Disusun Oleh :
Fernando Sugiarto (406161001)
Togos Samuel (406161009)
Dian Natalia (406161012)
Kevin Cahyadi (406161043)
Desika Santi (406162047)
Vini Firgianti (406162053)
Vivian Wu (406162055)
Sheilla Khonada (406162056)
Olga Adhitya (406162032)
Sandra Lydiayana (406162033)
Jessica Nadia (406162035)
Rini Desio Mori (406162037)
Pembimbing :
Dr. dr. Meilani Kumala, Sp.GK (K)
Kriteria inklusi yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah kriteria para
subjek. Terdapat kriteria eksklusi pada penelitian ini, yaitu:
a. Subjek yang mengalami fraktur patologis
b. Subjek yang mengalami fraktur saat berada di rumah sakit
c. Subjek yang menolak berpartisipasi atau hilang karena rutinitas inklusi gagal.
Data diolah menggunakan perangkat lunak statistik SPSS versi 22, dengan
analisis statistik sebagai berikut:
KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pada studi randomized controlled trial ini,
para partisipan pada kelompok GIHR memperoleh kembali kemampuan berjalan
mereka pada jangka pendek dan jangka panjang, dan ini tidak berbeda bermakna
dengan kelompok kontrol yang mendapat intervensi konvensional (CGCR). Hal
ini kemungkinan disebabkan oleh tatalaksana CGCR yang sudah cukup baik
1. Penelitian ini berbeda dengan studi follow-up prospektif dan studi intervensi
rehabilitasi sebelumnya, yang merekrut lebih sedikit partisipan dengan
demensia, dan salah satu studi tersebut tidak menginklusikan fraktur
trokanterika. Faktor-faktor yang ditemukan mempengaruhi pemulihan
fungsional lansia dengan demensia adalah kemampuan berjalan sebelumnya
dan adanya komplikasi seperti delirium atau ulkus dekubitus (dibandingkan
derajat kerusakan kognitif).
2. Studi lainnya yang melakukan intervensi HR berbasis tim juga melaporkan
kemampuan berjalan jangka panjang yang lebih baik dibandingkan studi ini,
namun hal ini disebabkan karena para partisipan di studi tersebut tinggal di
perumahan biasa, memiliki kondisi fisik dan mental yang lebih baik, atau
tidak mengalami kerusakan kognitif yang berat.
3. Pada studi sebelumnya yang juga membandingkan GIHR dan kontrol
(CGCR), kelompok GIHR memiliki komplikasi paskaoperatif yang lebih
sedikit, lama rawat di RS yang lebih singkat, dan perbaikan mobilitas dan
performa ADLs jangka pendek dan jangka panjang, terutama pada orang-
orang dengan demensia. Kelompok kontrol memperoleh rehabilitasi di klinik
lebih banyak dibandingkan kelompok GIHR selama periode 12 bulan paska
pulang dari bangsal geriatri.
4. Perbandingan lain dengan studi pendahulu oleh Ziden dkk menunjukkan
bahwa studi Ziden melakukan kunjungan ke rumah tiga kali lebih sedikit
dibandingkan penelitian ini, namun memiliki perbaikan pada kemandirian,
kepercayaan diri pada keseimbangan, dan aktivitas fisik pada kelompok
GIHR. Hal ini diduga disebabkan oleh kemampuan para partisipan untuk
berolahraga secara mandiri, tinggal di perumahan biasa, dan tidak mengalami
kerusakan kognitif yang parah.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 10
5. Studi sebelumnya melaporkan bahwa durasi rawat yang singkat (10 hari atau
kurang) paska fraktur panggul berhubungan dengan peningkatan risiko
mortalitas paska lepas rawat, namun et causanya belum dievaluasi. Di sisi lain,
pada penelitian ini, tidak ditemukan perbedaan yang bermakna pada mortalitas
satu tahun pertama di kedua kelompok, meskipun rerata lama rawat lebih
singkat enam hari pada kelompok GIHR.
Sebagai kesimpulan, jurnal ini termasuk jurnal yang cukup baik, karena
memaparkan hasilnya dengan jelas dan menjelaskan perbandingannya dengan
studi-studi sebelumnya secara terarah. Penelitian ini juga berusaha menyerupai
keadaan lansia di masyarakat yang sebenarnya, sehingga hasil penelitian memiliki
validitas eksterna. Tantangan yang mungkin dihadapi adalah sulitnya
mengeksekusi penelitian/tatalaksana serupa GIHR secara menyeluruh di
Indonesia, karena keterbatasan jumlah dokter dan paramedik dan tingginya
prevalensi masyarakat Indonesia (terutama lansia). Meskipun demikian, patut
dilakukan penelitian serupa di Indonesia, yang dimulai dari pusat-pusat pelayanan
kesehatan di kota-kota besar, agar manfaat GIHR dapat dirasakan dan jika
diperlukan, metodenya dimodifikasi agar cocok dengan kebutuhan masyarakat
Indonesia.
1. Hilliard CB. High Osteoporosis Risk among East Africans linked to Lactase
Persistence Genotype. Bonekey Rep. 2016 Jun 29; 5: 803.
2. Kementerian Kesehatan RI: Pusat Data dan Informasi. Data dan Kondisi
Penyakit Osteoporosis di Indonesia. 2015. Jakarta: Kemenkes RI. 2-8.
3. Jia MX, Yu Q. Primary Osteoporosis In Postmenopausal Women. Chronic
Dis Transl Med. 2015 Mar; 1(1): 9-13.
4. Ballane G, Cauley JA, Luckey MM, Fuleihan GE. Secular Trends in Hip
Fractures Worldwide: Opposing Trends East Versus West. J Bone Miner Res.
2014 Aug; 29(8): 1745-55.
5. Edgren J, Salpakoski A, Sihvonen SE, Portegijs E, Kalinen M, Arkela M, et
al. Effects of A Home-based Physical Rehabilitation Program on Physical
Disability After Hip Fracture: A Randomized Controlled Trial. J Am Med
Dir Assoc. 2015 Apr; 16(4): 350. e1-7.
6. Badan Pusat Statistik. Jumlah Desa/Kelurahan yang Memiliki Sarana
Kesehatan Menurut Provinsi, 2008-2014. Diakses 22 Juni 2018 dari
https://www.bps.go.id/dynamictable/2015/09/19/935/jumlah-desa-kelurahan-
yang-memiliki-sarana-kesehatan-menurut-provinsi-2008-2014.html.
7. Badan Pusat Statistik. Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Provinsi dan
Topografi Wilayah, 2003-2014. Diakses 22 Juni 2018 dari
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/907.
8. The World Bank. Population (Indonesia), Total. Diakses 22 Juni 2018 dari
https://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.TOTL?locations=ID.
***
Centralised computer randomisation is The Methods should tell you how patients
ideal and often used in multi-centred trials. were allocated to groups and whether or
Smaller trials may use an independent not randomisation was concealed.
person (e.g, the hospital pharmacy) to
“police” the randomization.
2a. A – Aside from the allocated treatment, were groups treated equally?
Apart from the intervention the patients in Look in the Methods section for the follow-
the different groups should be treated the up schedule, and permitted additional
same, eg., additional treatments or tests. treatments, etc and in Results for actual
use.
Comment: Penelitian ini memperlakukan semua subjek dengan metode yang sama (yang
berbeda hanya bentuk intervensi yang diberikan). Preoperasi, semua pasien dirawat di
departemen ortopedi, dan paskaoperasi, pasien-pasien dengan fraktur servikal dirujuk ke
bangsal geriatri dengan kompetensi khusus pada ortopedi. Pasien-pasien dengan fraktur
trokanterika dikembalikan ke departemen ortopedi. Dua peneliti yang berpengalaman
menilai para partisipan selama tinggal di RS dalam lima hari paska randomisasi, dan
kemudian bulan ke-3 dan ke-12 paskaoperasi, di rumah para partisipan. Penilaian di RS
berlangsung di kamar yang netral agar para asesor tidak mengetahui alokasi kelompok.
2b. A – Were all patients who entered the trial accounted for? – and were they
analysed in the groups to which they were randomised?
Losses to follow-up should be minimal – The Results section should say how many
preferably less than 20%. However, if few patients were randomised (eg., Baseline
patients have the outcome of interest, then Characteristics table) and how many
even small losses to follow-up can bias the patients were actually included in the
results. Patients should also be analysed analysis. You will need to read the results
in the groups to which they were section to clarify the number and reason for
randomised – ‘intention-to-treat analysis’. losses to follow-up.
Sebanyak 209 subjek mengalami randomisasi, dan pada akhirnya, 107 partisipan
ditempatkan dalam kelompok GIHR dan 98 partisipan pada kelompok kontrol (total 205
subjek). Jumlah ini tidak mempengaruhi analisis statistik, karena hampir sesuai dengan
jumlah partisipan yang diperlukan (206 partisipan). Semua analisis dilakukan berbasis
pada prinsip intention-to-treat dengan data dari seluruh partisipan menurut alokasi awal
mereka, terlepas dari kehadiran mereka dalam penelitian.
3. M - Were measures objective or were the patients and clinicians kept “blind”
to which treatment was being received?
It is ideal if the study is ‘double-blinded’ – First, look in the Methods section to see if
that is, both patients and investigators are there is some mention of masking of
unaware of treatment allocation. If the treatments, eg., placebos with the same
outcome is objective (eg., death) then appearance or sham therapy. Second, the
blinding is less critical. If the outcome is Methods section should describe how the
subjective (eg., symptoms or function) then outcome was assessed and whether the
blinding of the outcome assessor is critical. assessor/s were aware of the patients'
treatment.
Absolute Risk Reduction (ARR) = The absolute risk reduction tells us the absolute
risk of the outcome in the control difference in the rates of events between the two
group - risk of the outcome in the groups and gives an indication of the baseline
treatment group. This is also known risk and treatment effect. An ARR of 0 means
as the absolute risk difference. that there is no difference between the two
groups thus, the treatment had no effect.
ARR tidak dinilai pada penelitian ini ARR tidak dinilai pada penelitian ini
Number Needed to Treat (NNT) = The number needed to treat represents the
inverse of the ARR and is calculated number of patients we need to treat with the
as 1 / ARR. experimental therapy in order to prevent 1 bad
outcome and incorporates the duration of
treatment. Clinical significance can be
determined to some extent by looking at the
Tidak dinilai NNT pada penelitian ini Tidak dinilai NNT pada penelitian ini
LAMPIRAN – Hasil