Anda di halaman 1dari 20

Critical Appraisal

Effects of Geriatric Interdisciplinary Home


Rehabilitation on Walking Ability and Length of Hospital
Stay After Hip Fracture: A Randomized Controlled Trial

Disusun Oleh :
Fernando Sugiarto (406161001)
Togos Samuel (406161009)
Dian Natalia (406161012)
Kevin Cahyadi (406161043)
Desika Santi (406162047)
Vini Firgianti (406162053)
Vivian Wu (406162055)
Sheilla Khonada (406162056)
Olga Adhitya (406162032)
Sandra Lydiayana (406162033)
Jessica Nadia (406162035)
Rini Desio Mori (406162037)

Pembimbing :
Dr. dr. Meilani Kumala, Sp.GK (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN GERIATRI


STW KARYA BHAKTI RIA PEMBANGUNAN CIBUBUR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 28 MEI 2018 – 7 JULI 2018

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 1
PENDAHULUAN
Fraktur tulang panggul adalah salah satu masalah kesehatan yang paling rentan
mengganggu mobilitas dan kemandirian lansia. Di dunia, prevalensi fraktur tulang
panggul hanya separuh dari yang terjadi di Asia. Di Asia, fraktur tulang panggul
terjadi pada 97-357 per 100.000 orang, yang hampir selalu lebih tinggi
(1)
dibandingkan berbagai belahan dunia. Di Indonesia, insidensi fraktur tulang
panggul jauh lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki, dan
prevalensinya meningkat sangat tajam seiring bertambahnya usia (sejak 55 tahun).
Insidens fraktur tulang panggul pada perempuan usia 95-99 tahun adalah
1.680/100.000 kasus dan pada laki-laki di usia yang sama 718/100.000 kasus. (2)
Pada usia 70 tahun, massa tulang telah berkurang 30-40%, karena seiring
bertambahnya usia, akibat defisiensi estrogen, proses remodeling tulang bergeser
(3)
ke arah resorpsi osteoklas. Lama kelamaan, massa tulang akan berkurang
hingga satu titik seorang lansia disebut mengalami osteoporosis. Tingkat kejadian
fraktur tulang panggul meningkat seiring dengan peningkatan kasus osteoporosis,
yang terutama lebih banyak mengenai perempuan karena berkurangnya estrogen
pada usia lanjut. (3)
Fraktur tulang panggul menyebabkan berkurangnya kemandirian dan
menimbulkan disabilitas paska operasi. Menurut penelitian oleh Ballane dkk, 30-
50% pasien fraktur tulang panggul kehilangan kemandirian fungsional, 20-40%
meninggal dalam satu tahun, dan dari yang hidup, 10% dapat mengalami fraktur
(4)
pada panggul kontralateral. Pemulihan lansia paska operasi fraktur tulang
panggul penting untuk diberikan perhatian khusus oleh komunitas, dan seringkali
melibatkan pendekatan banyak disiplin ilmu dan komponen masyarakat. Salah
satu metode yang diduga efektif untuk mencapai pemulihan maksimal lansia
paska fraktur tulang panggul adalah dengan pendekatan berbasis lingkungan
rumah (home-based rehabilitation), yaitu rehabilitasi yang difokuskan dilakukan
saat pasien telah berada di rumah, dan diduga metode interdisiplin berbasis
lingkungan rumah ini lebih baik dibandingkan pendekatan rehabilitasi geriatri
konvensional. (5)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 2
TELAAH KRITIS
1. Gambaran Umum Penelitian
Artikel yang ditelaah merupakan penelitian eksperimental jenis randomized
controlled trial, yang membandingkan rehabilitasi jenis Geriatric
Interdisciplinary Home Rehabilitation (GIHR) dan Conventional Geriatric Care
and Rehabilitation (CGCR) sebagai metode rehabilitasi paska fraktur panggul
pada lansia. Peneliti hendak membandingkan apakah dengan teknik rehabilitasi
GIHR, terjadi perbaikan kemampuan berjalan paska fraktur panggul, dan juga
menilai apakah GIHR memperpendek durasi rawat di rumah sakit paska operasi.
Perekrutan subjek dilakukan secara konsekutif dan dirandomisasi ke dalam studi
pada periode Mei 2008 hingga Juni 2011. Randomisasi dilakukan menjadi dua
kategori menurut jenis tempat tinggal (perumahan biasa atau fasilitas perawatan
lansia) dan tipe fraktur (servikal atau trokanterika). Subjek laki-laki berjumlah 58
orang dan perempuan 147 orang, dengan total yang diikutkan dalam kelompok
GIHR berjumlah 107 orang dan CGCR 98 orang, dengan jumlah yang sama yang
diikutkan dalam analisis primer. Para subjek di kelompok GIHR dipulangkan dini
dari rumah sakit dan melanjutkan rehabilitasi di rumah mereka, yang melibatkan
tim yang terdiri dari seorang perawat, seorang terapis okupasional, dua
fisioterapis, seorang ahli geriatri yang bertanggung jawab secara medis, dan
pekerja sosial dan ahli gizi yang dapat dikonsultasikan jika dibutuhkan. Subjek-
subjek intervensi juga mendapatkan comprehensive geriatric assessment (CGA).
Fokus program GIHR adalah mengembalikan fungsi fisik, kemampuan berjalan
dalam dan luar ruangan, dan kekuatan fungsional dan latihan keseimbangan,
modifikasi lingkungan rumah yang ramah geriatri, evaluasi nyeri, supervisi luka
operasi, kemampuan pasien mengelola obat-obatan mereka sendiri, dan kondisi
kesehatan lansia seperti konstipasi, nyeri, atau masalah mulut. Para subjek di
kelompok kontrol juga diberikan rehabilitasi interdisipliner menggunakan
comprehensive geriatric assessment (CGA) dengan pertemuan berulang dan
rencana rehabilitasi per individu, dengan mobilisasi dini, partisipasi seluruh staf
pada aktivitas sehari-hari pasien, pelatihan spesifik dengan terapis okupasional
dan fisioterapis, dan perencanaan lepas rawat dari RS.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 3
Latar belakang studi ini belum mencantumkan prevalensi secara jelas.
Angka prevalensi fraktur panggul tidak dinyatakan secara gamblang, hanya
dinyatakan bahwa banyak lansia yang mengalami fraktur panggul tidak pernah
mendapatkan kembali tingkat mobilitas dan aktivitas sebelum mereka mengalami
hal tersebut. Pada latar belakang, dinyatakan juga bahwa fraktur panggul lebih
banyak terjadi pada lansia dengan gangguan kognitif, termasuk lansia dengan
demensia. Kualitas metodologi dari studi ini terbilang cukup baik, karena
beberapa alasan berikut: 1) studi ini melibatkan lansia-lansia dengan kondisi
demensia, delirium, dan depresi, sehingga cukup menyerupai kondisi lansia di
realita komunitas (studi-studi pendahulu biasanya mengeksklusikan lansia-lansia
demikian); 2) perhitungan besar sampel dan penentuan uji statistik dilakukan
dengan baik. Perhitungan besar sampel dilakukan berdasarkan power penelitian
80% dengan pengurangan 24% hari rawat di RS, jumlah sampel yang dibutuhkan
adalah 206 subjek. Uji statistik yang digunakan adalah dengan Student T-test, uji
Pearson x2, atau uji Mann-Whitney U; 3) follow-up dilakukan hingga 12 bulan
paska intervensi, sehingga hasil yang didapatkan tidak hanya yang segera, namun
juga dalam jangka waktu 12 bulan; dan 4) variabel yang diukur cukup banyak dan
mendetail, dan pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan dijelaskan dengan baik.

2. Penilaian Kesahihan / Validitas


Penelitian ini membandingkan apakah setelah rehabilitasi dengan metode GIHR,
terjadi perbaikan kemampuan berjalan dibandingkan CGCR, dan apakah GIHR
memperpendek durasi rawat di RS paska operasi fraktur panggul. Perekrutan
subjek dilakukan pada Departemen Geriatri RS Universitas Umea, Swedia,
selama periode Mei 2008 hingga Juni 2011. Studi ini disahkan komite etik Umea,
Swedia pada tahun 2008. Para subjek diberikan intervensi selama maksimal 10
minggu dan dilakukan follow-up selama 3 dan 12 bulan berikutnya.
Terdapat kriteria inklusi dalam penelitian ini, diantaranya sebagai berikut:
a. Subjek yang dioperasi karena fraktur panggul akut (fraktur servikal atau
trokanterika)
b. Subjek berusia ≥70 tahun

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 4
c. Subjek tinggal di kota Umea, baik di perumahan biasa atau fasilitas perawatan
lansia seperti panti werdha.
d. Subjek dengan fungsi kognitif normal atau dengan kerusakan kognitif atau
dementia.

Kriteria inklusi yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah kriteria para
subjek. Terdapat kriteria eksklusi pada penelitian ini, yaitu:
a. Subjek yang mengalami fraktur patologis
b. Subjek yang mengalami fraktur saat berada di rumah sakit
c. Subjek yang menolak berpartisipasi atau hilang karena rutinitas inklusi gagal.

Dari 209 subjek yang dirandomisasi (108 pada Geriatric Interdisciplinary


Home Rehabilitation/GIHR dan 101 pada Conventional Geriatric Care and
Rehabilitation/CGCR), 205 subjek dimasukkan dalam analisis primer. Pada
penilaian bulan ketiga, pada kelompok GIHR, 9 orang meninggal, 1 menolak
melanjutkan, dan 2 lost-to-follow-up. Pada penilaian bulan ketiga kelompok
CGCR, 6 orang meninggal dan 3 orang menolak melanjutkan. Pada penilaian
bulan ke-12, pada kelompok GIHR, 12 orang meninggal, 1 menolak melanjutkan
penelitian, 1 pindah ke luar kota, dan 1 lost-to-follow-up. Pada penilaian bulan 12
kelompok CGCR, 10 orang meninggal. Data yang diukur adalah kemampuan
berjalan lansia pada bulan ketiga dan 12, dan lama rawat di RS, dengan
keterangan sebagai berikut:
 Kemampuan berjalan
o Alat ukur : Wawancara
o Skala ukur : 1-7 (1 tidak memiliki kemampuan fungsional atau butuh
bantuan dua orang, 7 fungsi normal) dan dalam m/s (meter per
detik/sekon).
o Cara ukur : Kecepatan berjalan diukur dalam jarak 2,4 meter. Uji
dilakukan dengan posisi berdiri dan dengan alat bantu berjalan pasien
yang biasa. Stopwatch dimulai saat diaba-abakan “Go” dan dihentikan
saat kaki pertama pasien melewati garis finis.
 Lama rawat di RS

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 5
o Definisi : Waktu di seluruh departemen RS sejak operasi hingga
dipulangkan, waktu dari masuk ke bangsal geriatri hingga kondisi siap
dipulangkan, dan waktu saat masuk bangsal geriatri hingga
dipulangkan.
o Skala ukur : Hari
o Cara ukur : Pelacakan catatan medis.

Data diolah menggunakan perangkat lunak statistik SPSS versi 22, dengan
analisis statistik sebagai berikut:

 Uji T, uji Pearson x2, uji Mann-Whitney U  untuk menganalisis


perbedaan kelompok pada karakteristik pre-fraktur dan untuk beberapa
hasilnya
 Regresi logistik biner  untuk menganalisis Odds ratio (OR) kemampuan
berjalan dan penggunaan alat bantu jalan pada kedua kelompok
(disesuaikan untuk usia, jenis kelamin, dan status pre-fraktur untuk
variabel hasil dan perbedaan signifikan antara kelompok pada baseline,
yaitu penggunaan antidepresan dan analgetik)
 Uji Mann-Whitney U  untuk lama rawat paskaoperatif, karena data tidak
terdistribusi dengan normal, dan karena perbedaan antara kelompok pada
outlier yang ekstrim
Semua uji menggunakan tingkat signifikansi p<0,05.

3. Penilaian Kepentingan / Importance


Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa:
a. Tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok GIHR dan kontrol dari
segi kemampuan berjalan independen, baik indoor maupun outdoor pada
bulan ke-3 dan ke-12, atau dalam penggunaan alat bantu jalan.
b. Kemampuan berjalan memburuk pada kedua kelompok.
c. Pada bulan ke-3, 49 (51,6%) partisipan pada kelompok GIHR dan 48
(54,5%) partisipan pada kelompok kontrol telah pulih atau membaik
kemampuan berjalannya seperti kondisi pre-fraktur (p=0,800).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 6
d. Pada bulan ke-12, 45 (56,3%) partisipan pada kelompok GIHR dan 45
(57,7%) partisipan pada kelompok kontrol telah pulih atau membaik
kemampuan berjalannya seperti kondisi pre-fraktur (p=0,982).
e. Dua partisipan pada kelompok GIHR dan satu pada kelompok kontrol
tidak mampu berjalan sebelum fraktur, dan angka ini meningkat menjadi
delapan (8,4%) dan tiga (3,4%) pada bulan ke-3 pada kelompok GIHR dan
kontrol, dan menjadi sembilan (3,4%) dan delapan (10,3%) pada bulan ke-
12, namun tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara kedua
kelompok.
f. Penggunaan walker saat berjalan indoor tidak berbeda antara kedua
kelompok. Sebelum fraktur, 45,8% kelompok GIHR dan 43,9% kelompok
kontrol berjalan dengan walker beroda saat berjalan indoor, dan pada
bulan ke-12 setelah fraktur, proporsinya menjadi 51,2% dan 57,7%.
g. Kecepatan berjalan, self-chosen dan maksimum, hampir serupa pada kedua
kelompok pada bulan ke-3 dan ke-12 pada kunjungan follow-up.
h. Lama rawat di RS jauh lebih singkat pada kelompok GIHR dibandingkan
kontrol.
 Lama rawat dari masuk bangsal geriatri hingga dipulangkan  median
(Q1-Q3) 17 hari (12-26) vs 23 hari (17-32) pada kelompok GIHR dan
kontrol (p=0,003).
 Lama rawat dari masuk bangsal geriatri hingga kondisi siap
dipulangkan  median (Q1-Q3) 15 hari (11-22) vs 21,5 hari (16-29)
pada kelompok GIHR dan kontrol (p<0,001).
 Total lama rawat di RS paska fraktur  median (Q1-Q3) 22 hari (15-
34) vs 26,5 hari (19-38) pada kelompok GIHR dan kontrol (p=0,021).
i. Tidak ada perbedaan angka mortalitas satu tahun antara kedua kelompok,
yaitu 19,6% pada kelompok GIHR dan 16,3% pada kelompok kontrol
(p=0,666).
j. Tim GIHR membuat 14,2 ± 10,5 kunjungan ke rumah-rumah partisipan
(0-50). Jumlah hari dalam kelompok GIHR adalah median (Q1-Q3) 21
hari (11,0-35,5). Sejumlah 1/3 partisipan pada kelompok kontrol mendapat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 7
follow-up di fasilitas pelayanan kesehatan atau klinik rehabilitasi selama
durasi 12 bulan paska lepas rawat. Pada kelompok GIHR, sekitar 10%
partisipan mendapat rehabilitasi tambahan setelah intervensi berakhir.
Para penulis menyatakan tidak terdapat konflik kepentingan dalam
pembuatan studi ini.

4. Penilaian Kemampuan Terapan / Applicability


Penelitian ini menerapkan sistem rehabilitasi yang hampir ideal, yang berpusat
pada pasien (patient-centered) dan melibatkan interdisiplin ilmu. Bagian-bagian
yang terlibat dalam intervensi adalah dokter ahli geriatri, perawat, terapis
okupasional, fisioterapis, ahli gizi, dan pekerja sosial. Kerjasama semua bagian ini
harus baik dan menyeluruh demi menghasilkan pemulihan pasien yang maksimal.
Di Indonesia, berhubung perbandingan dokter dan masyarakatnya masih
terlampau sedikit, masih cukup sulit menerapkan sistem semacam ini secara
menyeluruh. Menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2014, Indonesia baru
memiliki 2.006 buah RS, dengan total desa/kelurahan yang memiliki poliklinik
hanya sejumlah 7.396 dari 82.190 total jumlah desa/kelurahan di Indonesia
(6,7)
(62.517 di dataran, 16.043 di lereng, 3.630 di lembah). Puskesmas di
Indonesia hanya berjumlah 9.908, dengan Puskesmas Pembantu berjumlah
24.949. Jumlah masyarakat Indonesia pada tahun 2016 berjumlah 261.115.456
(8)
jiwa. Perbandingan fasilitas kesehatan yang tersedia terhadap jumlah seluruh
masyarakat Indonesia masih terlalu kecil untuk dapat dilakukan penerapan sistem
kesehatan interdisipliner pada seluruh area di Indonesia, namun mengingat
tingginya tingkat saturasi fasilitas kesehatan yang tersedia di kota-kota besar,
penelitian semacam ini dapat dicoba diterapkan di kota-kota besar di Indonesia
terlebih dahulu. Pendekatan interdisiplin adalah baku emas pelayanan kesehatan
yang baru, sehingga dapat diterapkan untuk dilakukan pada pusat-pusat pelayanan
kesehatan di Indonesia yang mampu melakukannya, demi memperoleh pemulihan
kesehatan geriatri yang maksimal.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 8
KETERBATASAN DAN KEKUATAN PENELITIAN
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Selama masa rawat di RS, kedua kelompok diobati pada bangsal yang sama,
dan terhadap para staf, tidak dilakukan blinding pembagian kelompok studi.
Ahli geriatri yang bekerja di bangsal itu bertanggung jawab terhadap
pemulangan subjek, sehingga mungkin mereka secara tidak sengaja
mempengaruhi lama rawat para partisipan.
2. Pada baseline, uji kecepatan berjalan tidak dilakukan, karena penilaian di RS
berlangsung segera setelah partisipan mengalami fraktur panggul. Uji
kecepatan berjalan juga dilakukan dengan alat bantu berjalan yang biasa
digunakan, yang kemungkinan dapat mengacaukan pengukuran kecepatan
berjalan dan keterbatasan mobilitas sesungguhnya, yang dapat berubah seiring
berjalanya waktu.
3. Para penulis tidak tahu seberapa jauh para partisipan di kelompok kontrol
yang tinggal di fasilitas kesehatan lansia mendapatkan rehabilitasi setelah
dilepas rawat dari RS.
4. Pada para subjek yang mengalami fraktur servikal, randomisasi dilakukan
sebelum para partisipan memberikan persetujuan tertulis (informed consent),
karena alasan praktikal.
Kekuatan penelitian ini adalah penelitian ini menginklusikan para lansia
dengan kondisi medis yang serius dan/atau gangguan kognitif, sehingga studi ini
menyerupai demografi masyarakat lansia yang sesungguhnya. Penelitian ini juga
menginklusikan lansia yang tinggal di fasilitas kesehatan lansia (panti werdha),
sehingga meningkatkan validitas eksterna.

KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pada studi randomized controlled trial ini,
para partisipan pada kelompok GIHR memperoleh kembali kemampuan berjalan
mereka pada jangka pendek dan jangka panjang, dan ini tidak berbeda bermakna
dengan kelompok kontrol yang mendapat intervensi konvensional (CGCR). Hal
ini kemungkinan disebabkan oleh tatalaksana CGCR yang sudah cukup baik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 9
dalam menangani rehabilitasi paska fraktur tunggal panggul pada lansia.
Kelompok intervensi memiliki lama rawat di RS yang jauh lebih singkat
dibandingkan kelompok kontrol.

Perbandingan dengan penelitian-penelitian pendahulunya adalah sebagai


berikut:

1. Penelitian ini berbeda dengan studi follow-up prospektif dan studi intervensi
rehabilitasi sebelumnya, yang merekrut lebih sedikit partisipan dengan
demensia, dan salah satu studi tersebut tidak menginklusikan fraktur
trokanterika. Faktor-faktor yang ditemukan mempengaruhi pemulihan
fungsional lansia dengan demensia adalah kemampuan berjalan sebelumnya
dan adanya komplikasi seperti delirium atau ulkus dekubitus (dibandingkan
derajat kerusakan kognitif).
2. Studi lainnya yang melakukan intervensi HR berbasis tim juga melaporkan
kemampuan berjalan jangka panjang yang lebih baik dibandingkan studi ini,
namun hal ini disebabkan karena para partisipan di studi tersebut tinggal di
perumahan biasa, memiliki kondisi fisik dan mental yang lebih baik, atau
tidak mengalami kerusakan kognitif yang berat.
3. Pada studi sebelumnya yang juga membandingkan GIHR dan kontrol
(CGCR), kelompok GIHR memiliki komplikasi paskaoperatif yang lebih
sedikit, lama rawat di RS yang lebih singkat, dan perbaikan mobilitas dan
performa ADLs jangka pendek dan jangka panjang, terutama pada orang-
orang dengan demensia. Kelompok kontrol memperoleh rehabilitasi di klinik
lebih banyak dibandingkan kelompok GIHR selama periode 12 bulan paska
pulang dari bangsal geriatri.
4. Perbandingan lain dengan studi pendahulu oleh Ziden dkk menunjukkan
bahwa studi Ziden melakukan kunjungan ke rumah tiga kali lebih sedikit
dibandingkan penelitian ini, namun memiliki perbaikan pada kemandirian,
kepercayaan diri pada keseimbangan, dan aktivitas fisik pada kelompok
GIHR. Hal ini diduga disebabkan oleh kemampuan para partisipan untuk
berolahraga secara mandiri, tinggal di perumahan biasa, dan tidak mengalami
kerusakan kognitif yang parah.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 10
5. Studi sebelumnya melaporkan bahwa durasi rawat yang singkat (10 hari atau
kurang) paska fraktur panggul berhubungan dengan peningkatan risiko
mortalitas paska lepas rawat, namun et causanya belum dievaluasi. Di sisi lain,
pada penelitian ini, tidak ditemukan perbedaan yang bermakna pada mortalitas
satu tahun pertama di kedua kelompok, meskipun rerata lama rawat lebih
singkat enam hari pada kelompok GIHR.

Sebagai kesimpulan, jurnal ini termasuk jurnal yang cukup baik, karena
memaparkan hasilnya dengan jelas dan menjelaskan perbandingannya dengan
studi-studi sebelumnya secara terarah. Penelitian ini juga berusaha menyerupai
keadaan lansia di masyarakat yang sebenarnya, sehingga hasil penelitian memiliki
validitas eksterna. Tantangan yang mungkin dihadapi adalah sulitnya
mengeksekusi penelitian/tatalaksana serupa GIHR secara menyeluruh di
Indonesia, karena keterbatasan jumlah dokter dan paramedik dan tingginya
prevalensi masyarakat Indonesia (terutama lansia). Meskipun demikian, patut
dilakukan penelitian serupa di Indonesia, yang dimulai dari pusat-pusat pelayanan
kesehatan di kota-kota besar, agar manfaat GIHR dapat dirasakan dan jika
diperlukan, metodenya dimodifikasi agar cocok dengan kebutuhan masyarakat
Indonesia.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 11
DAFTAR PUSTAKA

1. Hilliard CB. High Osteoporosis Risk among East Africans linked to Lactase
Persistence Genotype. Bonekey Rep. 2016 Jun 29; 5: 803.
2. Kementerian Kesehatan RI: Pusat Data dan Informasi. Data dan Kondisi
Penyakit Osteoporosis di Indonesia. 2015. Jakarta: Kemenkes RI. 2-8.
3. Jia MX, Yu Q. Primary Osteoporosis In Postmenopausal Women. Chronic
Dis Transl Med. 2015 Mar; 1(1): 9-13.
4. Ballane G, Cauley JA, Luckey MM, Fuleihan GE. Secular Trends in Hip
Fractures Worldwide: Opposing Trends East Versus West. J Bone Miner Res.
2014 Aug; 29(8): 1745-55.
5. Edgren J, Salpakoski A, Sihvonen SE, Portegijs E, Kalinen M, Arkela M, et
al. Effects of A Home-based Physical Rehabilitation Program on Physical
Disability After Hip Fracture: A Randomized Controlled Trial. J Am Med
Dir Assoc. 2015 Apr; 16(4): 350. e1-7.
6. Badan Pusat Statistik. Jumlah Desa/Kelurahan yang Memiliki Sarana
Kesehatan Menurut Provinsi, 2008-2014. Diakses 22 Juni 2018 dari
https://www.bps.go.id/dynamictable/2015/09/19/935/jumlah-desa-kelurahan-
yang-memiliki-sarana-kesehatan-menurut-provinsi-2008-2014.html.
7. Badan Pusat Statistik. Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Provinsi dan
Topografi Wilayah, 2003-2014. Diakses 22 Juni 2018 dari
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/907.
8. The World Bank. Population (Indonesia), Total. Diakses 22 Juni 2018 dari
https://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.TOTL?locations=ID.

***

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 12
LEMBAR KERJA PENILAIAN STUDI
THERAPY STUDY: Are the results of the trial valid? (Internal Validity)
What question did the study ask?
Patients – Pasien lansia ≥70 tahun yang dioperasi karena fraktur panggul akut
(servikal atau trokanterika) yang tinggal di kota Umea, baik di perumahan atau
fasilitas perawatan lansia dengan fungsi kognitif normal atau kerusakan
kognitif/demensia

Intervention – Pemberian teknik Geriatric Interdisciplinary Home Rehabilitation


(GIHR)
Comparison – Conventional Geriatric Care and Rehabilitation
Outcome(s) – Pemulihan kemampuan berjalan dan total lama waktu rawat di RS
1a. R- Was the assignment of patients to treatments randomised?

What is best? Where do I find the information?

Centralised computer randomisation is The Methods should tell you how patients
ideal and often used in multi-centred trials. were allocated to groups and whether or
Smaller trials may use an independent not randomisation was concealed.
person (e.g, the hospital pharmacy) to
“police” the randomization.

This paper: Yes √ No  Unclear 


Comment: Perekrutan pada partisipan studi dilakukan secara konsekutif selama periode
Mei 2008 hingga Juni 2011, dan studi ini menggunakan teknik randomisasi (randomized
controlled trial) dengan intervensi geriatric interdisciplinary home rehabilitation, dengan
kelompok kontrol conventional geriatric care and rehabilitation. Randomisasi dilakukan
dengan stratifikasi menjadi dua kategori, berdasarkan tipe tempat tinggal (perumahan
biasa atau fasilitas perawatan lansia) dan tipe fraktur (servikal atau trokanterika).
Randomisasi dilakukan dalam angka-angka yang diamplopkan yang dibuka oleh perawat
bangsal yang tidak terlibat dalam studi. Penempatan partisipan di bangsal adalah
kelompok intervensi pada satu sisi dan kontrol pada sisi lainnya.
Kriteria inklusi dan eksklusi tercantum dengan jelas dan disertai dengan informed
consent. Studi ini telah disetujui oleh komite etik pada tempat penelitian di Umea, Swedia
pada tahun 2008.

1b. R- Were the groups similar at the start of the trial?

What is best? Where do I find the information?


If the randomisation process worked (that is, The Results should have a table of
achieved comparable groups) the groups "Baseline Characteristics" comparing the
should be similar. The more similar the groups
randomized groups on a number of
the better it is.
There should be some indication of variables that could affect the outcome (ie.
whether differences between groups are age, risk factors etc). If not, there may be a

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 13
statistically significant (ie. p values). description of group similarity in the first
paragraphs of the Results section.

This paper: Yes √ No  Unclear 


Comment: Kriteria para subjek preintervensi seragam, yang dinyatakan dalam tabel
karakteristik subjek, dengan hasil analisis statistik perbandingan antar kelompok turut
dicantumkan dalam tabel. Kriteria-kriteria tersebut adalah usia, jenis kelamin, jenis fraktur
(servikal atau trokanterika), tempat tinggal, performa fungsional sebelum fraktur,
diagnosis dan kondisi medis, dan obat-obatan lain yang digunakan saat dilepas rawat.
Satu-satunya kriteria subjek yang berbeda secara signifikan adalah penggunaan
antidepresan dan analgetik paskaintervensi saat dilepas rawat dari RS (p=0,007 dan
p=0,047).

2a. A – Aside from the allocated treatment, were groups treated equally?

What is best? Where do I find the information?

Apart from the intervention the patients in Look in the Methods section for the follow-
the different groups should be treated the up schedule, and permitted additional
same, eg., additional treatments or tests. treatments, etc and in Results for actual
use.

This paper: Yes √ No  Unclear 

Comment: Penelitian ini memperlakukan semua subjek dengan metode yang sama (yang
berbeda hanya bentuk intervensi yang diberikan). Preoperasi, semua pasien dirawat di
departemen ortopedi, dan paskaoperasi, pasien-pasien dengan fraktur servikal dirujuk ke
bangsal geriatri dengan kompetensi khusus pada ortopedi. Pasien-pasien dengan fraktur
trokanterika dikembalikan ke departemen ortopedi. Dua peneliti yang berpengalaman
menilai para partisipan selama tinggal di RS dalam lima hari paska randomisasi, dan
kemudian bulan ke-3 dan ke-12 paskaoperasi, di rumah para partisipan. Penilaian di RS
berlangsung di kamar yang netral agar para asesor tidak mengetahui alokasi kelompok.

2b. A – Were all patients who entered the trial accounted for? – and were they
analysed in the groups to which they were randomised?

What is best? Where do I find the information?

Losses to follow-up should be minimal – The Results section should say how many
preferably less than 20%. However, if few patients were randomised (eg., Baseline
patients have the outcome of interest, then Characteristics table) and how many
even small losses to follow-up can bias the patients were actually included in the
results. Patients should also be analysed analysis. You will need to read the results
in the groups to which they were section to clarify the number and reason for
randomised – ‘intention-to-treat analysis’. losses to follow-up.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 14
This paper: Yes √ No  Unclear 
Comment: Jumlah responden yang keluar dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Kelompok GIHR (intervensi)
a. Bulan ke-3 (total 95)  sembilan meninggal, satu menolak melanjutkan, dua lost-
to-follow-up
b. Bulan ke-12 (total 80)  12 meninggal, satu menolak melanjutkan, satu pindah
ke kota lain, satu lost-to-follow-up

2. Kelompok CGCR (kontrol)


a. Bulan ke-3 (total 89)  enam meninggal, tiga menolak melanjutkan
b. Bulan ke-12 (total 79)  10 meninggal.

Sebanyak 209 subjek mengalami randomisasi, dan pada akhirnya, 107 partisipan
ditempatkan dalam kelompok GIHR dan 98 partisipan pada kelompok kontrol (total 205
subjek). Jumlah ini tidak mempengaruhi analisis statistik, karena hampir sesuai dengan
jumlah partisipan yang diperlukan (206 partisipan). Semua analisis dilakukan berbasis
pada prinsip intention-to-treat dengan data dari seluruh partisipan menurut alokasi awal
mereka, terlepas dari kehadiran mereka dalam penelitian.

3. M - Were measures objective or were the patients and clinicians kept “blind”
to which treatment was being received?

What is best? Where do I find the information?

It is ideal if the study is ‘double-blinded’ – First, look in the Methods section to see if
that is, both patients and investigators are there is some mention of masking of
unaware of treatment allocation. If the treatments, eg., placebos with the same
outcome is objective (eg., death) then appearance or sham therapy. Second, the
blinding is less critical. If the outcome is Methods section should describe how the
subjective (eg., symptoms or function) then outcome was assessed and whether the
blinding of the outcome assessor is critical. assessor/s were aware of the patients'
treatment.

This paper: Yes  No  Unclear √


Comment: Penelitian ini menggunakan teknik blinding terhadap para dokter asesor
kondisi pasien, namun tidak jelas dikatakan apakah para subjek mengetahui alokasi
kelompok mereka ditempatkan. Bagaimanapun, blinding terhadap subjek tidak terlalu
signifikan karena hasilnya objektif, yaitu berupa kemampuan berjalan dan lama rawat di
RS.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 15
What were the results?
1. How large was the treatment effect?
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam
kemampuan berjalan paskafraktur jangka pendek dan jangka panjang pada kelompok
studi GIHR dan kontrol (CGCR). Lama waktu rawat di RS paskaoperasi jauh lebih
singkat pada kelompok GIHR dibandingkan kontrol, karena fokus intervensi GIHR adalah
rehabilitasi di lingkungan tempat tinggal pasien.
a. Tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok GIHR dan kontrol dari segi
kemampuan berjalan independen indoor/outdoor pada bulan ke-3 dan 12, atau
dalam penggunaan alat bantu jalan.
b. Kemampuan berjalan memburuk pada kedua kelompok.
c. Pada bulan ke-3, 49 (51,6%) kelompok GIHR dan 48 (54,5%) kelompok kontrol telah
pulih atau membaik kemampuan berjalannya seperti kondisi pre-fraktur (p=0,800).
d. Pada bulan ke-12, 45 (56,3%) partisipan kelompok GIHR dan 45 (57,7%) partisipan
kelompok kontrol telah pulih / membaik kemampuan berjalannya seperti kondisi pre-
fraktur (p=0,982).
e. Dua partisipan pada kelompok GIHR dan satu pada kelompok kontrol tidak mampu
berjalan sebelum fraktur, dan angka ini meningkat menjadi delapan (8,4%) dan tiga
(3,4%) pada bulan ke-3 pada kelompok GIHR dan kontrol, dan menjadi sembilan
(3,4%) dan delapan (10,3%) pada bulan ke-12, namun tidak ditemukan perbedaan
yang signifikan antara kedua kelompok.
f. Penggunaan walker saat berjalan indoor tidak berbeda antara kedua kelompok.
Sebelum fraktur, 45,8% kelompok GIHR dan 43,9% kelompok kontrol berjalan
dengan walker beroda saat berjalan indoor, dan pada bulan ke-12 setelah fraktur,
proporsinya menjadi 51,2% dan 57,7%.
g. Kecepatan berjalan, self-chosen dan maksimum, hampir serupa pada kedua
kelompok pada bulan ke-3 dan ke-12 pada kunjungan follow-up.
h. Lama rawat di RS jauh lebih singkat pada kelompok GIHR dibandingkan kontrol.
i. Tidak ada perbedaan angka mortalitas satu tahun antara kedua kelompok, yaitu
19,6% pada kelompok GIHR dan 16,3% pada kelompok kontrol (p=0,666).
j. Tim GIHR membuat 14,2 ± 10,5 kunjungan ke rumah-rumah partisipan (0-50).
Jumlah hari dalam kelompok GIHR adalah median (Q1-Q3) 21 hari (11,0-35,5).
Sejumlah 1/3 partisipan pada kelompok kontrol mendapat follow-up di fasilitas
pelayanan kesehatan atau klinik rehabilitasi selama durasi 12 bulan paska lepas
rawat. Pada kelompok GIHR, sekitar 10% partisipan mendapat rehabilitasi
tambahan setelah intervensi berakhir.
What is the measure? What does it mean?

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 16
Perubahan setelah dengan sebelum intervensi.

Kemampuan berjalan indoor dan outdoor  Selama di RS (prefraktur) dan 3 serta 12


bulan, dengan skala 1-7 (1 = tidak ada kemampuan fungsional / butuh bantuan dua
orang; 7 = fungsi normal).
Kecepatan berjalan (self-chosen and maximun gait speed) (m/s)  Sejauh 2,4
meter, dilakukan dalam posisi berdiri saat mulai dan dengan alat bantu jalan biasa yang
digunakan pasien. Stopwatch dimulai saat dinyatakan “Go” dan diakhiri saat kaki
pertama pasien melewati garis finis. Untuk self-chosen gait speed, dua pengukuran
dilakukan, dan untuk maximum gait speed, nilai tercepat dari 2 pengukuran itu diambil
sebagai hasil.
Lama rawat paskaoperatif  1) Total lama rawat (semua waktu di semua departemen
sejak paskaoperasi hingga dilepas dari RS); 2) Lama rawat dari bangsal geriatri hingga
dilepas dari RS; 3) Lama rawat sejak masuk bangsal geriatri hingga keadaan siap
dilepas rawat. Jangka waktu hingga pasien mendapatkan rehabilitasi paska lepas dari
RS juga dicatat.

Absolute Risk Reduction (ARR) = The absolute risk reduction tells us the absolute
risk of the outcome in the control difference in the rates of events between the two
group - risk of the outcome in the groups and gives an indication of the baseline
treatment group. This is also known risk and treatment effect. An ARR of 0 means
as the absolute risk difference. that there is no difference between the two
groups thus, the treatment had no effect.

ARR tidak dinilai pada penelitian ini ARR tidak dinilai pada penelitian ini

Relative Risk Reduction (RRR) = Relative Risk Reduction (RRR) adalah


absolute risk reduction / risk of the komplemen dari RR dan mungkin merupakan
outcome in the control group. An ukuran efek pengobatan yang paling sering
alternative way to calculate the RRR dilaporkan. Ini memberi tahu kita pengurangan
is to subtract the RR from 1 (eg. RRR tingkat hasil pada kelompok perlakuan
= 1 - RR) dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Pada jurnal ini : Pada jurnal ini :


RRR tidak dinilai pada penelitian ini RRR tidak dinilai pada penelitian ini

Number Needed to Treat (NNT) = The number needed to treat represents the
inverse of the ARR and is calculated number of patients we need to treat with the
as 1 / ARR. experimental therapy in order to prevent 1 bad
outcome and incorporates the duration of
treatment. Clinical significance can be
determined to some extent by looking at the

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 17
NNTs, but also by weighing the NNTs against
any harms or adverse effects (NNHs) of therapy.

Tidak dinilai NNT pada penelitian ini Tidak dinilai NNT pada penelitian ini

2. How precise was the estimate of the treatment effect?


Hasil penelitian ini dapat dipercaya, karena metode pengukuran pre- dan paska-
intervensi menggunakan metode-metode yang jelas dan tervalidasi secara klinis. Efek
penelitian juga dinyatakan dalam bentuk kemaknaan statistik dengan power 80% dan
standar kemaknaan >0,05, sehingga hasil/efek penelitian ini dapat dipercaya.

Will the results help me in caring for my patient? (External


Validity/Applicability)
The questions that you should ask before you decide to apply the results of the study
to your patient are:
 Is my patient so different to those in the study that the results cannot apply? No
(Karakteristik subjek hampir serupa dengan kondisi di Indonesia)
 Is the treatment feasible in my setting? Not Relevant (Masih harus dilakukan
studi preliminari serupa di Indonesia)
 Will the potential benefits of treatment outweigh the potential harms of treatment
for my patient? Not Relevant (Studi serupa belum pernah dilakukan di
Indonesia, sehingga belum diketahui apakah metode perawatan serupa untuk
lansia di Indonesia akan memberikan lebih banyak keuntungan dibanding risiko
(menimbang kondisi perekonomian, tingkat pendidikan, dan kesanggupan rawat
lansia dari sebagian besar masyarakat Indonesia))

LAMPIRAN – Hasil

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 18
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 19
***

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Ria Pembangunan Cibubur
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode: 28 Mei 2018 – 7 Juli 2018 20

Anda mungkin juga menyukai