A. Mobilitas Sosial
1. Pengertian Mobilitas Sosial
Mobilitas berasal dari bahasa latin mobilis, yang berarti mudah dipindahkan atau banyak bergerak dari satu tempat
ke tempat yang lain. Kata sosial pada istilah tersebut mengandung makna seseorang atau sekelompok warga dalam
kelompok sosial. Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau sekelompok orang dari lapisan yang satu
ke lapisan yang lain. Seseorang yang mengalami perubahan kedudukan (status) sosial dari suatu lapisan ke lapisan
lain baik menjadi lebih tinggi maupun menjadi lebih rendah dari sebelumnya atau hanya berpindah peran tanpa
mengalami perubahan kedudukan disebut mobilitas sosial.
a. Mobilitas Vertikal
Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan seseorang atau kelompok dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan
sosial lain yang tidak sederajat, baik pindah ke tingkat yang lebih tinggi (social climbing) maupun turun ke tingkat
lebih rendah (social sinking).
Social climbing adalah mobilitas yang terjadi karena adanya peningkatan status atau kedudukan seseorang atau
naiknya orang-orang berstatus sosial rendah ke status sosial yang lebih tinggi.
Proses social sinking sering kali menimbulkan gejolak kejiwaan bagi seseorang karena ada perubahan pada hak dan
kewajibannya.
b. Mobilitas Horizontal
Mobilitas horizontal adalah perpindahan status sosial seseorang atau sekelompok orang dalam lapisan sosial yang
sama. Mobilitas horizontal merupakan peralihan individu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial
ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Pada mobilitas horizontal, tidak terjadi perubahan dalam derajat
kedudukan seseorang.
Terdapat beragam faktor yang mendorong dan terjadinya mobilitas sosial, yaitu:
a. Faktor Struktural
Struktur masyarakat Indonesia sangat terbuka. Orang miskin dapat mengalami mobilitas sosial setinggi-tingginya,
bahkan menjadi presiden.
b. Faktor Individu
Setiap individu memiliki perbedaan dalam hal sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dua orang memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang relatif setara belum tentu menjadi berhasil dalam melaksanakan mobilitas sosial
ke atas.
c. Faktor Sosial
etiap perjuangan diawali dari ketidakpuasan. Ketidakpuasan akan status sosial mendorong manusia untuk terus
berjuang segigih-gigihnya.
d. Faktor Ekonomi
Keadaan ekonomi yang baik memudahkan individu dan kelompok melakukan mobilitas sosial.
e. Faktor Politik
Bangsa Indonesia patut bersyukur karena memiliki stabilitas politik yang baik.
Jika pendidikan berkualitas mudah didapat, tentu mudah juga bagi orang untuk melakukan pergerakan/mobilitas
dengan berbekal ilmu yang diperolehnya.
a. Kemiskinan
b. Diskriminasi
Diskriminasi berarti pembedaan perlakuan karena alasan perbedaan bang, suku, ras, agama, golongan.
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan saluran bagi mobilitas vertikal yang sering digunakan karena melalui pendidikan orang dapat
mengubah statusnya.
b. Organisasi Politik
Banyak contoh orang yang meniti perjuangan karir di organisasi politik dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi.
c. Organisasi Ekonomi
Organisasi yang bergerak itu antara lain dalam bidang perusahan ataupun jasa umumnya memberikan kesempatan
seluas-luasnya bagi seseorang untuk mencapai mobilitas vertikal. Organisasi ekonomi itu antara lain koperasi dan
badan usaha.
d. Organisasi Profesi
Contoh organisasi profesi lainnya yang dapat dijadikan sebagai saluran mobilitas vertikal adalah Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Himpinan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dan
organisasi profesi lainnya. Kalian dapat menemukan berbagai organisasi profesi yang ada di Indonesia.
a. Terjadinya Konflik
b. Gangguan Psikologis
a. Agama Islam
d. Agama Hindu
e. Agama Buddha
f. Agama Konghucu
2. Perbedaan Budaya
Menurut sosiolog J.J. Hoenigman, terdapat tiga wujud budaya, yaitu gagasan, tindakan, dan karya
Penjelasan Koentjaraningrat tentang 7 (tujuh) unsur kebudayaan dapat membantu kita lebih memahami secara nyata
tentang kebudayaan. Tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai budaya universal tersebut, yaitu:
a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat
produksi, transpor, dan sebagainya).
b. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, sistem produksi, sistem distribusi, dan
sebagainya).
c. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan).
f. Sistem pengetahuan.
- Perbedaan Lokasi
- Perbedaan Agama/Keyakinan
- Perbedaan Pekerjaan
Mengapa buruh melakukan demonstrasi? Demonstrasi tersebut tentu disebabkan perbedaan keinginan buruh dengan
perusahaan (majikan) atas pengupahan yang berlaku. Demonstrasi yang terjadi di atas merupakan salah satu contoh
konflik dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Robert M.Z. Lawang, konflik adalah perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka, seperti nilai,
status, kekuasaan, dan sebagainya dengan tujuan tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk
menundukkan pesaingnya. Konflik terjadi karena benturan kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok dan
kelompok lain dalam rangka memperebutkan sumber-sumber kemasyarakatan (ekonomi, politik, sosial, dan budaya)
yang relatif terbatas.
Menurut Kartono, konflik merupakan proses sosial yang bersifat antagonistik dan terkadang tidak bisa diserasikan
karena dua belah pihak yang berkonflik memiliki tujuan, sikap, dan struktur nilai yang berbeda, yang tercermin
dalam berbagai bentuk perilaku perlawanan, baik yang halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung, terkamuflase
maupun yang terbuka dalam bentuk tindakan kekerasan.
1) Perbedaan Individu
3) Perbedaan Kepentingan
5) Terjadinya Akomodasi, Dominasi, Bahkan Penaklukan Salah Satu Pihak yang Terlibat dalam Pertikaian.
1) Menghindar
2) Memaksakan Kehendak
4) Tawar Menawar
5) Kolaborasi
Integrasi Sosial
Integrasi sosial adalah proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat sehingga menjadi satu
kesatuan. Unsur-unsur yang berbeda tersebur dapat meliputi ras, etnis, agama, bahasa, kebiasaan, sistem nilai, dan
lain sebagainya.
William F. Ogburn dan Meyer Nimkoff memberi syarat terjadinya integrasi sosial, yaitu sebagai berikut:
1. Anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhankebutuhan mereka.
2. Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan (konsensus) bersama mengenai nilai dan norma.
3. Nilai dan norma sosial itu berlaku cukup lama dan dijalankan secara konsisten.
1. Homogenitas kelompok. Pada masyarakat yang homogenitasnya rendah integrasi sangat mudah tercapai,
demikian juga sebaliknya.
2. Besar kecilnya kelompok. Jumlah anggota kelompok memengaruhi cepat lambatnya integrasi karena
membutuhkan penyesuaian di antara anggota.
3. Mobilitas geografis. Semakin sering anggota suatu masyarakat datang dan pergi, semakin besar pengaruhnya bagi
proses integrasi.
4. Efektifitas komunikasi. Semakin efektif komunikasi, semakin cepat pula integrasi anggota-anggota masyarakat
tercapai.
1. Integrasi normatif
2. Integrasi fungsional
3. Integrasi koersif
1. Asimilasi: bertemunya dua kebudayaan atau lebih yang saling memengaruhi sehingga memunculkan kebudayaan
baru dengan meninggalkan sifat asli tiaptiap kebudayaan.
2. Akulturasi: proses sosial yang terjadi bila kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada
kebudayaan asing (baru) sehingga kebudayaan asing (baru) diserap/diterima dan diolah dalam kebudayaan sendiri
tanpa meninggalkan sifat asli kebudayaan penerima.
Bangsa Indonesia memiliki keragaman sosial budaya dalam bentuk perbedaan suku bangsa, bahasa, budaya, dan
agama. Untuk mendukung keragaman sosial budaya sebagai modal pembangunan nasional, harus tercipta interaksi
yang positif dan menjunjung tinggi keberagaman sosial-budaya. Bangsa Indonesia harus senantiasa menjalin
interaksi positif yang mengarah pada kerja sama untuk mencapai tujuan bersama, yakni pembangunan masyarakat
Indonesia. Perbedaan harus dikelola dengan baik sehingga mendorong tujuan pembangunan nasional. Berbagai
lembaga berperan penting dalam mengelola perbedaan menjadi kekayaan bangsa.