Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PRESSURE ULCERS

KOORDINATOR MATA KULIAH:


Hj. Asni Hasaini, Ns., M.Kep

DI SUSUN OLEH:
Kelompok 5
1. Ana Hisni Millati
2. Isti Zakiyatul Azizah
3. Lisa erliyanti
4. Mahda Laela
5. Mila Ridha Rizka
6. Noor khafifah
7. Rahman
8. Siti Saadah

YAYASAN BANJAR INSAN PRESTASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INTAN MARTAPURA
DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Puja dan Puji
syukur kami panjatkan kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan
Inayah-Nya sehingga saya dapat merampungkan penyusunan makalah manajement patien
safety dengan judul "makalah pressure ulcers" tepat pada waktunya.

Penulisan makalah ini telah semaksimal mungkin saya upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa
saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam
pembuatan makalah ini

Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan
lapang dada saya membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi
saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil
manfaatnya dan besar keinginan saya dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat
permasalah lain yang berkaitan pada makalah-makalah selanjutnya.

Martapura, 03 Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGHANTAR
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan dan manfaat penulisan Penulisan
BAB II ISI
A.konsep luka tekan……………………………………………………………….
1. definisi
2. etioligi
3. faktor resiko
4. patofisiologi
5. stadium luka tekan
6. lokasi terjadinya
B. pengetahuan perawat dalam mencegah luka tekan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pressure ulcer merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang
mengalami gangguan neurologis, penyakit kronis, penurunan status mental, pasien
yang dirawat di ruang Intensive (ICU), onkologi, dan pasien dengan ortopedik (Potter
& Perry, 2010). Pressure ulcer merupakan kerusakan kulit pada suatu area dan dasar
jaringan yang disebabkan oleh tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan,
pergeseran, gesekan atau kombinasi dari beberapa hal tersebut (NPUAP, 2014).
Angka kejadian pressure ulcer di Amerika Serikat yaitu berkisar 3 – 11 %
pada unit perawatan akut dan 24 % pada unit perawatan jangka panjang (Ayello,
2007). Fasilitas perawatan akut di Amerika Serikat memperkirakan 2,5 juta Pressure
ulcer ditangani setiap tahunnya (Reddy et al, 2006). Data ini susah untuk didapatkan
di Indonesia, akan tetapi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti di
berbagai Rumah sakit didapatkan angka kejadian yang bervariasi diantaranya adalah :
di Rumah Sakit Pontianak ruang Intensive Care Unit (ICU) mencapai 33,3% (Suriadi
et al, 2007), di Siloam Hospital ruang unit stroke (Neuroscience Unit) sebesar 37,5%
(Tarihoran, et al 2010), di RSUD Abdoel Moeloek Provinsi Lampung di ruang unit
bedah didapatkan angka kejadian pressure ulcer sebesar 26,67% (Handayani, et al,
2011).
Kejadian pressure ulcer akan menimbulkan komplikasi yang serius pada
kesehatan pasien, kualitas hidup pasien, dan bisa menyebabkan sepsis, bahkan sampai
menyebabkan kematian, oleh karena itu pencegahan harus menjadi fokus utama
daripada penyembuhan, pressure ulcer sebenarnya bisa dicegah dan biayanya lebih
murah dibanding untuk pengobatan (Ayello, 2007 & Hopkin et al, 2000).
Pencegahan pressure ulcer merupakan prioritas pada pasien yang mengalami
keterbatasan mobilisasi (Potter & Perry, 2006). Langkah utama pencegahan
terjadinya pressure ulcer adalah keakuratan pengkajian resiko terjadinya pressure
ulcer sehingga perawat dapat menetapkan dan melaksanakan intervensi untuk
pencegahan (Kottner 2009). Instrumen yang paling banyak digunakan serta
direkomendasikan dalam mengkaji resiko terjadinya pressure ulcer antara lain : Skala
Norton, Braden, dan Skala Waterlow (Jaul, 2010).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja definisi dan etiologi luka tekan
2. Apa saja faktor resiko yang menyababkan luka tekan
3. Ada berapa saja stadium dalam luka tekan
4. Dimana saja lokasi terjadinya luka tekan
5. Apa saja pengetahuan perawat dalam mencagah luka tekan

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN PENULISAN


1. Untuk mengetahui definisi dan etiologi tentang luka tekan
2. Untuk mengetahui faktor resiko yang menyebabkan luka tekan
3. Untuk mengetahui ada berapa saja stadium dalam luka tekan
4. Untuk mengetahui dimna saja lokasi terjadinya luka tekan
5. Untuk mengetahui pengetahuan perawat dalam mencegah luka tekan
BAB II

ISI

A. Konsep Luka Tekan

1. Definisi

Luka tekan adalah kerusakan kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area
secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat
(Maryunani, 2013).
National Pressure Ulcer Advisor Panel (NPUAP) dan European Pressure
Ulcer Advisor Panel (EPUAP), 2016 menyatakan bahwa luka tekan adalah cedera
terlokalisir di kulit dan jaringan dibawahnya biasanya diarea penonjolan tulang
yang diakibatkan oleh tekanan (pressure), atau tekanan yang dikombinasikan
dengan gesek tekan (shear) dan gesekan (friction).

Luka tekan adalah lesi iskemik pada kulit dan jaringan dibawahnya yang
disebabkan oleh tekanan yang terus menerus yang menganggu aliran darah dan
limfa. Iskemia menyebabakan nekrosis jaringan dan ulserasi. Cenderung pada
penonjolan tulang (seperti tumit, trokanter besar, sacrum dan
iskia) tetapi luka tekan ini muncul pada kulit di setiap bagian tubuh yang terkena
tekanan eksternal, friksi atau kekuatan geser (Pricilla Lemone, 2016).

2. Etiologi
Maryuani (2013), menjelaskan beberapa pakar menyampaikan 4 teori penyebab
luka tekan, yaitu :
a. Pierce et al. (2000), menyebutkan adanya kerusakan perfusi (misalnya,
kerusakan seluler yang diakibatkan dari perfusi balik darah ke jaringan iskemik
sebelumnya), gangguan fungsi limfatik menyebabkan terbentuknya hasil sisa
metabolism dan kerusakan mekanis sel-sel jaringan.
b. Kotner et al. (2009), menjelaskan 4 teori penyebab luka tekan yaitu, iskemia
yang disebabkan oleh sumbatan kapiler yang menimbulkan insufiensi vaskuler,
anoksia jaringan dan kematian sel.

c. Referensi lain menyebutkan bahwa :


1) Luka tekan disebabkan oleh iskemia yang terjadi bila tekanan pada jaringan
lebih besar daripada tekanan dalam kapiler, sehingga menghambat aliran
darah ke daerah tersebut.
2) Jaringan otot, yang membutuhkan lebih banyak oksigen dan nutrient
dibandingkan kulit, menunjukkan akibat terburuk dari tekanan yang lama.
Seperti pada ulkus kronik lainnya, reperfusi luka merusak jaringan.

3. Faktor Risiko
Soedjana (2016), faktor penyebab terjadinya luka tekan dibagi dua, yaitu :
a. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik penyebab luka tekan adalah :
1) Tekanan
Luka tekan terjadi apabila penekanan pada satu area dan dalam waktu 2 jam
pada tekanan 500 mmHg, sementara pada tekanan sebesar 100 mmHg
terjadinya cedera memerlukan waktu 10 jam.
2) Shear (geser tekan)
Shear adalah trauma akibat pergeseran. Biasanya terjadi apabila pasien dalam
posisi semi flower. Shear terjadi apabila pasien di atas tempat tidur kemudian
sering merosot dan kulit mengalami regangan dan tekanan.
3) Friction (gesekan)
Friksi terjadi saat mobilisasi pasien . saat memindahkan pasien menggunakan
alat bantu seperti slide sheet.
4) Kelembaban
Kelembaban terjadi akibat inkontinensia urin dan feses, drain luka, banyak
keringat. Kondisi kulit pada pasien yang mengalami lembab akan
mengkontribusi kulit menjadi maserasi, kemudian dengan adanya gesekan
dan pergeseran memudahkan kulit mengalami kerusakan.
b. Faktor intrinsik
1) Usia
Usia lanjut mudah untuk terjadi luka tekan, karena pada usia lanjut
berkurangnya jaringan subkutan sehingga menurunkan resistensi kulit
terhadap tekanan eksternal sehingga dapat meningkatkan tekanan. Selain itu,
pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi di semua organ termasuk pada
system integument.
2) Kondisi kulit
Terdapat tiga fungsi kulit yang penting adalah sebagai pelindung, sensori dan
termogulasi. Adanya sesuatu yang menganggu ketiga fungsi kulit ini dpat
mengaggu integritas kulit. Kurangnya kemampuan kulit untuk melaksanakan
fungsi termogulasi dapat menyebabkan kelembaban kulit meningkat.
3) Perfusi jaringan tubuh
Viabilitas jaringan ditentukan oleh adanya kekuatan pada pembuluh darah,
suplai darah dan oksigenasi. Dalam hal ini pembuluh darah mengalami
vasokontriksi fisiologis (responn hormonal) maupun patologis
(arterosklerosis)
4) Temperature tubuh
Kondisi tubuh yang mengalami peningkatan temperature dapat berpengaruh
pada temperature jaringan yang meningkatkan resiko terhadap iskemik
jaringan. Adanya iskemik jaringan menyebabkan tidak toleran terhadap gaya
gesekan dan pergeseran sehingga mudah mengalami kerusakan kulit.
5) Nutrisi

Keberlangsungan hidup sel-sel jaringan tubuh dapat terus terjadi apabila


terdapat keseimbangan nutrisi baik makro nutrisi maupun mikro nutrisi. Tidak
adanya keseimbangan nutrisi dapat mengontribusi terjadinya luka tekan.
Kondisi ini termasuk dalam ketidakadanya keseimbangan dehidrasi atau
keseimbangan cairan dan elektrolit yang beresiko terjadinya luka tekan.
Malnutrisi atau IMT<18,50, mengurangi lapisan pelindung jaringan adipose
dan otot antara tulang yang menonjol dan permukaan yang kontak dengan kulit

6) Obesitas
Obesitas dapat menganggu mobilitas dan penyembuhan luka karena adanya
vaskularisasi yang buruk pada jaringan adipose.

4. Patofisiologi
Luka tekan terjadi akibat tekanan antara penonjolan tulang dan permukaan
luar yang melebihi tekanan kapiler yaitu 32 mmHg dapat menyebabkan iskemi.
Kulit, jaringan lunak dan otot mendapat tekanan berat badan penderita melebihi
tekanan capillary filling dalam waktu lama yang biasanya diakibatkan oleh
immobilisasi, menyebabkan terjadinya oklusi pada mikrosirkulasi,iskemia,
peradangan dan anoksia jaringan, sehingga menyebabkan nekrosis pada jaringan.
Keadaan diperberat oleh adanya friction (gesekan) dan shear force (gesek tekan)
pada daerah tersebut. Beberapa hal penting yang berperan dalam terjadinya luka
tekan dihubungkan dengan tekanan dan waktu. Cedera jaringan lunak dapat terjadi
dalam waktu 2 jam pada tekanan 500 mmHg, sementara pada tekanan 100 mmHg
terjadinya cedera memerlukan waktu 10 jam. Selain itu jenis jaringan lunak juga
menentukan ketahanan terhadap penekanan otot, misalnya, lebih rentan terhadap
cedera dibandingkan kulit.hasil akhir proses ni dapat kita lihat bahwa nekrosis pada
kulit biasanya lebih kecil dibandingkan area nekrosis dekat tulang, yang tampak
seperti corong terbalik. Hal ini menyebabkan fenomena “gunung es”, dimana
bagian yang mengalami kerusakan yang paling luas terletak di bagian dalam, yang
lebih dekat dengan tulang. Ulkus tekanan terjadi pada tempat dengan tulang
menonjol yang menekan kulit dan jaringan dibawahnya. Tempat tersebut adalah
scalp, punggung, tulang ekor, sacrum,
tumit dan tempat lain pada tubuh yang mendapat tekanan bila penderita berbaring
dalam waktu yang lama, lokasi tersering (96%) adalah level umbilicus, yaitu sacrum
(36-60%), iskium (6%), trokanter (6%) dan tumit (30%). Selain faktor mekanik yang
disebutkan diatas terdapat juga faktor lain yang mendasari terjadinya ulkus tekanan.
Faktor tersebut seperti infeksi, malnutrisi, penyakit neurologis, cedera tulang
belakang, penurunan masa tubh dan peningkatan kebutuhan metabolic.

Bagan patofisiologi terjadinya luka tekan menurut Maryuani (2013)

Luka decubitus merupakan dampak dari tekanan yang terlalu lama pada
permukaan tulang yang menonjol

Terjadi peningkatan tekanan arteri kapiler pada kulit sehingga pembuluh darah
pada kulit menjadi kolaps

Menghalangi oksigenasi dan nutrisi ke jaringan dan area yang tertekan, menyebabkan
terhambatnya aliran darah

Jaringan setempat mengalami iskemik

Nekrosis

5. Stadium Luka Tekan


Stadium luka tekan menurut international NPUAP/EPUAP pressure ulcer, tahun
2014 dibagi menjadi 4 stadium yaitu :

a. Stadium I
Kulit utuh dengan non blanchable erythema pada daerah yang terlokalisir di
atas daerah penonjolan tulang. Pada kulit hitam sulit menemukan non
blanchable erythema . Salah satu yang bisa menjadi pentunjuk adalah warna
kulitnya
mungkin berbeda dibanding daerah sekitarnya. Pada area ini biasanya terasa
nyeri, lembek lebih hangat atau dingin bila dibandingkan dengan jaringan
sekitarnya.

Gambar 2.1 Luka tekan stadium I


Sumber : NPUAP 2016 (dikutip dari http://www.npuap.org)

b. Stadium II
Luka telah mencapai lapisan epidermis, dasar luka tampak berwarna merah
atau pink tanpa disertai adanya slaf. Dapat disertai adanya bullae yang
terbuka. Stadium ini tidak seharusnya digunakan untuk mengambarkan kulit
yang robek, luka bakar, dermatitis dan maserasi atau eksoriasi.

Gambar 2.2 Luka tekan stadium II


Sumber : NPUAP 2016 (dikutip dari http://www.npuap.org)
c. Stadium III

Luka mencapai lapisan subkutan tapi belum sampai ke tulang dan otot.
Biasanya disertai adanya slaf, undermining dan tunneling. Kedalaman luka
tekan pada stadium ini bervariasi sesuai dengan lokasi anatominya. Batang
hidung, teliga dan occiput dan malleolus tidak memiliki jaringan subkutan
dan luka tekan stadium III pada lokasi anatomis tersebut dangkal. Sedangkan,
pada area yang memiliki jaringan adipose yang banyak terjadi luka tekan
stadium III yang sangat dalam. Tulang, otot tidak tampak atau dapat teraba
secara langsung.

Gambar 2. 3 Luka tekan stadium III


Sumber : NPUAP 2016 (dikutip dari http://www.npuap.org)

d. Stadium IV
Luka mencapai lapisan subkutan telah sampai ke tulang,tendon dan otot.
Disertai adanya slaf, ekshar, undermining dan tunneling.kedalaman luka
tekan stadium IV bervariasi tergantung letak anatominya. Luka tekan
stadium IV dapat meluas ke ,tendon dankapsul seotot dan struktur
penunjangnya (seperti fascia, tendon ataukapsul sendi) yang kemungkinan
berisiko osteomyelitis. Tulang atau tendon bisa tampak atau terpalpasi
secara langsung.
Gambar 2.4 Luka tekan stadium IV

Sumber : NPUAP 2016 (dikutip dari http://www.npuap.org) Menurut


NPUAP/EPUAP pressure ulcer, tahun 2014 ada tambahan 2

klasifikasi, yaitu :
a. Suspected Deep Tissue Injury
Luka tampak berwarna ungu atau merah tua pada area yang terlokalisir atau
perubahan warna pada kulit yang utuh atau bullae disertai akumulasi akibat
kerusakan jaringan yang disebabkan oleh tekanan atau pergeseran. Injuri
sulit didekteksi paada klien yang berkulit gelap. Evolusi bisa meliputi bullae
sampai bantalan dasar luka berwarna gelap. Luka selanjutnya bisa tertutupi
ekshar tipis. Evolusi bisa mengenai lapisan jaringan tambahan meskipun
dengan perawatan yang optimal.

Gambar 2.5 Suspected Deep Tissue Injury


Sumber : NPUAP 2016 (dikutip dari http://www.npuap.org)
b. Unstageable
Kehilangan jaringan hingga subkutan tetapi tertutup oleh slaf (kuning, abu-
abu, hijau atau coklat) dengan atau tanpa adanya ekhsar pada bantalan luka
(dasar luka). Luka sangat dalam dan oleh sebab itu stadium tidak dapat
ditentukan. Ekshar yang stabil (kering, lengket, intact atau utuh tanpa
eritema) pada tumit bertindak sebagai lapisan alami tubuh dan seharusnya
tidak diangkat.

Gambar 2.6 Unstageable Sumber : NPUAP 2016


(dikutip dari http://www.npuap.org)

6. Lokasi Terjadinya Luka Tekan


Dalam buku Maryuani (2013), menjelaskan bahwa semua tubuh
berisiko mengalami luka tekan karena tekanan berlebihan, pergesekan dan
pergeseran. Lokasi tubuh terjadinya luka tekan adalah bagian tubuh yang terdapat
tulang yang menonjol seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.7 Lokasi luka tekan
Sumber : dikutip dari Soedjana (2016)

Menurut Maryuani (2013), risiko kejadian luka tekan bedasarkan lokasi


adalah sebagai berikut :
a. Siku 8,8 %
b. Sacrum 32,6 %
c. Buttock 11,4 %
d. Tronchanter 8,3 %
e. Ankles 9,1 %
f. Heels 29,7 %

B. Pengetahuan Perawat Dalam Mencegah Luka Teka

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya luka tekan,


diantaranya dengan pengkajian atau penilaian risiko terjadinya luka tekan, seperti
menggunakan skala Braden. Penilaian dilakukan secepat mungkin (kurang dari 8 jam),
perawatan kulit (kelembaban, memberikan perlindungan kulit dengan lotion
atau pelembab), nutrisi, reposisi dan mobilisasi (tiap 2 jam), edukasi kepada pasien dan
keluarga serta support system (menggunakan kasur untuk luka tekan). Pengetahuan
pencegahan luka tekan harus dimiliki oleh perawat dan diikuti dengan sikap positif
dan dipraktekkan dalam asuhan keperawatan. Antara pengetahuan, sikap dan perilaku
harus berjalan sinergis karena terbentuknya perilaku baru akan dimulai dari domain
kognitif, kemudian akan menimbulkan respon dalam bentuk sikap dan dibuktikkan
dengan adanya tindakan. Pengetahuan yang harus dimiliki perawat dalam pencegahan
luka tekan adalah mengetahui tanda dan gejala dari luka tekan dan mampu mengkaji
pencegahan luka tekan.
Beberapa tindakan pencegahan luka tekan yang perlu diperhatikan menurut NPUAP
(2016)
1. Kaji Faktor Resiko
a. Mengkaji pasien yang mengalami tirah baring lama yang beresiko
terjadinya luka tekan.
b. Gunakan penilaian risiko terstruktur, seperti Skala Braden,
untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami cedera tekanan.
c. Perbaiki penilaian dengan memasukan faktor resiko tambahan, seperti :
1) Kaji Kulit yang rapuh.
2) Kaji adanya luka tekan dalam derajat apapun, termasuk luka tekan
yang telah sembuh dan tertutup.
3) Kaji penurunan aliran darah ke ekstermitas akibat penyakit
vaskular, diabetes atau penggunaan tembakau.
4) Kaji nyeri pada area tubuh yang mengalami tekanan
d. Ulangi penilaian resiko secara berkala setiap 48 jam dan cacat bila ada
perubahan kondisi.
e. Kembangkan rencana keperawatan berdasarkan area resiko terjadinya luka
tekan.

2. Perawatan Kulit
a. Periksa semua kulit saat masuk sesegera mungkin (kurang dari 8 jam).
b. Periksa kulit setidaknya setiap hari untuk tanda-tanda terjadinya luka tekan.
c. Kaji titik lokasi tekanan tersering, seperti sakrum, tulang belakang, gluteal,
tumit, siku, ishikum, dan trokhanter.
d. Saat memeriksa kulit dengan pigmen yang gelap, cari perubahan warna kulit,
periksa perubahan suhu kulit dan konsistensi jaringan dengan membandingkan
kulit sekitar yang berdekatan. Melembabkan kulit membantu mengenali
perubahan warna.
e. Bersihkan kulit segera setelah terkena kontaminasi inkontinensia urin atau
feces.
f. Gunakan pembersih kulit atau sabun dengan pH yang seimbang untuk kulit.
g. Gunakan pelembab kulit setiap hari pada kulit yang kering.
h. Hindari penempatan pada area yang tampak eritema atau adanya luka tekan dan
hindari memijat daerah penonjolan tulang.

3. Nutrisi
a. Kaji pasien yang di rawat di rumah sakit untuk mendapat status gizi pasien.
b. Gunakan alat skrining yang valid dan handal untuk menentukan
resiko kekurangan gizi, seperti Mini Nutritional Assessment.
c. Rujuk semua pasien yang beresiko mengalami luka tekan akibat kekurangan
gizi ke ahli gizi.
d. Membantu pasien pada waktu makan untuk meningkatkan asupan oral.
e. Dorong semua pasien yang beresiko terjadinya luka tekan untuk
mengkonsumsi cairan yang adekuat dan diet seimbang.
f. Menilai perubahan berat badan dari waktu ke
waktu.
g. Kaji kecukupan asupan oral, enteral, dan
parenteral.
h. Berikan suplemen gizi di antara waktu makan dan dengan obat oral, kecuali
ada kontraindikasi.
i. Tingkatkan asupan protein, kalori dan zat nutrisi lain yang adekuat.

4. Mobilisasi dan Reposisi


a. Balikan dan posisikan semua pasien yang beresiko mengalami luka tekan,
kecuali kontraindikasi karena kondisi medis atau perawatan medis.
b. Pilih frekuensi untuk untuk melakukan reposisi tiap 2
jam
c. Balikkan pasien ke posisi berbaring miring 30 derajat.
d. Hindari penempatan pasien pada area tubuh dengan
kondisi sudah ada luka tekan.
e. Pastikan tumit tidak menyentuh kasur saat posisi
terlentang. Beri alat pelindung tumit agar terhindar
dari tekanan. Tinggikan bagian tumit pada tempat
tidur
f. dengan menempatkan bantal di bawah kaki.
g. Lanjutkan untuk mereposisi kembali pasien saat ditempatkan di
permukaan pendukung seperti kasur luka tekan.
h. Reposisikan pasien tiap jam pada kondisi di kursi duduk.
i. Pada pasien yang dapat mengubah posisinya sementara duduk, pemulihan
tekanan dianjurkan 15 menit dengan aktivitas seperti bangkit di kursi.
j. Jika individu tidak dapat dipindahkan atau diposisikan dengan kepala tempat
tidur ditinggikan lebih dari 30 derajat, tempatkan polyurethane foam pada
sakrum.
k. Gunakan polyurethane foam pada tumit jika beresiko terjadinya luka tekan di
tumit dan tempatkan busa tipis atau breathable dressing di bawah peralatan-
peralatan medis yang beresiko menimbulkan luka tekan.
l. Berikan transparan film atau hidrokoloid pada tonjolan tulang untuk
mengurangi trauma mekanis dari friksi.

Gambar 2.8 Posisi berbaring miring 30 derajat


Sumber : dikutip dari Soedjana (2016)

Gambar 2.9 Posisi Menjembatani Menggunakan Bantal


Sumber : dikutip dari Soedjana (2016)

5. Edukasi
a. Ajarkan pasien dan keluarga tentang risiko cedera luka tekan.
b. Libatkan pasien dan keluarga dalam intervensi pengurangan risiko luka tekan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil meta analisis Australian Wound Management


Association (AWMA, 2012) mengindikasikan bahwa skala braden  mempunyai
reliabilitas paling kuat. Scoonhoven, et al (2002) melalui penelitian dengan
desain cohort prospective menyatakan braden’s scale instrument terbaik untuk
prediksi pressure ulcer diunit bedah, interne, neurologi, dan geriatri jika
dibandingkan Norton’s scale dan Waterlow. Skala Braden mempunyai validitas yang
paling tinggi dibandingkan dengan skala yang lainnya (Satekoa & Ziakova, 2014).
Skala braden lebih efektif dibandingkan dengan skala Norton  dalam  memprediksi
risiko pressure ulcer di ruang ICU (Bhoki, 2014). Sedangkan menurut Mufarika
(2013) skala Braden mempunyai validitas prediksi yang baik dalam memprediksi
kejadian pressure ulcer.

B. SARAN
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para
pembaca.
Daftar Pustaka

Bhoki, M.W. & Mardiyono. (2014). Skala Braden dan Norton Dalam Memprediksi Risiko
Dekubitus di Ruang ICU. JRK ISSN: 2252-5068, Vol. 3, No. 2, Mei 2014.

Handayani, R. S., Irawaty, D., & Panjaitan, R. U. (2011). Pencegahan Luka Tekan Melalui
Pijat Menggunakan Virgin Coconut Oil. Jurnal Keperawatan Indonesia, 14(3).

Kozier, B., ERB, G., Berman,A., & Snyder, S.J. (2010). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan, Konsep, Proses & Praktik. Edisi 7, Volume 2.  Penerjemah Wahyuningsih, E.,
Yulianti, D., Yuningsih, Y., Lusyana, A. Jakarta. EGC.

Mufarika. (2013). Validitas Prediksi Skala Braden dan Suriadi Sanada Dalam Menentukan
Risiko Kejadian Luka Tekan Pada Pasien Kritis Di Neurosurgical Critical Care Unit (NCCU)
Rsup Dr. Hasan Sadikin Bandung. Tesis Universiras Padjajaran Bandung.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental : Konsep, Proses, Dan
Praktik. Jakarta: EGC.

Potter, P.A. & Perry, A.G. (2010). Fundamental Keperawatan. (Buku 3, Edisi 7). Penerjemah
Fitriani, D.N., Tampubolon, O., Diba, F. Jakarta: Salemba Medika.

Reddy, M., Gill, S. S., & Rochon, P. A. (2006). Preventing pressure ulcers: a systematic
review. Jama, 296(8), 974-984.

Tarihoran, D. E. T. A. U., Sitorus, R., & Sukmarini, L. (2010). Penurunan Kejadian Luka
Tekan Grade I (Non Blanchable Erythema) Pada Klien Stroke Melalui Posisi Miring 30
Derajat. Jurnal Keperawatan Indonesia, 13(3)

Anda mungkin juga menyukai