“BENJOLAN DI LEHER”
Puji syukur penulis sampaikan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat- Nya penulis dapat melaksanakan dan menyusun makalah LBM 2
yang berjudul “Benjolan di leher” ini tepat pada waktunya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................2
BAB I.........................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................4
4. DD......................................................................................................5
5. Pemeriksaan penunjang..................................................................5
6. Tatalaksana.......................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................6
BAB III....................................................................................................20
PENUTUP...............................................................................................20
3.1 Kesimpulan......................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Klasifikasi
Limfoma terbagimenjadi 2 (tipe) yaitu:
1. Limfoma Hodgkin (LH)
2. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)
Manifestasi Klinis
Gejala Limfoma Gejala umum yang dirasakan oleh pasien maupun yang
dapat dilihat oleh dokter antara lain:
Pembengkakan pada kelenjar getah bening, yang biasanya terjadi pada leher,
ketiak, dan lipat paha.
Menggigil/suhu tubuh turun-naik
Demam berulang dan keringat berlebihan di malam hari
Penurunan berat badan
Kehilangan selera makan
Kelelahan terus-menerus dan kekurangan energi
Sesak napas dan batuk
Gatal terus-menerus di seluruh tubuh tanpa sebab (ruam )
Mudah lelah
Pembesaran amandel
Sakit kepala
Definisi
Limfadenitis adalah peradangan pada satu atau beberapa kelenjar
getah bening. Peradangan tersebut akan menimbulkan hiperplasia kelenjar
getah bening hingga terasa membesar secara klinik. Kemunculan penyakit
ini ditandai dengan gejala munculnya benjolan pada saluran getah bening
misalnya ketiak, leher dan sebagainya. Kelenjar getah bening yang
terinfeksi akan membesar dan biasanya teraba lunak dan nyeri. Kadang-
kadang kulit diatasnya tampak merah dan teraba hangat.
Epidemiologi
Dari studi di Belanda terdapat 2.556 kasus limfadenitis, 10%
dirujuk kepada subpesialis, 3,2% membutuhkan biopsi dan 1,1%
mengalami keganasan. Penderita limfadenitis di RSUP H.Adam Malik
Sumatera Utara pada tahun 2011 dengan rentang 20-50 tahun, yaitu 74
dengan jenis kelamin terbanyak adalah wanita, Dari hasil penelitian ini
juga diperoleh bahwa sebagian besar limfadenitis ada mengalami gejala
sistemik. Berdasarkan hasil pemeriksanan didapatkan 13 orang memiliki
pembesaran kelenjar berdiameter ≥ 2cm, 12 orang memiliki pembesaran
kelenjar yang multipel, 17 orang memiliki pembesaran kelenjar dengan
konsistensi kenyal, 16 orang memiliki pembesaran kelenjar tanpa adanya
ulkus, dan 12 orang memiliki pembesaran kelenjar tanpa disertai adanya
nyeri
Etiologi
Limfadenitis bisa disebabkan oleh infeksi organisme yaitu bakteri,
virus, protozoa, riketsia atau jamur. Secara khusus penyebaran ke kelenjar
getah bening terjadi melalui infeksi kulit, telinga, hidung atau mata.
Limfadenitis hampir selalu dihasilkan oleh sebuah infeksi, yang
kemungkinan disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, riketsia atau jamur.
Ciri khasnya, infeksi terebut menyebar menuju kelenjar getah bening dari
infeki kulit, telinga, hidung atau mata atau dari beberapa infeksi seperti
infreksi mononucleosis, infeksi cytomegalovirus, infeksi streptococcal,
tuberculosis atau sifilis. Infeksi tersebut dapat mempengaruhi kelenjar
getah bening atau hanya pada salah satu daerah pada tubuh. Gejala awal
limfadenitis adalah pembengkakan kelenjar yang disebabkan oleh
penumpukan cairan jaringan dan peningkatan jumlah sel darah putih
akibat respon tubuh terhadap infeksi, kehilangan nafsu makan, nadi cepat
dan kelemahan. (2,3)
Limfadenitis dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
Infeksi bakteri streptococcal atau staphylococcal
Sakit tenggorokan karena bakteri
Tonsilitis
Infeksi gigi
Infeksi HIV
Tuberkulosis
Infeksi mikrobakterial non tuberkulosis
Klasifikasi
Sebagian besar kasus merupakan respon jinak terhadap infeksi
lokal atau sistemik. Sebagian kasus dengan limfadenitis menunjukkan
teraba di serviks, ketiak, dan kelenjar getah bening inguinal.
Supraklavikula, epitrochlear, dan poplitea kelenjar getah bening teraba
jarang terjadi, seperti yang teraba pada mediastinum dan perut.
Limfadenitis dapat mempengaruhi nodul tunggal atau sekelompok
nodul (adenopati daerah) dan dapat unilateral atau bilateral. Onset dan
perjalanan limfadenitis mungkin akut, subakut, atau kronis.
Jenis limfadenitis:
1. Limfadenitis disebabkan oleh virus:
Infectious mononucleosis lymphadenitis
Cytomegalovirus (CMV) lymphadenitis
Herpes simplex virus lymphadenitis
Varicella-herpes zoster lymphadenitis
Vaccinia lymphadenitis
Measles lymphadenitis
Human immunodulficiency virus (HIV) lymphadnitis, dengan atau
tanpa keterkaitan kelenjar saliva.
Human immunodulficiency virus (HIV) lymphadnitis of salivary
gland invovlvement
Cryptococcus lymphadenitis
Histoplasma lymphadenitis
Coccidioidomycosis lymphadenitis
Pneumocystis lymphadenitis
Toxoplasma lymphadenitis
Leishmania lymphadenitis
Filaria lymphadenitis
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Kelenjar getah bening yang terserang biasanya akan membesar dan
jika diraba terasa lunak dan nyeri, selain itu gejala klinis yang timbul
adalah demam, nyeri tekan, dan tanda radang. Kulit di atasnya terlihat
merah dan terasa hangat, pembengkakan ini akan menyerupai daging
tumbuh atau biasa disebut dengan tumor. Dan untuk memastikan apakah
gejala-gejala tersebut merujuk pada penyakit limfadenitis maka perlu
adanya pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan di bawah mikroskop.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang diantaranya yaitu biopsi eksisi merupakan gold standar
dari pemeriksaan limfadenopati namun tidak semua pusat layanan kesehatan dapat
melakukan prosedur ini karena keterbatasan sarana dan tenaga medis. Disamping
itu, metode biopsi eksisi ini tergolong invasif dan mahal.
Nodul limfa dengan difus infiltrat sel plasma termasuk bentu atipikal
binukleat dan multinukleat (anak panah)
Biopsi aspirasi jarum halus merupakan penunjang yang cukup baik
dalam menggantikan jika pusat pelayana kesehatan memiliki keterbatasan
sarana dan tenaga medis. Meskipun biopsi aspirasi jarum halus adalah
diagnosis pertama yang mapan alat untuk evaluasi kelenjar getah bening,
hanya biopsi inti atau biopsi eksisi akan cukup untuk
Pemeriksaan laboratorium limfadenopati terutama dilihat dari
riwayat dan pemeriksaan fisik berdasarkan ukuran dan karakteristik lain
dari nodul dan pemeriksaan klinis keseluruhan pasien. Ketika pemeriksaan
laboratorium ditunjukkan, itu harus didorong oleh pemeriksan klinis.
Pemeriksaan laboratorium dari limfadenopati diantaranya adalah complete
blood cell count (CBC) with differential, erythrocyte sedimentation rate
(ESR), lactate dehydrogenase (LDH), specific serologies based on
exposures and symptoms [B. henselae, Epstein–Barr virus (EBV), HIV],
tuberculin skin testing (TST).
Magnetic Resonance Imaging (MRI) sebelum meluasnya
penggunaan gadolinium dan teknik supresi lemak, MRI sering tidak lebih
spesifik dibandingkan Computerized Tomography (CT) dalam
karakterisasi nodul limfa servikal metastasis karena rendahnya
kemampuan untuk menunjukkan nodul yang bertambah secara heterogen,
tanda metastasis nodul yang sangat akurat dalam pengaturan SCC leher.
Namun, teknologi scan MRI meningkat, peningkatan gadolinium, dan
rangkaian supresi lemak telah memungkinkan akurasi yang sebanding.
Juga, deteksi MRI dari invasi arteri karotis oleh penyebaran ekstrakaspular
tumor dari nodul sering kali lebih unggul daripada CECT.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan