LBM 4
“Nyeri Kepala”
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2022/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil Laporan
Tutorial LBM 4 “Nyeri Kepala”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan dengan baik.
2. dr. Hj. Suci Nirmala, S.Ked. selaku fasilitator dalam SGD kelompok 2, atas
segala masukan, bimbingan dan kesabaran dalam menghadapi keterbatasan
penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya konstruktif demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
“NYERI KEPALA”
Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang ke klinik UNIZAR mengeluh nyeri kepala sejak
tadi pagi. Keluhan dirasakan seperti terikat di seluruh kepala. Riwayat keluhan serupa (+).
Pasien mengaku kerjaan menumpuk setelah pergantian pimpinan. Pasien takut seperti
tetangganya yang sering nyeri kepala ternyata ada tumor otak. Pada pemeriksaan didapatkan
kondisi umum sedang, NPS 5, TD 120/80 mmHg, denyut nadi 80x/menit, frekuensi napas
20x/menit.
Kategori III : Neuralgia Kranial, Nyeri Wajah Sentral dan Primer, dan Nyeri
Kepala Lainnya.
• Neuralgia kranial dan primer yang menyebabkan nyeri wajah.
• Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, nyeri wajah sentral atau primer
Korelasi stress dengan nyeri kepala
Nyeri kepala merupakan suatu keluhan umum yang sering dialami pada pekerja
lapangan seperti pekerja ground handling serta dapat menurunkan produktifitas kerja. Faktor
pemicu terjadinya nyeri kepala salah satunya adalah stres kerja. Kondisi lingkungan kerja
yang kurang baik dapat memicu terjadinya stres kerja seperti temperatur, penerangan, polusi
udara, kebisingan, kebersihan tempat kerja, dan perlengkapan kerja. Stres kerja di duga dapat
menyebabkan timbulnya berbagai penyakit baik secara fisik maupun mental seperti nyeri
kepala.
Dampak yang disebabkan oleh faktor stres terhadap serangan nyeri kepala dapat
terjadi di level perifer dan sentral. Pada level perifer, stres dapat mencetuskan inflamasi
perivaskular dan ketegangan otot perikranial. Pada level sentral, stres dapat mempengaruhi
kontrol neuron supraspinal di nukleus kaudalis trigeminal, menyebabkan peningkatan
eksitabilitas di level spinal/trigeminal dan merusak efektivitas sistem antinosiseptif (Nash and
Thebarge, 2006).
Korelasi usia 40 tahun dengan nyeri kepala
Kualitas hidup merupakan suatu terminologi yang menunjukkan tentang kesehatan fisik,
sosial dan emosi seseorang dan kemampuannya untuk melaksankan tugas sehari-hari.
Kondisi kesehatan seseorang sangat berkaitan erat dengan kualitas hidup, berbagai penyakit
dapat menyebabkan terganggunya kualitas hidup salah satunya nyeri kepala. Secara umum
kita dapat menyetahui melihat bagaimana kualitas hidup seseorang apa bisa berada diusia
yang matang serta memiliki kerjaan yang tidak terkontrol maka akan mengurangkan kualitas
hidup terutama pada kesehatan. Anggka 40 tahun merupakan faktor resiko terjadinya
penyakit bila berada dalam golongan kualitas hidup kurang sebenarnya tidak hanya nyeri
kepala namun penyakit lain juga dapat terjadi apabisa pada usia 40 tahun dimana usia tidak
muda serta kualitas hidup yang buruk terjadi. Maka dari itu ada korelasi besar adanya nyeri
kepala diusia 40 tahun, namun hal tersebut tidak menyingkirkan anak - anak dan remaja tidak
bisa terkena nyeri kepala. Anak - anak dan remaja bisa terkena namun pada kasus yang
berbeda namun penyebabnya sama seperti kualitas tidur kurang, terlalu banyak berpikir dan
lain - lain.
Pembahasan Diagnosis Deferensial :
1. TTH
Definisi :
Tension-type headache (TTH) adalah nyeri kepala bilateral yang menekan, mengikat,
tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat
ringan hingga sedang, tidak disertai mual dan/atau muntah , serta disertai fotofobia atau
fonofobia (Anurogo, 2014). National Headache Foundation mendefinisikan TTH sebagai
nyeri kepala yang tidak spesifik serta tidak berhubungan dengan penyakit vascular,
migren, ataupun kelainan organic. Menurut International Headache Society (IHS), TTH
adalah episode yang berulang dari nyeri kepala yang berlangsung bermenit-menit sampai
berhari-hari.
Etiologi :
Penyebab dari TTH sampai saat ini belum diketahui secara pasti. TTH diduga dapat
disebabkan karna faktor fisik dan psikis. Secara psikis, TTH dapat timbul akibat reaksi
tubuh terhadap kecemasan dan depresi. Secara fisik, posisi kepalayang menetap, tidur
yang kurang, kelelahan dan kesalahan posisi tidur dapat menyebabkan timbulnya TTH.
Kegiatan yang membutuhkan peningkatan fungsi mata dalam jangka waktu yang lama
seperti membaca buku dan menggunakan komputer dapat pula menimbulkan TTH
(Bendtsen, dkk., 2010).
Etiologi dari Tension type headache (Ghaziy, 2015):
a. Stress
b. Depresi
c. Bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama
d. Kelelahan mata
e. Kontraksi otot yang berlebihan
f. Berkurangnya aliran darah
g. Ketidakseimbangan neurotransmitter
h. Tiredness (Kelelahan)
i. Ansietas (kecemasan)
j. Tekanan darah yang tinggi k. Waktu tidur kurang
Manifestasi Klinis :
Nyeri kepala tipe tegang atau Tension type headache dirasakan bilateral (kedua sisi).
Intensitasnya dari ringan sampai sedang. Rasa nyeri yang dirasakan adalah tumpul seperti
diikat atau ditekan, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit
kepala, frontal, dan occipital. Terjadi secara spontan, memburuk apabila stress, insomnia,
kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang terjadi vertigo, dan rasa tidak
nyaman pada bagian leher, rahang, serta pada temporomandibular. Nyeri kepala ini akan
berlangsung hanya 30 menit akan tetapi dapat juga terjadi secara terus-menerus hingga
hari dengan intensitas bervariasi mulai dari ringan pada waktu bangun tidur, semakin
lama semakain berat dan membaik lagi ketika akan tidur (Ghazy, 2015)
Klasifikasi :
TTH dibedakan menjadi tiga subklasifikasi :
1. T TH episodik yang jarang (infrequent episodic): 1 serangan per bulan atau
kurang dari 12 sakit kepala per tahun.
2. TTH episodik yang sering (frequent episodic): 1-14 serangan per bulan atau
antara 12 dan 180 hari per tahun.
3. TTH menahun (chronic): lebih dari 15 serangan atau sekurangnya 180 hari per
tahun
2. CLUSTER HEADACHE
Definisi :
Nyeri kepala tipe cluster merupakan nyeri kepala pada satu sisi yang disertai dengan
keluarnya air mata dan hidung tersumbat. Serangan berlangsung regular selama 1 minggu
hingga 1 tahun. Serangan-serangan diantarai oleh periode bebas nyeri yang berlangsung
setidanknya satu bulan atau lebih lama. Nyeri kepala memiliki diagnosis diferensial
berupa nyeri kepala tipe lain seperti migraine, nyeri kepala sinus, serya nyeri kepala tipe
tegang.
Nyeri kepala ini berulang secara regular tiap hari selama periode waktu 6 sampai 12
minggu, yang diikuti dengan priode bebas nyeri selama berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun. Namun demikian, pada sekitar 10% pasien, nyeri kepala dapat
berlangsung kronis, bertahan selama bertahun-tahun. Terdapat beberapa fenomena
vasomotor yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi nyeri kepala tipe cluster: hidung
tersumbat, rhinorrhea, injeksi konjungtiva, lakrimasi, miosis, dan flush dan edema pipi,
semua berlangsung rata-rata selama 45 menit (kisaran 15-180 menit)
Berdasarkan kriteria diagnosis yang disusun oleh International Headache Society
(HIS), nyri kepala tipe cluster memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Pasien mengeluhkan serangan nyeri kepala yang sangat hebat, bersifat unilateral
(orbital, supraorbital, atau temporal) yang berlangsung selama 15- 180 menit, dan
menyerang mulai dari sekali hingga delapan kali per hari.
b. Serangan nyeri kepala disertai dengan satu atau lebih gejala berikut (semuanya
ipsilateral): injeksi konjungtiva, lakrimasi, kongesti nasal, rinore, produksi
keringat pada dahi danwajah, miosis, ptosis, atau edema palpebral.
Etiologi :
Cluster headache merupakan bentuk nyeri kepala yang kronik dan berulang.
Kondisi ini tampaknya berkaitan dengan pelepasan histamin dan serotonin yang tiba-
tiba. daerahhipotalamus mungkin terlibat dalam ter!adinya serangan ini. terdapat
beberapa hal yangdapat memicu serangan cluster headache, di antaranya adalah
Alkohol dan merokok
Berada pada ketinggian
Cahaya yang terang
Aktivitas kuat
Panas
Makanan dengan kadar nitrit yang tinggi
Obat-obat tertentu
Kokain
Penyebab pasti dari penyakit ini belum diketahui. Terdapat hipotesis yang
didasarkan pada teori neurovaskular, dimana eFek vasoaktif terdapat pada penyakit
ini. Disfungsi atau inflamasi dari pembuluh darah pada daerah parasellar atau sinus
kavernosa dapat mengaktifkan nyeri orbital trigeminal.
Manifestasi Klinis :
Serangan nyeri kepala tipe cluster secara tipikal berlangsung pendek dan terjadi
dengan periode yang jelas, khususnya selama pasien tidur atau pada pagi hari, biasanya
berkoresponedensi dengan fase rapid eye movement pada saat tidur. Berbeda dengan
nyeri kepala migraine, nyeri kepala cluster tidak didahului dengan aura dan biasanya
tidak disertai dengan mual, muntah, fotofobia, atau osmofobia. Pasien biasanya
mengalami 1-2 kali periode cluster dalam setahun, masing-masing bertahan selama 2
minggu hingga 3 bulan.
Nyeri pada tipe cluster digambarkan sebagai berikut:
a. Karakterisitik: nyeri sangat hebat, menyiksa, menusuk, tajam, bola mata seperti
hendak dicungkil keluar
b. Lokasi: unilateral, pada area periorbita, retro-orbital, temporal, umumnya tidak
menjalar sekalipun kadang-kadang dapat menjalar ke area pipi, rahang, oksipital,
dan tengkuk
c. Distribusi: nyeri pada divisi pertama dan kedua dari nervus trigemnius; sekitar 18-
20% pasien mengeluhkan nnyeri pada area trigeminus
d. Onset: tiba-tiba, memuncak dalam 10-15 menit
e. Durasi: 5 menit hingga 3 jam per episode
f. Frekuensi: dapat terjadi 1-8 kali sehari selama berbulan-bulan
g. Periodisitas: regularitas sikardian pada 47% kasus
h. Remisi: periode panjang bebas nyeri dapat ditemukan pada sebagian pasien;
panjang remisi rata-rata 2 tahun, namun dapat berikisar antara 2 bulan hingga 20
tahun
Nyeri dapat disertai dengan berbagai gejala parasipatis karnial, antara lain:
a. Lakrimasi ipsilateral (84-91%) atau injeksi konjungtiva
b. Hidung tersumbat (48-75%) atau rinore
c. Edema palpebral ipsilateral
d. Miosis atau ptosis ipsilateral
e. Perspirasi pada dahi dan wajah sisi ipsilateral (26%)
Klasifikasi :
Nyeri kepala tipe cluster dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe utama:
a. Tipe episodic, dimana terdapat setidaknya dua fase cluster yang berlangsung
selama 7 hari hingga 1 tahun, yang diantarai oleh periode bebas nyeri selama 1
bulan atau lebih lama
b. Tipe kronis, dimana fase cluster terjadi lebih dari sekali dalam setahun, tanpa
disertai remisi, atau dengan priode bebas nyeri yang kurang dari 1 bulan
3. MIGRAIN
Definisi :
Migren adalah suatu istilah yang digunakan untuk nyeri kepala primer. Nyeri kepala
berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam. Karakteristik nyeri kepala
unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik
yang rutin dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia. Migren bila tidak
diterapi akan berlangsung antara 4-72 jam dan yang klasik terdiri atas 4 fase yaitu fase
prodromal (kurang lebih 25 % kasus), fase aura (kurang lebih 15% kasus), fase nyeri
kepala dan fase postdromal (PERDOSSI, 2016)
Etiologic :
Migrain diduga disebabkan oleh campuran faktor lingkungan dan genetik. Sekitar dua
pertiga kasus migrain memiliki riwayat keluarga dengan migrain. Perubahan kadar
hormon juga berperan terhadap migrain dimana migrain sedikit lebih banyak terjadi pada
anak laki-laki dibandingkan pada anak perempuan sebelum pubertas, namun setelah
pubertas terjadi 2-3 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria. Resiko migrain
biasanya menurun selama kehamilan (Bartleson dan Cutrer, 2010).
Migrain memiliki peranan komponen genetik yang kuat. Sekitar 70% pasien migrain
memiliki keluarga tingkat pertama yang juga memiliki riwayat migrain. Risiko migrain
meningkat 4 kali lipat pada keluarga penderita migrain dengan aura (Bartleson dan
Cutrer, 2010).
Berbagai faktor pencetus serangan migrain telah diidentifikasi,sebagai berikut:
a. Perubahan hormonal, seperti menstruasi, kehamilan, dan ovulasi
b. Stres
c. Kurang tidur, atau tidur berlebih
d. Obat-obatan (misalnya, vasodilator dan kontrasepsi oral)
e. Merokok
f. Paparan pencahayaan terang
g. Bau kuat (misalnya parfum)
h. Trauma kepala
i. Perubahan cuaca
j. Mabuk perjalanan
k. Stimulus dingin
l. Kurang olahraga m. Puasa atau melewatkan makanan n. Konsumsi anggur
merah (Bartleson dan Cutrer, 2010)
Manifestasi klinis :
Secara keseluruhan manifestasi klinis penderita migraine bervariasi tiap individu.
Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migraine. Tetapi tidak semuanya harus
dialami oleh tiap individu (Suharjanti et al., 2013)
• Fase prodomal
Fase ini dialami sekitar 40-60% penderita migren. Gejalanya berupa perubahan
mood, irritable, depresi atau euphoria, perasaan lemah, tidur berlebihan dan
menginginkan jenis makanan tertentu. Gejala ini muncul beberapa jam atau hari
sebelum nyeri kepala (Suharjanti et al., 2013).
• Fase aura
Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului atau menyertai
serangan migren. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit. Aura dapat berupa
sensasi motoric, sensorik, visual atau gabungan diantaranya. Aura visual 64%
muncul pada pasien dan merupakan gejala neurologis yang paling umum. Aura
pada migren biasanya hilang beberapa menit dan kemudian muncul nyeri kepala
(Suharjanti et al., 2013).
• Fase nyeri kepala
Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral dan biasanya berawal di
daerah frontotemporalis dan ocular. Kemudian setelah 1-2 jam menyebar secara
difus kearah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam pada orang dewasa
dan pada anak-anak biasanya 1-48 jam. Intensitas nyeri sedang sampai berat dan
menggangu aktivitas sehari-hari (Suharjanti et al., 2013). - Fase postdormal atau
pemulihan Pasien merasa lelah, irritable, konsentrasi menurun dan terjadi
perubahan mood. Pasien dapat tertidur dalam jangka waktu panjang (Suharjanti et
al., 2013).
Klasifikasi :
• Migrain tanpa aura (migrain umum)
Pada migrain ini, tidak terjadi gangguan neurologik fokal yang mendahului nyeri
kepala, tetapi memiliki ciri khas yaitu timbulnya nyeri kepala yang berdenyut
secara mendadak (dr. Yuktiana, 2017).
• Migrain dengan aura (migrain klasik)
• Biasanya terjadi gangguan neurologik fokal negatif maupun positif sebelum
timbul nyeri kepala. Aura ini biasanya terjadi selama 5-20 menit dan paling lama
selama 60 menit. Nyeri kepala biasanya terjadi setelah akhir aura selesai. Kadang-
kadang, aura muncul pada saat mulai terjadi nyeri kepala atau selama nyeri kepala
berlangsung. Aura ini biasanya berkaitan dengan area visual dan lapang
penglihatan. Aura visual sangat kompleks dan bervariasi, dan dapat positif
(scintilllation, photopsia, atau spektrum fortifikasi) dan negatif (skotoma,
hemianopsia). Gejala aura motorik dan sensorik meliputi kesemutan pada wajah
dan lengan, dysphasia atau aphasia, kelemahan, dan hemiparesis (dr. Yuktiana,
2017)
Faktor Resiko :
Kondisi kesehatan yang buru\k, kurang tidur dan ketidakmampuan untuk
bersantai setelah bekerja dapat memicu TTH sedangkan beban kerja yang tinggi,
disposisi keluarga, kurangnya pendidikan dan TTH yang sering adalah faktor risiko
untuk migrain. Meskipun banyak penelitian telah menemukan bahwa TTH
berhubungan dengan stress, beberapa studi telah menyelidiki subkomponen stress dan
waktu saat stress terjadi. Telah ditemukan bahwa tingkat stress secara keseluruhan
tidak berbeda antara pasien TTH dengan normal. Namun, laporkan tingkat stres yang
tinggi tentang perubahan tubuh, terdapat kemungkinan bahwa perubahan pada tubuh
selama remaja meningkatkan kerentanan seseorang mengalami TTH. Individu dengan
TTH mungkin juga memiliki mekanisme stres adaptif yang berbeda yang melibatkan
aktivasi kardiovaskular dan sistem kontrol nyeri. Menanggapi stress kognitif yang
sedang berlangsung, individu dengan TTH mempertahankan peningkatan detak
jantung dan tekanan darah, sebaliknya tanda vital ini menurun pada migrain dan
kontrol. Pada pasien dengan TTH kronis, nyeri kepala sering terjadi berhubungan
dengan stres, kecemasan dan depresi, dan analgesik sederhana biasanya tidak efektif
dan seharusnya digunakan dengan hati-hati karena risiko nyeri kepala akibat
penggunaan obat berlebihan dengan asupan analgesik sederhana di atas 14 hari
sebulan atau triptan atau kombinasi analgesik di atas 9 hari sebulan.
Pemeriksaan fisik dan Penunjang :
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umum dan neurologis dalam batas normal.
2. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dan lain sebagainya, atas
indikasi untuk menyingkirkan penyebab sekunder
Radiologi: atas indikasi untuk menyingkirkan penyebab sekunder
Penatalaksanaan :
Farmakologis
Sebagian besar penderita TTH episodik ringan hingga sedang mengobati dirinya
sendiri menggunakan analgesik sederhana (parasetamol atau aspirin) atau obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID). Parasetamol 1000 mg secara signifikan lebih
efektif dibandingkan plasebo pada sebagian besar uji coba, sementara tiga uji coba
tidak menemukan efek signifikan dari parasetamol 500 mg hingga 650 mg
dibandingkan dengan placebo. Satu studi menunjukkan hubungan dosis-respons
aspirin 1000 mg yang signifikan lebih unggul dari 500 mg dan 500 mg lebih unggul
dari 250 mg. Ketoprofen 25 mg cenderung lebih efektif dari 12,5 mg. Parasetamol
1000 mg tampaknya lebih unggul dari 500 mg, karena hanya dosis tersebut yang telah
terbukti efektif.
Suntikan botulinum toxin (Botox) diduga efektif untuk nyeri kepala primer, seperti:
tension-type headache, migrain kronis, nyeri kepala harian kronis (chronic daily
headache). Botulinum toxin adalah sekelompok protein produksi bakteri Clostridium
botulinum. Mekanisme kerjanya adalah menghambat pelepasan asetilkolin di sambungan
otot, menyebabkan kelumpuhan flaksid. Botox bermanfaat mengatasi kondisi dimana
hiperaktivitas otot berperan penting. Riset tentang Botox masih berlangsung.
Non Farmakologis
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa skenario LBM 4 yang berjudul
“Nyeri Kepala” dapat disimpulkan bahwa seorang seorang laki-laki berusia 40 tahun datang
ke klinik UNIZAR mengeluh nyeri kepala sejak tadi pagi. Keluhan dirasakan seperti terikat
di seluruh kepala. Riwayat keluhan serupa (+). Pasien mengaku kerjaan menumpuk setelah
pergantian pimpinan. Pasien takut seperti tetangganya yang sering nyeri kepala ternyata ada
tumor otak. Pada pemeriksaan didapatkan kondisi umum sedang, NPS 5, TD masih dalam
batas normal yaitu 120/80 mmHg, denyut nadi masih dalam batas normal yaitu 80x/menit,
dan frekuensi napas masih dalam batas normal yaitu 20x/menit. Hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan dalam batas normal kecuali pemeriksaan NPS dimana hasil pemeriksaannya yaitu
pasien merasakan nyeri sedang.
Dari keluhan yang dialami pasien tersebut kami dari SGD 4 mendiagnosis pasien
mengalami Tension Type Headache (TTH). Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala
tipe tegang adalah bentuk sakit kepala yang paling sering dijumpai dan sering dihubungkan
dengan jangka waktu dan peningkatan stres. Buruknya upaya kesehatan diri sendiri (poor
self-related health), tidak mampu relaks setelah bekerja, gangguan tidur, tidur beberapa jam
setiap malam, dan usia muda adalah faktor risiko TTH. Pencetus TTH antara lain yaitu
kelaparan, dehidrasi, pekerjaan/beban yang terlalu berat (overexertion), perubahan pola tidur,
caffeine withdrawal, dan fluktuasi hormonal wanita. Stres dan konflik emosional adalah
pemicu tersering TTH.
DAFTAR PUSTAKA
Aliah, A., Kuswara, F.F., Limoo, R.A., dan Wuysang, G., 2007.Kapita Selekta Neurologi
Anurogo, D 2016, “Tension Type Headache”, Vo. 41, No. 3, Neuroscience Department,
Dewanto, G. (2009). Panduan Praktis Diagnosa & Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.
Kowalak, dkk. 2014. Buku Ajar Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Liwang, F, Patria, W, Yuswar, Wijaya E, Sanjaya, N, 2020, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) 2016, “Panduan Praktik Klinik
Neurologi”.
Sudoyo, A, Setiyohadi, B, Alwi, I, Simadibrata, M, Setiati, S 2017, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Airlangga.