2.1 Kehamilan
a. Definisi
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional dalam ilmu kebidanan,
kehamilan didifinisikan sebagai fetilitas atau penyatuan dari spermatozoa dan
ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi, berlangsung dalam waktu
40 minggi atau 10 bulan atau Sembilan bulan menurut kalender internasional
(Prawirihardjo,2010).
b. Klasifikasi kehamilan
Menurut Manuaba (2010), klasifikasi kehamilan meliputi:
1) Kehamilan trimester I adalah umur kehamilan 0 sampai 12 minggu.
2) Kehamilan trimester II adalah umur kehamilan 13 sampai 28 minggu.
3) Kehamilan trimester III adalah umur kehamilan 29 sampai 42 minggu.
c. Proses Kehamilan
Menurut Manuaba (2010), proses kehamilan merupakan mata rantai yang
berkesinambungan yaitu mulai dari ovulasi, terjadinya migrasi, konsepsi,
nidasi, pembentukan plasenta sampai tumbuh kembang hasil konsepsi hingga
aterm.
d. Tanda-tanda pasti kehamilan
1) Tanda-tanda kemungkinan hamil
Tanda-tanda kemungkinan hamil menurut Manuaba (2010), adalah
amenore (terlambat datang haid), mual dan muntah (emesis), mengidam,
pingsan (sinkope), payudara tegang, sering miksi, konstipasi, pigmentasi
kulit dan varises.
2) Tanda-tanda tidak pasti kehamilan
Menurut manuaba (2010), tanda-tanda tidak pasti hamil, yaitu rahim
membesar, tanda hegar, tanda chadwick, tanda piscaseck, tanda Braxton
hicks, teraba ballottement, pemeriksaan tes biologi kehamilan positif.
b) Stresor Eksternal
Pemicu stress yang berasal dari luar antara lain: masalah ekonomi,
konflik keluarga, pertengkaran dengan suami, dan tekanan dari
lingkungan.
2.2 Perdarahan Antepartum
a. Definisi
Pendarahan antepartum adalah pendarahan yang terjadi setelah
kehamilan 28 minggu. Pendarahan antepartum merupakan pendarahan dari
traktus genitalis yang terjadi antara kehamilan minggu ke 28 awal partus.
(Sinopsis Obstetri, Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH).
Pendarahan antepartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan lahir
setelah kehamilan 28 minggu, tetapi dapat juga terjadi pada kehamilan
sebelum 28 minggu. Perdarahan setelah kehamilan 28 minggu biasanya lebih
banyak dan lebih berbahaya daripada sebelum kehamilan 28 minggu. Oleh
karena itu, memerlukan penangganan yang berbeda. Perdarahan antepartum
yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta seperti kelainan
servik biasanya tidak seberapa bahaya. Pada setiap perdarahan antepartum
pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan
plasenta.
b. Klasifikasi
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta, yang
secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya, ialah
plasenta previa dan solusio plasenta. Oleh karena itu, klasifikasi klinis
perdarahan antepartum dibagi sebagai berikut:
a. Plasenta previa
b. Solusio plasenta
c. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya
Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya itu mungkin
disebabkan oleh rupture sinus marginalis yang biasanya tanda dan gejalanya
tidak seberapa khas, mungkin juga karena plasenta letak rendah atau vasa
previa. Plasenta letak rendah baru menimbulkan perdarahan antepartum pada
akhir kehamilan atau pada permulaan persalinan. Vasa previa baru
menimbulkan perdarahan antepartum setelah pemecahan selaput ketuban.
Tidak jarang pula perdarahan yang agak banyak ditemukan pada permulaan
persalinan biasa. Perdarahan yang bersumber pada kelainan servik dan
vagina biasanya dapat diketahui apabila dilakukan pemeriksaan speculum.
Kelainan-kelainan yang mungkin tampak ialah erosion portionis uteri,
carcinoma portionis uteri, polypus serviks uteri, varices vulva dan trauma.
2.3 Plasenta Previa
a. Definisi dan Klasifikasi
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta
terletak dibagian atas uterus.
Klasifikasi plasenta previa tidak didasarkan pada keadaan anatomi,
melainkan pada keadaan fisiologi yang dapat berubah-ubah setiap waktu,
misalnya pada pembukaan yang masih kecil seluruh pembukaan menutupi
jaringan plasenta disebut plasenta previa totalis, namun pada pembukaan
yang lebih besar, keadaan ini akan menjadi plasenta previa lateralis.
Menurut buku Myles plasenta previa dibagi menjadi 4 derajat tipe:
1. Plasenta previa tipe 1. Sebagian besar plasenta terletak di segmen atas
uterus. Kelahiran pervaginam masih dapat dilakukan. Perdarahan biasanya
ringan, serta ibu dan janin tetap berada dalam kondisi yang baik.
2. Plasenta previa tipe 2. Sebagian plasenta terletak di uterus bagian bawah
dekat tulang serviks internal (plasenta previa marginal). Kelahiran
pervaginam dapat dilakukan, terutama jika plasenta berada dibagian anterior.
Perdarahan yang terjadi biasanya sedang meskipun kondisi ibu dan janin
dapat bervariasi. Hipoksia janin lebih sering terjadi daripada syok martenal.
3. Plasenta previa tipe 3. Plasenta terletak di atas tulang serviks internal, tetapi
bukan di tengah. Perdarahan biasanya berat, terutama di akhir kehamilan
ketika bagian bawah meregang dan serviks mulai mengalami penipisan dan
dilatasi. Kelahiran pervaginam tidak dapat dilakukan karena plasenta berada
di depan janin.
4. Plasenta previa tipe 4. Plasenta terletak di bagian tengah diatas tulang
serviks internal dan dapat menyebabkan perdarahan hebat. Seksio sesaria
perlu dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi.
b. Etiologi
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum diketahui atau
belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor-faktor dikemukakan sebagai
etiologinya.
(1) Endometrium yang inferior
(2) Chorion leave yang presisten
(3) Korpus luteum yang bereaksi lambat
Strassmann mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang
kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan,
sedangkan Browne menekankan bahwa faktor terpenting ialah vili khorialis
persisten pada desidua kapsularis.
Faktor-faktor etiologi:
(1) Umur dan Paritas
a. Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih sering daripada umur
di bawah 25 tahun
b. Lebih sering pada paritas tinggi daripada paritas rendah
c. Di Indonesia, menurut Toha, plasenta previa banyak dijumpai pada
umur muda dan paritas kecil, hal ini disebabkan banyak wanita
Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih
belum matang (inferior)
(2) Hipoplasia endometrium: bila kawin dan hamil pada umur muda
(3) Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas
operasi, kuretase, dan manual plasenta
(4) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi
(5) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium
(6) Kadang-kadang pada malnutrisi.
c. Gambaran klinik
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur
atau bekerja seperti biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak,
sehingga tidak akan berakibat fatal. Akan tetapi, perdarahan berikutnya
hamper selalu lebih banyak daripada sebelumnya, apalagi kalua sebelumnya
telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun perdarahannya sering
dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai
sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah
berbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya
kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai
membuka. Apalagi plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran
segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta
yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus.
Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar,
berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna
kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek
karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahan tak dapat di hindarkan karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
menhentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus
menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya
normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh
karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan lebih dini daripada
plasenta letak rendah, yang mungkin baru berdarah setelah persalinan dimulai.
Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan terhalang
karena adanya plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin dalam letak
kepala, kepalanya akan didapatkan belum masuk kedalam pintu atas panggul
yang mungkin karena plasenta previa sentralis, mengolak kesamping karena
plasenta previa lateralis, menonjol diatas simpisis karena plasenta previa
posterior, atau bagian terbawah janin sukar di tentukan karena plasenta previa
anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau letak
sungsang.
Nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan, dan tuanya kehamilan
pada waktu persalinan. Perdarahan mungkin masih dapat diatasi dengan
transfuse darah, akan tetapi persalinan yang terpaksa diselesaikan dengan
janin yang masih premature tidak selalu dapat dihindarkan.
Apabila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena sering
mengadakan perlekatan yang erat dengan dinding uterus. Apabila plasenta
telah lahir, perdarahan postpartum sering terjadi karena kekurang mampuan
serabiut-serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi untuk
menghentikan perdarahan dari bekas insersio plasenta, atau karena perlukaan
serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh dan mengandung banyak
pembuluh darah besar, yang dapat terjadi bila persalinan berlangsung
pervaginam.
d. Diagnosa
1. Anamnesis
a. Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu
b. Sifat perdarahan, meliputi:
1.Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba
2. Tanpa sebab yang jelas
3. Dapat berulang
c. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin dalam Rahim
2. Pada inspeksi dijumpai:
a. Perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal
b. Pada perdarahan banyak, ibu tampak pucat/anemis
3. Pemeriksaan fisik ibu
a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma
c. Pada pemeriksaan, dapat dijumpai:
1) Tekanan darah, nadi, dan pernapasan dalam batas normal
2) Tekanan darah, nadi, dan pernapasan meningkat
3) Daerah ujung menjadi dingin
4) Tampak anemis
4. Pemeriksaan Khusus Kebidanan
a. Palpasi abdomen
1) Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur
kehamilan
2) Karena plasenta di segmen bawah Rahim, dapat di jumpai kelainan
letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi
b. Pemeriksaan denyut jantung janin
Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian janin dalam rahim
c. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk
segera mengambil tindakan. Tujuan pemeriksaan dalam adalah:
1) Menegakkan diagnosis pasti
2) Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau
hanya memecahkan ketuban
3) Hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta sekitar ostium uteri
internum.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan USG
2) Mengurangi pemeriksaan dalam
3) Menegakkan diagnosis
e. Penatalaksanaan Plasenta Previa
Penatalaksaan plasenta previa bergantung pada:
1. Jumlah perdarahan
2. Kondisi ibu dan janin
3. Letak plasenta
4. Tahapan kehamilan
Penatalaksanaan konservatif. Penatalaksanaan ini di sesuaikan jika
perdarahan hanya sedikit dan ibu serta janin berada dalam kondisi baik. Ibu
harus tetap dihospitalisasi sambil beristirahat hingga perdarahan berhenti.
Pemeriksaan dengan speculum dapat dilakukan untuk mengesampingkan
penyebab incidental. Perdarahan lebih lanjut hamper tidak dapat dihindari jika
plasenta masuk dalam bagian uterus. Oleh karena itu, biasanya ibu harus
tetap berada di rumah sakit hingga akhir kehamilan. Fungsi plasenta dipantau
dengan alat diagram gerakan janin dan CTG antenatal. Pemindaian
ultrasound dilakukan secara berulang dengan interval tertentu untuk
mengobservasi posisi plasenta terhadap tulang serviks berkaitan dengan
bagian bawah uterus yang terus berkembang. Perkembangan janin juga
dipantau karena perfusi plasenta terletak pada fundus, dan akibatnya dapat
terjadi gangguan pada perkembangan janin dalam rahim.
bu yang di minta untuk tinggal di rumah sakit selama berminggu-minggu akan
memiliki kebutuhan psikologis dan social tertentu. Jika sudah memiliki anak,
ibu akan mengkhawatirkan tentang perawatan anak-anaknya tersebut dan
menginginkan agar mereka diizinkan untuk sering mengunjunginya ke rumah
sakit. Ibu harus ditawarkan penyuluhan menjadi orang tua, dan jika mungkin ia
dapat melanjutkan penyuluhan tersebut dengan kelompoknya yang terdahulu.
Terapi okupasi dapat membantu mengurangi kebosanan yang sering kali
dirasakan selama hospitalisasi yang cukup lama. Kunjungan ke unit khusus
perawatan bayi yang dapat dilakukan bersama kelurga, dan menjawab semua
pertanyaan yang diajukan ibu juga dapat membantu mempersiapkannya
menghadapi kelahiran premature.
Keputusan tentang kapan dan bagaimana ibu akan melahirkan juga harus
dibuat. Jika tidak lagi mengalami perdarahan heba, ibu akan melahirkan saat
janin sudah mencapai maturitas. Persalinan dapat dilakukan pervaginam jika
letak plasenta memungkinkan. Pemeriksaan ultrasound melalui vagina
dilakukan untuk mengetahui letak plasenta secara lebih akurat, dan informasi
ini akan dijadikan dasar untuk memutuskan cara persalinan yang tepat.
Persalinan pervaginam dapat dilakukan pada plasenta previa tipe 1 dan jika
memungkinkan juga dapat dilakukan pada plasenta previa 2, kecuali jika
plasenta terletak tepat di atas promontorium sacrum yang rentan terhadap
tekanan kepala janin yang mengalami penurunan dan dapat menghalangi
jalan lahir. Jenis plasenta previayang memungkinkan dilakukannya persalinan
pervaginam dapat dikatakan sangat sedikit. Kelahiran cenderung diinduksi
sejak kehamilan 37 minggu.
Bidan harusmenyadari bahwa sekalipun persalinan pervaginam dapat
dilakukan, masih terdapat bahaya perdarahan antepartum. Hal ini terjadi
karena plasenta terletak dibagian bawah tempat terdapatnya kekurangan serat
otot oblik yang mengakibatkan memburuknya gerakan legamen.
Penataksanaan aktif. Perdarahan vaginal yang parah mengharuskan
dilakukannya persalinan yang segera dengan seksio sesaria tanpa
memperdulikan letak plasenta. Hal ini harus dilakukan di unit yang memiliki
peralatan yang tepat untuk bayi baru lahir, terutama bayi prematur.
Darah diambil untuk pemeriksaan hitung darah lengkap, pencocokan silang,
dan pemeriksaan pembekuan. Kemudian, dengan persetujuan ibu, dilakukan
infus intravena dan beberapa unit darah mungkin perlu ditrasfusikan dengan
cepat. Dalam keadaan darurat, dapat diperlukan pemberian darah
bergolongan O jika mungkin dari Kelompok Rhesus yang sama dengan ibu.
Ahli anastesi juga dilibatkan dalam perawatan ibu, ia mengkaji kebutuhan dan
haluaran cairan ibu serta membantu ibu membuat keputusan tentang
penggunaan anastesi local atau umum (jika ia dapat). Selama pengkajian dan
persiapan kamar operasi, ibu akan merasa sangat cemas dan bidan harus
dapat memberikan kenyamanan dan dukungan dengan memberinya informasi
sebanyak mungkin. Pasangan ibu juga perlu diberi dukungan tentang pilihan
apakah ia akan masuk ke kamar operasi atau hanya menunggu di luar.
Jika plasenta terletak di bagian anterior uterus, hal ini akan menyulitkan
prosedur operasi karena terletak di bawah area insisi normal. Pada plasenta
previa mayor (tipe 3 dan 4), seksio sesaria perlu dilakukan meskipun janin
sudah mati di dalam uterus. Tindakan tersebut bertujuan menghindari
perdarahan hebat dan kematian ibu.
BAB III
PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis pasien ini sudah tepat yaitu plasenta previa totalis dengan janin
letak lintang. Faktor risiko terjadinya plasenta previa totalis adalah multiparitas juga
karena kelainan letak plasenta. Penatalaksanaan plasenta previa dibagi menjadi
penanganan ekspektatif dan aktif. Pada kasus ini, dilakukan tindakan sectio caesaria
atas indikasi plasenta previa totalis disertai letak lintang.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan: Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Mochtar, R. 2011. Sinopsis Obstetri, edisi 3 jilid I. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, Jakarta: Bina
Pustaka.
Sulistyawati, A. 2012. Asuhan Pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba Medika.
Varney, H. 2004. Buku Saku Kebidanan. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Yeyeh Rukiyah, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan IV Edisi 1. Jakarta: Trans Info Media