Anda di halaman 1dari 20

Laporan Small Group Discussion

LBM 1
“KAKIKU NYERI”

Nama : Alivia Ayu Pramesti Hariyadi


NIM : 020.06.0003
Kelas :A
Blok : NMS II
SGD :2
Tutor : dr. Rohmatul Hajiriyah Nurhayati, S.Ked.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2022/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil Laporan
Tutorial LBM 1 “KAKIKU NYERI”.

Dalam penyusunan Laporan Tutorial LBM 1 ini, penulis menyadari sepenuhnya


masih terdapat kekurangan di dalam penyusunannya. Hal ini disebabkan karena terbatasnya
kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, penulis menyadari bahwa tanpa adanya
bimbingan dan petunjuk dari semua pihak tidaklah mungkin hasil Laporan Tutorial LBM 1
ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan dengan baik.

2. dr. Rohmatul Hajiriyah Nurhayati, S.Ked. selaku fasilitator dalam SGD


kelompok 2, atas segala masukan, bimbingan dan kesabaran dalam menghadapi
keterbatasan penulis.

3. Seluruh anggota SGD kelompok 2 yang telah membantu dan memberikan


masukan dalam penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya konstruktif demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Mataram, 23 Maret 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario
“Kakiku Nyeri”
Skenario

Seorang laki-laki usia 36 tahun datang dengan keluhan nyeri pada tungkai bawah
kanan sejak 2 hari yang lalu. Nyeri tersebut membuat pasien tidak mau menggerakan tungkai
bawahnya. Riwayat sebelumnya pasien pernah mengalami kecelakaan lalu lintas sekitar 1
minggu yang lalu yang menyebabkan luka di tungkai bawah kanan dengan terlihat tulang,
lalu pasien mendapatkan pengobatan alternatif dan dibidai. Selain nyeri, pasien juga
merasakan demam sejak kemarin serta kemerahan pada tungkai kanan bawahnya.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan:

Tanda-tanda vital :

Tekanan darah 110/70 mmHg

Suhu 38 C

Nadi 100 X/menit

Respirasi 18 X/menit

Look : teradapat luka di tungkai kanan bawah berwarna kemerahan, deformitas dan angulasi.

Feel : pada perabaan neurovaskular distal mash normal

ROM : terbatas

Dari gambaran X-Ray didapatkan hasil seperti di bawah ini:


Apakah yang terjadi pada kasus di atas?

1.2 Deskripsi Masalah

Berdasarkan skenario seorang laki – laki usia 36 tahun yang datang dengan
keluhan nyeri tungkai bawah sejak 2 hari yang lalu. Nyeri tersebut membuat pasien
tidak dapat menggerakkan kakinya. Riwayat sebelumnya ia mengalami kecelakaaan
lalu lintas 1 minggu yang lalu dan telah mendapatkan pengobatan alternative dan
dibidai. Pasien merasakan nyeri, pada bagian luka berwarna kemerahan, deformitas
dan angulasi dan ruang gerak terbatas.

Kecelakaan dapat mengakibatkan benturan. Benturan pada tubuh bisa


menyebabkan cedera termasuk patah tulang, retak tulang, cedera otot, dislokasi sendi,
dan gangguan pada saraf dan pembuluh darah. Akibat dari trauma tersebut dapat
menyebabkan rasa nyeri yang sangat terasa saat bagian tubuh yang terebentur
digerakkan. Pada scenario nyeri disebebkan oleh kerusakan jaringan karena trauma 
yang menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang akan
menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya zat – zat
mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan menimbulkan sensasi nyeri.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan interpretasi tkanan darah normal, nadi


normal, pernapasan normal, suhu meningkat dan juga neurovaskularisasi masih bagus
atau normal.
Dari hasil pemeriksaan fisik pasien mengalami peningkatan suhu ada berbagai
faktor penting yang berperan dalam pembentukkan panas, antara lain peningkatan
kecepatan metabolisme pada waktu aktivitas otot, efek hermon pada sel meningkat,
peningkatan hormon norepinefrin. Peningkatan suhu inti tubuh yang disebabkan eleh
factor – factor tesebut dieliminasi dengan pengeluaran panas melalui kulit dan
sebagian kecil melalui pernafasan, faeses, dan air kencing.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Fraktur
Definisi :
Fraktur adalah kondisi hilangnya kontinuitas pada tulang, yang dapat bersifat lengkap
maupun sebagian. Fraktur merupakan cedera traumatik dengan presentase kejadian
tinggi, cedera tersebut dapat menimbulkan perubahan yag signifikan pada kualitas
hidup. Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang yang dapat disebabkan oleh trauma
fisik.
Fraktur yang terjadi pada individu dapat ditentukan oleh kekuatan, sudut, tenaga,
kondisi tulang, serta kondisi jaringan disekitar tulang. Fraktur lengkap terjadi pada
saat tulang mengalami patah secara keseluruhan, sedangkan fraktur tidak lengkap
terjadi pada saat tulang tidak mengalami patah secara keseluruhan.
Etiologi Fraktur :
Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, berikut penyebab
dari fraktur adalah :
1. Kecelakaan di jalan raya, contohnya kecelakaan saat mengendarai
kendaraan bermotor
2. Cedera saat melakukan olahraga
3. Menyelam pada air yang dangkal
4. Luka tembak atau luka tikam
5. Gangguan metabolik tulang seperti osteoporosis yang disebabkan oleh
fraktur kompresi pada vertebra, dapat mengalami fraktur dari trauma
minor karena kerapuhan tulang akibat gangguan yang telah ada
sebelumnya.
6. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medula spinalis seperti
spondiliosis servikal dengan mielopati, mielitis akibat proses inflamasi
infeksi maupun non infeksi, siringmielia, tumor infiltrasi maupun
kompresi
7. Gaya secara langsung, contohnya sebuah benda bergerak menghantam ke
area tubuh di atas tulang.
8. Gaya tidak langsung, contohnya ketika ada kontraksi kuat dari otot
menekan pada tulang dan juga tekanan serta kelelahan dapat
menyebabkan fraktur karena penurunan kemampuan tulang dalam
menahan gaya mekanikal.
Manifestasi Klinis Fraktur :
Salah satu cara mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien,
beberapa fraktur sering langsung tampak jelas. Berikut manifestasi klinis fraktur
adalah :
1. Deformitas : Pembengkakan dari pendarahan lokal dapat menyebabkan
deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan
tungkai, deformitas rotasional atau angulasi.
2. Pembengkakan : Edema dapat muncul segera sebagai akibat dari akumulasi
cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar (ekimosis) : memar terjadi karena pendarahan subkutan pada lokasi
fraktur.
4. Spasme otot : Sering mengiringi fraktur, spasme otot involuntar sebenarnya
berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih lanjut dari
fragmen fraktur.
5. Nyeri : Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada tiap klien.
Nyeri akan terus – menerus jika fraktur tidak diimobilisasi. Hal ini terjadi
karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada
sekitarnya.
6. Ketegangan : Ketegangan di atas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang
terjadi.
7. Kehilangan fungsi : Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan
fraktur atau karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang
terkena.
8. Gerakan abnormal dan krepitasi : Gerakan dari bagian tengah tulang atau
gesekan antar fragmen fraktur yang menciptakan sensasi dan suara deritan.
9. Syok : Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Pendarahan besar
atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.
10. Perubahan neurovaskular : Cedera neurovaskular terjadi akibat kerusakan
saraf perifer atau struktur vaskular yang terkait. Klien akan mengeluhkan
kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal fraktur.
Klasifikasi Fraktur :
 Klasifikasi fraktur berdasarkan penyebab
Berikut klasifikasi fraktur berdasarkan penyebab adalah :

1. Fraktur traumatik
Terjadi dikarenakan adanya trauma mendadak pada tulang dengan kekuatan
yang besar, sehingga tulang tidak mampu menahannya sehingga terjadi
fraktur.
2. Fraktur patologis
Keadaan tulang yang lemah, yang dapat disebabkan oleh osteoporosis, tumor
tulang, dan lain sebagainya. Kondisi tulang yang lemah dapat menyebabkan
terjadinya fraktur, bahkan fraktur dapat terjadi hanya karena trauma ringan
pada tulang.
3. Fraktur stres
Terjadi apabila individu melakukan latihan fisik secara keras, dengan
melakukan latihan keras maka kekuatan otot akan meningkat, namun kondisi
tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan kekuatan tulang sehingga
membuat individu merasa mampu melakukan aktivitas yang lebih berat dari
sebelumnya. Meningkatnya kekuatan otot yang tidak diimbangi dengan
meningkatnya kekuatan tulang akan menyebabkan tulang tidak kuat menahan
tekanan dan dapat menyebabkan fraktur stres.

 Klasifikasi fraktur berdasarkan jenisnya


Berikut klasifikasi fraktur berdasarkan jenisnya adalah :
o Fraktur tertutup (simple fracture)
Fraktur tertutup merupakan kondisi patah tulang yang tidak menembus kulit,
sehingga lokasi terjadinya fraktur tidak mempunyai kontak dengan dunia luar
sehingga tidak terjadi pencemaran oleh lingkungan.
o Fraktur terbuka (compound fracture)
Fraktur terbuka merupakan kondisi patah tulang yang mengakibatkan
robeknya kulit sehingga timbul luka. Fraktur terbuka mengakibatkan tulang
yang mengalami fraktur memiliki hubungan dengan dunia luar melalui
jaringan lunak dan luka pada kulit.
o Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Fraktur dengan komplikasi merupakan kondisi patah tulang yang disertai
dengan kompikasi, diantaranya mal union, delayed union, non union, dan
infeksi. Mal union merupakan kondisi ketika fraktur dapat disembuhkan, akan
tetapi terjadi kesalahan bentuk secara anatomi. Delayed union merupakan
kondisi gagalnya tulang yang mengalami fraktur untuk menyambung tepat
pada waktunya, hal ini disebabkan oleh menurunnya suplai darah pada tulang.
Non-union merupakan kondisi fraktur yang tidak sembuh selama 6-8 bulan,
sehingga tulang tidak dapat tersambung dan terbentuklah sendi palsu.

2. Osteomyelitis
Definisi :
Osteomyelitis yang paling mendasar adalah infeksi jaringan tulang yang
mencakup sumsum atau kortek tulang yang disebabkan oleh bakteri piogenik.
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya
awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat.
Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomyelitis akut yang tidak ditangani
dengan baik.
Ada dua macam infeksi tulang menurut Robbins dan Kumar yaitu :
1. Osteomyelitis piogenik hematogen Biasanya terjadi pada anak-anak,
osteomyelitis piogenik hematogen terutama disebabkan oleh staphylococcus
aureus kemudian diikuti oleh bacillus colli. Kecuali samonela, osteomyelitis
hematogen biasanya bermanisfestasi sebagai suatu penyakit demam sistemik akut
yang disertai dengan gejala nyeri setempat, perasaan tak enak, kemerahan dan
pem bengkakan.
2. Osteomyelitis tuberkulosis Timbulnya secara tersembunyi dan cenderung
mengenai rongga sendi. Daerah yang sering kena adalah tulang-tulang panjang
dari ekstremitas dan tulang belakang. Osteomyelitis tuberkulosis dapat
menyebabkan deformitas yang serius (kifosis, skoliosis) berkaitan dengan
destruksi dan perubahan sumbu tulang belakang dari posisi normalnya.
Etiologi :
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus
infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi
saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi
ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan
akibat trauma subklinis (tak jelas).
Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (mis.
Ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung
tulang (mis, fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis. Fraktur
terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya
buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita
artritis reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid
jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang atau sedang
mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama,
mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nekrosis insisi marginal atau
dehisensi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.
Manifestasi Klinis :
Gejala umum akut seperti demam, toksemia, dehidrasi, pada tempat tulang yang
terkena panas dan nyeri, berdenyut karena nanah yang tertekan kemudian terdapat
tanda-tanda abses dengan pembengkakan.
Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :
1. Osteomyelitis Primer  Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui
luka.
2. Osteomyelitis Sekunder  Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran
darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas,
genitourinaria furunkel).
Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :
a. Steomyelitis akut (<14 hari)
 Nyeri daerah lesi
 Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
 Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
 Pembengkakan lokal
 Kemerahan
 Suhu raba hangat
 Gangguan fungsi
 Lab = anemia, leukositosis
b. Osteomyelitis kronis (>14 hari)
 Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
 Gejala-gejala umum tidak ada
 Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
 Lab = LED meningkat
3. Sindroma Kompartemen
Definisi :
Sindrom kompartemen didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi peningkatan
tekanan di dalam suatu rongga anatomis tubuh yang mempengaruhi sirkulasi dan
mengancam fungsi dan kelangsungan hidup jaringan di sekitarnya. Sindrom
kompartemen, suatu keadaan yang potensial menimbulkan kedaruratan, adalah
peningkatan tekanan interstisial dalam sebuah ruangan yang tertutup, biasanya
kompartemen oseofacial ekstremitas yang nonclompliant, misalnya kompartemen
lateral, anterior dan posterior dalam tungkai serta kompartemen volar superficial dan
dalam lengan serta pergelangan tangan. Peningkatan tekanan dapat menyebabkan
gangguan mikrovaskular dan nekrosis jaringan local.
Sindrom kompartemen merupakan masalah medis akut setelah cederapembedahan,di
mana peningkatan tekanan (biasanya disebabkan oleh peradangan)di dalam ruang
tertutup (kompartemen fasia) di dalam tubuh mengganggu suplaidarah atau lebih
dikenal dengan sebutan kenaikan tekanan intra-abdomen. Tanpa pembedahan yang
cepat dan tepat, hal ini dapat menyebabkan kerusakan saraf danotot kematian.
Etiologi :
Penyebab sindrom kompartemen secara umum dibedakan menjadi dua: 1.
Peningkatan volume intra-kompartemen dengan luas ruang kompartemen tetap; dapat
disebabkan oleh fraktur yang menyebabkan robekan pembuluh darah, sehingga darah
mengisi ruang intra-kompartemen. Trauma langsung jaringan otot yang menyebabkan
pembengkakan. Luka bakar yang menyebabkan perpindahan cairan ke ruang
intrakompartemen. Penurunan luas ruang kompartemen dengan volume intra-
kompartemen yang tetap. Kompresi tungkai terlalu ketat saat imobilisasi fraktur
„ Luka bakar yang menyebabkan kekakuan/ konstriksi jaringan ikat sehingga
mengurangi ruang kompartemen.
Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang
kemudian memicu timbullnya sindrom kompartemen, yaitu antara lain :
a. Penurunan Volume Kompartemen
Kondisi ini disebabkan oleh :
1) Penutupan defek fascia
2) Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
b. Peningkatan Tekanan Eksternal
1) Balutan yang terlalu ketat
2) Berbaring di atas lengan
3) Gips
c. Peningkatan Tekanan pada Struktur Komparteman
Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain :
1) Pendarahan atau Trauma vaskuler
2) Peningkatan permeabilitas kapiler
3) Penggunaan otot yang berlebihan
4) Luka bakar
5) Operasi
6) Gigitan ular 7) Obstruksivena
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera,
dimana 45% kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak
bawah.
Manifestasi Klinis :
Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat saatperegangan pasif pada otot-otot yang terkena, ada trauma
langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang palin gpentig. Terutama jika munculnya
nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin
gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang
pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.
b. Pallor (pucat)
Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
c. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
d. Parestesia (rasa kesemutan)
e. Paralysis
Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.
Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala khas, antara
lain:
1) Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olahraga. Biasanya setelah
berlari atau beraktivitas selama 20 menit.
2) Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30
menit. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.

4. Osteonekrosis
Definisi :
Osteonekrosis (ON) adalah proses kematian pada tulang yang juga menyebabkan
gangguan dari suplai pembuluh darah tulang. Selain dari kasus 9 idiopatik, penyebab
dari osteonekrosis juga dapat berupa trauma (penyebab paling sering) dan penyebab
non traumatik (kondisi sistemik), seperti alkoholisme, terapi steroid, penyakit
hematologi, dan SLE. Terdapat dua tipe utama dari ON: infark sumsum tulang yang
melibatkan struktur trabecular dan rongga sumsum tulang pada bagian metafisis
(dalam kebanyakan kasus kurang menunjukan gejala klinis); dan infark pada juxta-
artikuler yang terletak pada tulang subkondral pada sendi besar (kebanyakan
simtomatis).
Etiologi :
Faktor yang menjadi predisposisi dari Osteonekrosis kaput femur termasuk
diantaranya trauma panggul, fraktur kolum femur dan acetabulum, dislokasi panggul,
kontusio dan terkilir (bukan fraktur namun terkadang menyebabkan intraartikular
hematoma), penggunaan glukokortikoid jangka panjang dan dosis tinggi, penggunaan
alkohol jangka panjang, trombofilia, hipofibrinolisis, serta penyakit autoimun yang
mendapat terapi steroid. Pasien yang terdiagnosa osteonekrosis dapat dibedakan
menjadi dua grup:
5. pasien tanpa penampakan etiologi dan faktor risiko serta
6. pasien dengan etiologi yang teridentifikasi secara jelas, dengan demikian
osteonekrosis dapat dibedakan menjadi idiopatik (primer) atau sekunder.
Diagnosis dari idiopatik osteonekrosis saat ini lebih jarang dibandingkan dengan
sebelumnya karena beberapa faktor penyebab telah diindentifikasi.

Penegakan Diagnosis Kerja :


Dari gejala gejala yang ada pada skenario serta onset dari demam dan pasca dari
kecelakaan yang di alami pasien, serta dari riwayat pengobatan alternative yang
dilakukan kami mendiagnosis pasien dengan Osteomyelitis akut ec open fraktur 1/3
distal tibia et fibula dextra. Menurut kami pada saat dilakukan pengobatan alternative
secara tidak tepat menyebabkan bakteri – bakteri dari luar masuk karena pada posisi
ini pasien memiliki luka atau open fraktur, maka dari itu penanganan yang tidak tepat
akan menyebabkan terjadinya infeksi.

Epidemiologi Osteomyelitis :

Kejadian osteomilitis dinegara berkembang tidak diketahui dengan pasti, namun


angka kejadian osteomilitis yang disebarkan melalui hematogen menurun. Hamper
separuh kasus pada anak terjadi dibawah usia 5 tahun dan lai – laki dua kali lebih
banyak disbanding perempuan. Factor resiko terjadinya osteomilitis pada fraktur
terbuka adalah : jenis fraktur, derajat kerusakan jaringan, derajat kontaminasi
mikroba dan penggunaan antibiotic. Insiden kontaminasi vertebra hematogenous
adalah 0,5–2,4/100,000 penduduk dan meningkat dengan bertambahnya usia.
Sepertiga kasus spondylitis piogenik merupakan discitis pasca operasi dan kenaikan
insidensinya dihubungkan dengan peningkatan tindakan pembedahan spinal.

Patofisiologi :
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.
Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus,
Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten
penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik.
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan
pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan
hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4
sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya
akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah
terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang
sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di
sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk
abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering
harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada
umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir
keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada
jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi
sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum
infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup
pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.

Pemeriksaan fisik dan Penunjang

Pada pemeriksaan fisik lokal, osteomyelitis akut akan menunjukkan adanya


area tulang yang hangat, bengkak, dan peradangan, sedangkan pada osteomyelitis
kronis dapat bermanifestasi eritema, bengkak, iskemia, nekrosis, maupun ulserasi,
tergantung penyebabnya.
Selain itu, osteomielitis dapat di deteksi melalui pemeriksaan x ray, dimana
didapatkan adanya destruksi tulang, reaksi periosteum, pembengkakan jaringan
lunak, dan pembentukan sequester. Pada kasus subakut bisa didapatkan adanya lesi
berbatas tegas, bulat, bersifat radiolusen berupa kavitas dengan diameter berukuran
1 – 2 cm. Kavitas dapat dikelilingi oleh sklerosis (abses Brodie).
Ultrasonography berguna untuk melihat adanya edema periosteum dan
kumpulan cairan di permukaan tulang.– deteksi cairan di permukaan tulang dengan
ultrasonography pada pasien dengan nyeri tulang akut tanpa trauma mengarah ke
diagnosis osteomyelitis-
MRI merupakan modalitas pencitraan yang sangat baik untuk mendeteksi
kondisi infeksi awal, yaitu adanya edema pada metafisis tulang, pembengkakan
jaringan lunak, dan pembentukan pus. Pada kondisi infeksi awal, didapatkan
abnormalitas pada sumsum tulang berupa gambaran penurunan intensitas pada
T1weighted image dan peningkatan intensitas pada T2 weighted image.
CT scan baik untuk melihat ekstensi dari sequester, destruksi tulang, asal dari
sinus, sehingga berguna dalam persiapan tindakan bedah untuk memprediksi
seberapa banyak tulang sehat yang tersisa dan menentuka perlu tidaknya
pemasangan implant untuk memperkuat tulang post operasi, CT scan kurang baik
untuk pemeriksaan osteomielitis post pemasanangan prosthesis dan implan karena
gambaran yang kurang jelas akibat mekanisme scattered.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah radionuklir (bone scan),
biasanya ditujukan terutama untuk osteomielitis yang bersifat multifokal,dengan
sensitivitas lebih dari 98% dan spesifisitas mencapai lebih dari 70%. Pada
pemeriksaan bone scan dapat terlihat adanya peningkatan uptake yang biasanya
dapat disimpulkan adanya inflamasi. Peningkatan uptake ini tidak hanya terjadi
pada proses inflamasi, namun dapat terjadi juga pada lempeng epifisis sebagai
lempeng pertumbuhan sehingga sukar untuk membedakan proses inflamasi dan
fisiologis dari epifisis itu sendiri.Pemeriksaan

radiolabeling pada leukosit lebih spesifik terhadap proses infeksi namun jarang
dilakukan. Bika peningkatan uptake terjadi radiolabel leukosit tapi hasil scan 99m
bone marrow scan negatif, dapat disimpulkan terjadi osteomielitis.
Pemeriksaan radionuklir lainnya seperti FDG/PET scan memiliki sensitifitas
dan spesifisitas tinggi terhadap osteomielitis ( 97.5% dan 86.3%) namun kurang
efektif bila terdapat implant.
Laboratorium

Pada kasus akut seperti osteomielitis hematogenik akut pada anak, dapat
terjadi kenaikan jumlah leukosit, namun leukosit dapat ditemukan normal pada bayi
dan orang tua. Pada osteomielitis juga dapat ditemukan peningkatan dari ESR dan
CRP. Namun perlu diingat baik-baik, bahwa peningkatan dari leukosit, ESR, dan
CRP tidak hanya terjadi pada kasus osteomielitis, sehingga ketiga pemeriksaan
tersebut bersifat tidak spesifik. Pada osteomyelitis hematogenik subakut, hitung
leukosit dan kultur darah dapat menunjukkan hasil yang normal, terjadi peningkatan
ESR secara minimal.
Kultur darah untuk mencari penyebab hanya dalam 50% kasus. Sebaiknya
dilakukan sebelum pemberian antibiotika atau 48 jam sesudah antibiotika
dihentikan. Hal ini terutama berguna untuk kasus osteomielitis hematogenik akut –
lakukan pengambilan darah terlebih dahulu untuk kultur sebelum memberikan
antibiotika pada kasus akut –
Marker yang rutin dipakai dalam follow up pengobatan osteomielitis adalah
CRP dan ESR. CRP diharapkan membaik 1 minggu sejak pengobatan dan ESR
setelah 1 bulan pengobatan.

Histopatologi
Mikroorganisme penyebab osteomielitis dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan kultur dan histopatologi yang berasal dari tulang yang terkena. Biopsi
dan kultur untuk osteomielitis harus mencakup tulang yang terkena, dan tidak
melalui daerah sinus atau ulkus karena rawan terkontaminasi bakteri flora normal
kulit. Hal ini juga berlaku untuk luka neuropati pada kaki osteomielitis. –tindakan
swab melalui luka kulit terbatas manfaatnya, sehingga tidak dianjurkan.
Pengambilan sampel tulang hars melalui jaringan sehat.

Bila dari pemeriksaan histopatologi didapatkan hasil neutrofil lebih dari 6 per
lapang pandang besar, mengindikasikan positif terjadinya proses infeksi. Pewarnaan
Ziehl Nelssendan penemuan sel polidatia Langhans pada pemeriksaan histopatologi
merujuk pada mycobacterium sehingga terapi segera dapat dilaksanakan tanpa
menunggu hasil kultur. Pada kecurigaan infeksi pada implan, biopsi harus dilakukan
pada beberapa tempat untuk memastikan representasi dari jaringan yang diambil.
Minimal dilakukan 3 biopsi dari jaringan periprostesis dan dilakukan pemeriksaan
kultur.

Penatalaksanaan :
Manajemen osteomielitis dan infected nonunions termasuk kontrol infeksi dengan
debridemen dan antibiotik, stabilisasi fraktur, penanganan defek dengan tujuan
memperoleh union tulang yang aseptik. Penyelamatan ekstremitas pada osteomielitis
yang difus terdiri dari debridemen, stabilisasi tulang, pemberian antibiotik sistemik
dan lokal, penutupan jaringan lunak, dan manajemen patah tulang yang belum union
serta defek tulang.
1. Imobilisasi area yang sakit
2. Debridemen
Debridemen atau memotong jaringan yang kontraktur disekitar luka. Saat ini
istilah tersebut digunakan untuk prosedur yang lebih ekstensif dari insisi dan
eksisi jaringan yang rusak. Untuk menentukan jaringan mana yang akan di eksisi,
ahli bedah mengidentifikasi otot yang masih hidup dengan bantuan 4 C:
contraction (kontraksi saat dijepit), consistency (tidak lunak), capillary bleeding
saat dipotong, dan color (warna merah, bukan pucat atau gelap).

3. Stabilisasi tulang
Stabilisasi tulang pada fraktur nonunion diperlukan untuk kontrol infeksi.
4. Antibiotik lokal
Ruangan kosong yang terjadi akibat debridemen dapat diisi oleh
polymethylmethacrylate (PMMA) beads yang dikombinasi dengan antibiotik,
seperti tobramycin, vancomycin, atau antibiotik spesifik lainnnya yang tahan
panas dan tersedia dalam bentuk serbuk.
Komplikasi dan Prognosis :

Infeksi osteomyelitis dapat menjalar ke bagian kortek tulang dan periosteum,


sehingga terjadi penurunan suplai darah ke periosteum dan menyebabkan nekrosis
tulang. Celah di antara nekrosis tulang dapat mengandung pus dan tulang
baru/involucrum akan tumbuh pada periosteum yang terluka ini, sehingga dapat
terjadi kontraktur fleksi di atas atau di bawah area infeksi. Beberapa komplikasi lain
yang dapat terjadi apabila terapi osteomyelitis tidak adekuat adalah Artritis septik,
Patah tulang patologis, Karsinoma sel skuamosa, Pembentukan saluran sinus, Abses,
Kelainan bentuk tulang, Infeksi sistemik
Amiloidosis dan Infeksi jaringan lunak di area yang berdekatan.
Prognosis osteomyelitis cukup bervariasi, tergantung angka kesuksesan terapi. Angka
kesuksesan terapi osteomyelitis antara 60-90%, tergantung keberhasilan debridement
dan kemungkinan insufisiensi vaskular pada tempat infeksi. Dengan pengobatan dini
yang agresif, prognosis osteomielitis akut umumnya baik.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari hasil diskusi kami dapat disumpulkan bahwa dari segala gejala gejala yang
ada pada skenario tersebut serta onset dari demam dan pasca dari kecelakaan yang di
alami pasien, serta dari riwayat pengobatan alternative yang dilakukan kami
mendiagnosis pasien dengan Osteomyelitis akut ec open fraktur 1/3 distal tibia et
fibula dextra. Menurut kami pada saat dilakukan pengobatan alternative secara tidak
tepat menyebabkan bakteri – bakteri dari luar masuk karena pada posisi ini pasien
memiliki luka atau open fraktur, maka dari itu penanganan yang tidak tepat akan
menyebabkan terjadinya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Apley, A Graham & Solomon, Louis. 2010. Ortopedi dan Fraktur Sistem. Apley, Ninth
edition ISE. Jakarta: CRC Press
Bahrudin, Mochammad.2017.Patofisiologi Nyeri.Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang
Black, Joyce M. & Hawks. J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis
Untuk Hasil yang Diharapkan.8th edn. Singapura :Elsevier.
Blom A, Warwick D, Whitehouse MR, editors. Apley & Solomon’s System of Orthopaedics
and Trauma (10th edition). New York: CRC Press, 2018
Ketut, Trisna.2015.Kualitas Sendi Bbahu Paska Reduksi Tertutup Menggunakan Penilaian
WORC Pada Penderita Dsiklokasi Anterior Glenohumeral Dengan Robekan Rotator
Cuff. Fakultas Kedokteran Universtias Udayana.
Kowalak, dkk. 2014. Buku Ajar Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Legiran, dkk. Dislokasi Sendi Bahu: Epidemiologi Klinis dan Tinjauan Anatomi. Subbagian
Bedah Ortopedi, Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin/Fakultas
Kedokteran, Universitas Sriwijaya.
https://repository.unsri.ac.id/22926/1/LK_2015_Dislokasi_Sendi.pdf
Maharta, Gede., dkk. Manajemen Fraktur pada Trauma Muskuloskeletal. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Price, Sylvia., Wilson Lorraine. 2005. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit.
Penerbit EGC. Edisi. 6
Rockwood and Green's. 2015. Fractures in Adults. Wolters Kluwer. Eight Edition. Vol. 1
Sjamsuhidajat, de Jong. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah; Sistem Organ dan Tindak Bedahnya
(2). Penerbit EGC. Edisi 4. Vol. 3
Sholihah,Siti.2018.Analisis Factor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Pada
Pasien Cedera Muskuloskeletal yang Memilih Pendekatan Teori Health Belief Model.
Universitas Airlangga
Themi Protopsaltis, MD. et al. 2014. Handbook of Fracture. Wolters Kluwer. Fifth Edition.

Anda mungkin juga menyukai