Anda di halaman 1dari 13

BAB 5

INTEGRASI DAN REINTEGRASI SOSIAL

Nama : Gery Raviano Heskya


Kelas / No. : XI IPS 2 /

A. KONFLIK BERSIFAT KEKERASAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP

PERPECAHAN ATAU DISINTEGRASI SOSISAL

1. Pengertian

Dalam Kamus Besat Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa integrase adalah

pembauaran sesuatu yang berbeda hingga menjadi kesatuan yang utuh dan

bulat. Kata pembauran mengandung arti masuk kedalam, menyesuaikan,

menyatu atau melebur sehingga menjadi seperti satu. Maka dari uraian tersebut

dapat disimpulkan bahwa integrase sosial adalah proses penyesuaian unsur-

unsur yang berbeda dalam masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan. Unsur-

unsur tersebut dapat meliputi perbedaan kedudukan sosial, ras, etnik, agama,

bahasa, kebiasaan, sistemm, nilai dan norma.

Menurut William F. Ogburn dan Mayer Nimkoff, syarat terwujudnya

integrase sosial adalah:

a. Anggota-anggota masyarakat merasa berhasil saling mengisi kebutuhan-

kebutuhan di antara mereka.

b. Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan bersama mengenai norma

dan nilai-nilai sosial yang dilestrasikan dan dijadikan pedoman dalam

kebidayaan.
c. Norma-norma dan nilai sosial berlaku cukup lama, tidak mudah berubah, dan

dijalankan secara konsisten oleh seluruh anggota masyarakat.

Integrasi sosial berlangsung cepat atau lambat, tergantng pada faktor-faktor

berikut:

a. Homogenitas Kelompok

Semakin homogeny suatu kelompok atau masyarakat, semakin mudah pula

proses integrase antara anggota di dalam kelompok atau masyarakat

tersebut.

b. Besar kecilnya kelompok

Kelompok kecil tingkat kemajemukan anggotanya relative rendah sehingga

integrasi sosialnya lebih mudah tercapai. Sebab kelompok kecil hubungan

anggotanya lebih intensif, sehingga komunikasi dan tukar menukar budaya

akan semakin cepat. Sebaliknya dalam anggota besar tingkat

kemajemukannya relative tinggi, sehingga itegrasi sosial akan lebih sulit

dicapai.

c. Mobilitas geografi

Semakin sering anggota masyarakat datang dan pergi, semakin sulit pula

terjadi proses integrasi sosial. Sementara dalam masyarakat yang

mobilitasnya rendah, seperti daerah atau suku terisolasi, integrase sosial

dapat cepat terjadi dengan cepat.

d. Efektivitas komunikasi

Efektivitas komunikasi yang baik dalam masyarakat akan mempercepat

integrasi sosial.
2. Bentuk-Bentuk Integrasi Sosial

Integrasi sosial terjadi dalam tiga bentuk:

a. Integrasi Normatif

Intergrasi Normatif sebagai bentuk integrasi yang terjadi akibat-adanya

norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam hal ini, norma merupakan

hal yang mampu mempersatukan masyarakat. Misalnya, bangsa Indonesia

dipersatukan oleh prinsip Bhineka Tunggal Ika. Bhineka Tunggal Ika menjadi

sebuah norma yang berfungsi mengintegrasikan perbedaan yang ada dalam

masyarakat.

b. Integrasi Fungsional

Integrasi fungsional terbentuk karena adanya fungsi-fungsi tertentu dalam

masyarakat. Misalnya, suku bugis yang suka melaut difungsikan sebagai

penyedia hasil laut.

c. Integrasi Koersif

Integrasi koersif terbentuk berdasarkan kekuasaan yang dimiliki penguasa.

Dalam hal penguasa ini menerapkan cara-cara koerfif (kekerasan). Misalnya,

perusuh berhentu mengacau karena polisis menembakkan gas air mata.

Intergrasi sosial adalah proses yang terjadi secara bertahap. Proses dapat

bermula dari akomodasi keinginan berbagai pihak untuk bekerja sama.


3. Proses Integrasi Sosial

a. Akulturasi

Menurut Koentjaranigrat, akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila

kelompok sosial dengan kebuyadaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan

asing yang berbeda. Maka akulturasi merupakan proses perubahan yang

ditandai dengan penyatuan dua kebudayaan yang berbeda. Akulturasi ini

sudah ada sejak dahulu dalam sejarah kebudayaan manusia.

b. Asimilasi

Asimilasi merupakan proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-

usaha untuk mengurangi perbedaan-perbedaan yang ada di antara individu

atau kelompok dalam masyarakat. Asimilasi ditandai dengan

mengembangkan sikap-sikap yang sama, walau terkadang bersifat

emosional, dengan tujuan mencapai kesatuan.

c. Akomodasi

Soerjono Soekanto mengartikan akomodasi sebagai suatu proses usaha

manusia untuk meredakan pertentangan dan mencapai kestabilan.

Akomodasi akan meredakan konflik dan menjadi interaksi yang bersifat lebih

damai.

4. Faktor-faktor Pendorong Integrasi Sosial


Integrasi sosial dapat tercapai karena adanya berbagai faktor internal dan

eksternal yang mendorong proses tersebut. Faktor-faktor pendorong tersebut

yaitu:

a. Toleransi terhadap kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang

berbeda.

b. Seimbang dalam ekonomi bagi berbagai golongan masyarakat dengan latar

belakang kebudayaan yang berbeda.

c. Sikap saling menghargai orang lain dengan kebudayaannya.

d. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam bermasyarakat.

e. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.

f. Perkawinan campuran antara dua pendukung kebudayaan yang berbeda.

g. Adanya musuh bersama dari luar.

5. Disintegrasi Sosial

Setiap masyarakat mengalami perubahan. Perubahan merupakan proses

modifikasi struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan

tersebut disebut perubahan sosial.

Menurut Selo Soemardjan perubahan sosial adalah perubahan pada lembaga-

lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi

sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai, sikap dan perilaku di antara kelompok-

kelompok dalam masyarakat.

Perubahan sosial dapat berupa kemajuan (progress) atau kemunduran

(regress). Kemajuan yaitu mampu menciptakan kemudahan bagi masyarakat


untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan Kemunduran membawa

perubahan kearah yang kurang menguntungkan.

B. PERDAMAIAN DAN INTEGRASI ATAU KOHESI SOSIAL

1. Perdamaian

Konflik dan perdamaian adalag dua hal yang saling berkaitan. Ketika terjadi

konflik maka ada usaha untuk menciptakan perdamaian. Perdamaian adalah

suatu kondisi absennya konflik dalam kehidupan masyarakatyang ditandai

dengan adanya harmonisasi. Perdamaian juga dapat diartikan sebagai

kebebasan berpendapat tanpa tekanan dari pihak lain, idak ada perbedaan ras

dalam beraktivitas di dalam masyarakat.

2. Integrasi atau Kohesi Sosial

Intergrasi sosial juga diperlukan untuk mencegah terjadinya konflik. Integrase

berasal dari teori fungsionalisme struktural. Jika keseluruhan fungsi berjalan

dengan baik, terjadilah apa yang dinamakan dengan integrasi sosial, kohesi

sosial atau keseimbangan sosial (equilibrium). Tujuan integrasi sosial adalah

fungsionalisasi dari bagian-bagian disamping mencegah konflik, khususnya di

antara komponen-komponen berbeda yang membentuk kesatuan itu.

Integrase atau kohesi sosial menurut Council of Europe Strategy for Social

Cohesion adalah usaha untuk mengurangi perselisihan. Untuk mengurangi

perselisihan ada empat elemen yang perlu diperhatikan:

1. Terpenuhi hak asasi manusia.


2. Menjunjung tinggi harkat dan martabat seseorang.

3. Tidak adanya diskriminasi.

4. Adanya partisipasi aktif atau keikutsertaan individu.

Integrasi akan mudah terjadi pada masyarakat yang memiliki unsur-unsur yang

sama. Unsur-unsur tersebut antara lain:

1. Kesamaan wilayah dan tempat tinggal.

2. Pengalaman yang sama pada masa lampau.

3. Kemauan bersama untuk menjadi satu bangsa.

4. Adanya ideology dan norma-norma yuridis yang diterima bersama.

C. PEMULIHAN (RECOVERY), REHABILITASI, REINTEGRASI DAN

TRANSFORMASI SOSIAL

1. Pemulihan (Recovery)

Merupakan upaya menangani konflik yang menjadi tanggungjawab bersama

baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah telah mengeluarkan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Peraturan

Pelaksanaan UU No 7 Tahun 2012 tentang penangganan Konflik Sosial.

Undang-undang Republik Indonesia No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan

Konflik Sosial, pada Bab V mengenai pemulihan pasca konflik pada Pasal 36

ayat 1 dan 2.

(1) Pemerintah dan Pemerintah daerah berkewajiban melakukan upaya

pemulihan pascakonflik secara terencana, terpadu, berkelanjutan dan

terukur.
(2) Upaya pemulihan pascakonflik sebagaimana yang dimaksud pada ayat

(1) meliputi rekonsiliasi, rehabilitasi dan rekonstruksi.

2. Rekonsiliasi

Perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan semula.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 7 Tahun 2012 tentang

Penanganan Konflik Sosial, pada Bab V mengenai pemulihan pasca konflik

pada Pasal 37 ayat 1 dan 2.

(1) Pemerintah dan Pemerintah daerah melakukan rekonsiliasi antara para

pihak yang bertikai dengan cara perundingan secara damai, pemberian

restitusi (ganti kerugian), dana tau pemanfaatan.

(2) Rekonsiliasi dapat dilakukan dengan menggunakan institusi/pranata

adat dana tau pranata sosial atau satuan tugas penyelesaian konflik

sosial.

3. Rehabilitasi

Pemulihan kepada kedudukan/keadaan yang dahalu menjadi semula. Menurut

Undang-Undang Republik Indonesia No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan

Konflik Sosial, Pasal 38 menyatakan Pemerintah dan Pemerintah daerah

melaksanakan rehabilitasi sesuai tugas, tanggung jawab dan kewenangannya.

Rehabilitasi dituju pada daerah pascakonflik dan yang terdampak konflik. Upaya

rehabilitasi:

1. Pemulihan psikologis korban konflik dan perlindungan kelompok rentan.


2. Pemulihan kondisi sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketertiban.

3. Perbaikan dan pengembangan lingkungan dan/atau daerah perdamaian.

4. Oenguatan relasi sosial yang adil untuk kesejahteraan masyarakat.

5. Penguatan kebijakan public yang mendorong pembangunan lingkungan

dan/atau daerah perdamaian berbasiskan hak masyarakat.

6. Pemulihan ekonomi dan hak keperdataan, serta peningkatan pelayanan

pemerintah.

7. Pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia

dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus.

8. Pemenuhan kebutuhan dan pelayanan kesehatan reproduksi bagi kelompok

perempuan.

9. Peningkatan pelayanan kesehatan anak-anak.

10. Pemfasilitasi serta mediasi pengembalian dan pemulihan asset korban

konflik.

4. Rekonstruksi

Pengembalian seperti semula. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No

7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, Pasal 39 menyatakan

Pemerintah dan Pemerintah daerah melaksanakan rekontruski sesuai tugas,

tanggung jawab dan kewenangannya. Pelaksanaan rekontruksi:

1. Pemulihan dan peningkatan fungsi pelayanan publik dilingkungan dan/atau

daerah pascakonflik.

2. Pemulihan dan penyediaan akses pendidikan, kesehatan dan mata

pencaharian.
3. Perbaiki sarana dan prasarana umum daerah konflik.

4. Perbaikan berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan

ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi.

5. Perbaikan dan penyediaan fasilitas pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar

spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia dan kelompok orang yang

berkebutuhan khusus.

6. Perbaikan dan pemulihan tempat ibadah.

5. Transformasi Sosial

Transformasi sosial terdiri dari dua kata yaitu transformasi dan sosial.

Transformasi merupakan perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi dan sebagainya).

Dan sosial berarti berkenaan dengan masyarakat. Maka transformasi sosial

berati perubahan yang berkenaan dengan masyarakat. Perubahan dapat terjadi

akibat bebearapa halseperti peningkatan ekonomi, terjadi perang, kekacauan

politik dan konflik di masyarakat. Transformasi sosial juga mempengaruhi pola

interaksi di dalam masyarakat.

6. Reintegrasi Sosial

Reintegrasi dalam pemulihan konflik merupakan suatu proses penyesuaian

kembali dari unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat sehigga menjadi satu

kesatuan yang utuh. Dalam menghadapi masalah, masyarakat berusaha untuk

kembali pada tahap integrase dimana lembaga politik, ekonomi, pemerintah,

agama dan sosial berada di dalam keadaan yang selaras, serasi, seimbang.

Proses ini disebut dengan reintegrasi.


D. REINTEGRASI DAN KOEKSISTENSI SOSIAL DALAM KEHIDUPAN DAMAI DI

MASYARAKAT

Menurut Soerjono Sukanto, reintegrasi atau reorganisasi adalah proses

pembentukan kembali norma-norma dan nilai-nilai baru untuk menyesuaikan diri

dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mengalami perubahan. Tidak

mudag untuk mengembalikan kondisi konflik ke dalam kondisi semula, karena

berkonflik kadang masih diliputi oleh perasaan. Maka integrase sosial

membutuhkan sarana mengendalikan konflik, tujuannya untuk menetralkan

ketegangan-ketegangan yang timbul dari dampak konflik. Contoh melalui

kompromi. Kompromi merupakan salah satu sarana untuk menetralkan

ketegangan-ketenagan yang timbul akibat konflik. Reintegrasi sosial adalah

sebagaian upaya untuk membangun kembali kepercayaan, modal sosial dan kohesi

sosual. Proses ini tidak mudahh dan memakan waktu lama.

Adapaun koeksistensi merupakan suatu keadaan ketika dua atau lebih kelompok

hidup bersama dengan menghormati perbedaan tiap kelompok dan menyelesaikan

konflik antar kelompok tanpa kekesrasan. Dasar dari koeksistensi adalah

kesadaran bahwa individu atau kelompok berbeda, mencakup perbedaan kelas,

etnis, agama, gender dan pilihan politik.


KESIMPULAN

Pertentangan sosial sendiri dapat diartikan sebagai perbedaan-perbedaan norma yang

menyimpang diantara masyarakat satu sama lain yang dapat memicu timbulnya konflik

di antara kumpulan masyarakat. Integrasi sosial berlangsung cepat atau laambat

tergantung pada homogenitas kelompok, besar kecilnya kelompk, mobilitas geografis,

efektivitas komunitas. Ada 4 elemen yang perlu diperhatika untuk mengurangi

perselisihan yaitu, terpenuhi hak asasi manusia, menjunjung tinggi harat dan martabat

seseorang, tidak ada diskriminasi dan adanya partisipasi. Pemulihan pascakonflik

melalui rekonsiliasi, rehabilitasi dan rekontruksi. Reintegrasi merupakan proses

pembentukan kembali norma-norma dan nilai-nilai baru untuk menyesuaikan diri

dengan lembaga kemasyarakatan yang mengalami perubahan.

MANFAAT

1. Menambah pengetahuan tentang Integrasi dan Reintegrasi Sosial.

2. Mengetahui penyebab dan cara penyelesaian jika terjadi integrasi dan reintegrasi

sosial.

TINDAKAN

1. Apabila terjadi konflik antar individu atau individu dengan kelompok, maka yang

pertama kali harus di lakukan adalah melakukan integrasi sosial, karena suatu

integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi

berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara

sosial budaya.

2. Saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan yang ada.


3. Tidak diskriminasi terhadap sesama.

Anda mungkin juga menyukai