LBM 1
“KAKIKU NYERI”
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2022/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil Laporan
Tutorial LBM 1 “KAKIKU NYERI”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya konstruktif demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
“Kakiku Nyeri”
Skenario
Seorang laki-laki usia 36 tahun datang dengan keluhan nyeri pada tungkai bawah
kanan sejak 2 hari yang lalu. Nyeri tersebut membuat pasien tidak mau menggerakan tungkai
bawahnya. Riwayat sebelumnya pasien pernah mengalami kecelakaan lalu lintas sekitar 1
minggu yang lalu yang menyebabkan luka di tungkai bawah kanan dengan terlihat tulang,
lalu pasien mendapatkan pengobatan alternatif dan dibidai. Selain nyeri, pasien juga
merasakan demam sejak kemarin serta kemerahan pada tungkai kanan bawahnya.
Tanda-tanda vital :
Suhu 38 C
Respirasi 18 X/menit
Look : teradapat luka di tungkai kanan bawah berwarna kemerahan, deformitas dan angulasi.
ROM : terbatas
Berdasarkan skenario seorang laki – laki usia 36 tahun yang datang dengan
keluhan nyeri tungkai bawah sejak 2 hari yang lalu. Nyeri tersebut membuat pasien
tidak dapat menggerakkan kakinya. Riwayat sebelumnya ia mengalami kecelakaaan
lalu lintas 1 minggu yang lalu dan telah mendapatkan pengobatan alternative dan
dibidai. Pasien merasakan nyeri, pada bagian luka berwarna kemerahan, deformitas
dan angulasi dan ruang gerak terbatas.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Fraktur
Definisi :
Fraktur adalah kondisi hilangnya kontinuitas pada tulang, yang dapat bersifat lengkap
maupun sebagian. Fraktur merupakan cedera traumatik dengan presentase kejadian
tinggi, cedera tersebut dapat menimbulkan perubahan yag signifikan pada kualitas
hidup. Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang yang dapat disebabkan oleh trauma
fisik.
Fraktur yang terjadi pada individu dapat ditentukan oleh kekuatan, sudut, tenaga,
kondisi tulang, serta kondisi jaringan disekitar tulang. Fraktur lengkap terjadi pada
saat tulang mengalami patah secara keseluruhan, sedangkan fraktur tidak lengkap
terjadi pada saat tulang tidak mengalami patah secara keseluruhan.
Etiologi Fraktur :
Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, berikut penyebab
dari fraktur adalah :
1. Kecelakaan di jalan raya, contohnya kecelakaan saat mengendarai
kendaraan bermotor
2. Cedera saat melakukan olahraga
3. Menyelam pada air yang dangkal
4. Luka tembak atau luka tikam
5. Gangguan metabolik tulang seperti osteoporosis yang disebabkan oleh
fraktur kompresi pada vertebra, dapat mengalami fraktur dari trauma
minor karena kerapuhan tulang akibat gangguan yang telah ada
sebelumnya.
6. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medula spinalis seperti
spondiliosis servikal dengan mielopati, mielitis akibat proses inflamasi
infeksi maupun non infeksi, siringmielia, tumor infiltrasi maupun
kompresi
7. Gaya secara langsung, contohnya sebuah benda bergerak menghantam ke
area tubuh di atas tulang.
8. Gaya tidak langsung, contohnya ketika ada kontraksi kuat dari otot
menekan pada tulang dan juga tekanan serta kelelahan dapat
menyebabkan fraktur karena penurunan kemampuan tulang dalam
menahan gaya mekanikal.
Manifestasi Klinis Fraktur :
Salah satu cara mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien,
beberapa fraktur sering langsung tampak jelas. Berikut manifestasi klinis fraktur
adalah :
1. Deformitas : Pembengkakan dari pendarahan lokal dapat menyebabkan
deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan
tungkai, deformitas rotasional atau angulasi.
2. Pembengkakan : Edema dapat muncul segera sebagai akibat dari akumulasi
cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar (ekimosis) : memar terjadi karena pendarahan subkutan pada lokasi
fraktur.
4. Spasme otot : Sering mengiringi fraktur, spasme otot involuntar sebenarnya
berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih lanjut dari
fragmen fraktur.
5. Nyeri : Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada tiap klien.
Nyeri akan terus – menerus jika fraktur tidak diimobilisasi. Hal ini terjadi
karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada
sekitarnya.
6. Ketegangan : Ketegangan di atas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang
terjadi.
7. Kehilangan fungsi : Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan
fraktur atau karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang
terkena.
8. Gerakan abnormal dan krepitasi : Gerakan dari bagian tengah tulang atau
gesekan antar fragmen fraktur yang menciptakan sensasi dan suara deritan.
9. Syok : Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Pendarahan besar
atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.
10. Perubahan neurovaskular : Cedera neurovaskular terjadi akibat kerusakan
saraf perifer atau struktur vaskular yang terkait. Klien akan mengeluhkan
kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal fraktur.
Klasifikasi Fraktur :
Klasifikasi fraktur berdasarkan penyebab
Berikut klasifikasi fraktur berdasarkan penyebab adalah :
1. Fraktur traumatik
Terjadi dikarenakan adanya trauma mendadak pada tulang dengan kekuatan
yang besar, sehingga tulang tidak mampu menahannya sehingga terjadi
fraktur.
2. Fraktur patologis
Keadaan tulang yang lemah, yang dapat disebabkan oleh osteoporosis, tumor
tulang, dan lain sebagainya. Kondisi tulang yang lemah dapat menyebabkan
terjadinya fraktur, bahkan fraktur dapat terjadi hanya karena trauma ringan
pada tulang.
3. Fraktur stres
Terjadi apabila individu melakukan latihan fisik secara keras, dengan
melakukan latihan keras maka kekuatan otot akan meningkat, namun kondisi
tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan kekuatan tulang sehingga
membuat individu merasa mampu melakukan aktivitas yang lebih berat dari
sebelumnya. Meningkatnya kekuatan otot yang tidak diimbangi dengan
meningkatnya kekuatan tulang akan menyebabkan tulang tidak kuat menahan
tekanan dan dapat menyebabkan fraktur stres.
2. Osteomyelitis
Definisi :
Osteomyelitis yang paling mendasar adalah infeksi jaringan tulang yang
mencakup sumsum atau kortek tulang yang disebabkan oleh bakteri piogenik.
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya
awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat.
Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomyelitis akut yang tidak ditangani
dengan baik.
Ada dua macam infeksi tulang menurut Robbins dan Kumar yaitu :
1. Osteomyelitis piogenik hematogen Biasanya terjadi pada anak-anak,
osteomyelitis piogenik hematogen terutama disebabkan oleh staphylococcus
aureus kemudian diikuti oleh bacillus colli. Kecuali samonela, osteomyelitis
hematogen biasanya bermanisfestasi sebagai suatu penyakit demam sistemik akut
yang disertai dengan gejala nyeri setempat, perasaan tak enak, kemerahan dan
pem bengkakan.
2. Osteomyelitis tuberkulosis Timbulnya secara tersembunyi dan cenderung
mengenai rongga sendi. Daerah yang sering kena adalah tulang-tulang panjang
dari ekstremitas dan tulang belakang. Osteomyelitis tuberkulosis dapat
menyebabkan deformitas yang serius (kifosis, skoliosis) berkaitan dengan
destruksi dan perubahan sumbu tulang belakang dari posisi normalnya.
Etiologi :
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus
infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi
saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi
ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan
akibat trauma subklinis (tak jelas).
Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (mis.
Ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung
tulang (mis, fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis. Fraktur
terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya
buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita
artritis reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid
jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang atau sedang
mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama,
mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nekrosis insisi marginal atau
dehisensi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.
Manifestasi Klinis :
Gejala umum akut seperti demam, toksemia, dehidrasi, pada tempat tulang yang
terkena panas dan nyeri, berdenyut karena nanah yang tertekan kemudian terdapat
tanda-tanda abses dengan pembengkakan.
Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :
1. Osteomyelitis Primer Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui
luka.
2. Osteomyelitis Sekunder Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran
darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas,
genitourinaria furunkel).
Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :
a. Steomyelitis akut (<14 hari)
Nyeri daerah lesi
Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
Pembengkakan lokal
Kemerahan
Suhu raba hangat
Gangguan fungsi
Lab = anemia, leukositosis
b. Osteomyelitis kronis (>14 hari)
Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
Gejala-gejala umum tidak ada
Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
Lab = LED meningkat
3. Sindroma Kompartemen
Definisi :
Sindrom kompartemen didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi peningkatan
tekanan di dalam suatu rongga anatomis tubuh yang mempengaruhi sirkulasi dan
mengancam fungsi dan kelangsungan hidup jaringan di sekitarnya. Sindrom
kompartemen, suatu keadaan yang potensial menimbulkan kedaruratan, adalah
peningkatan tekanan interstisial dalam sebuah ruangan yang tertutup, biasanya
kompartemen oseofacial ekstremitas yang nonclompliant, misalnya kompartemen
lateral, anterior dan posterior dalam tungkai serta kompartemen volar superficial dan
dalam lengan serta pergelangan tangan. Peningkatan tekanan dapat menyebabkan
gangguan mikrovaskular dan nekrosis jaringan local.
Sindrom kompartemen merupakan masalah medis akut setelah cederapembedahan,di
mana peningkatan tekanan (biasanya disebabkan oleh peradangan)di dalam ruang
tertutup (kompartemen fasia) di dalam tubuh mengganggu suplaidarah atau lebih
dikenal dengan sebutan kenaikan tekanan intra-abdomen. Tanpa pembedahan yang
cepat dan tepat, hal ini dapat menyebabkan kerusakan saraf danotot kematian.
Etiologi :
Penyebab sindrom kompartemen secara umum dibedakan menjadi dua: 1.
Peningkatan volume intra-kompartemen dengan luas ruang kompartemen tetap; dapat
disebabkan oleh fraktur yang menyebabkan robekan pembuluh darah, sehingga darah
mengisi ruang intra-kompartemen. Trauma langsung jaringan otot yang menyebabkan
pembengkakan. Luka bakar yang menyebabkan perpindahan cairan ke ruang
intrakompartemen. Penurunan luas ruang kompartemen dengan volume intra-
kompartemen yang tetap. Kompresi tungkai terlalu ketat saat imobilisasi fraktur
„ Luka bakar yang menyebabkan kekakuan/ konstriksi jaringan ikat sehingga
mengurangi ruang kompartemen.
Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang
kemudian memicu timbullnya sindrom kompartemen, yaitu antara lain :
a. Penurunan Volume Kompartemen
Kondisi ini disebabkan oleh :
1) Penutupan defek fascia
2) Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
b. Peningkatan Tekanan Eksternal
1) Balutan yang terlalu ketat
2) Berbaring di atas lengan
3) Gips
c. Peningkatan Tekanan pada Struktur Komparteman
Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain :
1) Pendarahan atau Trauma vaskuler
2) Peningkatan permeabilitas kapiler
3) Penggunaan otot yang berlebihan
4) Luka bakar
5) Operasi
6) Gigitan ular 7) Obstruksivena
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera,
dimana 45% kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak
bawah.
Manifestasi Klinis :
Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat saatperegangan pasif pada otot-otot yang terkena, ada trauma
langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang palin gpentig. Terutama jika munculnya
nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin
gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang
pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.
b. Pallor (pucat)
Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
c. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
d. Parestesia (rasa kesemutan)
e. Paralysis
Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.
Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala khas, antara
lain:
1) Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olahraga. Biasanya setelah
berlari atau beraktivitas selama 20 menit.
2) Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30
menit. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.
4. Osteonekrosis
Definisi :
Osteonekrosis (ON) adalah proses kematian pada tulang yang juga menyebabkan
gangguan dari suplai pembuluh darah tulang. Selain dari kasus 9 idiopatik, penyebab
dari osteonekrosis juga dapat berupa trauma (penyebab paling sering) dan penyebab
non traumatik (kondisi sistemik), seperti alkoholisme, terapi steroid, penyakit
hematologi, dan SLE. Terdapat dua tipe utama dari ON: infark sumsum tulang yang
melibatkan struktur trabecular dan rongga sumsum tulang pada bagian metafisis
(dalam kebanyakan kasus kurang menunjukan gejala klinis); dan infark pada juxta-
artikuler yang terletak pada tulang subkondral pada sendi besar (kebanyakan
simtomatis).
Etiologi :
Faktor yang menjadi predisposisi dari Osteonekrosis kaput femur termasuk
diantaranya trauma panggul, fraktur kolum femur dan acetabulum, dislokasi panggul,
kontusio dan terkilir (bukan fraktur namun terkadang menyebabkan intraartikular
hematoma), penggunaan glukokortikoid jangka panjang dan dosis tinggi, penggunaan
alkohol jangka panjang, trombofilia, hipofibrinolisis, serta penyakit autoimun yang
mendapat terapi steroid. Pasien yang terdiagnosa osteonekrosis dapat dibedakan
menjadi dua grup:
5. pasien tanpa penampakan etiologi dan faktor risiko serta
6. pasien dengan etiologi yang teridentifikasi secara jelas, dengan demikian
osteonekrosis dapat dibedakan menjadi idiopatik (primer) atau sekunder.
Diagnosis dari idiopatik osteonekrosis saat ini lebih jarang dibandingkan dengan
sebelumnya karena beberapa faktor penyebab telah diindentifikasi.
Epidemiologi Osteomyelitis :
Patofisiologi :
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.
Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus,
Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten
penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik.
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan
pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan
hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4
sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya
akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah
terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang
sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di
sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk
abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering
harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada
umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir
keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada
jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi
sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum
infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup
pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
radiolabeling pada leukosit lebih spesifik terhadap proses infeksi namun jarang
dilakukan. Bika peningkatan uptake terjadi radiolabel leukosit tapi hasil scan 99m
bone marrow scan negatif, dapat disimpulkan terjadi osteomielitis.
Pemeriksaan radionuklir lainnya seperti FDG/PET scan memiliki sensitifitas
dan spesifisitas tinggi terhadap osteomielitis ( 97.5% dan 86.3%) namun kurang
efektif bila terdapat implant.
Laboratorium
Pada kasus akut seperti osteomielitis hematogenik akut pada anak, dapat
terjadi kenaikan jumlah leukosit, namun leukosit dapat ditemukan normal pada bayi
dan orang tua. Pada osteomielitis juga dapat ditemukan peningkatan dari ESR dan
CRP. Namun perlu diingat baik-baik, bahwa peningkatan dari leukosit, ESR, dan
CRP tidak hanya terjadi pada kasus osteomielitis, sehingga ketiga pemeriksaan
tersebut bersifat tidak spesifik. Pada osteomyelitis hematogenik subakut, hitung
leukosit dan kultur darah dapat menunjukkan hasil yang normal, terjadi peningkatan
ESR secara minimal.
Kultur darah untuk mencari penyebab hanya dalam 50% kasus. Sebaiknya
dilakukan sebelum pemberian antibiotika atau 48 jam sesudah antibiotika
dihentikan. Hal ini terutama berguna untuk kasus osteomielitis hematogenik akut –
lakukan pengambilan darah terlebih dahulu untuk kultur sebelum memberikan
antibiotika pada kasus akut –
Marker yang rutin dipakai dalam follow up pengobatan osteomielitis adalah
CRP dan ESR. CRP diharapkan membaik 1 minggu sejak pengobatan dan ESR
setelah 1 bulan pengobatan.
Histopatologi
Mikroorganisme penyebab osteomielitis dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan kultur dan histopatologi yang berasal dari tulang yang terkena. Biopsi
dan kultur untuk osteomielitis harus mencakup tulang yang terkena, dan tidak
melalui daerah sinus atau ulkus karena rawan terkontaminasi bakteri flora normal
kulit. Hal ini juga berlaku untuk luka neuropati pada kaki osteomielitis. –tindakan
swab melalui luka kulit terbatas manfaatnya, sehingga tidak dianjurkan.
Pengambilan sampel tulang hars melalui jaringan sehat.
Bila dari pemeriksaan histopatologi didapatkan hasil neutrofil lebih dari 6 per
lapang pandang besar, mengindikasikan positif terjadinya proses infeksi. Pewarnaan
Ziehl Nelssendan penemuan sel polidatia Langhans pada pemeriksaan histopatologi
merujuk pada mycobacterium sehingga terapi segera dapat dilaksanakan tanpa
menunggu hasil kultur. Pada kecurigaan infeksi pada implan, biopsi harus dilakukan
pada beberapa tempat untuk memastikan representasi dari jaringan yang diambil.
Minimal dilakukan 3 biopsi dari jaringan periprostesis dan dilakukan pemeriksaan
kultur.
Penatalaksanaan :
Manajemen osteomielitis dan infected nonunions termasuk kontrol infeksi dengan
debridemen dan antibiotik, stabilisasi fraktur, penanganan defek dengan tujuan
memperoleh union tulang yang aseptik. Penyelamatan ekstremitas pada osteomielitis
yang difus terdiri dari debridemen, stabilisasi tulang, pemberian antibiotik sistemik
dan lokal, penutupan jaringan lunak, dan manajemen patah tulang yang belum union
serta defek tulang.
1. Imobilisasi area yang sakit
2. Debridemen
Debridemen atau memotong jaringan yang kontraktur disekitar luka. Saat ini
istilah tersebut digunakan untuk prosedur yang lebih ekstensif dari insisi dan
eksisi jaringan yang rusak. Untuk menentukan jaringan mana yang akan di eksisi,
ahli bedah mengidentifikasi otot yang masih hidup dengan bantuan 4 C:
contraction (kontraksi saat dijepit), consistency (tidak lunak), capillary bleeding
saat dipotong, dan color (warna merah, bukan pucat atau gelap).
3. Stabilisasi tulang
Stabilisasi tulang pada fraktur nonunion diperlukan untuk kontrol infeksi.
4. Antibiotik lokal
Ruangan kosong yang terjadi akibat debridemen dapat diisi oleh
polymethylmethacrylate (PMMA) beads yang dikombinasi dengan antibiotik,
seperti tobramycin, vancomycin, atau antibiotik spesifik lainnnya yang tahan
panas dan tersedia dalam bentuk serbuk.
Komplikasi dan Prognosis :
3.1 Kesimpulan
Dari hasil diskusi kami dapat disumpulkan bahwa dari segala gejala gejala yang
ada pada skenario tersebut serta onset dari demam dan pasca dari kecelakaan yang di
alami pasien, serta dari riwayat pengobatan alternative yang dilakukan kami
mendiagnosis pasien dengan Osteomyelitis akut ec open fraktur 1/3 distal tibia et
fibula dextra. Menurut kami pada saat dilakukan pengobatan alternative secara tidak
tepat menyebabkan bakteri – bakteri dari luar masuk karena pada posisi ini pasien
memiliki luka atau open fraktur, maka dari itu penanganan yang tidak tepat akan
menyebabkan terjadinya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A Graham & Solomon, Louis. 2010. Ortopedi dan Fraktur Sistem. Apley, Ninth
edition ISE. Jakarta: CRC Press
Bahrudin, Mochammad.2017.Patofisiologi Nyeri.Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang
Black, Joyce M. & Hawks. J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis
Untuk Hasil yang Diharapkan.8th edn. Singapura :Elsevier.
Blom A, Warwick D, Whitehouse MR, editors. Apley & Solomon’s System of Orthopaedics
and Trauma (10th edition). New York: CRC Press, 2018
Ketut, Trisna.2015.Kualitas Sendi Bbahu Paska Reduksi Tertutup Menggunakan Penilaian
WORC Pada Penderita Dsiklokasi Anterior Glenohumeral Dengan Robekan Rotator
Cuff. Fakultas Kedokteran Universtias Udayana.
Kowalak, dkk. 2014. Buku Ajar Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Legiran, dkk. Dislokasi Sendi Bahu: Epidemiologi Klinis dan Tinjauan Anatomi. Subbagian
Bedah Ortopedi, Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin/Fakultas
Kedokteran, Universitas Sriwijaya.
https://repository.unsri.ac.id/22926/1/LK_2015_Dislokasi_Sendi.pdf
Maharta, Gede., dkk. Manajemen Fraktur pada Trauma Muskuloskeletal. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Price, Sylvia., Wilson Lorraine. 2005. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit.
Penerbit EGC. Edisi. 6
Rockwood and Green's. 2015. Fractures in Adults. Wolters Kluwer. Eight Edition. Vol. 1
Sjamsuhidajat, de Jong. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah; Sistem Organ dan Tindak Bedahnya
(2). Penerbit EGC. Edisi 4. Vol. 3
Sholihah,Siti.2018.Analisis Factor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Pada
Pasien Cedera Muskuloskeletal yang Memilih Pendekatan Teori Health Belief Model.
Universitas Airlangga
Themi Protopsaltis, MD. et al. 2014. Handbook of Fracture. Wolters Kluwer. Fifth Edition.