Anda di halaman 1dari 17

nmCASE REPORT BEDAH

Fraktur Humerus Sinistra

Disusun oleh :
Rindayu Ambarsih 1102010242

Pembimbing :
Dr. Dik Adi Nugraha, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD SOREANG
2014

CASE REPORT
I. Identitas pasien
Nama

: Tn. S

Umur

: 38 tahun

Agama

: Islam

Jenis Kelamin

: Laki - laki

Alamat

: Kampung Ranca Tereup 3/14, Desa Bungbulang, Kecamatan


Bungbulang, Kabupaten Garut

Pekerjaan

: Wiraswasta

Pendidikan terakhir

: SMA

No RM

: 482131

Status

: Menikah

Tanggal masuk RS

: 03 Agustus 2014

II. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri daerah lengan atas kiri
Pasien datang dengan keadaan tangan kiri bengkok dan tidak dapat di gerakkan
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas karena terjatuh dari motor 30 menit SMRS.
Pasien tidak mengalami pingsan, pusing, mual dan muntah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
Riwayat Penyakit Lainnya
Riwayat Hipertensi

: Disangkal

Riwayat DM

: Disangkal

Riwayat Alergi Obat

: Disangkal

Riwayat Asma

: Disangkal

Riwayat Penyakit Hepar

: Disangkal

III. Pemeriksaan Fisik


Primary Survey
A,B,C

: Clear

Tanda Vital
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang berat

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Pernapasan

: 22x/menit

Nadi

: 86x/menit

Suhu

: 36,5 0 c

Status Generalis
Mata

: sklera tidak ikterik


pupil bulat isokor

Leher

: KGB tidak membesar,


JVP tidak meningkat

Thorax

: Inspeksi
Palpasi

: bentuk dan pergerakan simetris


:

Fremitus vokal

: simetris

Fremitus taktil

: simetris

Perkusi

: sonor diseluruh lapang paru


Peranjakan paru (+)

Auskultasi
Abdomen : Inspeksi
Palpasi

: suara tambahan (-)


: cembung
: Soepel,
Nyeri tekan ( - )
Hepar & lien tidak membesar

Perkusi

: timpani di empat kuadran


Ruang troube tidak terisi masa

Auskultasi

: Bising usus normal

Extremitas : Akral hangat


Capillary refill time < 2
Turgor baik
Oedema (-)
Status lokalis
a/r humerus sinistra
1. LOOK
Perubahan warna kulit -, tanda radang -, deformitas +,

2. FEEL
Nyeri tekan +, pulsasi arteri radialis +, pengisian kapiler < 2 detik, krepitasi sulit
dinilai
3. MOVEMENT
Gerak aktif-pasif terbatas

V. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen humerus sinistra

VI. Diagnosa Kerja


Fraktur tertutup humerus 1/3 distal sinistra

VII. Tatalaksana
Imobilisasi
IVFD RL

25 gtt/menit

Ceftriaxon

1x2

Katerolac

3x1

Ranitidine

2x1

Terapi Operasi : Open Reduction Internal Fixation (Orif)

Fraktur
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh,
yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan
jenis dan luasnya trauma (Lukman dan Nurna, 2009; 26).
2. Klasifikasi Fraktur

a. Klasifikasi menurut bentuk patah tulang


1) Fraktur complete: pemisahan komplit dari tulang menjadi 2 bagian
2) Fraktur incomplete: patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan
3) Simple/fraktur tertutup: fraktur, tulang patah kulit utuh
4) Fraktur komplikata: tulang yang patah menusuk kulit, tulang terlihat.
5) Fraktur comminuted: tulang patah menjadi beberapa fragmen
6) Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah berjauhan dengan
normal.
7) Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah posisi pada tempatnya yang
normal.
8) Fraktur impacted: salah satu ujung tulang yang patah menancap pada yang
lain.
b. Klasifikasi menurut garis patah tulang

Greensick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.

Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.

Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak
stabil dibanding transversal).

Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.

Kominutif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.

Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorng ke dalam (sering terjadi


pada tulang tengkorak dan tulang wajah).

Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang


belakang).

Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
penyakit Paget, metastasi tulang, tumor).

Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada


perlengkatannya.

Epfiseal, fraktur melalui epifisis

Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang


lainnya.

c. Jenis fraktur
1) Fraktur tertutup: terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
2) Fraktur terbuka: ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena ada perlukaan dan kulit
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat:
1. Derajat I
Luka < 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit dan tidak ada tanda luka remuk.
2. Derajat II
Laserasi > 1 cm, kerusakan jaringan lunak, flap/avulsi
3. Derajat III
Kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovaskular serta kontiminasi derajat tinggi.
3. Anatomi dan Fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan perlindungan bagi tubuh dan tempat
melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Tulang panjang disusun
untuk menyangga berat badan dan gerakan, ruang di tengah tulang-tulang tertentu
berisi jaringan hematopoietik yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium.

Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus/kortikal. Tulang panjang misal:


femur seperti tangkai/batang panjang dengan ujung yang membulat. Batang atau
diafisis terutama tersusun atas tulang kortikal. Ujung tulang panjang dinamakan
epifisis dan terutama tersusun oleh tulang kanselus. Tulang tersusun atas sel matriks
protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas 3 jenis dasar osteoblas, osteosit,
osteoklas.
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mengsekresikan
matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen 2% substansi dasar
(glukosaminoglikan). Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan.
Fungsi tulang dan terletak di mosteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel
multinukelar (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran resorbsi dan
remodeling tulang.
Tulang diselimuti di bagian luarnya oleh periosteum, periosteum mengandung
saraf, pembuluh darah dan limfatik. Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang
menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga dalam tulang kanselus. Sumsum
tulang merupakan jaringan vaskuler dalam rongga. Sumsum (batang) tulang panjang
dan tulang pipih, tulang kanselus menerima asupan darah yang sangat banyak melalui
pembuluh metafisis dan epifisis.
4. Etiologi
Penyebab terjadinya fraktur antara lain:
-

Benturan/trauma langsung pada tulang misalnya kecelakaan lalu lintas, jatuh.

Kelemahan atau kerapuhan struktur tulang akibat gangguan atau penyakit


primer misalnya osteoporosis, kanker tulang metastase.

Olahraga/latihan yang terlalu berlebihan.

5. Patofisiologi
Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma karena
kecelakaan bermotor maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan rusak atau
putusnya kontinuitas jaringan tulang. Selain itu keadaan patologik tulang seperti
Osteoporosis yang menyebabkan densitas tulang menurun, tulang rapuh akibat
ketidakseimbangan homeostasis pergantian tulang dan kedua penyebab di atas
dapat mengakibatkan diskontinuitas jaringan tulang yang dapat merobek
periosteum dimana pada dinding kompartemen tulang tersebut terdapat saraf saraf sehingga dapat timbul rasa nyeri yang bertambah bila digerakkan. Fraktur
dibagi 3 grade menurut kerusakan jaringan tulang. Grade I menyebabkan

kerusakan kulit, Grade II fraktur terbuka yang disertai dengan kontusio kulit dan
otot terjadi edema pada jaringan. Grade III kerusakan pada kulit, otot, jaringan
saraf dan pembuluh darah.
Pada grade I dan II kerusakan pada otot/jaringan lunak dapat
menimbulkan nyeri yang hebat karena ada spasme otot. Pada grade III kerusakan
jaringan yang luas pada kulit otot periosteum dan sumsum tulang yang
menyebabkan keluarnya sumsum kuning yang dapat masuk ke dalam pembuluh
darah sehingga mengakibatkan emboli lemak yang kemudian dapat menyumbat
pembuluh darah kecil dan dapat berakibat fatal apabila mengenai organ -organ
vital seperti otak jantung dan paru-paru, ginjal dan dapat menyebabkan infeksi.
Gejala sangat cepat biasanya terjadi 24 sampai 72 jam. Setelah cidera gambaran
khas berupa hipoksia, takipnea, takikardi. Peningkatan isi kompartemen otot
karena edema atau perdarahan, mengakibatkan kehilangan fungsi permanen,
iskemik dan nekrosis otot saraf sehingga menimbulkan kesemutan (baal), kulit
pucat, nyeri dan kelumpuhan. Bila terjadi perdarahan dalam jumlah besar dapat
mengakibatkan syok hipovolemik. Tindakan pembedahan penting untuk
mengembalikan fragmen yang hilang kembali ke posisi semula dan mencegah
komplikasi lebih lanjut. Selain itu bila perubahan susunan tulang dalam keadaan
stabil atau beraturan maka akan lebih cepat terjadi proses penyembuhan fraktur
dapat dikembalikan sesuai letak anatominya dengan gips.
6. Tanda dan Gejala
a. Nyeri sedang sampai hebat dan bertambah berat saat digerakkan.
b. Hilangnya fungsi pada daerah fraktur.
c. Edema/bengkak dan perubahan warna local pada kulit akibat trauma yang
mengikuti fraktur.
d. Deformitas/kelainan bentuk.
e. Rigiditas tulang.
f. Krepitasi saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
akibat gesekan fragmen satu dengan yang lain.
g. Syok yang disebabkan luka dan kehilangan darah dalam jumlah banyak.
7. Proses Penyembuhan Luka
Tahap-tahap penyembuhan tulang:

a.

Tahap pembentukan hematom: pada permukaan akan terjadi perdarahan di sekitar


patah tulang dan terjadi hematoma. Terjadi pertumbuhan sel jaringan fibrosis.

b. Tahap proliferasi (sekitar 5 hari)


Hematom akan mengalami organisasi terbentuk benang-benang fibrin dan
membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast.
c.

Tahap pembentukan kalus


Pembentukan kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek
secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang.
Perlu waktu 3 sampai 4 minggu agar tulang bergabung dalam tulang rawan.

d. Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penularan 2 sampai 3 minggu pada orang
dewasa penulangan memerlukan 3 sampai 4 bulan.
e.

Remodeling
Tahap perbaikan tulang. Meliputi pengambilan jaringan, mati dan reorganisasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemulihan:


a. Tipe fraktur
b. Tipe tulang yang fraktur
c. Umur
d. Keadaan gizi
e. Adanya komplikasi
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto rontgen biasanya bisa menunjukkan adanya patah tulang.

b. CT scan atau MRI untuk bisa melihat dengan lebih jelas daerah yang mengalami
kerusakan.
c. Darah lengkap: HT meningkat (hemokonsentrasi), HB menurun (akibat adanya
perdarahan).
d. Arteriografi, bila diduga ada kerusakan pada vaskuler.
e. Kreatinin, trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
9. Komplikasi
a. Sindroma kompartemen
b. Syok. Terjadi syok hipovolemik akibat perdarahan
c. Sindroma emboli lemak
d. Infeksi
e. Delayed union (proses penyembuhan yang berjalan lambat)
f. Non union (suatu kegagalan penyembuhan tulang setelah 6-9 bulan)
g. Mal union (proses penyembuhan tulang berjalan normal tetapi bentuk abnormal.
10. Terapi dan Penatalaksanaan
a. Terapi dan penatalaksaan fraktur secara umum
1) Reposisi setiap pergeseran atau angulasi pada ujung patahan harus direposisi
dengan hati-hati melalui tindakan manipulasi yang biasanya di bawah anestesi
umum.
2) Imobilisasi untuk memungkinkan kesembuhan fragmen yang dipersatukan.
a) Fiksasi eksterna. Tindakan ini merupakan pilihan bagi sebagian besar
fraktur. Fraktur ini diimobilisasi dengan menggunakan bidai luar atau gips.
b) Fiksasi interna. Cara ini digunakan untuk kasus tertentu, ujung patahan
tulang disatukan dan fiksasi pada operasi misalnya dengan sekrup, plat
logam.
3) Fisioterapi dan mobilisasi. Dari semula sudah dilakukan fisioterapi untuk
mempertahankan otot yang dapat mengecil secara cepat jika tidak dipakai.
Setelah fraktur cukup sembuh, mobilisasi sendi dapat dimulai sampai
ekstremitas betul-betul telah kembali normal.

Fraktur Humerus
1. Definisi
Fraktur tulang humerus atau patah tulang humerus adalah kelainan yang terjadi pada
lengan atas. Pada keadaan ini biasanya sisi yang terkena tidak dapat digerakkan dan
refleks moro pada daerah tersebut menghilang.
2. Anatomi Humerus

Morfologi os. Longum. Ujung proximal membentuk caput humeri, suatu tonjolan
berbentuk bulat yang sesuai dengan kavitas glenoidalis, yang mengarah ke dorsomedial.
Caput terpisah dari corpus humeri oleh collum anatomicum. Di sebelah kaudal dari collum
anatomicum terdapat tuberkulum majus yang mengarah kelateral dan tonjolan tuberkulum
minus yang berada disebelah medial. Diantara kedua tuberkulum tadi terdapat sulcus
intertubekularis, kearah distal tuberkulum majus melanjutkan diri menjadi crista tuberkuli
majoris dan tuberkulum minus membentuk crista tuberculi minoris.
Pada corpus humeri, dibagian lateral terdapat tuberositas deltidea, dan dibagian dorsal
terdapat sulcus spiralis (culcus nervi radialis) dengan arah craniomedial menuju
kaudalateral.
Ujung distal corpus humeri melebar, disebut epicondylus medialis dan epicondylus
lateralis humeri. Dibagian dorsal dari epicondilus medialis terdapat sulcus nervi ulnaris. Di
bagian medial ujung distal humeri terdapat trochlea humeri, yang membentuk persendian
dengan ulna, dan bagian lateral terdapat capitulum humeri yang membentuk persendian

dengan radius. Disebelah proximal dari trochlea humeri terdapat fossa coronoidea, yang
sesuai dengan processus coronoideus ulnae, dan fossa radialis yang sesuai dengan
capitulum radii. Dibagian dorsal terdapat fossa olecranii yang ditempati olecranon.
3. Etiologi
Fraktur pada tulang humerus dapat terjadi pada collum chirurgicum dan condylus. Fraktur
dapat disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung. Torsi dari tulang dan
pergerakan otot, seperti dalam melempar base ball, mungkin menyebabkan fraktur daerah
batang humerus. Tempat tersering adalah sepertiga tengah atau sepertiga distal batang
humerus.
4. Klasifikasi
1. Fraktur suprakondilar humerus
Jenis fraktur unu dapat dibedakan menjadi :

Jenis ekstensi yang terjadi karena trauma langsung pada humerus distal
melalui benturan pada siku dan lengan bawah pada posisi supinasi dan
lengan siku dalam posisi ekstensi dengan tangan terfikasi

Jwnis fleksi pada anak biasanya terjadi akibat jatuh pada telapak tangan
dengan tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam
posisi sedikit fleksi.

2. Fraktur Interkondiler humerus


Fraktur yang sering terjadi pad aanak adalah fraktur jondiler lateralis dan fraktur
kondilaris medialis humerus
3. Fraktur batang humerus
Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung yang mengakibatkan fraktur spiral
(fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi ).
4. Fraktur kolum humerus
Fraktur ini dapat terjadi pada kolum anatomikum (terletak dibawah kaput humeri)
dan dan kolum sirurgikum (terletak di bawah tuberkulum).
5. Gambaran klinis
1. pembengkakan pada daerah fraktur,
2. sakit atau nyeri
3. krepitasi
4. gerakan yang abnormal
5. ekimosis

6. paralisis nervus muskulospiralis ditandai dengan pergelangan tangan yang


lunglai
7. kerusakan pada arteri memberikan kesan kelemahan atau kehilangan pulsasi
pada pergelangan tangan atau perdarahan lokal yang nyata.
6. Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa (mekanisme trauma, riwayat menderita
carsinoma payudara) pemeriksaan fisik ( gambaran klinis yang didapatkan ), pemeriksaan
penunjang (foto rontgen humerus AP/ lateral.
7. Penatalaksanaan
a) reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan menipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patahsedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula
b) imobilisasi fraktur : dapat dilakukan denga fiksasi interna dan eksterna
c) mempertahankan dan mengembalikan fungsi:

reduksi dan imobilisasisesuai kebutuhan

pemberian analgetik

status neurovaskuler ( peredaran darah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau

latihan isometrik dab setting otot diusahakan

a. Gips
Fraktur pada femur dapat sembuh dengan mudah. Fraktur ini tidak membutuhkan
reduksi dengan sempurna ataupun imobilisasi; beratnya lengan beserta gips luarnya
biasanya cukup untuk menarik fragmen sehingga menjajar. Gips yang menggantung di
pasang dari bahu sampai bergelangan tangan dengan siku berfleksi 90 derajat dan bagian
lengan bawah tergantung pada kain gendongan yang melingkar pada leher pasien.
Gips ini dapat diganti setelah dua sampai tiga minggu dengan gips yang pendek ( dari
bahu ke siku ) atau suatu penahan polipropilen fungsional yang dipakai selama enam
minggu, selanjutnya pergelangan tangan dan jari diberi latihan sejak awal. Pilihan lainnya
fraktur dapat dipertahankan reduksi dengan fiksator
b. Plat
Kalau fraktur sangat tidak stabil dan sulit untuk dikendalikan, fiksasi internal malah
lebih baik, baik dengan plat sekrup atau paku intramedulla panjang. Pemasangan plat
sekrup atau paku intramedulla panjang, pemasangan pen mempunyai kelemahan yaitu
ujung proksimal pen dapat mengganggu kerja supraspinatus.

Fraktur spiral menyaru sekitar enam minggu. Jenis lainnya dapat memakan waktu
empat sampai enam minggu lebih lama. Sekali menyatu, yang diperlukan hanyalah kain
gendongan sehingga fraktur berkonsolidasi.
Apabila fraktur humerus ini disertai dengan komplikasi cedera n.radialis maka harus
dilakukan open reduksi dan internal fiksasi dengan plate screw untuk humerus disertai
eksplorasi n. Radialis bila ditemukan n. Radialis putus dilakukanpenyambungan kembali
dengan teknik bedah mikro. Kalau di temukan dengan neuropaksia cukup dengan
konservatif akan baik kembali dalm waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan ( pada
umumnya sampai tiga bulan ).
Kebanyakan pada fraktur humerus perawatannya dengan metode tanpa bedah dan
mempunyai rata-rata 90-100% kesembuhannya. Berdasarkan perawatan metode tertutup
termasuk didalamnya :
1. menggantung lengan tangan
2. penggunaan U shape
3. balutan velpeau
4. bebat bahu
5. skeletal traksi
6. penjepit fungsional / klep fungsional
walaupu kenyataannya hasil yang dicapai dpat memuaskan dengan menggunakan metode
diatas, penggunaan klep fungsional merupakan pengobatan standar untuk fraktur humerus
tertutup. Penjepit fraktur dapat dilakukan secepatnya segera setelah terjadinya luka akut
atau setelah satu sampai dua minggu sesudah penggunaan penggantung lengan atau bebat
coaptation.
Indikasi untuk pembesahan fraktur humerus adalah :

fraktur terbuka

fraktur yang disertai cedera vaskuler

fraktur segmental humerus

fraktur patologis

politrauma

fraktur bilateral humerus

kegagalan dari pengobatan / perawatan tertutup

disfungsi nervus radial setelah manipulasi fraktur

fraktur yang tidak dapat dipertahankan

fraktur yang diikuti dengan perawatan fraktur intra artkulair

8. Komplikasi
Cedera saraf, kelumpuhan n. Radialis (Werst Drop) dan paralysis pada ekstensor
metacarpofalangeal dapat terjadi pada fraktur batang humerus. Pada cedera tertutup, saraf
jarang sekali terpisah jadi tidak perlu tergesa-gesauntuk melakukan operasi. Bebat yang
fleksibel

digunakan

untuk

menyokong

pergelangan

tangan

sambil

menunggu

penyembuhan. Kalau tidak ada penyembuhan setelah 6 minggu, saraf harus di eksplorasi.
Pada lesi lengkap (neuroemesis), penjahitan saraf sering tidak memuaskan, tetapi banyak
fungsi yang dapat dipulihkan dengan pemindahan tendon.
Cedera pembuluh darah, jika terdapat tanda- tanda insufisiensipembuluh darah
tungkai, kerusakan arteri brachialis harus disingkirkan. Angiografi akan memperlihatkan
tingkat cederanya. Dalam suatu keadaan darurat, memerlukan eksplorasi baik dengan
perbaikan pembukuh darah atau pencangkokan untuk memintas daerah yang rusak, dalam
hal ini fiksasi internal mungkin lebih baik.
Non union (tulang tidak dapat menyembung kembali) dapat terjadi setelahnya, jika
gerakan siku atau bahu dipaksakan sebelum konsolidasi, humerus dapat mengalami fraktur
lagi. Terapi non union yang telah menetap adalah operasi. Ujung tulang disegarkan, serpih
tulang ditaruh sekitarnya dan pen intramedular dimasukkan, plat diskrupkan atau fiksator
luar dipasang. Malunion adalah tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya. Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengang
kecepatan yang lebih lambat dari normal.

Daftar Pustaka
Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif Watampone;
2007.
Sjamsuhidajat, R. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :EGC.

Anda mungkin juga menyukai