Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH MODUL III

“OROFACIAL PAIN ODONTOGENIK”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK III
1. BESSE MALEMPURWATI (J111 15 007) 10. MEILISSA THUNRU (J111 15 507)
2. AKBAR BUDIAWAN (J111 15 008) 11. NUR RAHMA (J111 15 508)
3. ANGGI LINTANG CAHYANI (J111 15 009) 12. ANDI NURUL ILMI (J111 15 509)
4. ZULKIFLI (J111 15 029) 13. LEEN DATU KRISTIAN (J111 15 321)
5. ADELIA (J111 15 030) 14. VINCENZA SEANO L. (J111 15 322)
6. AYULIANA KARNIATI R. (J111 15 031) 15. HILDA RAHMA LIEMIN (J111 15 323)
7. ASFIANI ARIF (J111 15 050 ) 16. WINDA BRISBANIA (J111 15 343)
8. IBNU RUSD BACHTIAR (J111 15 301) 17. AZKA ASFARINDA (J111 15 344)
9. DIAN PRATIWI (J111 15 302)

BLOK BEDAH MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Blok Bedah
Mulut, modul 3 dengan judul “Orofacial Pain Odontogenic” di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah ini bermanfaat untuk
masyarakat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Makassar 27 April 2017

(Tim Penyusun)
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................ii
Daftar Isi .................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Jenis – Jenis Nyeri .................................................................................. 3
2.2 Pengertian Nyeri Orofasial ..................................................................... 5
2.3 Sumber-Sumber Nyeri Ororfasial ............................................................ 5
2.4 Pemeriksaan Yang Dapat Dilakukan ....................................................... 8
2.5 Diagnosis Banding ................................................................................... 9
2.6 Diagnosis ……………………………………………………………. .10
2.7 Nervus Yang Terlibat ............................................................................12
2.8 Etiologi Pada Kasus ...............................................................................13
2.9 Patomekanisme ...................................................................................... 13
2.10 Penatalaksanaan ………………………………………………...….. 16
2.11 Prognosis.............................................................................................. 17
2.12 Dampak Bila Tidak Ditangani ............................................................. 18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 19
3.2 Saran ......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 20
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pekerjaan medis adalah untuk melestarikan dan memulihkan kesehatan pasien


serta meminimalkan rasa sakit. Untuk mencapai tujuan ini, pemikiran tentang rasa
sakit adalah keharusan karena rasa sakit dipahami secara universal sebagai petunjuk
penyakit. Rasa sakit bisa berasal dari situasi apapun, persepsi nyeri pada setiap
individu bersifat kompleks dan dikendalikan oleh berbagai variable.
Fungsi utama system sensorik di tubuh kita adalah menjaga dan
mempertahankan hemostatis. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi,
melokalisasi dan mengenal proses kerusakan jaringan. Dalam beberapa waktu
terakhir, berbagai definisi diberikan untuk mendeskripsikan dan memahami rasa
sakit/ nyeri. Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), rasa
nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
dihubungkan dengan kerusakan jaringan.
Kelainan nyeri orofasial kondisi yang sangat lazim melibatkan kepala, wajah
dan leher.2 Walaupun rasa sakit yang berasal dari dental (Odontogenik) merupakan
nyeri orofasial yang umum tetapi nyeri non-odontogenik bisa mempengaruhi
daerah orofasial dan terkadang memiliki ciri yang sama dengan nyeri odontogenik.
Nyeri odontogenic melibatkan kedua struktur yang berhubungan dengan gigi
yaitu pulpa dan jaringan periodontal. Nyeri non-odontogenik dapat berasal dari
myofascial pain, sinus, neurovascular, neoplastic, neuropathic, berasal dari jantung
dan psikogenik.
Pada makalah modul ketiga yang berjudul “nyeri orofasial” akan dibahas
mengenai seluruh sumber nyeri orofasial dengan fokus scenario pada Neuropathic
pain yaitu trigeminal neuralgia.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja jenis-jenis nyeri?
2. Apa yang dimaksud dengan nyeri orofasial?
3. Apa saja sumber nyeri yang berkaitan dengan orofasial pain?
4. Pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan?
5. Apa differential diagnosis pada kasus?
6. Apa diagnosis dari kasus?
7. Nervus apa saja yang terlibat pada scenario?
8. Bagaimana etiologi pada scenario?
9. Bagaimana patomekanisme dari kasus pada scenario?
10. Bagaimana penatalaksanaan kelainan pada kasus?
11. Bagaimana prognosis pada kasus?
12. Apa dampak bila kasus tidak ditangani?

C. SASARAN PEMBELAJARAN
Dapat mengerti, memahami dan menjelaskan secara menyeluruh tentang semua
aspek nyeri orofasial serta pemahaman dasar dan lingkup dari nyeri orofasial yang
bersumber dari dental, rahang TMJ, kelenjar ludah, sinus dan penyebab dari saraf
seperti trigeminal neuralgia, glossoparingeal neuralgia, post-herpetic neuralgia,
idiopatik neuralgia serta beberapa lesi yang menyebabkan terjadinya trigeminal
neuralgia yaitu traumatik, cerebrovascular disease, multiple sclerosis, infeksi akibat
HIV, inflamasi, neoplasia seperti nasoparingeal tumor atau tumor pada antrum.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 JENIS-JENIS DARI NYERI


Nyeri merupakan suatu pengalaman emosional dan sensorik yang tidak
menyenangkan dan berhubungan dengan kerusakan jaringan yang telah atau
akan terjadi. Klasifikasi nyeri dapat didasarkan pada beberapa kriteria atau jenis
berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri dan waktu lamanya
serangan.1
a. Nyeri berdasarkan tempatnya.
1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh.
Misalnya pada kulit, mukosa.
2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
3) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penvakit
organ/ struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di
daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada
sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain-lain.
b. Nyeri berdasarkan sifatnya.
1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang.
2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan
dalam waktu yang lama.
3) Paroxmal pain, nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap kurang lebih 10-15 menit,
lalu ,menghilang, kemudian timbul lagi.

3
c. Nyeri berdasarkan berat ringannya.
1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.
2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
3) Nyeri berat, yakni nyeri dengan intensitas yang tinggi.
d. Nyeri berdasar waktu lamanya serangan.
1) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat
dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri
diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka,
ataupun dari suatu penyakit atherosclerosis pada arteri coroner.
2) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan
dengan pola yang beragam berlangsung berbulan-bulan bahkan
bertahun. Ragam pola seperti nyeri dengan pola interval free-pain,
ataupun dengan pola nyeri kronis konstan, artinya nyeri tersebut
terus menerus terasa, makin lama makin meningkat intensitasnya.

Tabel 1. Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis.


Nyeri Akut Nyeri Kronis
- Waktu kurang dari enam - Waktu lebih dari enam
bulan. bulan.
- Nyeri terlokalisir. - Daerah nyeri menyebar
- Nyeri terasa tajam seperti - Nyeri terasa tumpul
ditusuk, disayat, dicabut seperti ngilu, linu, dan
dan lain-lain. lain-lain.
- Respons sitem saraf - Respons sistem saraf
simpatis : takikardia, parasimpatis: penurunan
peningkatan respirasi, tekanan darah,
peningkatan tekanan bradikardia, kulit kering,

4
darah, pucat, lambat, panas, dan pupil
berkeringat, dilatasi kontriksi.
pupil. - Penampilan tampak
- Penampilan cemas, depresi dan menarik diri.
gelisah dan terjadi
ketegangan otot.

2.2 DEFINISI NYERI OROFASIAL


Nyeri orofasial di definisikan sebagai nyeri yang berhubungan dengan
wajah dan mulut yang melibatkan jaringan keras dan lunak disekitarnya. Nyeri
orofasial bisa akut dan bisa juga kronik, paling sering berasal dari gigi. Populasi
nyeri orofasial diantara populasi umum, dilaporkan sekitar 17-26% dimana 7-
11% merupakan tipe nyeri kronis.
Nyeri orofasial dapat didefinisikan secara umum mencakup rasa sakit yang
dirasakan pada mulut, rahang dan wajah. IASP (International Association for
Study of Pain) mendefenisikan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan berhubungan dengan jaringan yang rusak
atau jaringan yang berpotensi rusak.

2.3 SUMBER-SUMBER DARI NYERI OROFASIAL

Daerah sensorik trigeminal sangat kompleks, mengubungkan antara kepala,


telinga, mata, sinus, hidung, faring, fosa infratemporal, rahang, gigi, kelenjar
ludah, mukosa oral, dan kulit. Ada berbagai macam penyebab kondisi orofacial
akut, yang paling umum adalah sakit gigi. Pada gigi jaringan keras ( karies
email, dentin, dan cementum) maupun jaringan lunak dan pendukung tulang (

5
gingivitis/ periodontitis) dapat menyebabkan rasa nyeri. Bentuk umum nyeri
oral adalah pulpitis, perikoronitis, periapikal periodontitis .

Nyeri odontogenik

Nyeri odontogenik merupakan sakit yang mengacu pada sakit mulai dari
gigi atau struktur pendukungnya, mukosa, maxsilla, mandibula atau periodontal
membran.

1. Pulpitis
Dapat bersifat reversibel ataupun non-reversibel, nyeri yang
dirasakan menyebar ke nervus trigeminal. Karies gigi menyebabkan produk
bakteri masuk ke pulpa melalui tubulus dentin ini akan menyebabkan
peradangan pada pulpa. Hal ini dapat menyebabkan gigi terasa nyeri
disebabkan oleh meningkatnya kepekaan gigi terhadap dingin, stimulus
manis ataupun fisik dengan rasa nyeri yang singkat. Jika ini berlanjut terus-
menerus pulpitis akan berubah menjadi ireversibel, ini akan
meningakibatkan vaskularisasi pulpa dan meningkatkan intra pulpa yang
kan menginduksi ischemia dan kepekaan, dengan rasa sakit jangka panjang
untuk panas. Apabila nekrosis pulpa telah terjadi, infeksi akan menyebar
ketulang sekitarnya dan membran periodontal, dari periodontitis akan
berubah menjadi abses periodontal yang akan menyebabkan rasa sakit yang
tahan lama, spontan, dan nyeri pada saat gigi dioklusikan. Dan biasanya
sakit yang terjadi akan muncul dengan spontan dan akan muncul jam
ataupun berhari-hari dengan intensitas terjadinya kadang-kadang.

6
2. Postendodontic surgery pain
Rasa sakit akan muncul setelah perawatan endodontik, rasa sakit
yang muncul akan terasa menusuk yang akan sakitnya akan menurun dan
berdenyut. Pada awalnya munculnya rasa sakit dapat diakibatkan oleh
rangsangan, namun akan menjadi spontan dan menetap untuk waktu yang
cukup lama, setelah rangsangan dihilangkan rasa sakit akan menyebar dan
ke area lain dari mulut. Rasa nyeri yang timbul dapat menyababkan pasien
sulit tidur, rasa panas dapat memperparah rasa nyeri yang ada sedangkan
rasa dingin dapat mengurangi sakit. Frekuensi sakitnya intermiten dan
memiliki pola yang tidak teratur dan dapat terjadi selama bulan atau tahun.
Jika infeksi periapikal terjadi rangsangan tidak akan menyebabkan rasa
nyeri melainkan saat gigi beroklusi akan timbul rasa nyeri tersebut.

3. Exposed cementum or dentin


Rasa nyeri yang ditimbulkan karena rusaknya restorasi, karies, dan
resesi gingiva. Rasa sakit yang muncul cenderung terlokalisir ke gigi yang
bermasalah.

4. Periokoronitis
Merupakan rasa sakit yang sering muncul dari struktur jaringan
pendukung dan mukosa, disebabkan oleh infeksi muncul saat gigi akan
erupsi. Rasa sakit yang muncul akan konstan atau intermiten, tetapi akan
sakit saat gigi beroklusi, rasa sakit yang muncul berada pada mukosa yang
meradang dan disekitar gigingiva pada gigi yang akan erupsi. Periodontitis
kronis akan melibatkan struktur tulang dan rasa sakit jarang muncul, ini
dapat menyebabkan pasien tidak mengetahui ganggguan yang dialaminya,
pasien akan menyadari saat gigi telah mobile, dan dapat menyebabkan
trismus karena sinus 8 lebih rendah mendekati mandibula m. Temporalis.

7
5. Alveolar osteitis
Setelah ekstraksi masalah yang sering muncul adalah ‘dry soket’
penyembuhan yang gagal menyebabkan soket kosong yang dapat menjadi
retensi makan dan debris . Rasa sakit yang muncul dapat disebabkan oleh
necrotic foodstuff aggravating bony nerve ending. Tidak ada tanda
peradangan akut, rasa sakit akan muncul pada hari ke-2 sampai ke 4 setelah
dilakukan ekstraksi.

6. Maxillary sinusitis ‘mimicking’ toothsche


Sinusitis maxilla yang berulang dapat menyebabkan rasa sakit yang
meluas pada gigi rahang atas. Rasa sakit akan meningkat ketika posisi
berbaring atau membungkuk, munculnya rasa kebas pada sisi yang terkena.
Rasa sakitnya biasanya unilateral, ringan, berdenyut dan terjadi terus-
menerus. Umumnya pasien tidak merasakan apapun tetapi terjadi demam.

2.4 PEMERIKSAAN YANG DAPAT DILAKUKAN

a. Identitas pasien: Nama, alamat, jenis kelamin, tanggal lahir. Banyak


ditemukan pada pasien berumur diatas 50 tahun dan lebih banyak pada
perempuandengan rasa (perempuan : laki-laki 1.6 : 1.0)
b. Keluhan utama termasuk tentang kualitas rasa sakit, identitas, bila itu terjadi
berapa lama akan berlangsung, faktor pengurang
c. Riwayat penyakit saat ini: tanggal munculnya penyakit, bagaimana rasa
sakit berkembang selama waktu berlangsung

Tanda dan gejala trigeminal neuralgia:


1) Rasa sakit tajam, seperti kejutan listrik pada wajah/mulut

8
2) Rasa sakit hebat, berlangsung beberapa detik sampai 1 menit setelah itu
ada periode berulang dan tiba-tiba
3) Adanya rasa terbakar
4) Lokasi unilateral 96%
5) Daerah pemicu disekitar hidung dan mulut
6) Serangan dapat diprovokasi dengan berbicara, mengunyah dan sikat gigi

d. Riwayat penyakit sistemik


e. Riwayat dental
f. Pemeriksaan ekstra oral: dapat dilakukan pemeriksaan screening saraf
cranial
Nervus trigeminal: ketidakmampuan merasakan sentuhan ringan pada zona
pemicu.
g. Pemeriksaan intraoral: tidak ditemukan penyebab pada dentoalveolar
h. Pemeriksaan penunjang : MRI (magnetic resonance imaging) lebih
berguna dalam mendeteksikompresi neurovascular karena dapat
denganjelas menunjukkan pembuluh darah yang bertanggung jawab untuk
kompresi neurovascular di trigeminal neuralgia, CT scan.

2.5 DIAGNOSIS BANDING

a. Infeksi gigi

b. TMJ

c. Persistant idiopatik (‘atypical’) facial pain

d. Migraine

e. Temporal arteritis

9
- TMJ: meliputi rasa sakit yang mempengaruhi otot pengunyahan dan
temporomandibular joint. Ciri-ciri bilateral, karakteristik sakit : tumpul
dan terus-menerus, rasa sakit tetap ada saat tidur. Kondisi ini jarang
menyebabkan rasa sakit tapi berakibat pada keterbatasan membuka
rahang.

- Migraine: Unilateral, rasa sakit berdenyut, moderate hingga parah.Nyeri


biasanya berlangsung antara 4 sampai 72 jam dan diperparah dengan
aktivitas fisik rutin.Biasa disertai mual dan muntah

- Nyeri fasial idiopatik kronik: nyeri, berat, berdenyut dan menusuk

- Sinus tootache. Pasien mengalami nyeri dan tekanan pada region posterior
maksila. Gejala lain sakit kepala, halitosis, batuk, hidung mampet,
sensitive terhadap perkusi, mastikasi, temperature, mengenai beberapa
gigi, ada riwayat infeksi pernapasan. Pada pemeriksaan radiografi
panoramic, sinus berwarna radiopaque

- Glossopharyngeal neuralgia (GPN): Rasa sakit tajam, seperti sengatan


listrik saat menelan. Nyeri biasanya dirasakan di tenggorokan atau lidah
tapi bisa mengenai rahang bawah. Nyeri berulang pada nervus
Glossopharyngeal menyebabkan nyeri parah seperti ditusuk pada telinga,
dasar lidah, fossa tonsil, nyeri unilateral, durasi dapat berlangsung
beberapa minggu hinggga bulan.

2.6 DIAGNOSIS PADA KASUS

Berdasarkan informasi yang ada pada skenario, maka dapat diperoleh:

 Anamnesis : Pasien wanita usia 57 tahun

10
 Keluhan : - Nyeri RB kiri belakang
- Nyeri tajam seperti tertusuk , tersengat listrik, dan rasa terbakar
- Nyeri menjalar ke RA belakang dan telinga
- Nyeri brelangsung singkat, beberapa detik sampai menit
- Nyeri muncul tiba-tiba dan berulang
- Keluhan dirasakan sudah 5 bulan pada salah satu sisi wajah

Dari infomasi di atas maka dapat ditegakkan diagnois TRIGEMINAL


NEURALGIA.

Trigeminal neuralgia (TN) merupakan syndrom nyeri fasial yang paling


umum dan sering dijabarkan sebagai ‘nyeri paling buruk pada yang dirasakan oleh
manusia’. Trigeminal neuralgia ditandai dengan serangan paroxysmal (tiba-tiba)
pada wajah, yang dapat berupa nyeri intens, tajam, seperti tersengat listrik, atau
menusuk.

Nyeri ini dapat dirasakan umumnya pada tulang pipi, sering di hidung, bibir
atas, dan gigi rahang atas. Pada pasien yang sama dapat juga menyebar ke bibir
bawah, gigi dan dagu. Nyeri biasanya dirasakan di salah satu sisi wajah (unilateral)
dan berakhir beberapa detik sampai dua menit kemudian. Trigeminal neuralgia
merupakan nyeri kelainan saraf yang paling sering terjadi.

Trigeminal neuralgia sering disebut “tic doulireux’ karena ditandai dengan


spasme otot yang disertai serangan nyeri. Pasien dengan trigeminal neuralgia
dilaporkan dapat merasakan serangan nyeri yang berkesinambugan dan sensasi
awal datangnya nyeri biasanya tidak dirasakan.

Trigeminal neuralgia lebih serig terjadi pada wanita dibanding pria, paling
umum pada usia 50 – 69 tahun. Serangan bisa terjadi siang hari atau malam hari,
tetapi jarang terjadi pada saat tidur. Serangan biasanya dipicu oleh tindakan yang
tidak meyakitkan seperti sentuhan, pergerakan, paparan angin, makan, menyikst

11
gigi, berbicara, atau menelan. Trigeminal neuralgia paling banyak terjadi pada
cabang maxilla dan mandibula atau hanya pada cabang maxilla.

2.7 NERVUS YANG TERLIBAT PADA TRIGEMINAL NEURALGIA

1. Nervus optalmikus
Melintasi sinus kavernosos dan memasuki orbita melalui fisura orbicularis
oris superior dan terbagi menjadi tiga cabang :
a. Nervus Frontalis, terletak tepat di bawah atap orbita dan terbagi menjadi
nervus supraorbitalis dan nervus supratroklearis yang keluar dari orbita
dan mempersyarafi kulit kepala bagian depan.
b. Nervus Lakrimalis, terletak disebelah lateral dan mempersyarafi kulit
kelopak mata serta wajah.
c. Nervus nasosiliaris, menyilang nervus optikus dan berjalan disepanjang
dinding Media orbita.
2. Cabang Maxillaris
Bercabang :
a. Nervus palatina mayor dan minor menuju palatum durum dan molle
b. Nervus sphenopalatina menuju kavum nasi dan kemudian melalui
septum nasi menuju fosa incisivus untuk mempersarafi palatum durum.
c. Nervus dental superior posterior mempersarafi gigi.
3. Cabang Mandibula
a. Nervus alveolaris inferior, mempersarafi gigi sebelum masuk ke nervus
mentalis bercabang :
 Nervus melonioideus : muskulus meloniodeus dan muskulus
digastrikus.
b. Nervus Lingualis terletak dekat mandibula tepat dibelakang M3 dan
mempersarafi lidah.

12
Nervus trigeminal (Nervus V) cabang yang paling sering terlibat yaitu
cabang mandibular, maksila (Atau langsung dari kedua cabang) dan paling jarang
pada cabang ophtalmikus.

2.8 ETIOLOGI DARI TRIGEMINAL NEURALGIA

A. Tekanan dari ujung saraf trigeminal karena :


1. Vaskularisasi intrakranial yang abnormal, seperti loop menyimpang dari
arteri cerebral inferior, pembengkakan intraretious pada carotid interna.
2. Tumor intracranial
3. Petrous ridge
4. Objek asing
5. Lesi tulang seperti osteoma
B. Multiple sclerosis
C. Lainnya
1. Trauma
2. Infeksi (postherpetic neuralgia)
3. Kavitas tulang rahang ratner
4. Kelainan infiltrasi dari ujung saraf trigeminal, ganglion dan saraf
5. Kejadian yang berhubungan dengan keluarga
6. Sarcoidosis dan lyme desease neuropathy

2.9 PATOMEKANISME DARI TRIGEMINAL NEURALGIA

Secara luas Trigeminal Neuralgia diketahui merupakan nyeri


neuropatik. Trigeminal neuralgia dipicu oleh cedera trigeminal akson di
akar syaraf atau ganglion. Cedera disebagian kasus terkait dengan kompresi

13
saraf di zona akar oleh struktur pembuluh darah. Gambaran telah
menunjukkan adanya demyelinasi dan remyelinasi saraf didaerah ini.
Karena itu, neuron rusak ini menjadi hyperexcitable (teransang secara
berlebihan) dan menimbulkan suatu fenomena. Hal ini dapat dipicu oleh
ransangan eksternal, kemudian diteruskan pada durasi ransangan. Kemudian
terjadi discharge setelah neuron mengkerut secara berlebihan, sehingga
menimbulkan rasa tersengat listrik akibat reaksi tersebut (emphatic cross-
talk: penyebrangan elektrik diantara neuron yang terdemyelinasi), yang
kemudian menimbulkan rasa sakit/

Adapun patomekanisme dari referensi yang berbeda yaitu terdiri dari


beberapa bagian,

a. Teori central dan Peripheral


Teori Central: Teori central didasarkan pada kesamaan dari trigeminal
neuralgia pada fokyl epilepsi dan ditekankan adanya peran dari
perbedaan deflealektual (sekunder akibat kompresi dari akar trigeminal
atau ganglion) di dalam gen dari hiperaktivitassaraf, dan untuk teori
peripheral akan terdapat perubahan pada akson dan myelin dariperipheral
yang mungkin akan menyebabkan terjadinya sensitivitas syaraf yang
berubah terhadap ransangan kimia dan mekanik. Calvin menyimpulkan
bahwa kedua mekanisme teori central dan peripheral diperlukan untuk
menghasilkan gambaran klinis dari trigeminal neuralgia, contohnya jika
terjadi kompresi pada daerah pintu masuk dari akar ( area tersebut
merupakan tempat pintu masuk saraf dari pontine batang strik), tekanan
dari nervus mungkin dapat disebabkan karena kerusakan dari myelin.
Hasilnya menjadi abnormal pada depolirisasi, ektopik impuls dan nyeri.
Dari yang diusulkan, awal mulanya proses dari lesi nervus peripheral
akan mengarah ke perubahan ransang pada peristiwa peripheral dari

14
trigeminal neuralgia. Pasien dengan multiple sclerosis biasanya kan
mempunyai trigeminal neuralgia dan sering terjadi kehilangan pada
myelin di dalam akar dari n. trigeminal, seperti yang biasanya terlihat
ketika operasi sedang berlangsung, beberapa pasien mungkin memiliki
kompresi dari ganglion untuk pembuluh darah yang kecil.
b. Teori Trigeminal Convergence:

Input nociceptive berlanjut atau rekuren dari kepala dan leher bergabung
pada nucleus spinal trigeminal, dimana pelepasan neurotransmitters dan zat
vasoactive diaktifkan. Pelepasan ini mengurangi ambang neuron adjacent
second-order yang menerima input dari tempat selain sumber nociceptive.
Signal dari neuron second-order ini dapat ditransmisi pada thalamus, sistem
limbic, dan cortex somatosensory dan diinterpretasi sebagai nyeri.

Hipotesis bioresonance:

Saat frekuensi vibrasi dari struktur disekitar n. trigeminal menjadi dekat


dengan frekuensi natural n. trigeminal, terjadilah resonansi n. trigeminal.
Bioresonance dapat merusak serat n. trigeminal dan mengakibatan transmisi
abnormal dari impuls, yang dapat menyebabkan nyeri facial.

Hipotesis ignition:

Cedera neuron afferent trigeminal pada akar trigeminal atau ganglion


membuat axon dan axotomized somata menjadi hyperexcitable (teransang
secara berlebihan) meningkatkan paroxysm nyeri sebagai akibat aktivitas
after-discharge tersinkronisasi.

15
2.10 PENATALAKSANAAN YANG SESUAI DENGAN SKENARIO

1. Medical treatment
Karbamazepin (CBZ) tetap menjadi obat pilihan pertama. Pengobatan
dimulai dengan 100 sampai 200 mg dua atau tiga kali harian. Dosis harus
ditingkatkan secara progresif dan dititrasi dengan berat keparahan rasa sakit
pasien. Tingkat serum adalah cara yang berguna untuk pemantauan
pengobatan (6 sampai 12,5 ug / ml). Dalam beberapa kasus Dosis
pemeliharaan 200 mg atau 400 mg per hari sudah cukup untuk membuat
pasien bebas dari rasa sakit. Dengan penyesuaian dosis yang tepat, nyeri
Dapat dikontrol pada awalnya sekitar 75% dari pasien. Efek samping CBZ
tidak dapat diabaikan: reaksi hipersensitivitas, kantuk, penurunan ketajaman
mental, ataksia (pada pasien yang lebih tua) leukopenia terkait dosis. Jika
nyeri paroxysms masih terjadi dengan terapeutik tingkat darah, obat lain
harus ditambahkan: Baclofen atau fenitoin. Obat lain, termasuk Natrium
valproat, gabapentin, lamotrigin, dan Clonazepam, telah dicoba tapi studi
konklusif formal masih kurang.
Lamotrigin baru saja divalidasi sebagai refraktori neuralgia trigeminal,
terutama pada TN karena multiple sclerosis, dengan dosis antara 100 dan
400 mg per hari.

2. Surgical treatment
Jika pasien tidak memperoleh kebebasan dari rasa sakit dengan perawatan
medis, beberapa bentuk operasi dapat diusulkan. Diperkirakan bahwa
sampai 50% pasien akan cepat atau lambat berada dalam situasi itu. Secara
historis. Banyak operasi telah diusulkan, lebih atau kurang invasive. Di
antara prosedur invasif, kita menemukan operasi yang ditujukan pada lesi
pada serabut saraf atau sel ganglion (bagian saraf perifer, ganglionektomi,

16
rhizotomy), dan non-destruktif operasi yang bertujuan untuk membebaskan
akar saraf dari sebuah kontak yang menyinggung ("dekompresi"). Untuk
mengurangi risiko, pendekatan perkutan telah dikembangkan, menggunakan
bahan kimia atau fisik untuk mengganggu transmisi impuls di jalur
trigeminal sambil menghindari kehilangan fungsi mayor. Di antara prosedur
perkutan kita menemukan differential thermal rhizotomy, glycerol
rhizotomy dan compression of Gasser ganglion by a balloon (disebut
"microcompression").
Baru-baru ini, sinar gamma telah digunakan untuk membuat lesi
tajam fokal akar saraf trigeminal dengan teknik stereotaktik. Pendekatan
neurosurgical terbuka bagaimanapun masih dalam perlombaan. Prosedur
destruktif telah ditinggalkan. Partial sensory rhizotomy, dorsal root entry
zone (DREZ) lesion, dan trigeminal tractotomy memiliki sedikit indikasi.
Dekompresi mikrovaskular (MVD) telah menjadi perawatan bedah utama
untuk TN.
- Microvascular decompression
- Radiofrequency rhizotomy (thermal rhizotomy)
- Glycerol rhizolysis
- Ballon compression
- Gamma knife stereotactic radiosurgary

2.11 PROGNOSIS PADA KASUS

Prognosis kasus tersebut pada sebagian besar kelompok dari pasien


yang memiliki tipikal dari trigeminal neuralgia akan memiliki prognosis
yang baik setelah dilakukan penghapusan dari massa pada ganglion yang

17
mudah dilepas. Tujuannya agar tidak terjadi lagi remisi yang sering, terjadi
secara spontan, yang biasanya dapat menyerang secara berulang kali dan
pasien mungkin dapat merasakan sakit yang menetap lagi

2.12 DAMPAK APABILA KASUS TIDAK DITANGANI


Dampak:19
 Muka tidak dicukur : pasien lelaki menghindari untuk mencukur
 Menghindari menyikat gigi sehingga oral hygiene buruk
 Banyak pasien menjalani kualitas hidup yang sangat buruk karena rasa
sakit yang menyiksa, menganggu kegiatan sehari-hari seperti makan
sehingga menyebabkan gizi buruk
 Pencabutan gigi yang sembarangan: sangat umum bagi pasien untuk
prosedur pencabutan gigi sembarangan pada sisi yang terlibat tanpa
ada kelegaan dari rasa sakit karena nyeri dari zone pemicu sering
mirip dengan nyeri asal odontogenic

18
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Nyeri merupakan suatu pengalaman emosional dan sensorik yang tidak


menyenangkan dan berhubungan dengan kerusakan jaringan yang telah atau
akan terjadi. Nyeri orofasial dapat didefinisikan secara umum mencakup rasa
sakit yang dirasakan pada mulut, rahang dan wajah. IASP (International
Association for Study of Pain) mendefenisikan rasa sakit sebagai pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan berhubungan dengan
jaringan yang rusak atau jaringan yang berpotensi rusak.
Pada scenario dapat ditegakkan diagnosis trigeminal neuralgia. Trigeminal
neuralgia (TN) merupakan syndrom nyeri fasial yang paling umum dan sering
dijabarkan sebagai ‘nyeri paling buruk pada yang dirasakan oleh manusia’.
Trigeminal neuralgia ditandai dengan serangan paroxysmal (tiba-tiba) pada
wajah, yang dapat berupa nyeri intens, tajam, seperti tersengat listrik, atau
menusuk. Penatalaksanaannya bias dengan medical treatment dan surgical
treatment. Dampak bila neuralgia trigeminal tidak ditangani, maka pasien akan
terganggu rasa sakit yang sebentar- bentar parah dan mengganggu kegiatan
sehari-hari seperti makan, berbicara, tidur dll.

3.2 SARAN

Diharapkan kepada seluruh mahasiswa FKG UNHAS untuk mampu


mengetahui bagaimana etiologi dan tampakan klinis dari orofasial pain dalam
hal ini trigeminus neuralgia, dapat menentukan diagnosa dengan baik dan benar,
mampu mengetahui patomekanisme dan dampak jika tidak ditangani dengan
baik

19
DAFTAR PUSTAKA
1. Asmadi. Teknik Prosedur Keperawatan: Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika; 2008. Halaman 146-
7
2. Aljehani YA. Orofacial pain. An Update for General Dental
Practitioners. World Applied Sciences Journal 2014; 31(4): 491-9
3. Tara, Renton. Dental Odontogenic Pain. King’s College London Dental
Institute. 2011; 1(5). P 1-6
4. Gupta R, Mohan V, Matory P, Yadar PK. Orofasial Pain : A Review.
Dentistry 2016; 6(3): 1-6
5. Hupp JR, Elus III E, dan Tucker NR. Contemporary oral and
maxillofacial surgery. China. Mosby ELSEVIER; 2008. Pp 621, 622,
623, 626, 627
6. Prout J, et al. Advanced Training in Anesthesia the essentials curriculum
America. Oxford university, 2014.
7. Agrawal R, Cincu T, Borle RM, Bhola N. Trigeminal Neuralgia: an
overview. J MGIMS 2008; 13(1): 40-4.
8. Anonim. Trigeminal Neuralgia: panduan koprehensif, perawtan,
penelitian, dan pendukung. MediaFocus Guide 12 Januari 2011.15.
9. Faiz O, Moffat D. At A Glance Anatomi. Penerbit Erlangga, 2004.
10. Sarlum E, et al. orofacial pain-part I. AACN Clinical Issues. Vol 16 (3),
2005)
11. Punyani J. Trigeminal Neuralgia : An Insight into the current treatment
modities. J oral bio cranio Res. Sep-Des 2012 : 2 (3) : 189
12. McMillan R. Trigeminal neuralgia – a debilitating facial pain. Reviews
in Pain. 2011; 5(1): 26-34.
13. Siddigui NM, et al. Pain Management : Trigeminal Neuralgia. Hospital
Physician. 2003: 64-70.
14. Montano N, et al. Advances in diagnosis and treatment of Trigeminal
Neuralgia. Therapeutics and Clinical Risk Management. 2015; 11: 291.
15. Joffroy A, Leviner M, Massager N. Trigeminal neuralgia
pathophysiology and treatment. Acta Neurol belg 2001: 101; 22-3.
16. Sghirlanzoni A, Lauria G, Chiapparini L. Prognosis of neurogical
disease. Milan: Springer-verlag; 2015. 492-3.

20
17. Brisman R. Neurogical and medical management of pain: trigeminal
neuralgia, chronis pain, and cancer pain. UK, kluwer, 1989
18. Sighrlanzoni A. Prognosis of neurogical dosease. Italia, springer,2015
19. Ghom, A.G. TEXTBOOK OF ORAL MEDICINE. 2nd edition. New
delhi: Jaypee; 2010. p.430

21

Anda mungkin juga menyukai