Anda di halaman 1dari 22

Nama : Herlina

Kelas : Bidan Profesi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28
minggu. Perdarahan antepartum digolongkan sebagai berikut yaitu perdarahan
yang ada hubungannya dengan kehamilan yaitu plasenta previa, solusio plasenta,
perdarahan pada plasenta letak rendah, pecahnya sinus marginalis dan vasa
previa.
Frekuensi perdarahan antepartum sekitar 3% sampai 4% dari semua
persalinan. Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh
kelahiran. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum plasenta previa merupakan
penyebab terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian perdarahan antepartum,
kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan terlebih dahulu.
1.2 Rumusan Masalah
Perdarahan yang menyebabkan kematian ibu yaitu perdarahan antepartum dan
perdarahan antepartum merupakan kasus kegawatdaruratan yang kejadiannya
sekitar 3% dari semua persalinan. Maka dari itu saya tertarik untuk membahas
kasus perdarahan antepartum.
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan asuhan kebidanan pada pasien
dengan perdarahan antepartum.
b. Tujuan Khusus
1) Dapat menerapkan pengumpulan data dasar pada pasien dengan
perdarahan antepartum.
2) Dapat menginterpretasikan semua data dasar pada pasien dengan
perdarahan antepartum.
3) Dapat mengidentifikasikan diagnosa atau masalah potensial pada pasien
dengan perdarahan antepartum.
4) Dapat menerapkan kebutuhan yang memerlukan penangganan segera
pada pasien dengan perdarahan antepartum.
5) Dapat mengklasifikasikan perencanaan asuhan kebidanan pada pasien
dengan perdarahan antepartum.
6) Dapat mengevaluasi perencanaan yang diberikan sudah baik dan benar.
1.4 Manfaat
a. Manfaat Teoritis
Hasil laporan ini dapat sebagai pertimbangan masukan untuk menambah
wawasan tentang asuhan kebidanan berkesinambungan pada ibu hamil
dengan pendarahan antepartum.
b. Manfaat Praktis
1) Bidan
Hasil laporan ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam pemberian
asuhan berkesinambungan pada ibu hamil dengan pendarahan antepartum.
2) Pelaksana Kebidanan
Sebagai sumbangan teoritis maupun aplikasi bagi profesi bidan dalam
asuhan berkesinambungan pada ibu hamil dengan perdarahan antepartum.
3) Ibu Hamil
Agar ibu hamil maupun masyarakat dapat melakukan deteksi dini penyulit
yang kemungkinan timbul pada masa hamil, sehingga memungkinkan segera
mencari pertolongan untuk mendapatan penangganan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Kehamilan
a. Definisi
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional dalam ilmu kebidanan,
kehamilan didifinisikan sebagai fetilitas atau penyatuan dari spermatozoa dan
ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi, berlangsung dalam waktu
40 minggi atau 10 bulan atau Sembilan bulan menurut kalender internasional
(Prawirihardjo,2010).
b. Klasifikasi kehamilan
Menurut Manuaba (2010), klasifikasi kehamilan meliputi:
1) Kehamilan trimester I adalah umur kehamilan 0 sampai 12 minggu.
2) Kehamilan trimester II adalah umur kehamilan 13 sampai 28 minggu.
3) Kehamilan trimester III adalah umur kehamilan 29 sampai 42 minggu.
c. Proses Kehamilan
Menurut Manuaba (2010), proses kehamilan merupakan mata rantai yang
berkesinambungan yaitu mulai dari ovulasi, terjadinya migrasi, konsepsi,
nidasi, pembentukan plasenta sampai tumbuh kembang hasil konsepsi hingga
aterm.
d. Tanda-tanda pasti kehamilan
1) Tanda-tanda kemungkinan hamil
Tanda-tanda kemungkinan hamil menurut Manuaba (2010), adalah
amenore (terlambat datang haid), mual dan muntah (emesis), mengidam,
pingsan (sinkope), payudara tegang, sering miksi, konstipasi, pigmentasi
kulit dan varises.
2) Tanda-tanda tidak pasti kehamilan
Menurut manuaba (2010), tanda-tanda tidak pasti hamil, yaitu rahim
membesar, tanda hegar, tanda chadwick, tanda piscaseck, tanda Braxton
hicks, teraba ballottement, pemeriksaan tes biologi kehamilan positif.

3) Tanda-tanda pasti kehamilan


Tanda-tanda pasti hamil menurut manuaba (2010), yaitu adanya gerakan
janin dalam rahim, terlihat atau teraba gerakan janin, denyut jantung janin
dapat didengar dengan stetoskop, dan alat Doppler, janin atau kerangka
janin dapat dilihat dengan ultrasonografi.
e. Komplikasi kehamilan
1) Komplikasi kehamilan Trimester I
Menurut manuaba (2008), komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil
adalah hyperemesis gravidarum, abortus, kehamilan ektopik, mola
hidatidosa.
2) Komplikasi kehamilan Trimester II dan III
Menurut manuaba (2008), komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil
adalah perdarahan antepartum, hipertensi dalam kehamilan, kehamilan
lewat waktu, kehamilan kembar, hidramnion dan ketuban pecah dini.
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan
Menurut Sulistyawati (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan,
antara lain:
1) Faktor fisik
Berkaitan dengan status kesehatan kehamilan pada usia tua, berkaitan
dengan status kesehatan kehamilan multiple, berkaitan dengan status
kesehatan kehamilan dengan HIV.
2) Status gizi
Pemenuhan gizi seimbang selama hamil akan meningkat kondisi kesehatan
bayi dan ibu, terutama dalam menghadapi masa nifas sebagai modal awal
untuk menyusui.
3) Faktor psikologis
a) Stresor Internal
Faktor pemicu stress ibu hamil berasal dari ibu sendiri seperti adanya
beban psikologis yang ditanggung oleh ibu yang dapat menyebabkan
gangguan perkembangan bayi.

b) Stresor Eksternal
Pemicu stress yang berasal dari luar antara lain: masalah ekonomi,
konflik keluarga, pertengkaran dengan suami, dan tekanan dari
lingkungan.
2.2 Perdarahan Antepartum
a. Definisi
Pendarahan antepartum adalah pendarahan yang terjadi setelah
kehamilan 28 minggu. Pendarahan antepartum merupakan pendarahan dari
traktus genitalis yang terjadi antara kehamilan minggu ke 28 awal partus.
(Sinopsis Obstetri, Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH).
Pendarahan antepartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan lahir
setelah kehamilan 28 minggu, tetapi dapat juga terjadi pada kehamilan
sebelum 28 minggu. Perdarahan setelah kehamilan 28 minggu biasanya lebih
banyak dan lebih berbahaya daripada sebelum kehamilan 28 minggu. Oleh
karena itu, memerlukan penangganan yang berbeda. Perdarahan antepartum
yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta seperti kelainan
servik biasanya tidak seberapa bahaya. Pada setiap perdarahan antepartum
pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan
plasenta.
b. Klasifikasi
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta, yang
secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya, ialah
plasenta previa dan solusio plasenta. Oleh karena itu, klasifikasi klinis
perdarahan antepartum dibagi sebagai berikut:
a. Plasenta previa
b. Solusio plasenta
c. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya
Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya itu mungkin
disebabkan oleh rupture sinus marginalis yang biasanya tanda dan gejalanya
tidak seberapa khas, mungkin juga karena plasenta letak rendah atau vasa
previa. Plasenta letak rendah baru menimbulkan perdarahan antepartum pada
akhir kehamilan atau pada permulaan persalinan. Vasa previa baru
menimbulkan perdarahan antepartum setelah pemecahan selaput ketuban.
Tidak jarang pula perdarahan yang agak banyak ditemukan pada permulaan
persalinan biasa. Perdarahan yang bersumber pada kelainan servik dan
vagina biasanya dapat diketahui apabila dilakukan pemeriksaan speculum.
Kelainan-kelainan yang mungkin tampak ialah erosion portionis uteri,
carcinoma portionis uteri, polypus serviks uteri, varices vulva dan trauma.
2.3 Plasenta Previa
a. Definisi dan Klasifikasi
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta
terletak dibagian atas uterus.
Klasifikasi plasenta previa tidak didasarkan pada keadaan anatomi,
melainkan pada keadaan fisiologi yang dapat berubah-ubah setiap waktu,
misalnya pada pembukaan yang masih kecil seluruh pembukaan menutupi
jaringan plasenta disebut plasenta previa totalis, namun pada pembukaan
yang lebih besar, keadaan ini akan menjadi plasenta previa lateralis.
Menurut buku Myles plasenta previa dibagi menjadi 4 derajat tipe:
1. Plasenta previa tipe 1. Sebagian besar plasenta terletak di segmen atas
uterus. Kelahiran pervaginam masih dapat dilakukan. Perdarahan biasanya
ringan, serta ibu dan janin tetap berada dalam kondisi yang baik.
2. Plasenta previa tipe 2. Sebagian plasenta terletak di uterus bagian bawah
dekat tulang serviks internal (plasenta previa marginal). Kelahiran
pervaginam dapat dilakukan, terutama jika plasenta berada dibagian anterior.
Perdarahan yang terjadi biasanya sedang meskipun kondisi ibu dan janin
dapat bervariasi. Hipoksia janin lebih sering terjadi daripada syok martenal.
3. Plasenta previa tipe 3. Plasenta terletak di atas tulang serviks internal, tetapi
bukan di tengah. Perdarahan biasanya berat, terutama di akhir kehamilan
ketika bagian bawah meregang dan serviks mulai mengalami penipisan dan
dilatasi. Kelahiran pervaginam tidak dapat dilakukan karena plasenta berada
di depan janin.
4. Plasenta previa tipe 4. Plasenta terletak di bagian tengah diatas tulang
serviks internal dan dapat menyebabkan perdarahan hebat. Seksio sesaria
perlu dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi.
b. Etiologi
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum diketahui atau
belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor-faktor dikemukakan sebagai
etiologinya.
(1) Endometrium yang inferior
(2) Chorion leave yang presisten
(3) Korpus luteum yang bereaksi lambat
Strassmann mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang
kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan,
sedangkan Browne menekankan bahwa faktor terpenting ialah vili khorialis
persisten pada desidua kapsularis.
Faktor-faktor etiologi:
(1) Umur dan Paritas
a. Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih sering daripada umur
di bawah 25 tahun
b. Lebih sering pada paritas tinggi daripada paritas rendah
c. Di Indonesia, menurut Toha, plasenta previa banyak dijumpai pada
umur muda dan paritas kecil, hal ini disebabkan banyak wanita
Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih
belum matang (inferior)
(2) Hipoplasia endometrium: bila kawin dan hamil pada umur muda
(3) Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas
operasi, kuretase, dan manual plasenta
(4) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi
(5) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium
(6) Kadang-kadang pada malnutrisi.
c. Gambaran klinik
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur
atau bekerja seperti biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak,
sehingga tidak akan berakibat fatal. Akan tetapi, perdarahan berikutnya
hamper selalu lebih banyak daripada sebelumnya, apalagi kalua sebelumnya
telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun perdarahannya sering
dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai
sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah
berbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya
kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai
membuka. Apalagi plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran
segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta
yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus.
Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar,
berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna
kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek
karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahan tak dapat di hindarkan karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
menhentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus
menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya
normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh
karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan lebih dini daripada
plasenta letak rendah, yang mungkin baru berdarah setelah persalinan dimulai.
Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan terhalang
karena adanya plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin dalam letak
kepala, kepalanya akan didapatkan belum masuk kedalam pintu atas panggul
yang mungkin karena plasenta previa sentralis, mengolak kesamping karena
plasenta previa lateralis, menonjol diatas simpisis karena plasenta previa
posterior, atau bagian terbawah janin sukar di tentukan karena plasenta previa
anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau letak
sungsang.
Nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan, dan tuanya kehamilan
pada waktu persalinan. Perdarahan mungkin masih dapat diatasi dengan
transfuse darah, akan tetapi persalinan yang terpaksa diselesaikan dengan
janin yang masih premature tidak selalu dapat dihindarkan.
Apabila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena sering
mengadakan perlekatan yang erat dengan dinding uterus. Apabila plasenta
telah lahir, perdarahan postpartum sering terjadi karena kekurang mampuan
serabiut-serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi untuk
menghentikan perdarahan dari bekas insersio plasenta, atau karena perlukaan
serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh dan mengandung banyak
pembuluh darah besar, yang dapat terjadi bila persalinan berlangsung
pervaginam.
d. Diagnosa
1. Anamnesis
a. Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu
b. Sifat perdarahan, meliputi:
1.Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba
2. Tanpa sebab yang jelas
3. Dapat berulang
c. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin dalam Rahim
2. Pada inspeksi dijumpai:
a. Perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal
b. Pada perdarahan banyak, ibu tampak pucat/anemis
3. Pemeriksaan fisik ibu
a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma
c. Pada pemeriksaan, dapat dijumpai:
1) Tekanan darah, nadi, dan pernapasan dalam batas normal
2) Tekanan darah, nadi, dan pernapasan meningkat
3) Daerah ujung menjadi dingin
4) Tampak anemis
4. Pemeriksaan Khusus Kebidanan
a. Palpasi abdomen
1) Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur
kehamilan
2) Karena plasenta di segmen bawah Rahim, dapat di jumpai kelainan
letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi
b. Pemeriksaan denyut jantung janin
Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian janin dalam rahim
c. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk
segera mengambil tindakan. Tujuan pemeriksaan dalam adalah:
1) Menegakkan diagnosis pasti
2) Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau
hanya memecahkan ketuban
3) Hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta sekitar ostium uteri
internum.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan USG
2) Mengurangi pemeriksaan dalam
3) Menegakkan diagnosis
e. Penatalaksanaan Plasenta Previa
Penatalaksaan plasenta previa bergantung pada:
1. Jumlah perdarahan
2. Kondisi ibu dan janin
3. Letak plasenta
4. Tahapan kehamilan
Penatalaksanaan konservatif. Penatalaksanaan ini di sesuaikan jika
perdarahan hanya sedikit dan ibu serta janin berada dalam kondisi baik. Ibu
harus tetap dihospitalisasi sambil beristirahat hingga perdarahan berhenti.
Pemeriksaan dengan speculum dapat dilakukan untuk mengesampingkan
penyebab incidental. Perdarahan lebih lanjut hamper tidak dapat dihindari jika
plasenta masuk dalam bagian uterus. Oleh karena itu, biasanya ibu harus
tetap berada di rumah sakit hingga akhir kehamilan. Fungsi plasenta dipantau
dengan alat diagram gerakan janin dan CTG antenatal. Pemindaian
ultrasound dilakukan secara berulang dengan interval tertentu untuk
mengobservasi posisi plasenta terhadap tulang serviks berkaitan dengan
bagian bawah uterus yang terus berkembang. Perkembangan janin juga
dipantau karena perfusi plasenta terletak pada fundus, dan akibatnya dapat
terjadi gangguan pada perkembangan janin dalam rahim.
bu yang di minta untuk tinggal di rumah sakit selama berminggu-minggu akan
memiliki kebutuhan psikologis dan social tertentu. Jika sudah memiliki anak,
ibu akan mengkhawatirkan tentang perawatan anak-anaknya tersebut dan
menginginkan agar mereka diizinkan untuk sering mengunjunginya ke rumah
sakit. Ibu harus ditawarkan penyuluhan menjadi orang tua, dan jika mungkin ia
dapat melanjutkan penyuluhan tersebut dengan kelompoknya yang terdahulu.
Terapi okupasi dapat membantu mengurangi kebosanan yang sering kali
dirasakan selama hospitalisasi yang cukup lama. Kunjungan ke unit khusus
perawatan bayi yang dapat dilakukan bersama kelurga, dan menjawab semua
pertanyaan yang diajukan ibu juga dapat membantu mempersiapkannya
menghadapi kelahiran premature.
Keputusan tentang kapan dan bagaimana ibu akan melahirkan juga harus
dibuat. Jika tidak lagi mengalami perdarahan heba, ibu akan melahirkan saat
janin sudah mencapai maturitas. Persalinan dapat dilakukan pervaginam jika
letak plasenta memungkinkan. Pemeriksaan ultrasound melalui vagina
dilakukan untuk mengetahui letak plasenta secara lebih akurat, dan informasi
ini akan dijadikan dasar untuk memutuskan cara persalinan yang tepat.
Persalinan pervaginam dapat dilakukan pada plasenta previa tipe 1 dan jika
memungkinkan juga dapat dilakukan pada plasenta previa 2, kecuali jika
plasenta terletak tepat di atas promontorium sacrum yang rentan terhadap
tekanan kepala janin yang mengalami penurunan dan dapat menghalangi
jalan lahir. Jenis plasenta previayang memungkinkan dilakukannya persalinan
pervaginam dapat dikatakan sangat sedikit. Kelahiran cenderung diinduksi
sejak kehamilan 37 minggu.
Bidan harusmenyadari bahwa sekalipun persalinan pervaginam dapat
dilakukan, masih terdapat bahaya perdarahan antepartum. Hal ini terjadi
karena plasenta terletak dibagian bawah tempat terdapatnya kekurangan serat
otot oblik yang mengakibatkan memburuknya gerakan legamen.
Penataksanaan aktif. Perdarahan vaginal yang parah mengharuskan
dilakukannya persalinan yang segera dengan seksio sesaria tanpa
memperdulikan letak plasenta. Hal ini harus dilakukan di unit yang memiliki
peralatan yang tepat untuk bayi baru lahir, terutama bayi prematur.
Darah diambil untuk pemeriksaan hitung darah lengkap, pencocokan silang,
dan pemeriksaan pembekuan. Kemudian, dengan persetujuan ibu, dilakukan
infus intravena dan beberapa unit darah mungkin perlu ditrasfusikan dengan
cepat. Dalam keadaan darurat, dapat diperlukan pemberian darah
bergolongan O jika mungkin dari Kelompok Rhesus yang sama dengan ibu.
Ahli anastesi juga dilibatkan dalam perawatan ibu, ia mengkaji kebutuhan dan
haluaran cairan ibu serta membantu ibu membuat keputusan tentang
penggunaan anastesi local atau umum (jika ia dapat). Selama pengkajian dan
persiapan kamar operasi, ibu akan merasa sangat cemas dan bidan harus
dapat memberikan kenyamanan dan dukungan dengan memberinya informasi
sebanyak mungkin. Pasangan ibu juga perlu diberi dukungan tentang pilihan
apakah ia akan masuk ke kamar operasi atau hanya menunggu di luar.
Jika plasenta terletak di bagian anterior uterus, hal ini akan menyulitkan
prosedur operasi karena terletak di bawah area insisi normal. Pada plasenta
previa mayor (tipe 3 dan 4), seksio sesaria perlu dilakukan meskipun janin
sudah mati di dalam uterus. Tindakan tersebut bertujuan menghindari
perdarahan hebat dan kematian ibu.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Kasus


Pasien ibu hamil, G3P2A0, usia 36 tahun datang ke PMB tanggal 28 November
2021 dengan keluhan pasien mengeluarkan darah dari kemaluan sebanyak 3x
ganti pembalut sejak 6 jam sebelum datang ke PMB Herlina, Keluar darah tidak
disertai rasa sakit dan berwarna merah segar. Gejala seperti mulas yang menjalar
kepinggang hilang timbul dan semakin lama semakin sering serta kuat tidak
dirasakan pasien. Keluar air-air dari kemaluan pun disangkal. Pasien pernah
melakukan antenatal care di bidan dan dinyatakan letak lintang. Pasien memiliki
riwayat diurut di bagian perut. Usia kehamilan pasien adalah 35 minggu dengan
gerakan janin yang masih dapat dirasakan.
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan, kesadaran compos mentis, tekanan
darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 37 0C,
konjungtiva anemis. Pemeriksaan fisik obstetric didapatkan, TFU 30cm, pada
leopold I tidak teraba bagian janin pada fundus uteri, pada leopold II letak
melintang teraba balotemen kepala pada salah satu fosa iliaka dan bokong pada
fosa iliaka yang lain, pada leopold III dan IV tidak teraba bagian janin pada bawah
uteri, auskultasi denyut jantung janin 145 x/menit. Pemeriksaan dalam dilakukan
inspeksi portio livide, ostium uterus eksterna tertutup dan fluxus (+). Pemeriksaan
dalam vagina tidak dilakukan. Pemeriksaan penunjang pada pasien ini didapatkan
nilai hemoglobin 8,7 g/dl, leukosit 8.800/Ul, hematocrit 25%.
3.2 Pembahasan Kasus
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
Rahim sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uterus interna.
Klasifikasi plasenta previa yaitu plasenta previa totalis, plasenta previa parsialis,
plasenta previa marginalis, plasenta previa letak rendah. Pasien ini di diagnosa
dengan plasenta previa totalis dengan janin letak lintang. Diagnosis ini di tegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Plasenta previa totalis atau komplit, adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum. Penyebab blastotika berimplantasi pada segmen bawah
rahim belum di ketahui dengan pasti. Implantasi mungkin dipengaruhi oleh:
abnormalitas vaskularisasi pada endometrium sebelumnya, plasenta yang terlalu
besar pada kehamilan ganda, pembedahan pada uterus sebelumnya (bedah
sesar, miomektomi), paritas tinggi, dan usia > 35 tahun.
Letak lintang adalah suatu keadaan di mana sumbu panjang janin kira-kira
tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu (janin melintang di dalam uterus)
dengan kepala terletak di salah satu fossa iliaka dan bokong pada fossa iliaka
yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi dari pada kepdaala
janin sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Penyebab letak lintang
adalah (1) dinding abdomen teregang secara berlebihan disebabkan oleh
kehamilan multiparitas pada ibu hamil dengan paritas 4 atau lebih terjadi insiden
hamper sepuluh kali lipat di banding ibu hamil nulipara.Relaksasi dinding
abdomen pada perut yang menggantung akibat multipara dapat menyebabkan
uterus jatuh ke depan.Hal ini mengakibatkan defleksi sumbu panjang janin
menjauhi sumbu jalan lahir,sehingga terjadi posisi oblik atau melintang, (2) pada
janin prematur letak janin belum menetap,perputaran janin sehingga
menyebabkan letak memanjang, (3) dengan adanya plasenta atau tumor di jalan
lahir maka sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir, (4) cairan amnion
berlebih (hidramnion) dan kehamilan kembar, (5) bentuk panggul yang sempit
mengakibatkan bagian presentasi tidak dapat masuk ke dalam panggul
(engagement) sehingga dapat mengaibatkan sumbu panjang janin menjauhi
sumbu jalan lahir, dan (6) bentuk dari uterus yang tidak normal menyebaban janin
tidak dapat engagement sehingga sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan
lahir.
Berdasarkan faktor resiko yang sudah di sebutkan di atas, pasien ini memiliki
paritas yang tinggi yaitu kehamilan ketiga dengan usia > 35 tahun. kemudian
karena terjadi kelainan letak janin. Hal yang paling khas pada plasenta previa
adalah perdarahan yang tidak nyeri, yang biasanya belum muncul sampai
menjelang akhir trimester kedua atau setelahnya. Namun, beberapa jenis abortus
dapat terjadi aibat lokasi plasenta abnormal yang sedang berkembang tersebut.
Perdarahan dari plasenta previa sering muncul tanpa peringatan, terjadi tanpa di
sertai nyeri pada wanita yang riwayat pranatalnya tampak normal. Darah berwarna
merah segar. Untungnya, perdarahan awal jarang sedemikian deras sehingga
menimbulkan kematian. Perdarahan ini biasanya berhenti spontan namun
kemudian kambuh.
Pada sebagian kasus, terutama pada mereka yang plasentanya tertanam dekat
tetapi tidak menutupi ostium serviks, perdarahan mungkin belum terjadi sampai
persalinan di mulai. Perdarahan ini dapat bervariasi dari ringan sampai berat dan
secara klinis dapat menyerupai solusio plasenta. Penyebab perdarahan perlu di
tekankan kembali. Apabila plasenta terletak di atas ostium uteri interna,
pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan ostium uteri interna, akan
menyebabkan robekan plasenta pada tempat melekatnya. Perdarahan diperparah
oleh ketidakmampuan serat-serat miometrium di segmen bawah uterus
berkontraksi untuk menjepit pembuluh-pembuluh yang robek.
Perdarahan dari tempat implantasi plasenta di segmen bawah uterus dapat
berlanjut setelah plasenta di lahirkan, karena segmen bawah uterus lebih rentan
mengalami gangguan kontraksi dari pada korpus uterus. perdarahan juga dapat
terjadi akibat laserasi serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh terutama
setelah pengeluaran plasenta yang agak melekat secara manual.
Pada kasus ini, pasien mengalami keluar darah dari kemaluan tanpa di sertai
rasa nyeri dan berwarna merah segar, hal ini di sebabkan karena pada usia
kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkn juga lebih
awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tampak plasenta akan
mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbentuk dari
jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian
dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka
plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat
pelepasan pada desidua pada tampak plasenta. Demikisn pula pada waktu
serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak
plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh
karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada
plasenta previa pasti aan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu
relative di permudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan
serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang di
milikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak aan
tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan
kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta, dimana
perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena
pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap
maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Perdarahan akan
berulang tanpa suatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah
segar tanpa rasa nyeri (pain-less).
Hal lain yang perlu di perhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah di invasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas. Akibatnya plasenta melekat
lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan inkreta
bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus buli-
buli dan ke rectum bersama plasenta previa.Plasenta akreta dan inkreta lebih
sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah section
caesarea.Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab
kurangnya elemen otot yang terdapat disana.Kedua kondisi ini berpotensi
meningkatkan kejadian perdarahan pasca salin pada plasenta previa, misalnya
dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensi
plasenta) atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu
berkontraksi dengan baik. Pemariksaan fisik untuk mendiagnosis plasenta previa
yaitu:
a. Inspeksi: terlihat perdarahan pervaginam berwarna merah segar.
b. Palpasi abdomen: janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih
rendah; sering di sertai kesalahan letak janin; bagian bawah janin belum turun,
apabila letak kepala, biasanya kepala masih dapat digoyang atau terapung; bila
pemeriksaan sudah cukup pengalaman dapat di rasakan suatu bantalan pada
segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus.
c. Inspekulo: dengan pemeriksaan inspekulo dengan hati-hati dapat diketahui asal
perdarahan, apakah dari dalam uterus, vagina, varises yg pecah atau lain-lain.
Pemeriksaan dalam hanya boleh di lakukan di meja operasi (PDMO), karena
dengan pemeriksaan dalam akan menyebabkan perdarahan pervaginam yang
lebih deras. Sedangkan untuk pemeriksaan penunjangnya yaitu plasenta previa
hamper selalu dapat didiagnosa dengan menggunakan ultrasonografi (USG)
abdomen yang 95% dapat di lakukan tiap saat.
Pada kasus ini, dari hasil pemeriksaan fisik pasien, hasil inspeksi terdapat
keluarnya darah pervaginam, dari hasil palpasi terdapat kesalahan letak janin,
dalam hal ini letak janin di dapatkan letak lintang, kemudian dari hasil inspekulo
terdapat fluxus (darah) yang keluar dari OUE, sedangkan vaginal toucher tidak
dilakukan karena akan menyebaban perdarahan pervaginam yang lebih deras.
Jika ingin di lakukan harus dengan PDMO seperti yang di jelaskan di atas.
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan kadar hemoglobin, dimana pada
pasien ini didapatkan hasil 7,8 g/Dl yang berarti terjadi anemia akibat perdarahan.
Setiap ibu hamil dengan perdarahan antepartum harus segera di rujuk ke
rumah sakit yang memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi, tanpa dilakukan
pemeriksaan dalam sebelumnya, sehingga masih cukup waktu untuk mengirimkan
penderita ke rumah sakit. Bila pasien dalam keadaan syok karena perdarahan
yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian
infuse atau transfusi darah.
Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada: keadaan umum
pasien, kadar Hb, jumlah perdarahan yang terjadi, umur kehamilan/taksiran BB
janin, jenis pasenta previa, paritas dan kemajuan persalinan. Penanganan pasien
dengan plasenta previa ada 2 macam, yaitu penanganan pasif/ekspektatif dan
penanganan aktif. Penanganan pasif, dahulu ada anggapan bahwa kehamilan
dengan plasenta previa harus segera di akhiri untuk menghindari perdarahan yang
fatal. Namun sekarang ternyata terapi ekspektatif dapat di benarkan dengan
alasan sebagai berikut: perdarahan pertama pada plasenta previa jarang fatal dan
untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas. Kriteria penanganan
ekspektatif: umur kehamilan kurang dari 37 minggu, perdarahan sedikit, belum
ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum baik kadar Hb 8% atau lebih.
Perdarahan pada plasenta previa pertama kali terjadi biasanya sebelum paru-
paru janin matur sehingga penanganan pasif di tujukan untuk meningatkan
survival rate dari janin. Langkah awal adalah transfusi untuk mengganti kehilangan
darah dan penggunaan agen tokolitik untuk mencegah persalinan premature
sampai usia kehamilan 36 minggu. Sesudah usia kehamilan 36 minggu,
penambahan maturitas paru-paru janin dipertimbangkan dengan beratnya resiko
perdarahan mayor. Kemungkinan terjadi perdarahan berulang yang dapat
mengakibatkan Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) harus di pertimbangkan
sekitar 75% kasus plasenta previa diterminasi pada umur kehamilan 36-38
minggu. Dalam memilih waktu yang optimum untuk persalinan, dilakukan tes
maturitas janin meliputi penilaian surfaktan cairan amnion dan pengukuran
pertumbuhan janin dengan ultrasonografi. Penderita dengan umurkehamilan
antara 23-34 minggu di berikan preparat tunggal betamethason (2x12 mg
intramuscular) untuk meningkatkan maturitas paru janin. Berdasarkan data
evidence based medicine didapatkkan pemakaian preparat ganda steroid sebelum
persalinan meningkatkan efek samping yang berbahaya bagi ibu dan bayi.
Pada terapi ekspektatif, pasien di rawat di rumah sakit sampai berat anak ±
2500 gr atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi ekspektatif di
usahakan untuk menentukan lokasi plasenta dengan pemeriksaan USG dan
memperbaiki keadaan umum ibu. Penderita plasenta previa juga harus di berikan
antibiotik mengingat kemungkinan terjadinya infeksi yang besar di sebabkan oleh
perdarahan dan tindakan-tindakan intrauterin. Setelah kondisi stabil dan terkontrol,
penderita diperbolehkan pulang dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika
terjadi perdarahan ulang.
Penanganan aktif atau terminasi kehamilan. Terminasi kehamilan dilakukan jika
janin yang dikandung telah matur, IUFD (Intra Uterine Fetal Death) atau terdapat
anomaly dan kelainan lain yang dapat mengurangi kelangsungan hidupnya, pada
perdarahan aktif dan banyak. Kriteria penganan aktif/terminasi kehamilan. Umur
kehamilan ≥ 37 minggu, BB janin ≥ 2500 gram, perdarahan banyak 500 cc atau
lebih, dan keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr %.
Jenis persalinan apa yang kita pilih untuk penanganan plasenta previa dan
kapan melaksanakannya bergantung pada faktor-faktor sebagai berikut:
perdarahan banyak atau sedikit, keadaan ibu dan anak, besarnya pembukaan,
tingkat plasenta previa, dan paritas. Ada 2 pilihan cara persalinan, yaitu:
persalinan pervaginam dan section caesarea. Persalinan pervaginam bertujuan
agar bagian terbawah janin menekan bagian plasenta yang berdarah selama
persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Sectio caesarea bertujuan
mengangkat sumber perdarahan, memberikan kesempatan pada uterus untuk
berkontraksi menghentikan perdarahannya dan menghindari perlukaan serviks
dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila di lakukan persalinan pervaginam.
Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk section caesarea.
Plasenta previa parsialis pada primigravida sangat cenderung untuk section
caesarea karena perdarahan itu biasanya disebabkan oleh plasenta previa yang
lebih tinggi derajatnya dari pada yang ditemukan pada pemeriksaan dalam atau
vaskularisasi yang hebat pada sevik dan segmen bawah uterus. Multigravida
dengan plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis atau plasenta previa
parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat di tanggulangi dengan
pemecahan selaput ketuban. Tetapi jika dengan pemecahan selaput ketuban tidak
mengurangi perdarahan yang timbul maka section caesarea harus dilaukukan.
Pada kasus yang terbengkalai dengan anemia berat karena perdarahan atau
infeksi intrauteri, baik persalinan pervaginam maupun section caesarea sama-
sama tidak aman bagi ibu dan janin. Akan tetapi dengan bantuan transfusi darah
dan antibiotic yang adekuat, section caesarea masih lebih aman dibanding
persalinan pervaginam untuk semua kasus plasenta previa totalis dan kebanyakan
kasus plasenta previa parsialis. Sectio caesarea pada multigravida yang telah
mempunyai anak hidup cukup banyak dapat di pertimbangkan dilanjutkan dengan
histerektomi untuk menghindari terjadinya perdarahan post partum yang sangat
mungkin akan terjadi, atau sekurang-kurangnya di pertimbangkan dilanjutkan
dengan sterilisasi untuk menghindari kehamilan berikutnya.
Persiapan untuk resusitasi janin perlu di lakukan, kemungkinan kehilangan
darah harus dimonitor sesudah plasenta disayat. Penurunan haemoglobin 12 mg\
dl dalam 3 jam atau sampai 10 mg/dl dalam 24 jam membutuhkan transfuse
segera. Komplikasi post operasi yang paling sering dijumpai adalah infeksi masa
nifas dan anemia. Tindakan section caesarea pada plasenta previa, selain dapat
mengurangi kematian bayi, terutama juga dilakukan untuk kepentingan ibu. Oleh
karena itu, section caesarea juga dilakukan pada plasenta previa walaupun anak
sudah mati.
Penatalaksanaan medikamentosa yang di berikan sudah tepat yakni dengan
pemberian tokolitik untuk mencegah kontraksi dari uterus agar tidak terjadi
perdarahan. Indeks tokolitik pada pasien ini adalah 2 yang artinya tidak ada
kontraindikasi. Obat tokolitik yang di gunakan adalah nifedipin dengan dosis 4x10
mg. Nifedipin bekerja dengan cara blockade channel kalsium voltage-dependent
pada sel miometrium, sehingga menyebabkan penurunan jumlah ion kalsium
intrasel. Nifedipin berperan sebagai antagonis kalsium dengan menghambat influx
langsung kalsium ke miosit dan melepaskan kalsium intraselular. Keseluruhan
mekanisme selular ini berakibat pada berkurangnya interaksi aktin miosin dan
relaksasi sel miometrium. Penggunaan nifedipin ini dilaporkan memiliki efek
samping maternal yang lebih dapat ditoleransi dan efek samping janin yang lebih
sedikit. Tindakan terhadap kehamilan pasien pada kasus ini sudah tepat yaitu
terminasi perabdominam dengan tindakan section caesarea karena walaupun usia
kehamilan <37 minggu namun terdapat salah satu kriteria aktif yaitu kadar Hb ibu
7,8 g/dl dan pada pasien ini didapatkan plasenta previa totalis dan letak lintang
sehingga tidak memungkinkan terminasi pervaginam.
BAB IV
Kesimpulan

Penegakan diagnosis pasien ini sudah tepat yaitu plasenta previa totalis dengan janin
letak lintang. Faktor risiko terjadinya plasenta previa totalis adalah multiparitas juga
karena kelainan letak plasenta. Penatalaksanaan plasenta previa dibagi menjadi
penanganan ekspektatif dan aktif. Pada kasus ini, dilakukan tindakan sectio caesaria
atas indikasi plasenta previa totalis disertai letak lintang.
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan: Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Mochtar, R. 2011. Sinopsis Obstetri, edisi 3 jilid I. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, Jakarta: Bina
Pustaka.
Sulistyawati, A. 2012. Asuhan Pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba Medika.
Varney, H. 2004. Buku Saku Kebidanan. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Yeyeh Rukiyah, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan IV Edisi 1. Jakarta: Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai