Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

“Fraktur”

LAPORAN INDIVIDU
Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Emergency
di Ruang IGD RS. Saiful Anwar

Oleh :
Saifullah Alfaruqi
NIM 140070300011172

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smelzter & Bare, 2002).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma,
beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang
menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2001).
Fraktur adalah setiap patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik ( Price & Wilson, 2006).
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan
lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi
berupa infeksi. luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus
kulit atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung
(chairuddin rasjad,2008).
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan
yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan
terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting
untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan
segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit
dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat (chairuddin
rasjad,2008). Patah tulang terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang yang
bersangkutan sedang atau pernah berhubungan dunia luar (PDT ortopedi,2008)
Fraktur tibia, pedis dan manus adalah rusaknya kontunuitas tulang tibia paroksimal,
pedis phalanx paroksimal digiti 1, ujung distal metatarsal 1, oblique phalanx paroksimal digiti
2, ujung distal metatarsal 2 dan manus paroksimal digiti 4,5 yang dapat disebabkan oleh
trauma baik secara langsung atau tidak langsung.

2. Etiologi Fraktur
a. Trauma langsung
Benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna,
patah tulang pada tempat benturan.
b. Trauma tidak langsung
Jatuh bertumpu pada lengan yang menyebabkan patah tulang klavikula, patah
tulang tidak pada tempat benturan melainkan oleh karena kekuatan trauma
diteruskan oleh sumbu tulang dan terjadi fraktur di tempat lain
c. Etiologi lain
•    Trauma tenaga fisik ( Tabrakan, benturan )
•    Penyakit pada tulang ( proses penuaan, kanker tulang)
•    Degenerasi
3. Klasifikasi
Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi Fraktur sebagaimana yang dikemukakan
oleh para ahli:
A. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:
1) Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga
tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke
sisi lain serta mengenai seluruh korteks.
2) Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah
tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai seluruh korteks (masih ada korteks
yang utuh).
B. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia
luar, meliputi:
1) Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak
keluar melewati kulit.
2) Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan
dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi. Fraktur
terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu:
a) Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit dan otot.
b) Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot.
c) Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf, otot
dan kulit.
C. Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:
1) Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang ( retak dibawah lapisan periosteum) /
tidak mengenai seluruh kortek, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembek.
2) Transverse yaitu patah melintang ( yang sering terjadi ).
3) Longitudinal yaitu patah memanjang.
4) Oblique yaitu garis patah miring.
5) Spiral yaitu patah melingkar.
6) Communited yaitu patah menjadi beberapa fragmen kecil
D. Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan fragmen
yaitu:
1) Tidak ada dislokasi.
2) Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:
a. Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut.
b. Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh.
c. Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang.
d. Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang menjauh dan over lapp
( memendek ).

4. Manifestasi Klinis
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut:
A. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot,
tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
B. Bengkak / edema.
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa (protein plasma) yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
C. Memar / ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
D. Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
E. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf karena edema.
F. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot, paralysis dapat
terjadi karena kerusakan syaraf.
G. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak
terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
H. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
I. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan
otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan
bentuk normalnya.
J. Gambaran X-ray menentukan fraktur
Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur

Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota
gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di
daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia atau perdarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-
organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen
3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

Pemeriksaan lokal
1. Inspeksi (Look)
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Keadaan umum penderita secara keseluruhan
- Ekspresi wajah karena nyeri
- Lidah kering atau basah
- Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur
tertutup atau fraktur terbuka
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
- Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organlain
- Perhatikan kondisi mental penderita
- Keadaan vaskularisasi
2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangatnyeri.
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang
terkena
- Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah
trauma , temperatur kulit
- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai

3. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif
sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan
fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan
lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

5. Pemeriksaan Radiologi.
- Sinar –X
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan
keadaan, lokasi serta eksistensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan
jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang
bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan
radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:
 Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.
 Untuk konfirmasi adanya fraktur.
 Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya.
 Untuk mengetahui teknik pengobatan.
 Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.
 Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler.
 Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.
 Untuk melihat adanya benda asing.
- Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan ´Rules of Two´:
 Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan
sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).
 Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau
angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga
patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah
fraktur keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
 Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto
pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.

- Pencitraan Khusus : Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis


fraktur, tetapi perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana
yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta
bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta
waktu penyembuhan fraktur, misalnya penyembuhan fraktur transversal
lebihlambat dari fraktur oblik karena kontak yang kurang. Kadang-kadang fraktur
atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar-X biasa.Tomografi mungkin
berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus tibia. CT atau MRI mungkin
merupakan satu-satunya cara yang dapat membantu, sesungguhnya potret
transeksional sangat penting untuk visualisasi fraktur secara tepat pada tempat
yang sukar. Radioisotop scanning berguna untuk mendiagnosis fraktur-tekanan
yang dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Fraktur Terbuka penanggulangan fraktur terbuka
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka:
- obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan.

- adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat
menyebabkan kematian.

- berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi.
- segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik

- ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya


- stabilisasi fraktur.

- biarkan luka tebuka antara 5-7 hari


- lakukan bone graft autogenous secepatnya

- rehabilitasi anggota gerak yang terkena


TAHAP-TAHAP PENGOBATAN FRAKTUR TERBUKA
- Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis
secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
- Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat
pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan
subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen2 yang lepas
- Pengobatan fraktur itu sendiri

Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau
reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya
difiksasi dengan fiksasi eksterna.
- Penutupan kulit

Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila
penutupan membuat kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skin-graft
serta pemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada
luka yang dalam. luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih
dari 10 hari. kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. yang perlu
mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan
sehingga kulit menjadi tegang.
- Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan
dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi
Terdapat beberapa tujuan penatalaksanaan fraktur menurut Henderson (1997), yaitu
mengembalikan atau memperbaiki bagian-bagian yang patah ke dalam bentuk semula
(anatomis), imobilisasi untuk mempertahankan bentuk dan memperbaiki fungsi bagian
tulang yang rusak.
A. Reposisi / reduksi
Jenis-jenis fracture reduction ( reposisi ) yaitu:
1. Manipulasi atau close reduction
Adalah tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi, panjang dan
bentuk. Close reduksi dilakukan dengan local anesthesia ataupun umum.
2. Open reduction
Adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan. sering
dilakukan dengan internal fixasi menggunakan kawat, screws, pins, plate,
intermedullary rods atau nail. Kelemahan tindakan ini adalah kemungkinan
infeksi dan komplikasi berhubungan dengan anesthesia. Jika dilakukan open
reduksi internal fixasi pada tulang (termasuk sendi) maka akan ada indikasi
untuk melakukan ROM.
Salah satunya adalah tindakan ORIF(Open Reduction Internal
Fixation) atau fiksasi internal dengan pembedahan terbuka akan
mengimmobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan dengan
memasukan paku, sekrup atau pin ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi
bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
a) Indikasi ORIF
- Fraktur yang tak bisa sembuh
- Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
- Fraktur yang dapat direposisi tapi sulit dipertahankan
- Fraktur yang memberikan hasil baik dengan operasi.
3. Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur
untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu:
a. Skin Traksi
Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan
plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu
menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan biasanya digunakan
untuk jangka pendek (48-72 jam).
b. Skeletal traksi
Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera pada
sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan pins / kawat
ke dalam tulang.
4. Immobilisasi
Setelah dilakukan reposisi dan posisi fragmen tulang sudah dipastikan pada
posisi baik hendaknya di immobilisasi dan gerakkan anggota badan yang mengalami
fraktur diminimalisir untuk mencegah fragmen tulang berubah posisi.
PENANGANAN FISIOTERAPI PADA FRAKTUR
A. Latihan fisiologis otot
Mengikuti imobilisasi, otot disekitar bagian yang fraktur akan kehilangan volume,
panjang dan kekuatannya. Adalah penting jika program latihan yang aman ditentukan
dan dievaluasi dibawah pengawasan fisioterapi untuk mengembalikan panjang dan
fisiologis otot. Dan mencegah komplikasi sekunder yang biasanya mengikuti. Latihan
untuk menjaga fisiologis otot dilakukan sedini mungkin.
B. Mobilisasi sendi
Kekakuan sendi sering terjadi dan menjadi masalah utama ketika anggota gerak
badan tidak digerakkan dalam beberapa minggu. Focus fisioterapi adalah melatih
dengan teknik dimana dapat menambah dan mengembalikan lingkup gerak sendi yang
terpengaruh ketika fraktur sudah sembuh.
Jangan menggunakan teknik “Force Passive”, karena bisa menyebabkan Reflex
Sympathetic Diystrophy dan Heterotopic Ossification. Gunakan waktu dan gravitasi atau
berat badan pasien sendiri.
Bila di gips, mobilisasi sendi mulai diberikan secara hati – hati pada minggu kedua.
Sedangkan bila dengan internal fixasi, bisa diberikan sedini mungkin.
C. Edukasi jalan
Jika fraktur memerlukan penggunaan alat bantu jalan, fisioterapi dapat menunjukkan
alat yang paling sesuai dan cara jalannya untuk mendukung kesembuhan optimal dan
aman.
Demi amannya, Latihan jalan dilakukan secara bertahap, yaitu :
1. Non Weight Bearing
Adalah berjalan dengan tungkai tidak diberi beban ( menggantung ). Dilakukan
selama 3 minggu setelah di operasi.
2. Partial Weight Bearing
Adalah berjalan dengan tungkai diberi beban hanya dari beban tungkai itu sendiri.
Dilakukan bila callus telah mulai terbentuk ( 3 – 6 minggu ) setelah operasi.
3. Full Weight Bearing
Adalah berjalan dengan beban penuh dari tubuh. Dilakukan setelah 3 bulan pasca
operasi dimana tulang telah terjadi konsolidasi secara kuat.

Proses penyembuhan
Suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki
kerusakan – kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh
beberapa faktor lokal dan faktor sistemik, adapun faktor lokal:
a. Lokasi fraktur
b. Jenis tulang yang mengalami fraktur.
c. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil.
d. Adanya kontak antar fragmen.
e. Ada tidaknya infeksi.
f. Tingkatan dari fraktur.
Adapun faktor sistemik adalah :
a. Keadaan umum pasien
b. Umur
c. Malnutrisi
d. Penyakit sistemik.

1. Fase Inflamasi:
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan pembentukan
hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena
terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan
mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai
penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat
membuat kondisi mikro yang sesuai untuk :
(1) Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra membran pada
tempat fraktur,
(2) Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan
(3) Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan osifikasi
endokondral yang mengiringinya.
Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan pembuluh
darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada perkembangan
selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh robekan pembuluh darah tetapi juga
berperan faktor-faktor inflamasi yang menimbulkan kondisi pembengkakan lokal. Waktu
terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu.

2. Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang
fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast
dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel
periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada
patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum,
tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro
minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur
kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif. Pada fase ini
dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 4 – 8.

3. Fase Pembentukan Kalus


Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk jaringan
tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai
jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini masih dibagi lagi menjadi tulang
lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan
tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus
dan volume dibutuhkanuntuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan
jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar
fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara klinis fragmen
tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan
fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling
dominan dari sekian banyak faktor pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-
Beta
1 (TGF-B1) yang menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi dari
osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu: Vascular Endothelial
Growth Factor (VEGF) yang berperan penting pada proses angiogenesis selama
penyembuhan fraktur. (chen,et,al,2004).
Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang kemudian bersama osteoblast
akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai osteosit, hal ini menandakan adanya
sel tulang serta kemampuan mengantisipasi tekanan mekanis. Proses cepatnya
pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut sampai fase remodelling adalah masa
kritis untuk keberhasilan penyembuhan fraktur.
Jenis-jenis Kalus
Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada terbentuk
kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu 2 minggu Bridging (soft)
callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak bersambung. Medullary (hard) Callus
akan melengkapi bridging callus secara perlahan-lahan. Kalus eksternal berada paling luar
daerah fraktur di bawah periosteum periosteal callus terbentuk di antara periosteum dan
tulang yang fraktur. Interfragmentary callus merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi
celah fraktur di antara tulang yang fraktur. Medullary callus terbentuk di dalam medulla
tulang disekitar daerah fraktur.

4. Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang
immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang ini
menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada daerah fraktur
dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang yang baru.
Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk
menerima beban yang normal.

5. Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk yang
berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi
proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan
terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali
dan diameter tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati
bentuk semulanya, terutama pada anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara
klinis dan radiologi.

Fase Inflamasi
Fase Proliferasi

Fase Pembentukan

Fase Remodelling

Komplikasi
Komplikasi awal fraktur maksila dapat berupa pendarahan ekstensif serta gangguan
pada jalan nafas akibat pergeseran fragmen fraktur, edema, dan pembengkakan soft tissue.
Infeksi pada luka maksilari lebih jarang dibandingkan pada luka fraktur mandibula. Padahal
luka terkontaminasi saat tejadi cedera oleh segmen gigi dan sinus yang juga mengalami
fraktur. Infeksi akibat fraktur yang melewati sinus biasanya tidak akan terjadi kecuali
terdapat obstruksi sebelumnya. Pada Le Fort II dan III, daerah kribiform dapat pula
mengalami fraktur, sehingga terjadi rhinorrhea cairan serebrospinal. Selain itu, kebutaan
juga dapat terjadi akibat pendarahan dalam selubung dural nervus optikus. Komplikasi akhir
dapat berupa kegagalan penyatuan tulang yang mengalami fraktur, penyatuan yang salah,
obstruksi sistem lakrimal, anestesia/hipoestesia infraorbita, devitalisasi gigi,
ketidakseimbangan otot ekstraokuler, diplopia, dan enoftalmus. Kenampakan wajah juga
dapat berubah (memanjang, retrusi).

ORIF (Open Reduction Internal Fixation)


Ialah operasi untuk memperbaiki patah tulang. Open reduction berarti dokter
membuat sayatan (cut) untuk mencapai tulang dan memindahkan kembali ke posisi normal.
Internal fiksasi berarti sekrup logam, plate, jahitan, atau batang yang ditempatkan pada
tulang untuk tetap di tempat sementara menyembuhkan. Operasi ini dilakukan untuk
memperbaiki patah tulang yang tidak akan sembuh dengan baik dengan cast atau splint
saja. Operasi ini harus memungkinkan tulang untuk sembuh dengan benar. Ketika hal itu
terjadi, klien akan merasa lebih sedikit nyeri dan lebih mampu bergerak
Indikasi ORIF:
 Tulang patah menjadi banyak potongan-potongan
 Tulang mencuat dari kulit
 Tulang tidak berbaris dengan benar
 Closed reduction (tanpa membuka kulit) dilakukan sebelum dan tidak sembuh
dengan baik
 Sendi terkilir
Manfaat ORIF
 Penurunan rasa sakit dan membantu tulang dapat sembuh dengan benar
 Mengembalikan fungsi normal tulang
 Mencegah cedera lebih lanjut
Risiko dan komplikasi yang potensial
 Risiko Pendarahan yang akan membutuhkan transfusi darah
 Infeksi
 Reaksi alergi terhadap anestesi
Risiko yang terkait dengan ORIF:
 Kerusakan saraf yang mengurangi sensasi pada daerah fraktur
 Nyeri, bengkak, atau kesulitan bergerak
 Penyembuhan lengkap dari tulang
 Peningkatan tekanan (sindrom kompartemen) yang dapat merusak otot dan jaringan
 Blood clot, mungkin mengarah ke jantung (emboli paru)
 Kejang otot

ORIF biasanya merupakan operasi darurat. Berapa lama operasi berlangsung


tergantung pada seberapa parah istirahat adalah. Dalam banyak kasus, operasi
berlangsung beberapa jam.
Anestesi.
Anastesi diberikan untuk mengurangi rasa nyeri saat operasi Klien mungkin akan
diberikan General anestesi sehingga klien akan tidur melalui prosedur dan tidak merasakan
apa-apa. Klien mungkin juga akan diberikan nerve block untuk mengurangi rasa sakit
setelah operasi.
Insisi.
Dokter bedah akan membuat sayatan (cut) di kulit di atas tulang.
Memindahkan tulang ke tempatnya.
Dokter bedah akan memperbaiki tulang ke posisi yang benar. Pelat logam, batang,
suture, dan / atau sekrup kemudian akan diterapkan untuk memperbaiki tulang. X-ray dapat
digunakan untuk evaluasi setelah perangkat yang terpasang.
Closing incision.
Sayatan akan ditutup dengan jahitan atau stitches dan ditutup dengan perban.
Sebuah cast atau splint akan diletakkan untuk melindungi perbaikan seperti
menyembuhkan.
Recovery.
Setelah operasi, klien akan dibawa ke ruang pemulihan dan dipantau sampai klien
terjaga dan dalam kondisi baik. Sirkulasi, sensasi, dan gerakan akan diperiksa sering.
Pasien dengan fraktur kaki kadang-kadang tinggal lebih lama. Pemulihan lengkap biasanya
memakan waktu 3 sampai 12 bulan. Lama waktu yang dibutuhkan tergantung pada
seberapa parah fraktur dan apakah saraf dan pembuluh darah rusak. Dokter mungkin
merekomendasikan terapi fisik selama pemulihan klien.
Seorang terapis fisik dapat mengajarkan latihan untuk membantu klien memperoleh
kembali kekuatan dan gerak. Latihan-latihan ini mungkin diperlukan bagi klien untuk dapat
menggunakan lengan atau kaki seperti semula. Mengelola rasa sakit Anda dengan baik.
Dokter akan merekomendasikan resep atau obat nyeri. Pastikan untuk membelinya sebelum
klien pulang ke rumah, dan mengambil seperti yang direkomendasikan. Jika anti nyeri tidak
mengelola rasa sakit klien dengan baik, hubungi dokter.
Tinggikan ekstremitas yang terkena di atas jantung untuk 48 jam pertama.
Instruksikan menggunakan es untuk mengurangi pembengkakan. Jaga sayatan bersih dan
tertutup. Jangan menempatkan berat badan atau tekanan pada fase penyembuhan
ekstremitas, bahkan untuk keseimbangan atau untuk memposisikan sendiri. Jika klien akan
pulang pastikan klien menggunakan sling, kruk, atau kursi roda. Proses penyembuhan harus
menunggu tulang untuk sembuh sepenuhnya, biasanya memakan waktu 3 sampai 12 bulan.
Konsultasi ke dokter apabila memiliki:
 Demam lebih 101,5 ° F (38,5 ° C)
 Iritasi kulit
 Ekstremitas yang dingin, pucat, biru, atau bengkak
 Nyeri yang tidak dikendalikan oleh obat
 Perdarahan
 Sesak napas atau kesulitan bernapas
 Nyeri dada atau detak jantung cepat yang datang tiba-tiba
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi,cetakan ke-V. Jakarta: Yarsif


Watampone, 2008. 332-334
2. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: EGC, 2005. 840-841
3. Newton CD. Etiology, Classification, and Diagnosis of Fracture. http://www.ivis.org
4. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius,
2000.346-37
5. Brinker. Review Of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company, 2001. 127-
135
6. Putz R, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2. Jakarta: EGC, 2000.284.
7. Susan Martin Tucker, dkk, 1995, Standart Keperawatan Pasien, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta
8. Nasrul Effendi, 1995, Pengatar Proses Keperawatan, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai