Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

DIAGNOSIS DAN TERAPI DEPRESI PADA LANSIA

Disusun Oleh :
Antonius Hermnato Saputra (406191040)

Pembimbing :
Dr. dr. Noer Saelan Tadjudin, SpKJ

KEPANITERAAN ILMU GERIATRI


PERIODE 9 SEPTEMBR – 13 OKTOBER 2019
SASANA TRESNA WERDHA RIA PEMBANGUNAN CIBUBUR

1
LEMBAR PENGESAHAN

Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta


Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriatri
SasanaTresnaWerdha YKBRP - Cibubur
Periode : 9 September – 13 Oktober 2019
Judul : Diagnosis dan Terapi Depresi Pada Lansia
Pembimbing : DR. dr. Noer Saelan Tadjudin, SpKJ

Jakarta, 2 Oktober 2019


Pembimbing bagian Ilmu Geriatri
SasanaTresnaWerdha YKBRP - Cibubur

DR. dr. Noer Saelan Tadjudin, SpKJ

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena penulis telah diberi kesempatan untuk
menyusun referat dengan judul “Diagnosis dan Terapi Depresi Pada Lansia”. Pada kesempatan
kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan penulis kesehatan dan kesempatan untuk
dapat menjalani kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri di Sasana Tresna Werdha Ria
Pembangunan Cibubur,
2. Direktur STW RIA Pembangunan Cibubur yang telah memberikan kesempatan untuk
mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri di Sasana Tresna Werdha Ria
Pembangunan Cibubur,
3. Dr. dr. Noer Saelan Tadjudin, Sp.KJ, dokter pembimbing yang telah banyak memberikan
bimbingan serta pengajaran baik selama penulisan referat maupun selama penulis
mengikuti kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri di Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan
Cibubur,
4. Keluarga yang selalu membantu dan memberikan dukungan dalam menjalani
kepaniteraan klinik Ilmu Geriatri di Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan Cibubur,
5. Teman-teman dari Universitas Tarumanagara yang telah banyak membantu dalam
penulisan referat ini.
Walaupun penulis mendapat berbagai kesulitan dan hambatan, tetapi berkat bantuan,
dorongan, bimbingan serta motivasi-motivasi yang diberikan oleh banyak pihak, maka penulis
dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya. Akhir kata, semoga referat ini dapat
memberi manfaat bagi para pembaca.

Jakarta, 2 Oktober 2019

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................... 1
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................. 2
KATA PENGANTAR......................................................................................................... 3
DAFTAR ISI........................................................................................................................ 4
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................................. 5
1.1 Latar Belakang............................................................................................................. 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 6
2.1 Anatomi Otak................................................................................................................. 6
2.1.1 Korteks Limbik..................................................................................................7
2.1.2 Hippocampus.....................................................................................................7
2.1.3 Amygdala...........................................................................................................8
2.2 Depresi Pada Lansia......................................................................................................9
2.2.1 Definisi...............................................................................................................9
2.2.2 Epidemiologi......................................................................................................9
2.2.3 Faktor Resiko.....................................................................................................10
2.2.4 Etiologi dan Patofisiologi..................................................................................11
2.2.5 Tanda dan Gejala...............................................................................................13
2.2.6 Diagnosis............................................................................................................15
2.2.7 Tatalaksana........................................................................................................18
2.2.8 Prognosis............................................................................................................22
BAB 3.KESIMPULAN...................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 25

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Depresi adalah gangguan mental umum yang ditandai dengan mood depresif, hilangnya
minat atau kesenangan. Perasaan bersalah atau merasa tidak berharga, gangguan tidur atau nafsu
makan, kelelahan atau hilangnya energy, hilangnya kemampuan untuk berpikir atau memusatkan
perhatian.1 Sehingga Depresi pada usia lanjut dapat di deskripsikan sebagai depresi yang muncul
pertama kali setelah mencapai usia 60 tahun.

Diantara individu yang berusia 65 tahun atau lebih , hanya sekitar 1 % yang memenuhi
kriteria dari Major Depressive Disorder, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan usia muda. Tapi
sekitar 15 – 25 % dari individu yang berusia lebih dari 65 tahun mengalami gejala depresi yang
walau tidak memenuhi kriteria dari Major Depressive Disorder, menyebabkan gangguan pada
aktivitas sehari – hari pasien. Perbedaan antara diagnosis formal Major Depressive Disorder
dengan gejala depresi yang signifikan secara klinis inilah yang menyebabkan rendahnya
pelaporan kasus depresi pada lansia. Hal ini terjadi terutama pada lansia yang mengalami
gangguan kognitif, dikarenakan ketidakmampuan mereka dalam mengekspresikan gejala klinis
dari depresi.

Konsekuensi dari Depresi pada lansia adalah penurunan yang signifikan dalam fungsi
kehidupan sehari – hari dan gangguan kognitif. Selain itu depresi pada lansia akan menyebabkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas dari penyakit medis lainya. 2 Selain memberikan pengaruh
yang burukterhadap penyakit medis lainya , depresi pada lansia meningkatkan kejadian bunuh
diri pada lansia. Dari lansia yang bunuh diri sekitar 60% - 75 % terdiagnosis mengalami
depresi.2

Karena presentasinya yang atipikal Depresi pada lansia sering tidak terdiagnosis terutama
pada pelayanan kesehatan primer yang nantinya akan menyebabkan terlambatnya terapi. Namun,
bila Depresi dapat terdiagnosis tepat waktu, Prognosisnya akan meningkat dengan signifikan.

5
Sekitar 70% lansia dengan depresi yang diterapi dengan antidepressan, pulih dari episode
Depresi.3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otak

Berbagai karakteristik afektif, kognitif, dan perilaku manusia muncul sebagai


konsekuensi dari pola aktivasi tertentu dalam jaringan neuron yang didistribusikan melalui
sistem saraf pusat (SSP). Pada tahap awal perkembangan otak manusia, tiga vesikel primer dapat
diidentifikasi dalam tabung saraf: prosencephalon, mesencephalon, dan rhombencephalon.
Selanjutnya, prosencephalon terbagi menjadi telencephalon dan diencephalon. Telencephalon
memunculkan korteks serebral, pembentukan hippocampal, amigdala, dan beberapa komponen
ganglia basal. Diencephalon menjadi thalamus, hipotalamus, dan beberapa struktur terkait
lainnya. Mesencephalon memunculkan struktur otak tengah dari otak orang dewasa.
Rhombencephalon terbagi menjadi metencephalon dan myelencephalon. Metencephalon
memunculkan pons dan otak kecil; medula adalah turunan dari myelencephalon.

korteks serebral dari setiap belahan dibagi menjadi empat wilayah utama: lobus frontal,
parietal, temporal, dan oksipital. Lobus frontal terletak anterior ke sulkus sentral dan terdiri dari
motor primer, premotor, dan daerah prefrontal. Korteks prefrontal dapat dibagi menjadi daerah
dorsolateral dan ventrolateral, dengan masing-masing daerah memiliki sifat fungsional yang
berbeda. Sebagai contoh, korteks prefrontal dorsolateral (DLPFC) tampaknya lebih terlibat
dalam manipulasi data selama tugas memori kerja daripada korteks prefrontal ventrolateral
(VLPFC) ventrolateral, yang tampaknya lebih terlibat dengan pemeliharaan informasi murni
selama memori kerja. Korteks somatosensorik primer terletak di lobus parietal anterior; selain
itu, daerah kortikal lain yang berhubungan dengan fungsi visual dan somatosensori yang
kompleks terletak di lobus parietal posterior. Bagian superior lobus temporalis berisi korteks
pendengaran primer dan daerah pendengaran lainnya; bagian inferior berisi daerah yang
dikhususkan untuk fungsi visual yang kompleks. Selain itu, beberapa daerah dalam sulkus

6
temporal superior menerima konvergensi input dari visual, somatosensori, dan area sensorik
pendengaran. Lobus oksipital terdiri dari korteks visual primer dan area asosiasi visual lainnya.

Di bawah mantel luar korteks serebral terdapat banyak struktur otak utama lainnya,
seperti nukleus kaudat, putamen, dan globus pallidus. Struktur ini adalah komponen dari ganglia
basal, sistem yang terlibat dalam kontrol gerakan dan proses kognitif tertentu. Hippocampus dan
amigdala, komponen-komponen sistem limbik, terletak jauh di dalam lobus temporal medial.
Selain itu, turunan dari diencephalon, seperti thalamus dan hipotalamus, adalah struktur internal
yang menonjol; thalamus adalah struktur yang relatif besar yang terdiri dari banyak inti yang
memiliki pola konektivitas yang berbeda dengan korteks serebral. Sebaliknya, hipotalamus
adalah struktur yang jauh lebih kecil yang terlibat dalam fungsi otonom dan endokrin.

Gambar 2.1 vesikel primer dari neural tube dan derivatnya

2.1.1 Korteks Limbik

7
Korteks limbik terdiri dari dua daerah umum, gyrus cinguli dan gyrus parahippocampal.
Gyrus cinguli merupakan sebuah korteks berbentuk C yang terletak di dorsal dan mengikuti
corpus callosum, termasuk beberapa daerah kortikal yang ditentukan oleh hubungannya dengan
corpus callosum. Subgenual cingula anterior terhubung ke struktur lain dari sistem limbik,
seperti amigdala dan hipotalamus, daerah otak juga sering dikaitkan dengan depresi. Korteks
cinguli anterior (ACC) dianggap sebagai titik integrasi input perhatian dan emosional. Dua
subdivisi telah diidentifikasi: subdivisi afektif di daerah rostral dan ventral dari ACC dan
subdivisi kognitif yang melibatkan ACC dorsal.
2.1.2 Hippocampus
Hippocampus merupakan struktur trilaminate yang terdiri dari lapisan molekul dan
polimorfik serta lapisan tengah yang mengandung neuron piramidal. Atas dasar perbedaan dalam
sitoarchitecture dan konektivitas, hippocampus dapat dibagi menjadi tiga bidang yang berbeda,
yang telah diberi label CA3, CA2, dan CA1. Hippocampus paling jelas terlibat dalam berbagai
bentuk pembelajaran dan memori, termasuk pengkondisian rasa takut, serta regulasi inhibisi
aktivitas aksis HPA. Hippocampus juga merupakan salah satu dari beberapa lokasi di otak yang
mampu melakukan neurogenesis (yaitu, proses diferensiasi sel induk menjadi neuron
fungsional). Pembelajaran emosional atau kontekstual melibatkan hubungan langsung antara
hippocampus dan amigdala.

2.1.3 Amygdala
sekelompok nukleus yabg Terletak di MTL tepat di depan formasi hippocampal.ialah
yang disebut sebagai amygdala. Nuklei ini membentuk beberapa kelompok berbeda: kompleks
basolateral, kelompok amigdaloid sentromedial, dan kelompok olfaktori, serta mencakup nucleus
amygdaloid kortikal. Amigdala merupakan tempat penting untuk memproses stimulus baru yang
bermakna secara emosional dan mengoordinasi atau mengatur respons kortikal. amigdala telah
lama dipandang sebagai pusat fungsional sistem limbik. 1

8
Gambar.2.2 Sistem Limbik

2.2 Depresi Pada Lansia

2.2.1 Definisi

Depresi adalah Depresi adalah gangguan mental umum yang ditandai dengan mood
depresif, hilangnya minat atau kesenangan. Perasaan bersalah atau merasa tidak berharga,
gangguan tidur atau nafsu makan, kelelahan atau hilangnya energy, hilangnya kemampuan untuk
berpikir atau memusatkan perhatian.1 Lanjut usia adalah Seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas.4 Sehingga Depresi pada usia lanjut dapat di deskripsikan sebagai depresi yang
muncul pertama kali setelah mencapai usia 60 tahun.

2.2.2 Epidemiologi

Replikasi Survei Komorbiditas Nasional menemukan itu secara keseluruhan Prevalensi


depresi berat di antara orang berusia 65 tahun atau lebih adalah diperkirakan 1,5 persen pada

9
wanita dan 0,2 persen pada pria, dengan prevalensi keseluruhan 1 persen, sekitar seperempat
dari itu pada orang dewasa muda. Namun, saat menggabungkan gejala mayor atau minor depresi
dengan pengobatan yang dilaporkan untuk depresi, kumulatif Prevalensi depresi di kemudian
hari tercatat setinggi 11,19 persen dengan tingkat yang sama untuk pria (10,19 persen) dan
wanita (11,44 persen).Selanjutnya, dalam studi populasi ini depresi akhir hidup, Kaukasia dan
Hispanics memiliki hampir tiga kali prevalensi depresi yang ditemukan Afrika-Amerika.1

Diantara individu yang berusia 65 tahun atau lebih , hanya sekitar 1 % yang memenuhi
kriteria dari Major Depressive Disorder, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan usia muda. Tapi
sekitar 15 – 25 % dari individu yang berusia lebih dari 65 tahun mengalami gejala depresi yang
walau tidak memenuhi kriteria dari Major Depressive Disorder, menyebabkan gangguan pada
aktivitas sehari – hari pasien. Perbedaan antara diagnosis formal Major Depressive Disorder
dengan gejala depresi yang signifikan secara klinis inilah yang menyebabkan rendahnya
pelaporan kasus depresi pada lansia. Hal ini terjadi terutama pada lansia yang mengalami
gangguan kognitif, dikarenakan ketidakmampuan mereka dalam mengekspresikan gejala klinis
dari depresi.2

Prevalensi depresi pada usia lanjut di pelayanan kesehatan primer di Indonesia adalah 5-
l7%, sementara prevalensi depresi pada usia lanjut yang mendapat pelayanan asuhan rumah
(home care) adalah l3,5%. Prevalensi depresi geriatri lebih tinggi di ruang perawatan daripada di
masyarakat. Usia lanjut di perawatan jangka panjang memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi
daripada di masyarakat. Data prevalensi depresi pada usia lanjut di Indonesia diperoleh dari
ruang rawat akut geriatri dengan kejadian depresi sebanyak 76,3%. Proporsi pasien geriatri
dengan depresi ringan adalah 44% sedangkan depresi sedang sebanyak 18%, depresi berat
sebanyak 10,8% dan depresi sangat berat sebanyak 3,2%.5

2.2.3 Faktor Resiko3


A. Kesehatan fisik yang buruk
B. Berjenis kelamin Perempuan
C. Berusia sangat tua (≥80 years)
D. Gangguan Kognitif dan Penyakit neurodegenerative
E. Gangguan Nutrisi
F. Penyakit vaskular

10
G. Lifestyle: Merokok, alcohol. Dan obat - obatan
H. Tidak Menikah atau Janda

2.2.4 Etiologi dan Patofisiologi

a. Biogenic Amines
Dari semua biogenic amine, norepinefrin dan serotonin adalah dua neurotransmiter yang
paling terlibat dalam patofisiologi gangguan mood.Proyeksi norepinefrin ke amigdala dan
hippocampus terlibat dalam memori emosional dan kepekaan perilaku terhadap stress,
sedangkan Serotonin adalah pengatur penting dari siklus tidur, nafsu makan, suhu tubuh,
metabolisme, dan libido. Selain itu, Serotonin menghambat perilaku agresif di seluruh
spesies mamalia. Sehingga Depresi dapat dikaitkan dengan ketidakseimbangan
fungsionalatau defisiensi neurotransmiter seri monoamine, termasuk dopamin, serotonin (5-
HT), dan norepinefrin (NE). Meskipun norepinefrin dan serotonin adalah monoamine
biogenik yang paling sering dikaitkan dengan patofisiologi depresi, dopamin juga telah
diteorikan untuk berperan.. Dua teori terbaru tentang dopamin dan depresi adalah bahwa
terjdai disfungsi jalur dopamin mesolimbic pada depresi dan hipoaktifnya reseptor dopamin
D1 dalam depresi.
Banyak neurotransmiter dan neuropeptida di otak yang akan mengalami perubahan
seiring bertambahnya usia. Dua di antaranya, dopamin dan asetilkolin, kedua
neurotransmitter ini akan disorot karena pentingnya mereka dalam fungsi kognitif dan
afektif, dan potensi pentingnya mereka dalam gangguan neuropsikiatri. Sebagian besar
penurunan konsentrasi neurotransmitter disebabkan oleh perubahan presinaptik, seringkali
sekunder karena kehilangan atau atrofi neuron yang memproyeksikan subkortikal, misalnya,
sel-sel berpigmen dari locus ceruleus dan substantia nigra (yang masing-masing
menghasilkan norepinefrin dan dopamin) atau nukleus basalis (yang menghasilkan
asetilkolin). Penuaan juga dapat mempengaruhi proses postsinaptik yang mempengaruhi
fungsi pemancar, termasuk penurunan kepadatan reseptor postinaptik dan kemungkinan
penurunan efisiensi transduksi sinyal. Penelitian telah menemukan bahwa ada hubungan
antara usia dengan jumlah transporter dopamin, reseptor dopamin D2, reseptor 5HT2, dan
reseptor 5HT1a. Transporter dopamin dan reseptor D2 menunjukkan penurunan linear

11
seiring bertambahnya usia, tetapi reseptor serotonin 5HT2 menurun dengan cepat selama
dekade kelima kehidupan, dan kemudian akan menurun dengan lebih lambat.1,6

b. Gangguan NeuroTransmitter Lain


Acethilkolin (ACh) ditemukan dalam neuron yang didistribusikan secara difus ke seluruh
korteks serebral. Neuron kolinergik memiliki hubungan timbal balik atau interaktif dengan
ketiga sistem monoamina. Tingkat choline yang abnormal, yang merupakan prekursor ACh,
telah ditemukan pada otopsi otak beberapa pasien yang mengalami depresi, mungkin
mencerminkan kelainan pada komposisi fosfolipid sel. Obat-obatan agonis dan antagonis
kolinergik memiliki efek klinis yang berbeda pada depresi dan mania. Agonis dapat
menghasilkan kelesuan, anergia, dan retardasi psikomotor pada subjek yang sehat, selain itu
dapat juga menyebabkan eksaserbasi gejala depresi, dan juga mengurangi gejala maniaAsam
y-Aminobutyric (GABA) memiliki efek penghambatan pada jalur monoamine, terutama
sistem mesokortikal dan mesolimbik. Pengurangan GABA telah diamati dalam plasma, CSF,
dan tingkat GABA otak dalam depresi. Sebaliknya, reseptor GABA diregulasi oleh
antidepresan, dan beberapa obat GABAergik memiliki efek antidepresan yang lemah.
c. Perubahan Regulasi Hormon
Perubahan system neuroendokrin dan perilaku dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan stress yang parah. Aktivitas HPA (Hypothalamic Pituitary Adrenal) yang
meningkat adalah ciri khas dari respons stres pada mamalia dan merupakan salah satu
hubungan paling jelas antara depresi dan stres kronis. Hiperkortisolisme pada depresi akan
memberikan efek sebagai berikut: penurunan serotonin; peningkatan efek dari norepinefrin,
ACh, atau Cortisol Releasing Hormone (CRH); atau penurunan inhibisi umpan balik dari
hippocampus. Bukti peningkatan aktivitas HPA terlihat jelas pada 20 hingga 40 persen
pasien rawat jalan yang depresi dan 40 hingga 60 persen pasien rawat inap yang depresi.

d. Life Events and Environmental Stress


Dari observasi klinis yang sudah berlangsung lama dapat dikatakan bahwa kehidupan
yang penuh stress akan lebih sering mendahului episode gangguan mood.Salah satu teori
yang diajukan untuk menjelaskan pengamatan ini adalah bahwa stres pada episode pertama
depresi akan menghasilkan perubahan jangka panjang dalam biologi otak. Perubahan yang

12
berlangsung lama ini dapat mengubah keadaan fungsional dari berbagai sistem
neurotransmitter dan intraneuronal, perubahan yang bahkan mungkin termasuk hilangnya
neuron dan pengurangan kontak sinaptik yang berlebihan. Akibatnya, seseorang memiliki
risiko tinggi mengalami episode gangguan mood, bahkan tanpa stresor eksternal.

e. The Inflmation Hypothesis


Hipotesis peradangan mengatakan bahwa penuaan yang berkaitan dengan proses imun
menyebabkan perubahan dalam system saraf yang mengatur emosi dan kognitif yang
merupakan predisposisi untuk depresi geriatri dan / atau memicu perubahan otak metabolik
yang memediasi sindrom depresi pada lansia. Hipotesis ini didukung oleh temuan yang
muncul yang menunjukkan bahwa penuaan menyebabkan keadaan proinflamasi, lalu respons
imun SSP juga dapat memengaruhi fungsi beberapa jaringan emosional dan kognitif yang
berkaitan depresi geriatri. Selain itu Peningkatan sitokin perifer terkait dengan gejala depresi
pada orang dewasa yang lebih tua dan Beberapa antidepresan mengurangi ekspresi beberapa
penanda peradangan di perifer.

f. Perubahan Struktur Otak


Studi histopatologis dan neuroimaging pada individu dengan gangguan depresi telah
memberikan bukti perubahan mikroskopis dan makroskopis ke beberapa daerah otak.
Volume rendah dari cingulate anterior subgenual, kepala nukleus kaudat, putamen, dan
hippocampus telah dicatat pada pasien depresi usia campuran. Mengurangi volume
hippocampal juga ditemukan pada pasien usia lanjut yang depresi. Volume hippocampal kiri
kecil pada depresi geriatrik dikaitkan dengan perkembangan demensia. Pengurangan volume
korteks orbitofrontal telah dilaporkan pada pasien lansia yang depresi dibandingkan dengan
kontrol normal. Kelainan pada neuron DLPFC (dorsolateral-prefrontal cortex) telah diamati
pada depresi unipolar. penurunan glia cingulate gingrus anterior prelimbik subgenual telah
dilaporkan pada pasien yang mengalami unipolar-depresi dan juga temuan penurunan volume
amigdala pada pasien depresi.1

2.2.5 Tanda dan Gejala Klinis

13
Gejala Depresi seringkali timbul secara berbeda pada lansia dibandingkan pada orang
yang lebih muda. Daripada laporan kesedihan, keluhan somatik dan fungsional (seperti insomnia
atau anoreksia) lebih mendominasi gambaran klinis. Masalah memori adalah presentasi umum
lainnya. Keluhan ini dapat dikaitkan dengan peristiwa kehidupan yang penuh tekanan (seperti
kehilangan atau penghinaan) yang memicu perubahan mood.

a. Sadness
Pada Lansia yang mengalami depresi kesedihan biasanya disangkal, dan menangis lebih
jarang terlihat daripada pada orang dewasa yang lebih muda. Sehingga mood tidak dapat
dideskripsikan sebagai "depresi." Baik kesedihan maupun mood depresi tidak diperlukan
untuk diagnosis depresi pada lansia. Anhedonia (ketidakmampuan untuk menikmati) Dan
pikiran depresi (rasa bersalah, tidak berharga, harga diri rendah, menyalahkan diri
sendiri, pikiran untuk bunuh diri, keputusasaan, dan ketidakberdayaan) akan lebih sering
terlihat.

b. Somatisasi
Istilah masked depression telah digunakan untuk menggambarkan depresi yang muncul
dengan keluhan somatik dan bukan keluhan mood depresi. Hypocondriasis
(kekhawatiran yang tidak proporsional terhadap kesehatan) juga umum terjadi pada
orang tua. Pada pasien yang mengalami somatisasi atau hypocondriasis, risikonya adalah
gagal untuk mendiagnosis dan mengobati penyakit fisik yang sebenarnya, atau
sebaliknya, gagal untuk memberikan terapi antidepresan yang sebenarnya diperlukan.
c. Gangguan Tidur
Bangun terlalu pagi di pagi hari adalah gejala tipikal. Diperlukan riwayat tidur lengkap,
karena bangun bangun lebih awal mungkin saja dapat disebabkan karena tidur terlalu
awal atau jika tidur di siang hari. Tapi mungkin juga disebabkan oleh kesulitan memulai
atau mempertahankan tidur.Beberapa lansia memang sudah terbiasa dengan waktu tidur
yang singkat sejak mereka masih muda. Kuncinya adalah apakah mereka bangun dengan
segar atau Sleep hygiene yang baik .
d. Anoreksia dan Penurunan Berat badan

14
Anoreksia dan Penurunan Berat badan adalah gejala klinis yang sering ditemui baik pada
depresi maupun penyakit fisik lain yang serius. Pada pasien dengan gejala seperti
medical checkup sebaiknya dilakukan. Jika tidak ada bukti penyebab fisik, apakah
antidepresan harus dimulai adalah keputusan dari dokter , sementara itu tes-tes yang
lebih invasif sebaiknya ditunda sambil menunggu hasil uji coba terapi tersebut.
Pemanantauan berat badan diperlukan untuk membantu mengikuti kemajuan terapi.
e. Gangguan Kognitif
Pemusatan perhatian yang buruk dan penurunan konsentrasi dapat menyebabkan
gangguan pada beberapa domain kognitif, biasanya pada ingatan jangka pendek.
Disfungsi eksekutif (kesulitan perencanaan dan pengambilan keputusan) umumnya
terlihat pada depresi. Jika parah, ini dapat bermanifestasi sebagai "dementia of
depression." Perlu dibedakan demensia karena depresi atau dari penyebab gangguan
kognitif lainya.

f. Retardasi Psikomotor
Singkirkan penyebab fisik, termasuk Parkinsonisme, penyakit serebrovaskular, dan
hipotiroidisme. Retardasi psikomotor dapat bermanifestasi sebagai meningkatnya
ketergantungan atau “failure to cope.” Ini keadaanya dapat berat, dengan mobilitas yang
sangat berkurang atau imobilitas total. Pasien yang depresi, anoreksia, hampir katatonik
harus diperlakukan sebagai keadaan darurat.
g. Gangguan Perilaku
Perilaku dapat mencakup pencarian perhatian agresif, mudah marah, pengabaian diri,
kekurangan gizi, dan menarik diri sosial. Gejala perilaku umumnya terlihat pada depresi
dengan fitur psikotik.
h. Ide untuk Bunuh Diri dan Menyakiti Diri Sendiri
Pikiran untuk bunuh diri harus selalu ditanggapi dengan serius. Dari total dua puluh
persen kejadian bunuh diri korbanya adalah lansia , terutama mereka yang menderita
penyakit fisik. Melukai diri sendiri, bahkan jika secara medis sepele, harus dilakukan
rujukan ke psikiater, karena parasuicidal behavior jarang terjadi dalam populasi ini.
Kebanyakan lansia yang melukai diri sendiri setidaknya mengalami depresi derajat
sedang.7

15
2.2.6 Diagnosis
Kriteria DSM-V untuk mendiagnosis major depressive disorder :
A. Lima (atau lebih) dari gejala berikut ini telah hadir selama periode 2 minggu yang
sama dan mewakili perubahan dari fungsi sebelumnya: setidaknya satu dari gejala
adalah (1) Mood depresi atau (2) kehilangan minat atau kesenangan. Catatan: Jangan
sertakan gejala yang jelas disebabkan oleh kondisi medis lain.

1. Mood depresi yang terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, baik
dengan laporan subjektif (misalnya Merasa sedih, kosong, putus asa) atau
pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misalnya Tampak berlinang air
mata).
2. Berkurang minat atau kesenangan dalam semua, atau hampir semua, kegiatan
hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh akun
subjektif atau pengamatan).
3. Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak diet atau kenaikan berat
badan (misalnya, Perubahan lebih dari 5% dari berat badan dalam sebulan),
atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari.
4. Insomnia atau hypersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi psikomotor atau retardasi psikomotor yang terjadi hampir setiap hari
(dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subyektif )
6. Merasa lemas atau kehilangan energy yang terjadi hamper setiap hari
7. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau merasa tidak
berharga (yang mungkin delusi) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan
diri sendiri atau rasa bersalah karena sakit).
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau mengambil
keputusan, yang terjadi hampir setiap hari (baik dengan pertimbangan subjektif
atau seperti yang diamati oleh orang lain).
9. Aadanya Pikiran berulang tentang kematian (bukan hanya ketakutan akan
kematian), ide bunuh diri berulang tanpa rencana yang spesifik , atau upaya
bunuh diri atau rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri.
16
B. Gejala-gejala ini menyebabkan distres atau gangguan signifikan secara klinis di
bidang sosial, pekerjaan, atau bidang fungsi penting lainnya.
C. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi medis lainnya.
D. Kejadian episode depresi mayor ini tidak termasuk dalam gangguan schizoafektif,
schizophrenia, gangguan schizophreniform, gangguan delusi, atau spektrum
skizofrenia spesifik dan tidak spesifik lainnya serta gangguan psikotik lainnya.
E. Tidak pernah ada episode manik atau episode hipomanik.8
.

Selain menggunakan Kriteria DSM-V, dapat digunakan Geriatric Depression Scale.

Geriatric Depression Scale sendiri merupakan instrumen yang dikembangkan yang isi dan

desainya digunakan untuk menilai gejala depresi dan juga skrining untuk depresi di antara orang

lanjut usia.

Tabel 2.1 Geriatric Depression Scale

Pilihlah jawaban yang paling tepat sesuai dengan apa yang telah Anda rasakan selama 1 (satu)
minggu terakhir:

No. Pertanyaan Ya Tidak


1 Pada dasarnya apakah Anda merasa puas dengan

hidup Anda?
2 Apakah Anda mengurangi banyak kegiatan dan minat

Anda?
3 Apakah Anda merasa hidup Anda hampa?
4 Apakah Anda sering merasa bosan?
5 Apakah biasanya Anda memiliki semangat yang

bagus?
6 Apakah Anda merasa takut bahwa sesuatu yang buruk

akan terjadi pada Anda?


7 Apakah biasanya Anda merasa bahagia
8 Apakah Anda sering merasa tidak berdaya?
9 Apakah Anda lebih memilih tinggal di rumah

17
(kamar), daripada pergi keluar dan melakukan hal-hal

yang baru?
10 Apakah Anda merasa mempunyai lebih banyak

masalah dengan ingatan Anda dibandingkan

kebanyakan orang?
11 Apakah menurut Anda sangat menyenangkan bisa

hidup hingga sekarang ini?


12 Apakah Anda merasa sangat tidak berharga dengan

kondisi Anda sekarang?


13 Apakah Anda merasa penuh semangat?
14 Apakah Anda merasa keadaan Anda tidak ada

harapan?
15 Menurut Anda, apakah kebanyakan orang lebih baik

daripada Anda?

Skor 0-4 dianggap normal, tergantung pada umur, pendidikan, dan keluhan; 5-8 menunjukkan
depresi ringan; 9-11 mengindikasikan depresi sedang; dan 12-15 mengindikasikan depresi berat.9

2.2.7 Penatalaksanaan

Pasien lanjut usia mendapat manfaat dari agen psikofarmakologis yang sama dengan
pasien yang lebih muda. Pedoman praktik klinis merekomendasikan bahwa SSRI dan
antidepresan generasi kedua lainnya (misalnya., Serotonin-norepinefrin reuptake inhibitor
[SNRI], bupropion, mirtazapine) adalah pengobatan lini pertama untuk depresi pada usia lanjut .
Depresi usia lanjut memiliki respon yang lebih lambat terhadap terapi antidepresan daripada
pada orang dewasa yang lebih muda.

Pasien lanjut usia yang merespons pengobatan antidepresan biasanya membutuhkan


waktu 8 hingga 12 minggu untuk mencapai remisi penuh. waktu minimal pemberian
antidepresan adalah 3 sampai 4 minggu sebelum beralih ke antidepresan lain atau agen

18
augmentasi digunakan. Namun, pasien yang tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan pada
minggu ke-4, kemungkinan tidak akan memberikan respon pengobatan lebih lanjut dengan obat
yang sama. Benzodiazepin umumnya harus dihindari. Insomnia residual pada pasien lansia yang
depresi harus diobati dengan trazodone (Desyrel) dan, jika gagal, dengan zolpidem), atau
zaleplon. Kecemasan residual harus diobati dengan peningkatan dosis antidepresan ke tingkat
maksimum daripada meresepkan benzodiazepin.

Berikut ini adalah beberapa anti depresan yang digunakan untuk terpai depresi pada lansia

a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors

SSRI merupakan terapi farmakologis lini pertama dalam pengobatan akut depresi lanjut
usia. Dosis SSRI harus ditingkatkan secara bertahap. Dosis harian awal harus selalu mulai
dari dosis yang rendah yaitu 10 hingga 20 mg untuk fluoxetine, paroxetine, dan
citalopram, 5 hingga 10 mg untuk escitalopram, dan 25 hingga 50 mg untuk sertraline. Untuk
beberapa pasien, dosis harian 20 mg fluoxetine, paroxetine, dan citalopram, 10 mg
escitalopram, dan 100 mg sertraline sudah cukup, walaupun dosis yang lebih tinggi mungkin
diperlukan. Efek samping SSRI yang paling sering adalah insomnia, akathisia, mual,
anoreksia, dan pseudoparkinsonisme. Sekresi hormon antidiuretik (SIADH) yang tidak tepat
yang menyebabkan hiponatremia jauh lebih umum pada orang tua daripada orang dewasa
yang lebih muda. Selanjutnya, SSRI dapat menyebabkan peningkatan risiko perdarahan, patah
tulang rapuh, mobilitas yang buruk, dan stroke.

b. Bupropion

Bupropion adalah antidepresan yang efektif dan aman yang sering diresepkan pasien
lanjut usia karena efek samping yang relatif aman (tidak ada penambahan berat badan atau
sifat antikolinergik yang signifikan). Keuntungan bupropion termasuk adanya perbaikan
pada pasien dengan retardasi psikomotor , dan tidak ada efek buruk pada kognisi. Bupropion
tidak menyebabkan sedasi, dan bahkan dapat menstimulasi beberapa lansia pasien yang
mungkin dapat mengganggu tidur mereka. Bupropion dapat membantu pasien lansia yang
tertekan dengan penyakit Parkinson. Namun, karena sifatnya , bupropion dapat
meningkatkan kecemasan pada beberapa lansia individu, terutama mereka yang sudah

19
cemas. Bupropion itu merupakan inhibitor kuat enzim hepatic metabolisme CYP450 2D6.
Enzim ini adalah diperlukan untuk mengubah tamoxifen menjadi metabolit aktifnya;
penghambatan oleh bupropion akan mencegah konversi ini dan menjadikan tamoxifen tidak
berguna. Seperti halnya antidepresan lain, dosis awal harus lebih rendah daripada yang lain
direkomendasikan untuk orang dewasa yang lebih muda, dan peningkatan dosis harus
bertahap.

c. Antidepressan Trisiklik

Antidepresan trisiklik, nortriptyline dan desipramine merupakan obat yang efektif untuk
mengatasi gangguan depresi mayor pada lansia. Kadar yang diperlukan untuk mencapai efek
terapeutik dalam lansia dari kedua obat ini sama seperti pada orang dewasa yang lebih muda,
sehingga dokter memerlukan nilai laboratorium untuk menentukan dosis. Metabolit hidroksi
dari trisiklik adalah berpotensi kardiotoksik pada individu lansia, dan mungkin jumlahnya
pada plasma lebh tinggi dibandingkan orang dewasa yang lebih muda karena ekskresi ginjal
mereka menurun seiring bertambahnya usia. Elektrokardiogram dapat digunakan untuk
memantau pasien untuk menghindari mendekati kardiotoksisitas yang ditandai oleh a
pelebaran interval QTc. Efek samping antikolinergik perifer yang mengganggu dari trisiklik,
terutama sembelit dan mulut kering, bisa menjadi masalah parah di lansia yang
menyebabkan obstruksi usus dan kebersihan gigi yang buruk. Efek samping antikolinergik
sistem saraf pusat, yang biasanya terjadi adalah penurunan daya ingat dan perhatian, bisa
berlanjut ke keadaan mengigau bersama kebingungan parah, disorientasi, dan ide
paranoid.Hipotensi ortostatik meruakan efek samping umum lain dari pengobatan trisiklik
pada depresi, yang dapat meningkatkan risiko jatuh. Untuk mencegah efek samping
antidepresan trisiklik yang umum ini, secara relatif dosis awal yang rendah dengan
penambahan dosis kecil biasanya digunakan.
d. Monoamine Oxidase Inhibitor
Pemberian inhibitor monoamine oksidase mungkin efektif pada pasien lansia dengan
depresi . Keuntungannya termasuk beberapa efek antikolinergik dan tidak ada efek pada
konduksi jantung. Inhibitor MAO berpotensi berbahaya untuk orang lanjut usia dan tidak
boleh digunakan kecuali oleh mereka dokter resep yang memiliki pengalaman dengan obat-
obatan ini . Potensi interaksi toksik di antara obat-obatan ini dengan obat-obatan lainnya

20
(mis., obat peningkat serotonin; meperidine atau opiat lainnya, antidepresan trisiklik) atau
makanan tertentu yang biasa dimakan (mis., keju tua, daging acar dan ikan) tinggi di populasi
lansia. Konsekuensinya, jika ini obat harus digunakan, mereka harus diresepkan untuk
pasien-pasien lansia yang mampu mengikuti diet dan obat-obatan keterbatasan interaksi.

Untuk terapi non – farmakologis Dokter layanan primer memainkan peran sentral dalam
menyediakan psiko-edukasi: untuk memperjelas gangguan depresi utama, untuk menjelaskan
pilihan terapi, membahas kerentanan biopsikologis, untuk mengajar mengenali tanda-tanda
peringatan, dan untuk memberi informasi dan mendukung pasien. Selain itu, dokter primer
secara aktif memantau pasien melalui kunjungan yang sering. Selain itu, dokter utama mencoba
untuk memberikan struktur dalam kehidupan pasien dan mengaktifkan pasien melalui kegiatan
terstruktur dan menyenangkan. Struktur yang disediakan harus dapat dikelola untuk pasien dan
harus mengarah pada perasaan positif. Keseimbangan antara pekerjaan dan relaksasi sangat
penting. Makanan sehat, tidur yang cukup, dan interaksi sehari-hari adalah prasyarat.1
e. Behavior Activation
Aktifitas fisik terstruktur direkomendasikan untuk orang tua dengan depresi ringan atau
sedang yang secara fisik mampu dan dapat termotivasi untuk berolahraga. Olahraga
merupakan terapi yang aman dan efektif selain pengobatan farmakologis depresi. Hanya
merujuk lansia dengan depresi tidak cukup. Dokter perawatan primer dan psikiater harus
mengambil peran aktif dalam menjaga pasien agar tetap termotivasi. Sebuah meta-analisis
baru-baru ini merekomendasikan program latihan terstruktur yang diawasi, tiga kali seminggu
(45-60 menit) , lebih dari 10-14 minggu, dan pada intensitas rendah untuk depresi ringan
hingga sedang.
f. Psikoterapi
Psikoterapi adalah terapi nonfarmakologis yang paling penting. Psikoterapi mengurangi
gejala depresi pada orang tua dengan depresi. Intervensi psikoterapi dapat mencegah depesi
pada lansia dan tidak kalah dengan pengobatan farmakologis. Pengobatan psikoterapi pada
lansia dengan depresi dapat menggunakan Cognitive Behavioral Theraph (CBT), Problem
Solving Theraphy (PST), terapi reminiscence, dan terapi interpersonal (IPT) .Satu terapi yang
relatif baru adalah Life Review Theraphy di mana pasien berbagi dan berbicara tentang
peristiwa kehidupan yang penting dan kenangan dengan terapis mereka. Sebuah uji coba

21
terkontrol secara acak (RCT) membuktikan bahwa Live Review Theraphy efektif pada Lansia
yang mengalami depresi dan juga mengurangi kecemasan. Selain itu, Live Review Theraphy
telah diimplementasikan dengan sukses dalam pendekatan multidisiplin terstruktur di panti
jompo dan menyebabkan penurunan prevalensi depresi.3

2.2.8 Prognosis

Bila depresi dapat terdiagnosis tepat waktu, Prognosisnya akan meningkat dengan
signifikan. Sekitar 70% lansia dengan depresi yang diterapi dengan antidepressan, pulih dari
episode Depresi.3 Tapi depresi pada geriatri sering berlanjut kronis dan kambuh-kambuhan,
ini berhubungan dengan komorbiditas medis, kemunduran kognitif dan faktor-faktor
psikososial. Kemungkinan kambuh cukup tinggi pada pasien dengan riwayat episode
berulang, awitan pada usia lebih tua, riwayat distimia, sakit medis yang sedang terjadi, kian
beratnya depresi dan kronisitas depresi. Komplikasi yang dapat terjadi adalah rnalnutrisi dan
pneumonia (akibat imobilitas atau berbaring terus menerus) serta akibat sampingan dari
pemberian obat antidepresi. Pasien yang depresi mempunyai risiko lebih tinggi untuk bunuh
diri dari populasi lain. Sepertiga pasien usia lanjut melaporkan kesepian sebagai alasan utama
untuk bunuh diri, sepuluh persen karena masalah keuangan. Kira kira 60% yang melakukan
bunuh diri adalah laki-laki, dan 75 orang mencoba bunuh diri adalah perempuan.1

22
BAB 3
KESIMPULAN

Depresi adalah gangguan mental umum yang ditandai dengan mood depresif, hilangnya
minat atau kesenangan. Perasaan bersalah atau merasa tidak berharga, gangguan tidur atau nafsu
makan, kelelahan atau hilangnya energy, hilangnya kemampuan untuk berpikir atau memusatkan
perhatian. Sehingga Depresi pada usia lanjut dapat di deskripsikan sebagai depresi yang muncul
pertama kali setelah mencapai usia 60 tahun. Depresi pada lansia dapat disebabkan berbagai
macam faktor seperti berubahnya struktur otak pada lansia yang menyebabkan perubahan kadar
neurotransmitter selain itu juga dapat disebebkan dari faktor lingkungan, gangguan kognitif,
inflamasi, dan perubahan dari regulasi hormon.

Diantara individu yang berusia 65 tahun atau lebih , hanya sekitar 1 % yang memenuhi
kriteria dari Major Depressive Disorder, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan usia muda. Hal
ini disebebkan gejala klinis depresi yang atipikal pada lansia yang menyebabkan gejala klinis
pada lansia terkadang tidak memenuhi diagnosa dari kelainan depresi mayor DSM-V. Namun
sekitar 15-25 % lansia walau tidak memenuhi kriteria tersebut ternyata mengalami gejala depresi
yang menggangu aktivitas sehari – hari mereka. Untuk mendiagnosis pada lansia dapat
menggunakan kriteria gangguan depresi mayor DSM-V dan juga kuesioner Geriatric Depression
Scale.

Untuk Pengobatan depresi pada lansia, obat – obatanya sama dengan yang digunakan ada
orang dewasa muda. Lini pertama yang diberikan adalah Selective Serotonin Reuptake Inhibitor.
Selain SSRI obat obatan yang dapat digunakan adalah buproprion, trisklin, ataupun MAO-I.
Karena targer terapinya adalah lansia maka pemberian terapi harus selalu dimulai dengan dosis
paling rendah yang kemudian berdasarkan observasi klinis diperlukan kenaikan dosis atau tidak.
Selain itu dapat juga dilakukan terapi non – farmakologis seperti Cognitive Behavior Theraphy.
Untuk Pengobatan Lansia dengan depresi diperlukan kerja sama antara psikiater dengan dokter
layanan primer.

Prognosis Lansia dengan depresi bila mendapat penanganan yang tepat adalah baik.
Sekitar 70% lansia yang mendapatkan terapi anti depressan dapat pulih dari episode depresi.

23
Namun bila tidak mendapatkan terapi prognosisnya buruk karena kemungkinan untuk bunuh diri
pada lansia dengan depresi akan lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa muda. Selainitu
depresi pada geriatri sering berlanjut kronis dan kambuh-kambuhan, ini berhubungan dengan
komorbiditas medis, kemunduran kognitif dan faktor-faktor psikososial.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. KAPLAN AND SADOCK’S COMPREHENSIVE TEXT
BOOK OF PSYCHYIATRY. 10 ed. Vol. I/II. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2017.

2. McKinney BC, Sibille E. The Age-by-Disease Interaction Hypothesis of Late-Life


Depression. Am J Geriatry Psychiatry. Mei 2014;21(5).

3. Damme AV, Declercq T, Lemey L, Tandt H, Petrovic M. Late-life depression: issues for the
general practitioner. International Journal of General Medicine. 2018;11:113–20.

4. Kementrian Kesehatan. Analisis Lansia di Indonesia. 2017;

5. Adi PR. Buku Ajar Penyakit Dalam. 6 ed. Jakarta: InternaPublishing; 2014.

6. Jeon SW, Kim YK. Molecular Neurobiology and Promising New Treatment in Depression.
Int J Mol Sci. 15 Maret 2016;17:181.

7. Durso SC, Bowker L k., Price JD, Smith S. Oxford American Handbook of Geriatric
Medicine. Oxford Univercity Press; 2010.

8. American Psychiatric Association. DIAGNOSTIC AND STATISTICAL MANUAL OF


MENTAL DISORDERS DSM-5. 5 ed. Washington DC: American Psychiatric Publishing;
2013.

9. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. KAPLAN & SADOCK’S Synopsis of Psychiatry. 11 ed.
Philadelphia: Wolters Kluwer; 2015.

25

Anda mungkin juga menyukai