1.
PENDAHULUAN
Penggantungan adalah penyebab kematian akibat asfiksia yang paling sering
2000
kasus
bunuh
diri
dengan
penggantungan
dilaporkan
setiap
gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedaannya terletak pada asal tenaga
yang dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran jerat. Pada penjeratan tenaga tersebut
datang dari luar, sedangkan pada kasus penggantungan, tenaga tersebut berasal dari
berat badan korban sendiri, meskipun tidak seluruh berat badan digunakan. 6 Dalam
rutinitas medikolegal, perbedaan keduanya penting karena kasus penggantungan
dianggap bunuh diri sehingga dibuktikan sebaliknya, manakala kasus penjeratan
dianggap pembunuhan.7
2.
DEFENISI
Penggantungan (Hanging) adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari
leher oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian. Alat
penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi
konstriksi pada leher.8 Umumnya penggantungan melibatkan tali, tapi hal ini tidaklah
perlu. Penggantungan yang terjadi akibat kecelakaan bisa saja tidak terdapat tali.
Pada beberapa kasus konstriksi dari leher terjadi akibat eratnya jeratan tali bukan oleh
berat badan yang tergantung. Pada beberapa kasus yang jarang, jeratan tali dipererat
oleh berat tubuh yang tergantung oleh individu dalam keadaan tegak lurus. Kekuatan
tambahan juga kadang dibutuhkan untuk mengeratkan tali.9,10
3.
TIPE-TIPE PENGGANTUNGAN
bunuh diri karena pada usia itu belum ada tilikan dari anak untuk bunuh diri. Hal
ini terjadi akibat kurangnya pengawasan dari orang tua. Meskipun tidak menutup
kemungkinan hal ini dapat terjadi pada orang dewasa yaitu ketika melampiaskan
nafsu seksual yang menyimpang (Autoerotic Hanging).
c. Homicidal Hanging (Pembunuhan)
Pembunuhan yang dilakukan dengan metode menggantung korban. Biasanya
dilakukan bila korbannya anak-anak atau orang dewasa yang kondisinya lemah
baik oleh karena penyakit atau dibawah pengaruh obat, alcohol, atau korban
sedang tidur. Sering ditemukan kejadian penggantungan tetapi bukan kasus bunuh
diri, namun kejadian diatur sedemikian rupa hingga menyerupai kasus
penggantungan bunuh diri. Banyak alasan yang menyebabkan pembunuhan
terjadi mulai dari masalah sosial, masalah ekonomi, hingga masalah hubungan
sosial.
2.) Berdasarkan posisi korban6,9
a. Penggantungan lengkap (complete hanging)
Dikatakan penggantungan lengkap apabila tubuh korban tergantung di atas lantai,
kedua kaki tidak menyentuh lantai.
b. Penggantungan parsial (Partial Hanging)
Yaitu apabila sebagian dari tubuh masih menyentuh lantai. Sisa berat badan 10 15 kg pada orang dewasa sudah dapat menyebabkan tersumbat saluran nafas dan
hanya diperlukan sisa berat badan 5 kg untuk menyumbat arteri karotis. Partial
hanging ini hampir selamanya karena bunuh diri.
3.) Berdasarkan letak jeratan, dikelompokkan atas :6,9
a. Typical hanging
Yaitu bila titik penggantungan ditemukan di daerah oksipital dan tekanan pada
arteri karotis paling besar.
b. Atypical hanging
Jika titik penggantungan terletak di samping, sehingga leher sangat miring (fleksi
lateral), yang mengakibatkan hambatan pada arteri karotis dan arteri vertebralis.
Saat arteri terhambat, korban segera tidak sadar.
4.
PATOMEKANISME
Penggantungan menyebabkan kematian dengan beberapa mekanisme yang
2.
3.
4.
5.
Asfiksia
2.
Iskemik otak
3.
Refleks vagus
4.
Asfiksia
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan
pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia)
disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ
tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.
Secara klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia.10
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut: 6,10
1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti
laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis
paru.
2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang
mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral;
sumbatan atau halangan pada saluran napas dan sebagainya.
3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya
barbiturat dan narkotika.
Penyebab tersering asfiksia dalam konteks forensik adalah jenis asfiksia
mekanik, dibandingkan dengan penyebab yang lain seperti penyebab alamiah ataupun
keracunan.
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2
golongan, yaitu: 6,10
1.
dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Bagian-bagian
otak tertentu membutuhkan lebih banyak oksigen, dengan demikian bagian tersebut
lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada
sel-sel serebrum, serebellum, dan basal ganglia. Disini sel-sel otak yang mati akan
digantikan oleh jaringan glial, sedangkan pada organ tubuh yang lain yakni jantung,
paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan oksigen
langsung atau primer tidak jelas.
2.
dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena
oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung, maka
terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati
pada:
- Penutupan mulut dan hidung (pembekapan).
- Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan
korpus alienum dalam saluran napas atau pada tenggelam karena cairan
menghalangi udara masuk ke paru-paru.
- Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (Traumatic
asphyxia).
- Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan,
misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan
dalam 4 fase, yaitu: 6,10
1. Fase Dispnea
Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam plasma
akan merangsang pusat pernapasan di medulla oblongata, sehingga amplitude dan
frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi, dan mulai
tampak tanda-tanda sianosis terutama muka dan tangan.
2. Fase Konvulsi
Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan
saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang), yang mula-mula berupa kejang klonik
tetapi kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil
mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini
berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak, akibat kekurangan O2.
3. Fase Apnea
Depresi pusat pernapasan menjadi lebih hebat, pernapasan melemah dan dapat
berhenti. Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran
cairan sperma, urin dan tinja.
4. Fase Akhir
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah
kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut
beberapa saat setelah pernapasan berhenti.
Mekanisme Kematian pada Penggantungan
Kematian segera akibat dari penggantungan dapat muncul akibat dari
beberapa mekanisme. Penekanan pada ganglion saraf arteri karotis oleh tali yang
melingkar pada leher korban dapat menyebabkan carotid body reflex (refleks vagus)
sehingga memicu perlambatan denyut jantung. Perlahan-perlahan terjadi aritmia
jantung sehingga terakhir korban mati dengan cardiac arrest. Namun mekanisme
kematian ini jarang didapatkan karena untuk menimbulkan refleks karotis, tekanan
lansung yang kuat harus diberikan pada area khusus di mana carotid body berada. Hal
ini sukar dipastikan. Sebagai tambahan refleks karotis juga dapat dimunculkan biar
pun tanpa penggantungan.13,14
Tekanan pada vena jugularis juga bisa menyebabkan kematian korban
penggantungan dengan mekanisme asfiksia. Kebanyakan kasus penggantungan bunuh
diri mempunyai mekanisme kematian seperti ini. Seperti yang diketahui, vena
jugularis membawa darah dari otak ke jantung untuk sirkulasi. Pada penggantungan
sering terjadi penekanan pada vena jugularis oleh tali yang menggantung korban.
Tekanan ini seolah-olah membuat jalan yang dilewati darah untuk kembali ke jantung
dari otak tersumbat. Obstruksi total maupun parsial secara perlahan-lahan dapat
menyebabkan kongesti pada pembuluh darah otak. Darah tetap mengalir dari jantung
ke otak tetapi darah dari otak tidak bisa mengalir keluar. Akhirnya, terjadilah
penumpukan darah di pembuluh darah otak. Keadaan ini menyebabkan suplai
oksigen ke otak berkurang dan korban seterusnya tidak sadarkan diri. Kemudian,
terjadilah depresi pusat nafas dan korban mati akibat asfiksia. Tekanan yang
diperlukan untuk terjadinya mekanisme ini tidak penting tetapi durasi lamanya
tekanan diberikan pada leher oleh tali yang menggantung korban yang menyebabkan
7
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan post-mortal pada kasus gantung diri atau penggantungan
7. Distribusi lebam mayat. Diperiksa apakah sesuai dengan posisi korban yang
tergantung atau tidak.
8. Macam simpul pada jerat di leher
-
Simpul mati
11
12. Bahan penggantung; makin kecil/keras bahan makin jelas alur jerat yang
timbul di leher.
-
B. Pemeriksaan Otopsi.
1. Pemeriksaan luar.
Kepala:
1. Muka sianotik (vena terjepit) atau muka pucat (vena dan arteri terjepit)
2. Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter,
dan keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi :
a.
Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil
dibandingkan jika menggunakan tali yang besar. Bila alat penjerat
mempunyai permukaan yang luas, yang berarti tekanan yang ditimbulkan
tidak terlalu besar tetapi cukup menekan pembuluh balik, maka muka
korban tampak sembab, mata menonjol, wajah berwarna merah kebiruan
dan lidah atau air liur dapat keluar tergantung dari letak alat penjerat. Jika
permukaan alat penjerat kecil, yang berarti tekanan yang ditimbulkan
besar dan dapat menekan baik pembuluh balik maupun pembuluh nadi;
maka korban tampak pucat dan tidak ada penonjolan dari mata.
b.
c.
Tanda penjeratan atau jejas jerat yang sebenarnya luka lecet akibat
tekanan alat jerat yang berwarna merah kecoklatan atau coklat gelap dan
kulit tampak kering, keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti
perabaan kertas perkamen, disebut tanda parchmentisasi, dan sering
12
ditemukan adanya vesikel pada tepi jejas jerat tersebut dan tidak jarang
jejas jerat membentuk cetakan sesuai bentuk permukaan dari alat jerat.
d.
Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit dibagian
bawah telinga, tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telinga.
e.
f.
3. Tanda-tanda asfiksia.
a
Lidah menjulur; tergantung dari letak jerat. Bila tepat di kartilago tiroid
lidah akan terjulur sedang jika di atasnya lidah tidak akan terjulur.
Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan
simpul tali. Keadaan ini menunjukkan tanda pasti penggantungan antemortem.
Anggota gerak
7. Lebam mayat dan bintik-bintik perdarahan terutama pada bagian akral dari
ekstremitas, sangat tergantung dari lamanya korban dalam posisi
tergantung.
8. Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam.
13
dapat
detentukan
dengan
pasti.
Perbedaan
antara
tanda-tanda
penggantungan antemortem dan postmortem adalah seperti pada tabel di bawah ini.
No
Penggantungan antemortem
Tanda-tanda
penggantungan
Penggantungan postmortem
ante- Tanda-tanda
post-mortem
disebabkan penggantungan
Tanda jejas jeratan miring, berupa Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk
lingkaran terputus (non-continuous) lingkaran utuh (continuous), agak
dan letaknya pada leher bagian atas
Simpul tali biasanya tunggal, terdapat Simpul tali biasanya lebih dari satu,
pada sisi leher
Ekimosis tampak jelas pada salah Ekimosis pada salah satu sisi jejas
satu sisi dari jejas penjeratan. Lebam penjeratan tidak ada atau tidak jelas.
mayat tampak di atas jejas jerat dan Lebam mayat terdapat pada bagian
pada tungkai bawah
tubuh
yang
dengan
menggantung
posisi
mayat
sesuai
setelah
meninggal
5
Pada kulit di tempat jejas penjeratan Tanda parchmentisasi tidak ada atau
15
teraba
seperti
perabaan
Sianosis pada wajah, bibir, telinga, Sianosis pada bagian wajah, bibir,
dan lain-lain sangat jelas terlihat telinga dan lain-lain tergantung dari
terutama
jika
kematian
asfiksia
7
Wajah
membengkak
mengalami
kongesti
dan
dan
adalah
pencekikan
Lidah bisa terjulur atau tidak sama Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
sekali
Penis. Ereksi penis disertai dengan Penis. Ereksi penis dan cairan sperma
keluarnya
cairan
sperma
10
Air liur. Ditemukan menetes dari Air liur tidak ditemukan yang menetes
sudut mulut, dengan arah yang pada
vertikal
menuju
merupakan
dada.
pertanda
Hal
kasus
selain
kasus
ini penggantungan.
pasti
penggantungan ante-mortem
16
Usia. Gantung diri lebih sering Tidak mengenal batas usia, karena
terjadi pada remaja dan orang tindakan pembunuhan dilakukan oleh
dewasa. Anak-anak di bawah usia 10 musuh atau lawan dari korban dan
tahun atau orang dewasa di atas usia tidak bergantung pada usia
50 tahun jarang melakukan gantung
diri
Tanda
jejas
jeratan,
terputus,
mendatar,
dan
Simpul tali, biasanya hanya satu Simpul tali biasanya lebih dari satu
simpul yang letaknya pada bagian pada bagian depan leher dan simpul
samping leher
Cedera.
Luka-luka
pada
racun
hidrosianat
berupa
atau
asam
kalium
sublimat korosif dan lain-lain tidak sianida tidak sesuai pada kasus
bertentangan dengan kasus gantung pembunuhan, karena untuk hal ini
diri. Rasa nyeri yang disebabkan perlu waktu dan kemauan dari korban
racun tersebut mungkin mendorong itu sendiri. Dengan demikian maka
17
Tangan tidak dalam keadaan terikat, Tangan yang dalam keadaan terikat
karena sulit untuk gantung diri mengarahkan dugaan pada kasus
dalam keadaan tangan terikat
pembunuhan
biasanya
kasus
pembunuhan,
mayat
tergantung pada tempat yang mudah yang sulit dicapai oleh korban dan
dicapai
oleh
sekitarnya
korban
ditemukan
atau
alat
Tempat
kejadian.
Jika
maka
kasusnya
pasti
Tanda-tanda
perlawanan,
tidak Tanda-tanda
perlawanan
hampir
6.
garis
besar
prosedur
mediko-legal
mengacu
kepada
peraturan
18
Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lamalima belas tahun.
2.
Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan
pidana,
yang
dilakukan
dengan
maksud
untuk
mempersiapkan
atau
diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,
paling lama dua puluh tahun.
3.
Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu
merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana,
dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu, paling lama dua puluh tahun.
4.
Pasal 345
Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi
bunuh diri.
Pada kasus penggantungan, dokter forensik dipanggil untuk membuat
pemeriksaan lengkap sesuai dengan Pasal 133 KUHAP yang menyatakan dalam hal
penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Pada pasal 133 KUHAP
(ayat 2 dan 3) menyatakan permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat;
dan mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah
sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap
jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. Pernyataan
ini menjadi dasar pembuatan visum et repertum (laporan bertulis) pada kasus tindak
pidana.16
20
dengan
sengaja
mencegah,
menghalang-halangi
atau
menggagalkan
pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.16
Pada persidangan kasus pidana, dokter forensik akan dipanggil sebagai saksi
ahli. Sesuai dengan Pasal 179 ayat 1 KUHAP yang menyatakan setiap orang yang
diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli
lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.16
21