Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION LBM 1


BLOK NEUROMUSKULOSKELETAL II
“ KAKIKU NYERI ”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
Irwin Ardiansah Fakar (016.06.0004)
Farrah Cahya Ramadhani (016.06.0037)
Sugiarti Rizki Utami (018.06.0046)
K. Laksmi Anggadewi (018.06.0058)
Dinda Novita Magfiroh (018.06.0060)
Gusti Putu Satya Diva Pradana (018.06.0072)
Ahmad Tristan Amartya (018.06.0074)
Dewa Ayu Kade Veren Pramesti (018.06.0080)
Restu Kurniawan (018.06.0082)

Tutor : dr. Sukandriani Utami,S.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan makalah SGD
(Small Group Discussion) LBM 1 yang berjudul ‘KAKIKU NYERI’ dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar mahasiswa
(LBM) 1 yang berjudul ‘KAKIKU NYERI’ meliputi seven jumps step yang dibagi
menjadi dua sesi diskusi. Penyusunan makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa
bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini kami
mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Sukandriani Utami,S.Ked Sebagai dosen fasilitator kelompok SGD 6
yang senantiasa memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan
SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi kami
dalam berdiskusi.
3. Keluarga yang kami cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman kami yang terbatas untuk
menyusun makalah ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 27 Februari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Skenario LMB 1 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pembahasan Permasalahan pada Skenario 2
2.2. Pembahasan Diagnosa Banding 4
2.3. Pembahasan Diagnosa Kerja 5
2.3.1. Pendahuluan dari Osteomyelitis 10
2.3.2. Epidimiologi dari Osteomyelitis 10
2.3.3. Patofisiologi dari Osteomyelitis 10
2.3.4. Pemeriksaan Fisik dari Osteomyelitis 11
2.3.5. Pemeriksaan Penunjang dari Osteomyelitis 12
2.3.6. Tatalaksana dari Osteomyelitis 14
2.3.7. Prognosis dari Osteomyelitis 15
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan 16
DAFTAR PUSTAKA 17

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Skenario LBM 1

Laki-laki berumur 29 tahun, Keluhan nyeri, bengkak, dan mengeluarkan


nanah pada tungkai bawah kanan. Riwayat trauma akibat kecelakaan 7 bulan yang
lalu, terdapat luka terbuka. Riwayat menjalani terapi alternatif yang tidak sesuai.
Sejak 4 bulan yang lalu, keluhan luka tak kunjung sembuh dan mengeluarkan
nanah.

Pemeriksaan Fisik

 Pemeriksaan lokalis ditemukan fraktur dan pus

Tanda Vital : Tekanan Darah = 120/80 mmHg

: Nadi = 110x per menit

: Suhu Tubuh = 37°C

: Frekuensi Pernapasan = 20x per menit

Pemeriksaan Penunjang :

 Dari Rontgen didapatkan Fraktur pada tungkai bawah kanan

1
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan Permasalahan pada Skenario

Pada skenario didapatkan keluhan utama dari pasien adalah tungkai bawah
nyeri, bengkak, dan mengeluarkan nanah. Jika dikaitkan dengan tungkai bawah,
maka yang masuk ke pikiran kita adalah bagian ekstremitas bawah setelah lutut
(otot dan tulang serta jaringan sekitarnya). Kemudian dari anamnesis didapatkan
pasien memiliki ada riwayat trauma yang menyebabkan kita untuk memikirkan
bahwa nyeri yang ditimbulakn ini disebabkan oleh trauma tersebut, dan salah satu
hal yang dapat terjadi akibat trauma adalah dislokasi, fraktur, cidera otot, cidera
vaskular, dam cidera saraf.

Nyeri ditimbulakn akibat rangsangan histamin atau prostaglandin, yang


disekresikan oleh jaringan yang rusak atau sel darah putih yang berada di lokasi
yang mendapatkan trauma. Histamin dan prostaglandin akan menempel pada
reseptor nyeri yaitu Noci reseptor. Rangsangan Prostaglandin dan histamin pada
noci reseptor, akan membawa impuls nyeri ke medulla spinalis yang kemudian
akan dibawah ke koteks otak pada girus sensorik yang kemudian akan
menimbukan persaan nyeri. (Robbins, 2016)

Bengkak yang ditimbulkan kemunkinan besar merupakan reaksi inflamasi


yang terjadi pada daerah tersebut. Inflamsi dapat terjadi karena masuknya antigen
asing pada jaringan tubuh manusia atau adanya sel atau jaringan tubuh yang
berada di lokasi yang tidak semestinya, sebagai contoh adalah ketika adanya
infeksi menandakan adanya antigen asing yang dibawa oleh bakteri, kemudian
contoh lain adalah ketika darah yang seharusnya berada di dalam pembuluh darah,
sekarang berada pada jaringan sekitarnya diakibatkan rupturnya atau rusaknya
pembuluh darah akibatnya darah akan keluar dari pembuluh darah, dan
menempatkan darah di loaksi yang tidak semestinya. (Abbas, 2015)

2
Inflamasi merupakan salah satu cara dari sistem imun manusia untuk
melindungi dirinya. Inflamasi terjadi karena benda asing yang masuk ke dalam
tubuh tersebut akan menstimulasi sel darah putih seperti neutrofil, makrofag, dan
sel mast, untuk mensekresikan faktor-faktor inflmasi, salah satunya adalah
prostaglandin, histamin, leukotrins, dan sitokinin. Akibatnya bukan hanya
menimbulkan rasa sakit, tapi juga akan meninkatkan permeabilitas dan diameter
dari pembuluh darah di daerah yang terdapat benda asing tersebut, sehingga
menyebabkan aliran darah pada lokasi tersebut akan meningkat, dan
menyebabkan hiperemi (warna kulit akan tampak lebih merah. Dengan
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah di lokasi tersebut menyebabkan
cairan akan menumpuk di lokasi tersebut sehingga lokasi tersebut akan tampat
bengkak. (Abbas, 2015)

Nanah atau yang dikatan sebagai pus, merupakan hasil nekrotisasi dari
jaringan yang diakibatkan oleh infeksi dan kerja imun tubuh manusia, Ketika
terjadi infeksi maka patogen yang menyebakan infeksi akan menyerang jaringan
tubuh manusia, jaringan yang terserang akan menyelami cidera jaringan, dan jika
jaringan tersebut mengalami cidera yang cukup besar dan irreversible, makan
besar kemungkiannya untuk membuat jaringan tersebut mengalami nekrotisasi,
makan jika jaringan yang mengakami nekrotisasi ini diakumulasikan akan
menjadi nanah atasu pus. (Robbins. 2016)

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda fraktur dan pus


pada lokasi yang memiliki riwayat trauma, dan pasien juga mengaku pernah
menjalani terapi alternatif yang kurang sesuai. Dari pemeriksaan tanda vital,
pasien mengalami takikardia dengan tanda denyut nadi 110x per menit, nilai
normalnya adalah 60x-100x per menit. Takikardia dapat terjadi karena adanya
rangsangan simpatik, peningkatan katekolamin, dan rangsangan lainya. (Guyton.
2016)

Berdasarkan pemeriksaan penunjang didapatkan ada gambaran fraktur


pada tungkai bawah pasien. Hal ini membenarkan bahwa riwayat trauma yang

3
dimiliki oleh pasienlah yang menyebabkan fraktur tersebut. Namun, riwayat
trauma tersebut terjadi sejak 7 bulan yang lalu, sedangkan penyembuhan tulang
pada umumnya berdurasi sekitar 2-3 bulan, maka hal inilah yang membuat
mengganjal apalagi ditambah lagi dengan masih adanya inflamasi pada tungkai
bawah pasien. Pada umumnya fase penyembuhan tulang dengan callus memiliki
fase yaitu, hematoma, inflamasi, soft callus, hard callus, dan remodelling.
Inflamasi pada penyembuhan tulang seharunya terjadi pada 2-3 minggu setelah
fraktur terjadi. Maka ada hal yang menyebabkan inflamasi tetap terjadi. Hal ini
mugnkin berkaitan dengan adanya luka terbuka dari pasien yang mungkin
menandakan bahwa pasien pernah mengalami fraktur terbuka sebelumnya, dan
sekarang fraktur terbuka tersebut menyebabkan komplikasi yaitu adanya infeksi
pada tulang. (Guyton. 2016.)

2.2. Pembahasan Diagnosa Banding


a. Tabel 1. Tabel definisi, etiologi, dan manifestasi klinis dari diagnosa banding
(Sudoyono,2014)

No Diagnosa Banding Definisi Etiologi Manifestasi Klinis

1 Fraktur Gangguan pada Karena trauma, Nyeri diikuti adanya


kontinuitas tulang, kecelakaan, pembengkakan,
tulang rawan kontraksi otot yang deformitas ekstremitas
(sendi) baik ekstrem dan hal akibat pergeseran
bersifat lokal atau patologis. fragmen pada fraktur
sebagian lengan atau tungkai,
krepitasi, dan perubahan
warna lokal.

2 Osteomyelitis Proses inflamasi Disebabkan oleh Osteomyelitis akut :


yang menyertai semua jenis Temuan lokal berupa
proses destruksi organisme nyeri, rasa hangat
tulang yang termasuk virus, eritema, bengkak,

4
disebabkan oleh parasite, jamur dan demam, dan kaku.
mikroorganisme bakteri tetapi yang Osteomyelitis kronik :
yang bersifat paling sering Nyeri yang tidak spesifik
infeksisus karena infeksi dan tidak berhubungan
bakteri piogenik dengan aktivitas,
tertentu. bengkak dengan
Staphylococcus didapatkan sedikit
aureus penyebab meningkat suhunya,
tersering dari nyeri lokal, sinus yang
osteomyelitis aktif mengeluarkan
dengan kultur cairan, abses jaringan
positif lunak atau jaringan parut
dari pembedahan atau
luka sebelumnya, dan
malaise.

2.3 Pembahasan Diagnosa kerja

Diagnosa yang kami ambil berdasarkan data yang diperoleh dari skenario,
kami menetapkan bahwa kelompok kami memilih diagnosa kerja pasien adalah
Ostemyelitis Kronis. Kami memilih karena keluhan, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang dari skenario lebih mengarah ke osteomyelitis.
Osteomyelitis ini terjadi di tungkai bawah dari pasien berikut penjabaran anatomi
dari tungkai bawah

ANATOMI

1. Anatomi Tulang Ekstremitas Bawah


Secara umum, tulang rangka , sistem skeletal, bahwa tulang- tulang rangka
dikelompokkan menurut bentuk dan strukturnya :
 Tulang Panjang (Ossa Longa), contohnya tulang-tulang berongga
ekstremitas, seperti Femur dan Humerus

5
 Tulang Pendek (Ossa Brevia), contohnya Ossa Carpalia dan Ossa Tarsalia
 Tulang pipih (Ossa Plana), contohnya iga (Costae), Sternum, Scapula,
Pelvis , dan tulang tulang tengkorak.
 Tulang Berisi Udara (Ossa Pneumatika), contohnya Os Frontale, Os
ethmoidhale, Maxilla, os spenoidhale
 Tulang tak beraturan (ossa irregularia, tidak dapat di golongkan ke dalam
tulang jenis lain ) contohnya vertebrae, mandibular
 Tulang sesamoid (Ossa sesamoidea, tulang – tulang yang menempel di
tendon), misalnya patella, os piriformis
 Tulang- Tulang asesori
(Sobotta, 2012)
Secara anatomis, bagian proksimal dari tungkai bawah antara pelvis dan
patella adalah paha (femur); bagian antara lutut dan pergelangan kaki adalah
tungkai (Crus).

6
a. Femur
 Caput femoris
 Collum femoris
 Trochanter major
 Trochanter minor
 Corpus femoris
 Epicondylus lateralis
 Epicondylus medialis
 Facies patelaris
 Fossa intercondylaris

b. Tibia
 Condylus lateralis
 Condylus medialis
 Tuberositas tibiae
 Corpus tibiae

7
 Malleolus medialis
 Margo anterior
 Margo posterior

c. Fibula
 Caput fibulae
 Collum fibulae
 Corpus fibulae
 Malleolus lateralis
 Facies lateralis
 Crista medialis

8
d. Tulang Kaki
 Calcaneus
 Os naviculare
 Os cuneiforme mediale
 Os metatarsi
 Os phalanx

9
2.3.1 Pendahuluan dari Osteomyelitis

Osteomyelitis adalah suatu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh


infeksi organisme, namun pada umumnya tulang merupakan organ yang cukup
kebal dari infeksi dan colonisasi organisme, namun ada beberapa kejadian yang
dapat menyebabkan infeksi terjadi pada tulang salah satunya adalah trauma,
bedah, implan tulang, pemasangan prostetik. Osteomyelitis juga bisa disebabkan
oleh penyebaran bakteri secara hematogen. Bakteri yang paling sering
menyebabkan infeksi pada tulang adalah Staphylococcus Aureus. (Paluska SA,
2015)

2.3.2 Epidimiologi Dari Osteomyelitis

Diperkirakan 20% dari kasus pada orang dewasa merupakan osteomyelitis


yang , disebabkan oleh penyebaran bakteri secara hematogen, dan kasus
osteomyelitis ini lebih sering terjadi pada laki-laki, namun alasannya masih tidak
diketahui. Kasus osteomyelitis juga lebih sering terjadi di negara-negara yang
masih berstatus negara berkembang. (Concia et al, 2014)

2.3.3 Patofisiologi Dari Osteomyelitis

Normalnya tulang resisten terhadap infeksi, namun ketika mikroorganisme


masuk ke dalam tulang melalui peredaran darah atau jaringan sekitar dan ketika
ada kontak langsung dengan mikroorganisme malalui trauma dan operasi bedah,
dan ketika infeksi ini sudah berlangsung berbulan-bulan maka akan menjadi
osteomyelitis kronis. Walaupun semua tulang dapat terkena infeksi, namun tulang
pada ekstremitas bawahlah yang paling sering terkena infeksi.(Gross et al. 2017)

Beberapa faktor penting yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada


tulang atau osteomyelitis adalah virulensi dari mikroorganisme yang menginfeksi,

10
penyakit primer dari pasien, kondisi sistem imun pasien, lokasi, dan kondisi
pembuluh darah pada tulang. (Gross et al. 2017)

Berdasarkan skenario, osteomyelitis terjadi karena adanya riwayat trauma


pada pasien. Hal ini dapat terjadi karena ketika terjadi fraktur terbuka
menyebabkan adanya kontak langsung dengan bakteri yang terdapat di udara dan
permukaan kulit. Salah satu bakteri yang terdapat di kulit manusia adalah
Staphylococcus Aureus, dan penyebab utama dari osteomyelitis adalah
Staphylococcus Aureus, maka besar kemungkinan karena adanya kontak langsung
tulang dengan udara dan kulit inilah yang menyebabkan bakteri masuk ke dalam
tulang.

Bakteri Staphylococcus Aureus yang masuk ke dalam tulang kemudian


akan berkolonisasi dan mulai merusak jaringan sekitarnya. Awalnya bakteri
masuk tulang dan menginfeksi sumsum tulang, infeksi ini akan menimbulakan
inflamasi pada jaringan yang akan membuat bengkak dan rasa nyeri pada jaringan
tulang. Kemudian bakteri ini akna merusak jaringan dan membuat nanah yang
menumpuk pada medulla tulang yang lama kelamaan akan merusak korteks
tulang, yang lama kelamaan akan membuat tumpukkan pus di bawah periosteum.
Hal inilah yang membuat bengkak dan membuat luka yang mengeluarkan nanah
dari luka terbuka pada tungkai pasien. (Gross et al. 2017)

2.3.4 Pemeriksaan Fisik dari Osteomyelitis


a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi
kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut.
riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-
obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta
penyakit lain. (Apley, 2013)
b. Pemeriksaan fisik

11
Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi / look:
deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi / feel
(nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya juga
diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut,
meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri,
efusi, dan krepitasi. Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi
arteri, warna kulit, pengembalian cairan kapiler, sensasi. Pemeriksaan gerakan /
moving dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang
berdekatan dengan lokasi fraktur. (Apley, 2013)

2.3.5 Pemeriksaan Penunjang dari Osteomyelitis


a. Gambaran radiologi
 Foto rongen : untuk mengetahui lokasi fraktur harus menurut
rule of two: dua gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral,
memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur, memuat
gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera
dan yang tidak terkena cedera dan dua kali, yaitu sebelum
tindakan dan sesudah tindakan. ( Apley, 2010)
Pada fase awal osteomielitis akut seperti misalnya 2 sampai 3
hari pertama foto rontgen akan menunjukan hasil normal tetapi
setelah hari ke 6 sampai 7 akan terlihat adanya osteopenia,
detruksi tulang hingga menembus korteks, reaksi periosteal dan
terbentuknya involucrum. Sekuestra akan terlihat pada hari ke-
10. ( Sudoyo, 2016)
 CT Scan : CT scan baik untuk melihat ekstensi dari sequester,
destruksi tulang, asal dari sinus, sehingga berguna dalam
persiapan tindakan bedah untuk memprediksi seberapa banyak
tulang sehat yang tersisa dan menentuka perlu tidaknya
pemasangan implant untuk memperkuat tulang post operasi,
CT scan kurang baik untuk pemeriksaan osteomielitis post

12
pemasanangan prostesis dan implan karena gambaran yang
kurang jelas akibat mekanisme scattered.(Michno et al, 2018)
 MRI : merupakan suatu pemeriksaan tunggal yang paling
efektif untuk menemukan infeksi pada tulang. ( Sudoyo, 2016)
 Radionuklir (bone scan) : Biasanya ditujukan terutama untuk
osteomielitis yang bersifat multifokal,dengan sensitivitas lebih
dari 98% dan spesifisitas mencapai lebih dari 70%. Pada
pemeriksaan bone scan dapat terlihat adanya peningkatan
uptake yang biasanya dapat disimpulkan adanya inflamasi.
Peningkatan uptake ini tidak hanya terjadi pada proses
inflamasi, namun dapat terjadi juga pada lempeng epifisis
sebagai lempeng pertumbuhan sehingga sukar untuk
membedakan proses inflamasi dan fisiologis dari epifisis itu
sendiri. (Mans N et al, 2018)
b. Histopatologi
Mikroorganisme penyebab osteomielitis dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan kultur dan histopatologi yang berasal dari
tulang yang terkena. Biopsi dan kultur untuk osteomielitis harus
mencakup tulang yang terkena, dan tidak melalui daerah sinus atau
ulkus karena rawan terkontaminasi bakteri flora normal kulit. Hal ini
juga berlaku untuk luka neuropati pada kaki osteomielitis. (Mans N et
al, 2018)
Pada sebagian jaringan dilakukan pemeriksaan pewarnaan gram dan
Ziehl Nielssen untuk memberikan hasil yang lebih cepat dan
menyingkirkan penyebab mycobacterium. Pemeriksaan kultur yang
dilakukan adalah pemeriksaan aerob dan anaerob, dan bila tidak
ditemukan koloni kuman tumbuh, pemeriksaan dilanjutkan dengan
kultur mycobacterium dan fungus yang membutuhkan waktu lebih
lama. ( Apley, 2013)

13
2.3.6 Tatalaksana dari Osteomyelitis

Pada dasarnya terapi dari osteomielitis berupa:

(1) Memberikan obat analgesik dan suportif;


(2) Mengistirahatkan bagian yang terinfeksi;
(3) Mengidentifikasi organisme yang terlibat dan memberikan terapi antibiotik
yang efektif;
(4) Mengeluarkan pus sedini mungkin;
(5) Menstabilisasi tulang bila terjadi fraktur;
(6) Mengeradikasi jaringan nekrosis dan avaskular;
(7) Mengisi ruangan kosong pada tulang yang sudah dbersihkan dari jaringan
mati
(8) Mempertahankan jaringan lunak dan kulit sekitar. ( Apley, 2013)

Prinsip pemberian antibiotika pada osteomielitis adalah sesuai dengan hasil


pemeriksaan resistensi berdasarkan kultur dan diberikan dalam jangka waktu yang
adekuat. Biasanya dibutuhkan durasi 4 sampai 6 minggu dan seringkali
membutuhkan antibiotika intravena sehingga menimbulkan biaya tinggi dan
lamanya perawatan di rumah sakit. Pemberian secara oral dapat dilakukan pada
kuman yang sensitif terhadap golongan quinolone, macrolid, dan rifampisin
karena konsentrasinya cukup di dalam jaringan dengan pemberian obat oral.
(McBrigde S at el, 2018)

Tatalaksana dari osteomielitis pasca trauma lebih berpusat pada


pencegahannya. Pemberian antibiotika secara dini di ruang emergensi,
pembersihan luka dan stabilisasi tulang yang baik dapat mencegah terjadinya
osteomelitis pasca trauma. Terapi pembedahan pada osteomielitis pasca trauma
berupa eliminasi jaringan nekrosis, dan fiksasi yang stabil. Defek tulang yang
terbentuk dapat diisi dengan implantasi semen polymethylmethacrylate (PMMA)
yang digabungkan dnegan antibiotika, sehingga memberikan konsentrasi lokal
antibiotika yang tinggi dalam jangka panjang. Defek yang luas meliputi tulang,

14
jaringan lunak dan kulit yang terinfeksi ditutup dengan kombinasi
osteomusculocutaneous flap. (McBrigde S at el, 2018)

1.3.5 Prognosis
Prognosis dari Osteomielitis kronis adalah Dubia ad Malam, karena dalam
scenario frakturnya terbuka dan apabila fraktur terbuka tersebut tidak di berikan
penanganan yang baik maka akan menimbulkan banyak komplikasi komplikasi
yang akan memperburuk kondisi. (Rianti, 2016)

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan keluhan, hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang terdapat
di dalam skenario, ditambah dengan pembahasan diagnosa banding, epidemiologi,
patofisiologi kami mendiagnosa bahwa pasien menderita osteomyelitis kronis dan
harus mendapatkan penatalaksanaan yang baik dan benar sesuai yang ada pada
makalah ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Lichtman, A.H., Pillai, S., 2015. Imunologi Dasar Abbas : Fungsi
dan Kelainan Sistem Immun, Ed. 5., Jakarta : Elseiver Saunder

Appley, G.A & Salmon, Louis. 2013. Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta:
Widya Medika

Concia E, Prandini N, Massari L, Ghisellini F, Consoli V, Menichetti F. 2014.


Osteomyelitis Clinical Update for Practical Guidelines. Nuci Med
Commun

Gross T, Kaim AH, Regazzoni P, Widmer AF. 2017. Current Consepts in


Posttraumatic Osteomyelitis : a diagnostic Challenge with New Imaging
Option. J Trauma

Guyton, C. Arthur & Jhon, E. Hall. 2016. Guyton and Hall : Textbook of Medical
Physiology, Ed.13. Jakarta : ECG

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2016. Buku Ajar Patofisiologi Robbins, Ed.9.
Jakarta : Elseiver Saunders

Manz N, Krieg A, Heininger U, Ritz N. 2018. Evaluation of the current use of


imaging modalities and pathogen detection in children with acute
osteomyelitis and septic arthritis. Eur J Pediatr.

McBride S, Thurm C, Gouripeddi R, Stone B, Jaggard P, Shah SS, et al. 2018.


Comparison of empiric antibiotics for acute osteomyelitis in children.
Hospital Pediatrics.

Michno A, Nowak A, Królicki K. 2018. Review of contemporary knowledge of


osteomyelitis diagnosis. World Sci News.

Paluska SA. 2015. Osteomyelitis. Infect Dis Clin North Am.

Sobbota., 2012. Sobbota Atlas Anatomi Manusia. Edisi 23. Jakarta : ECG

17
Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi, Simadibrata M, Setiati S. 2014. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta : Interna Publishing.

18

Anda mungkin juga menyukai