengandagu, lalu berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju
belakang telinga Alur jeratan pada leher korban penggantungan (hanging) berbentuk
lingkaran (V shape). Ciri-ciri jejas sebagai berikut :
 Alur jeratan pucat.
 Tepi alur jerat coklat kemerahan.
 Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan.
 Tanda penjeratan berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan
mengkilat
 Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit bagian bawah
telinga,tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telingae.Pinggiran jejas jerat
berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasif.Jumlah tanda
penjeratanTerkadang pada leher terlihat dua buah atau lebih bekas penjeratan. Hal
ini menujukan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak dua kali
b. Kedalaman Bekas Jeratan
Kedalaman bekas jeratan menujukan lamanya tubuh tergantung.
c. Tanda-tanda Asfiksia
Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis, kongesti vena dan
edema. Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas. Pada kasus penggantungan
tanda-tanda asfiksia berupa mata menonjol keluar, perdarahan berupa petekia pada
bagian wajah dan subkonjungtiva. Jika didapatkan lidah terjulur maka menunjukan
adanya penekanan pada bagian bawah leher yaitu bagian bawah kartilago thyroida.
Tardieu spot pada Gantung diri.
Tardieu spot diakibatkan pecahnya
kapiler-kapiler pada kaki
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology

d. Lebam Mayat
Jika penggantungan setelah kematian berlangsung lama maka lebam mayat
terlihat pada bagian tubuh bawah, anggota badan distal serta alat genitalia distal

Kasus Gantung Diri


Lebam pada gantung diri terkonsentrasi pada daerah ekstemitas

e. Sekresi Urin dan Feses


Sekresi urin dan feses terjadi pada fase apneu pada kejadian asfiksia. Pada stadium
apneu pusat pernapasan mengalami depresi sehingga gerak napas menjadi sangat lemah
dan berhenti. Penderita menjadi tidak sadar dan karena kontrol spingter fungsieksresi
hilang akibat kerusakan otak maka terjadi pengeluaran urin dan feses.

2. Pemeriksaan Dalam Pada Jenazah


a. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur.
b. Tanda-tanda Asfiksia
 Terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah
 Kongesti pada bagian atas yaitu daerah kepala, leher dan otak
 Ditemukan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2 yang meninggi.
c. Terdapat resapan darah pada jaringan dibawah kulit dan otot
d. Terdapat memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih
banyak terjadi pada kasus pengantungan yang disertai dengan tindak kekerasan.
e. Pada pemeriksaan paru-paru serig ditemui edema paru.
f. Mungkin terdapat patah tulang hyoid atau kartilago cricoid.
g. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas
Fraktur ini seringkali terjadi pada korban hukum gantung dimana korban tergantung
secara penuh dan tertitis jauh dari lantai.

F. Aspek Medikolegal
Perbedaan Penggantungan Bunuh Diri Penggantungan Pembunuhan
1. Usia Lebih sering terjadi pada remaja Tidak mengenal batasan usia
dan dewasa
2. Jejas Jerat Bentuk miring berupa lingkaran Lingkaran tidak terputus,
terputus mendatar, letak di tengah leher
3. Simpul Tali Biasanya satu simpul pada bagian Simpul tali lebih dari satu dan
samping leher. Simpul biasanya terikat kuat
simpul hidup
4. Riwayat Korban mempunyai riwayat Korban tidak mempunyai riwayat
Korban bunuh diri dengan cara lain upaya bunuh diri
5. Cedera
Tidak terdapat luka yang Terdapat luka-luka yang
menyebabkan kematian dan tidak mengarah ke pembunuhan
terdapat tanda-tanda perlawanan
6. Racun Dapat ditemukan racun dalam
lambung korban, seperti arsen, Dapat terdapat racun berupa
sublimat, korosif. Rasa nyeri opium, kalium sianida. Racun ini
mendorong korban melakukan tidak menyebabkan efek kemauan
7. Tangan gantung diri bunuh diri
Tidak dalam keadaan terikat Tangan terikat mengarah k kasus
8. Kemudahan pembunuhan
Tempat kejadian mudah Korban biasa digantung di tempat
9. Tempat ditemukan yang sulit ditemukan
kejadian Jika tempat kejadian merupakan Bila sebaliknya ditemukan
tempat yang tertutup, atau terkunci dari luar maka
didapatkan ruangan dengan pintu penggantungan biasanya kasus
terkunci makan dugaan bunih diri pembunuhan
10. Lingkar tali adalah kuat
Jika lingkar tali dapat keluar Jika lingkar tali tidak dapat keluar
melewati kepala, maka dicurigain melewati kepala, maka dicurigai
bunuh diri peristiwa pembunuhan

G. Perbedaan Penggantungan Antemortem dengan Postmortem


No Penggantungan Antemortem Penggantungan Postmortem
1. Tanda jejas jerat berupa lingkaran Tanda jejas jerat biasanya berbentuk utuh
terputus (non continous) dan letaknya (continous), agak sirkuler dan letaknya pada
pada leher bagian atas bagian leher tidak begitu tinggi
2. Simpul tali biasanya tunggal, terdapat Simpul tali lebih dari satu biasanya lebih dari
pada sisi leher satu, diikatkan dengan kuat dan diletakan
pada bagian depan leher
3.
Ekimosis tampak jelas pada salah satu Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan
4. sisi dari jejas penjeratan. tidak ada atau tidak jelas.
Lebam mayat tampak diatas jejas jerat Lebam mayat terdapat pada bagian tubuh
dan pada tungkai bawah yang menggantung sesuai dengan posisi
5. mayat setelah meninggal
Pada kulit ditempat jejas penjeratan Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak
teraba seperti kertas perkamen yaitu jelas
6. tanda parchmentisasi
Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dll Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga, dll,
sangat jelas terlihat terutama jika tergantung dari penyebab kematian
7. kematian karena asfiksia
Wajah membengkak dan mata Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga, dll,
mengalami kongesti dan agak menonjol, tergantung dari penyebab kematian
disertai dengan gambaran pembuluh
darah vena yang jelas pada bagian
8. kening dan dahi
Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
9. Ereksi penis disertai dengan keluarnya pencekikan
cairan sperma sering terjadi pada korban Ereksi penis dan cairan sperma tidak ada.
pria. Sering ditemukan keluarnya feses Pengeluaran feses juga tidak ada
Air liur ditemukan menetes dari sudut
10. mulut, dengan arah yang vertikal menuju
dada. Air liur tidak ditemukan yang menetes pada
kasus selain kasus penggantungan

II. PENJERATAN (STRANGULATION BY LIGATURE)


A. Definisi
Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen, kawat,
kabel, kaos kaki dan sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin kuat,
sehingga saluran nafas tertutup. Berbeda dengan gantung diri yang biasanya merupakan kasus
bunuh diri, maka penjeratan biasanya adalah kasus pembunuhan.
Pada peristiwa gantung, kekuatan jeratnya berasal dari berat tubuhnya, maka pada jeratan
dengan tali kekuatan jeratnya berasal dari tarikan pada kedua ujungnya. Dengan kekuatan tersebut,
pembuluh darah balik atau jalan nafas dapat tersumbat. Tali yang dipakai sering disilangkan dan
sering dijumpai adanya simpul. Jeratan pada bagian depan leher hampir selalu melewati membran
yang menghubungkan tulang rawan hyoid dan tulang rawan thyroid.

B. Mekanisme kematian
Ada 3 mekanisme kematian pada jerat , yaitu :
1. Asfiksia
Terjadi akibat terhambatnya aliran udara pernafasan. Merupakan penyebab kematian yang
paling sering.
2. Iskemia Serebral
Iskemia serebral disebabkan oleh penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri (oklusi
arteri) yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak. Gambar dibawah menunjukkan
gambaran rontgen pada wanita yang berupaya bunuh diri dengan gantung.
3. Syok Vasovagal
Perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan refleks vagal yang menyebabkan henti
jantung.

C. Cara kematian pada kasus jerat


Cara kematian pada kasus jerat diantaranya adalah:
1. Pembunuhan (paling sering).
Pembunuhan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita jumpai pada
kejadianinfanticide dengan menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan
hukuman mati(zaman dahulu).

2. Kecelakaan
Kecelakaan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita temukan pada bayi
yangterjerat oleh tali pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal reflex
menjadi penyebab kematian pada orang yang bersenda gurau
3. Bunuh diri.
Bunuh diri pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mereka lakukan dengan cara
melilitkan tali secara berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik.
Antara jeratan dan leher mereka masukkan tongkat lalu mereka memutar tongkat tersebut

D. Gambaran Post Mortem Penjeratan


1. Pemeriksaan Luar Jenazah
Pada pemeriksaan luar hasil gantung diri didapatkan:
a. Tanda Penjeratan Pada Leher
- Tanda penjeratan jelas dan dalamSemakin kecil tali maka tanda penjeratan semakin
jelas dan dalam
- Bentuk jeratan berjalan mendatar/horizontal
Alur jeratan pada leher korban berbentuk lingkaran. Alur jerat biasa disertai luka
lecet atau luka memar disekitar jejas yang terjadi karena korban berusaha membuka
jeratan tersebut.
- Tanda penjeratan berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan
mengkilat
- Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit bagian bawah
telinga,tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telingae.Pinggiran jejas jerat
berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasif.Jumlah tanda
penjeratanTerkadang pada leher terlihat dua buah atau lebih bekas penjeratan. Hal
ini menujukan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak dua kali
b. Tanda-tanda Asfiksia
Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis, kongesti vena dan edema.
Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas.
c. Lebam Mayat
Lokasi timbulnya lebam mayat tergantung dari posisi tubuh korban setelah mati.
2. Pemeriksaan Dalam Jenazah
Pada pemeriksaan dalam akibat peristiwa jerat didapatkan :
a. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun
ruptur.
b. Tanda-tanda Asfiksia
 Terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah,
 Terdapat buih halus di mulut
 Didapatkan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2 yang meninggi.
c. Terdapat resapan darah pada jaringan dibawah kulit dan otot
a. Terdapat memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih sering
dihubungkan dengan tindak kekerasan.
d. Pada pemeriksaan paru-paru sering ditemui edema paru.
e. Jarang terdapat patah tulang hyoid atau kartilago cricoid.

E. Aspek Medikolegal
Perbedaan kasus gantung dan kasus jerat

Kasus Gantung Kasus Jerat


(bunuh diri) (pembunuhan)
Simpul Simpul hidup Simpul mati
Simpul dapat dikeluarkan Simpul sulit dikeluarkan melalui
melalui kepala(tidak terikat kepala (terikat kuat)
kuat)
Jumlah lilitan penjerat Bisa lebih dari 1 lilitan Biasanya 1 buah lilitan
Arah Serong ke atas Mendatar/horizontal
Jarak titik tumpu- Jauh Dekat
simpul Berbentuk ‘v’ (lingkaran Berbentuk lingkaran penuh
terputus)
Lokasi jejas Lebih tinggi Lebih rendah
Jejas jerat Meninggi ke arah simpul Mendatar
Luka perlawanan - +
Luka lain-lain Biasanya ada, mungkin Ada, sering di daerah leher
terdapat luka percobaan lain
Karakteristik simpul Jejas simpul jarang terlihat Terlihat jejas simpul
Simpul hidup Simpul
Simpul dapat dikeluarkan Simpul sulit dikeluarkan melalui
melalui kepala(tidak terikat kepala (terikat kuat)
kuat)

Lebam mayat Pada bagian bawah tubuh Tergantung posisi tubuh korban
Lokasi Tersembunyi Bervariasi
Kondisi Teratur Tidak teratur
Pakaian Rapi dan baik Tidak teratur, robek
Ruangan Terkunci dari dalam Tidak teratur, terkunci dari luar

III. PENCEKIKAN
A. Definisi
Pencekikan adalah penekanan pada leher dengan tangan atau lengan bawah, yang
menyebabkan dinding saluran nafas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran nafas
sehingga udara pernafasan tidak dapat lewat.

B. Mekanisme Kematian
1. Asfiksia
Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan dalam
pertukaran udara pernafasan yang normal.
Gejala asfiksia :
a. Fase dyspnea :
- Frekuensi nadi meningkat
- Frekuensi nafas meningkat
- Suhu tubuh meningkat
- Tanda sianosis
b. Fase konvulsi
c. Fase apneu :
- Frekuensi nafas meningkat
- Kesadaran menurun
- Relaksasi sfingter
d. Fase akhir : Nafas berhenti.
2. Refleks vagal
Reflek vagal menyebabkan kematian segera (immediate death), hal ini dikaitkan dengan
terminologi ”sudden cardiac arrest”. Reflek vagal dimungkinkan bila leher terkena trauma.
Refleks vagal terjadi sebagai akibat rangsangan pada nervus vagus pada corpus caroticus
(carotid body) di percabangan arteri karotis interna dan eksterna yang akan menimbulkan
bradikardi dan hipotensi. Refleks vagal ini jarang terjadi.
Jika mekanisme kematian adalah asfiksia, maka ditemukan tanda-tanda asfiksia. Tetapi
jika mekanisme kematian adalah refleks vagal, tidak didapatkan tanda-tanda asfiksia.
3. Cara Kematian
Terdapat 2 cara kematian pada kasus pencekikan, yaitu pembunuhan dan kecelakaan yang
biasanya mati karena vagal reflex. Selain itu, terdapat 3 cara melakukan pencekikan (manual
strangulasi), yaitu :
a. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.
b. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
c. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku maka ini disebut
mugging.

C. Gambaran Post Mortem Pencekikan


1. Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan jenazah ditemukan perbendungan pada muka dan kepala karena turut
tertekan pembuluh darah vena dan arteri yang superficial, sedangkan arteri vertebralis tidak
terganggu. Pemeriksaan luar dari otopsi kasus pencekikan (manual strangulasi), terdapat 3 hal
penting yang harus diperhatikan, antara lain :
a. Tanda asfiksia
 Sianosis
 Lebam merah kebiruan gelap
 Lebam terbentuk lebih cepat
 Distribusi lebam lebih luas
 Darah sukar membeku.
b. Tanda kekerasan pada leher
 Luka memar pada kulit di leher
 Bekas tekanan jari
 Bekas kuku
 Sidik jari
 Tangan yang digunakan
 Arah pencekikan
c. Tanda kekerasan pada tempat lain yang dapat menunjukkan bahwa korban melakukan
perlawanan.

2. Pemeriksaan Dalam Jenazah


a. Perdarahan atau resapan darah pada otot-otot di leher tiroid, kelenjar ludah, serta mukosa
dan submukosa faring atau laring.

Pencekikan Terdapat
pendarahan pada lidah
akibat pencekikan
Source: Color Atlas of Forensic
Pathology
b. Fraktur, yang paling sering ditemukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago tiroidea,
kartilago krikoidea, dan trakea
c. Memar atau robekan membrane hipotiroidea
d. Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging. Perdarahan atau
resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah, dan mukosa &
submukosa pharing atau laring. Fraktur yang paling sering kitatemukan pada os hyoid.
Fraktur lain pada kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dantrakea
e. Tanda Asfiksia :
 Darah lebih gelap & lebih encer
 Busa dalam saluran pernafasan
 Organ tubuh lebih berat, lebih gelap, pada pengirisan banyak keluar darah
d. Petekie pada :
 mukosa usus halus
 epikardium daerah aurikuloventrikular
 subpleura viseralis paru terutama pars diafragmatika dan fisura interlobaris
 kulit kepala sebelah dalam terutama daerah temporal
e. Edema paru

IV. SUFOKASI
Peristiwa sufokasi dapat terjadi jika oksigen yang ada di udara lokal kurang memadai, seperti
misalnya di dalam satu ruang kecil tanpa ventilasi cukup berdesak-desakan dengan banyak orang,
pertambangan yang mengalami keruntuhan, ataupun terjebak di dalam ruang yang tertutup rapat.
Kematian dalat terjadi dalam beberapa jam, tergantung dari luasnya ruangan serta kebutuhan
oksigen bagi orang yang berada di dalamnya. Sebab kematian pada peristiwa sufokasi, biasanya
merupakan kombinasi dari hipoksia, keracunan CO2, hawa panas dan kemungkinan juga cedera
yang terjadi, misalnya pada saat peristiwa kebakaran gedung.

V. PEMBEKAPAN
A. Definisi
Pembekapan berarti obstruksi mekanik terhadap aliran udara dari lingkungan ke dalam mulut
dan atau lubang hidung, yang biasanya dilakukan dengan menutup mulut dan hidung dengan
menggunakan kantong plastik. Pembekapan dapat terjadi secara sebagian atau seluruhnya, dimana
yang terjadi secara sebagian mengindikasikan bahwa orang tersebut yang dibekap masih mampu
untuk menghirup udara, meskipun lebih sedikit dari kebutuhannya.
Normalnya, pembekapan membutuhkan paling tidak sebagian obstruksi baik dari rongga
hidung maupun mulut untuk menjadi asfiksia. Pembekapan merupakan salah satu bentuk mati
lemas, dimana pada pembekapan baik mulut maupun lubang hidung tertutup sehingga proses
pernafasan tidak dapat berlangsung.
Korban pembekapan umumnya wanita yang gemuk, orang tua yang lemah, orang dewasa yang
berada di bawah pengaruh obat atau anak-anak. Kelainan yang terjadi karena Pembekapan adalah
berbentuk luka lecet dan atau luka memar terdapat di mulut, hidung, dan daerah sekitarnya. Sering
juga didapatkan memar dan robekan pada bibir, khususnya bibir bagian dalam yang berhadapan
dengan gigi.

B. Cara Kematian
Pembekapan dapat diklasifikasikan menurut cara kematiannya, yaitu :
1. Bunuh diri (suicide)
Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi misalnya pada penderita
penyakit jiwa, orang tahanan, orang dalam keadaan mabuk, yaitu Dengan “membenamkan”
wajahnya ke dalam kasur, atau menggunakan bantal, pakaian, yang diikatkan menutupi
hidung dan mulut. Bisa juga dengan menggunakan plester yang menutupi hidung dan mulut.

2. Kecelakaan (accidental smothering)


Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya,
terutama bayi prematur bila hidung dan mulut tertutup oleh bantal atau selimut. Selain itu juga
dapat terjadi kecelakaan dimana seorang anak yang tidur berdampingan dengan orangtuanya
dan secara tidak sengaja orangtuanya menindih si anak sehingga tidak dapat bernafas.
Keadaan ini disebut overlying. Pada anak-anak dan dewasa muda bisa terjadi kecelakaan
terkurung dalam suatu tempat yang sempit dengan sedikit udara, misalnya terbekap dengan
atau dalam kantong plastik. Orang dewasa yang terjatuh waktu bekerja atau pada penderita
epilepsi yang mendapat serangan dan terjatuh, sehingga mulut dan hidung tertutup dengan
pasir, gandum, tepung, dan sebagainya.
3. Pembunuhan (homicidal smothering)
Biasanya terjadi pada kasus pembunuhan anak sendiri. Pada orang dewasa hanya terjadi
pada orang yang tidak berdaya seperti orangtua, orang sakit berat, orang dalam pengaruh obat
atau minuman keras.
Pada pembunuhan dengan pembekapan biasanya dilakukan dengan cara hidung dan
mulut diplester, bantal ditekan ke wajah, kain atau dasi yang dibekapkan pada hidung dan
mulut.
Pembunuhan dengan pembekapan dapat juga dilakukan bersamaan dengan menindih
atau menduduki dada korban. Keadaan ini dinamakan burking.

C. Gambaran Post Mortem Pembekapan


1. Pemeriksaan Luar Jenazah
a. Tanda kekerasan yang dapat ditemukan tergantung dari jenis benda yang digunakan dan
kekuatan menekan.
b. Kekerasan yang mungkin dapat ditemukan adalah luka lecet jenis tekan atau geser, jejas
bekas jari/kuku di sekitar wajah, dagu, pinggir rahang, hidung, lidah dan gusi, yang
mungkin terjadi akibat korban melawan.
c. Luka memar atau lecet dapat ditemukan pada bagian/permukaan dalam bibir akibat bibir
yang terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah. Ujung lidah juga dapat mengalami
memar atau cedera.
d. Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, misal dengan bantal, maka pada
pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan tandatanda kekerasan. Memar atau
luka masih dapat ditemukan pada bibir bagian dalam. Pada pembekapan dengan
mempergunakan bantal, bila tekanan yang dipergunakan cukup besar, dan orang yang
dibekap kebetulan memakai gincu (lipstick), maka pada bantal tersebut akan tercetak
bentuk bibir yang bergincu tadi, yang tidak jarang sampai merembes ke bagian yang lebih
dalam, yaitu ke bantalnya sendiri. Pada anak-anak oleh karena tenaga untuk melakukan
pembekapan tersebut tidak terlalu besar, kelainan biasanya minimal; yaitu luka lecet
tekan dan atau memar pada bibir bagian dalam yang berhadapan dengan gigi dan rahang.
e. Pembekapan yang dilakukan dengan satu tangan dan tangan yang lain menekan kepala
korban dari belakang, yang dapat pula terjadi pada kasus pencekikan dengan satu tangan;
maka dapat ditemukan adanya lecet atau memar pada otot leher bagian belakang, yang
untuk membuktikannya kadang-kadang harus dilakukan sayatan untuk melihat otot bagian
dalamnya, atau membuka sluruh kulit yang menutupi daerah tersebut. Bisa didapatkan
luka memar atau lecet pada bagian belakang tubuh korban.
f. Selanjutnya ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun pada
pembedahan jenazah. Perlu pula dilakukan pemeriksaan kerokan bawah kuku korban,
adakah darah atau epitel kulit si pelaku.

2. Pemeriksaan Dalam Jenazah


a. Tetap cairnya darah
Darah yang tetap cair ini sering dihubungkan dengan aktivitas fibrinolisin.
Pendapat lain dihubungkan dengan faktor-faktor pembekuan yang ada di ekstravaskuler,
dan tidak sempat masuk ke dalam pembuluh darah oleh karena cepatnya proses kematian
b. Kongesti (pembendungan yang sistemik)
Kongesti pada paru-paru yang disertai dengan dilatasi jantung kanan merupakan
ciri klasik pada kematian karena asfiksia. Pada pengirisan mengeluarkan banyak darah.
c. Edema pulmonum
Edema pulmonum atau pembengkakan paru-paru sering terjadi pada kematian yang
berhubungan dengan hipoksia.

d. Perdarahan Berbintik (Petechial haemorrhages)


Dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang
jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura visceralis paru terutama di lobus bawah
pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah
otot temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis. 16
e. Bisa juga didapatkan busa halus dalam saluran pernafasan.
D. Gambaran Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopik sangat penting dilakukan untuk melihat reaksi intravitalitas yang
merupakan reaksi tubuh manusia yang hidup terhadap luka. Reaksi ini penting untuk membedakan
apakah luka terjadi pada saat seseorang masih hidup atau sudah mati. Reaksi vital yang umum
berupa perdarahan yaitu ekimosis, petekie dan emboli.
Gangguan jalan napas pada pembekapan akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen
dalam darah berkurang yang disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida. Pemeriksaan
secara histopatologi pada parenkim paru dapat meminimalisir diagnosis banding dari beberapa
kasus kematian yang disebabkan karena asfiksia.

VI. TERSEDAK ( CHOKING DAN GAGGING )


A. Definisi
Sumbatan jalan napas oleh benda asing, yang mengakibatkan hambatan udara masuk ke paru-
paru. Pada gagging, sumbatan terdapat dalam orofaring, sedangkan pada choking sumbatan
terdapat lebih dalam pada laringofaring.

B. Mekanisme Kematian
Mekanisme kematian yang mungkin terjadi adalah asfiksia atau refleks vagal akibat ransangan
pada reseptor nervus vagus di arkus faring yang menimbulkan inhibisi kerja jantung dengan akibat
cardiac arrest dan kematian.

C. Cara Kematian
Kematian dapat terjadi sebagai akibat:
1. Bunuh diri ( suicide ). Hal ini jarang terjadi karena sulit untuk memasukan benda asing ke
dalam mulut sendiri disebabjan adanya refleks batuk atau muntah. Umumnya korban
adalah penderita sakit mental atau tahanan.
2. Pembunuhan ( homicodal choking ). Umumnya korban adalah bayi, orang dengan fisik
lemah atau tidak berdaya.
3. Kecelakaan ( accidental choking ). Pada bolus death yang terjadi bila tertawa atau
menangis saat makan, sehingga makanan tersedak ke dalam saluran pernapasan. Mungkin
pula terjadi akibat regurgitasi makanan yang kemudian masuk ke dalam saluran
pernapasan.

D. Gambaran Post Mortem Tersedak


Pada pemeriksaan jenazah dapat ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar
maupun pembedahan jenazah. Dalam rongga mulut ( orofaring atau laringofaring ) ditemukan
sumbatan yang biasanya bisa berupa sapu tangan, kertas koran, gigi palsu, bahkan pernah
ditemukan arang, batu dan lain-lainnya. Bila benda asing tidak ditemukan, cari kemungkinan
adanya tanda kekerasan yang diakibatkan oleh benda asing.

VII.TENGGELAM (Drowning)
A. Definisi
Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan
masuknya cairan kedalam saluran pernapasan. Istilah tenggelam harus pula mencakup proses yang
terjadi akibat terbenamnya korban dalam air yang menyebabkan kehilangan kesadaran dan
mengancam jiwa.
Pada peristiwa tenggelam (drowning), seluruh tubuh tidak harus tenggelam di air. Asalkan
lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air maka hal itu sudah cukup memenuhi
kriteria sebagai peristiwa tenggelam. Berdasarkan pengertian tersebut maka peristiwa tenggelam
tidak hanya dapat terjadi di laut atau sungai tetapi dapat juga terjadi di dalam wastafel atau ember
(buku UNDIP)
berisi air. Pada mayat yang ditemukan terbenam dalam air, perlu pula diingat bahwa
mungkin korban sudah meninggal sebelum masuk kedalam air.
Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh paru-paru adalah
sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30 sampai 40 mililiter untuk bayi.

B. Jenis-Jenis Tenggelam
Jenis-jenis tenggelam antara lain: (buku UI)
1. Wet drowning
Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah korban tenggelam.
2. Dry drowning
Pada keadaan ini cairan tidak masuk kedalam saluran pernapasan, akibat spasme laring.
3. Secondary drowning
Terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam air) dan
korban meninggal akibat komplikasi.
4. Immersion syndrome
Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal.
Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus.

C. Sebab Kematian
Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan diantaranya oleh:
1. Vagal Reflex
Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karena vagal reflex disebut tenggelam
tipe I.
Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan post-mortem tidak ditemukan adanya
tanda-tanda asfiksia ataupun air di dalam paru-parunya sehingga sering disebut tenggelam
kering (dry drowning).
2. Spasme Laring
Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat jarang sekali terjadi.
Spasme laring tersebut disebabkan karena rangsangan air yang masuk ke laring. Pada
pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, tetapi paru-parunya tidak
didapati adanya air atau benda-benda air. Tenggelam jenis ini juga disebut tenggelam tipe I.
3. Pengaruh air yang masuk paru-paru
a. Tenggelam di air tawar
Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia disertai gangguan
elektrolit.
Pada keadaan ini terjadi absorbsi cairan yang masif. Karena konsentrasi elektrolit
dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah, maka akan terjadi
hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan
pecahnya sel darah merah (hemolisis). Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh
mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung
sehingga kadar ion Kalium dalam plasma meningkat (hiperkalemi), terjadi perubahan
keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabut otot jantung dan dapat mendorong terjadinya
fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya
kematian akibat anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit.
Pemeriksaan post mortem ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl jantung kanan
lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda-benda air pada paru-paru.
Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A.

b. Tenggelam di air asin


Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibatkan terjadinya anoksia dan
hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit.
Konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air
akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringgan intertisial paru yang akan
menimbulkan edema pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar
magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat
dan menyebabkan terjadinya payah jantung.
Pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl pada
jantung kiri lebih tinggi daripada janung kanan dan ditemukan buih serta benda-benda air.
Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B. Kematian terjadi kira-kira dalam
waktu 8-9 menit setelah tenggelam (lebih lambat dibandingkan dengan tenggelam tipe
IIA).

D. Cara Kematian
Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena:
1. Kecelakaan
Peristiwa tenggelam karena kecelakaan sering terjadi karena korban jatuh ke laut,
danau atau sungai. Pada anak-anak keclakaan sering terjadi di kolam renang atau galian
tanah berisi air. Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab kecelakaan itu antara lain
karena mabuk atau mendapat serangan epilepsi.
2. Bunuh diri
Peristiwa bunuh diri dengan menjatuhkan diri kedalam air sering kali terjadi. Kadang-
kadang tubuh pelaku diikat dengan benda pemberat agar supaya tubuh dapat tenggelam.
Bukan pekerjaan yang mudah untuk membedakan tenggelam karena bunih diri dengan
pembunuhan.

3. Pembunuhan
Banyak cara yang digunakan, seperti misalnya melemparkan korban ke laut atau
memasukan kepalanya ke dalam bak berisi air. Dari segi patologik saja sulit dapat
membedakan apakah peristiwa tenggelam itu akibat pembunuhan atau bunuh diri.
Pemeriksaan di tempat kejadian dapat membantu. Jika benar karena pembunuhan perlu
diteliti apakah korban di tenggelamkan kedalam air ketika ia masih hidup atau sesudah
dibunuh lebih dahulu dengan cara lain.

E. Pemeriksaan Post Mortem


Pada pemeriksaan mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti mungkin agar
mekanisme kematian dapat ditentukan, karena seringkali mayat ditemukan sudah dalam keadaan
membusuk.
Hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah:
1. Menentukan identitas korban
Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain:
o Pakaian dan benda-benda milik korban
o Warna dan distribusi rambut dan identitas lain
o Kelainana atau deformitas dan jaringan parut
o Sidik jari
o Pemeriksaan gigi
o Teknik identifikasi lain
2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam
Pada mayat masih segar, untuk menentukan apakah korban masih hidup atau sudah
meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui dari hasil pemeriksaan :
a. Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih hidup waktu
tenggelam adalah pemeriksaan diatom
b. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar elektrolit
magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.
c. Benda asing dalam paru dan saluran pernafasan mempunyai nilai yang menentukan
pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan mulai membusuk. Demikian
juga dengan isi lambung dan usus.
d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara fisika
dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban tenggelam mepunyai nilai
bermakna.
e. Pada beberapa kasus ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat menjelaskan bahwa
korban sedang dalam keracunan alkohol pada saat masuk ke dalam air.
3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning
Pada mayat yang segar, gambaran pasca kematian dapat menunjukkan tipe
drowning dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan atau kekerasan
lain.
4. Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian
Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian misanya kekerasan, obat-obatan,
alkohol dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau melalui bedah jenazah.
5. Tempat korban pertama kali tenggelam
Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran
nafas, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat membantu
menentukan apakah korban tenggelam ditempat itu atau tempat lain.
6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian
 Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada waktu masuk ke air, maka
perlu ditentukan apakah kematian disebabkan karena air masuk ke dalam saluran
pernafasan. Pada immersion, kematian terjadi dengan cepat, hal ini mungkin
disebabkan oleh sudden cardiac arrest yang terjadi pada waktu cairan melalui
saluran nafas bagian atas. Beberapa korban yang terjun dengan kaki terlebih dahulu
menyebabkan cairan dengan mudah masuk ke hidung. Faktor lain adalah keadaan
hipersensitivitas dan kadang-kadang keracunan alkohol.
 Bila tidak ditemukan air dalam paru-paru dan lambung berarti kematian terjadi
seketika akibat spasme glottis yang menyebabkan cairan tidak dapat masuk.
Waktu yang diperlukan untuk terbenam dapat bervariasi tergantung dari keadaan sekeliling
korban, keadaan masing-masing korban, reaksi perorangan yang bersangkutan, keadaan
kesehatan, dan jumlah serta sifat cairan yang dihisap masuk ke dalam saluran pernapasan.
Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama makin banyak,
kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2-12 menit (fatal periode). Dalam periode ini bila
orban dikeluarkan dari air, ada kemungkinan masih dapat hidup bila upaya resusitasi berhasil.
F. Gambaran Post Mortem Kasus Tenggelam
Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur dan benda-benda
asing lain yang terdapat dalam air, kalau seluruh tubuh terbenam dalam air.
b. Busa halus pada hidung dan mulut, kadang-kadang berdarah.
c. Mata setengah terbuka atau tertutup, jarang pendarahan atau perbendungan.
Cutis anserina
d. Kutis anserina pada kulit permukaan anterior tubuh terutama pada ekstremitas akibat
kontraksi otot erektor pili yang dapat terjadi karena rangsang dinginnya air.
Gambaran kutis anserina kadangkala dapat juga akibat rigor mortis pada otot
tersebut.
e. Washer woman’s hand dimana telapak tangan dan kaki berwarna keputihan dan
berkeriput yang disebabkan karena imbibisi cairan ke dalam kutis dan biasanya
membutuhkan waktu lama.
f. Cadaveric spasme, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu korban
berusaha menyelamatkan diri dengan memegang Washer woman’s hand
apa saja seperti rumput atau benda-benda lain
dalam air.
g. Luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut dan kaki akibat gesekan pada benda-
benda dalam air. Puncak kepala mungkin terbentur dasar waktu terbenam, tetapi
dapat pula terjadi luka post mortal akibat benda-benda atau binatang dalam air.
Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Busa halus dan benda asing (pasir, tumbuh-tumbuhan air) dalam saluran pernafasan.
b. Paru-paru mebesar seperti balon, lebih berat, sampai menutupi kandung
jantung. Pada pengirisan banyak keluar cairan. Keadaan ini terutama terjadi pada
kasus tenggelam di laut.
c. Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit diantara septum interalveolar. Mungkin
terdapat bercak-bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf akibat robeknya
penyekat alveoli (Polsin).
d. Petekie subpleural dan bula emfisema jarang terdapat dan ini bukan merupakan
tanda khas tenggelam tetapi mungkin disebabkan oleh usaha respirasi.
e. Dapat juga ditemukan paru-paru yang normal karena cairan tidak masuk ke dalam
alveoli atau cairan sudah masuk ke dalam aliran darah 9melalui proses imbibisi), ini
dapat terjadi pada kasus tenggelam di air tawar.
f. Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami perbendungan
g. Lambung dapat sangat membesar, berisi air, lumpur dan mungkin juga terdapat
dalam usus halus.

G. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Diatom.
Alga/ ganggang bersel satu dngan dinding terdiri dari silikat yang tahan panas dan
asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawat, alut, sungai, sumur. Bila
seseorang mati karena tenggelam maka cairan bersama diatom masuk ke dalam saluran
nafas atau pencernaan, kemudian diatom akan masuk ke dalam aliran darah melalui
kerusakkan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup dan tesebar ke seluruh
jaringan. Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat segar. Bila mayat
telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet,
sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang bermakna sebab
berasal dari penyerapan abnormal saluran pencernaan terhadap makanan dan minuman.
Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak :
4-5/ LPB atau 10-20 per satuan sediaan, atau pada sumsum tulang cukup ditemukan
satu
2. Pemeriksaan Diatom dapat dilakukan dengan pemeriksaan destruksi pada paru dan
pemeriksaan getah paru.
3. Pemeriksaan Darah Jantung. Pemeriksaan berat jenis dan kadar elektrolit pada darah
yng berasal dari bilik jantung kiri dan bilik jantung kanan. Bila tenggelam di air tawar,
berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan
sedangkan pada tenggelam di air asin terjadi sebaliknya. Perbedaan kadar elektrolit
lebih rendah dari 10% dapat menyokong diagnosis.
4. Pemeriksaan mikroskopik jaringan
5. Pemeriksaan keracunan

H. Diagnosis Tenggelam
Bila mayat masih segar (belum terdapat pembusukkan), maka diagnosis kematian akibat
tenggelam dapat dengan mudah ditegakkan melalui pemeriksaan yang teliti dari:
- Pemeriksaan luar,
- Pemeriksaan dalam,
- Pemeriksaan laboratorium berupa histologi jaringan, destruksi jaringan dan berat jenis
serta kadar elektrolit darah.
Bila mayat sudah membusuk, maka diagnosis kematian akibat tenggelam dibuat
berdasarkan adanya diatom yang cukup banyak pada paru-paru yang bila disokong oleh
penemuan diatom pada ginjal, otot skelet atau sumsum tulang, maka diagnosis akan menjadi
makin pasti.
1. Budiyanto A., Widiatmaka W., Sudiono S, et al., Kematian Karena Asfiksia Mekanik, Ilmu
Kedokteran Forensik Universitas Indonesia, Jakarta: 1997.
2. Dahlan S, Asfiksia, Ilmu Kedokteran Forensik, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang: 2000.
3. Iedris M, dr., Tjiptomartono A.L, dr., Asfiksia., Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik
dalam Proses Penyidikan., Sagung Seto., Jakarta: 2008.
4. Amir A, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, ed 2, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 2007.
5. Darmono, Farmasi Forensik Dan Toksikologi, Penerapannya Dalam Penyidik Kasus
Tindak Pidana Kejahatan, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2009.
6. Mohan S. Dharma, Dkk., Makalah Investigasi Kematian Dengan Toksikologi Forensik FK,
2008, Tersedia di: http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/11/investigasi-kematian-
dengan-toksikologi-forensik-files-of-drsmed.pdf., Diakses pada tanggal 05 Januari 2012.
7. Bionity Team. Asphyxia. 2009. Tersedia di:
http://www.bionity.com/en/encyclopedia/Asphyxia.html. Diakses Pada Tanggal 05
Januari 2012.

Anda mungkin juga menyukai