Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN SGD LBM 2

“BENJOLAN DI LEHER”

Nama : I Putu Restu Surya Peraupan


NIM : 016.06.0032
Tutor : dr. Sukandriani Utami,S.Ked.

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM


TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat- Nya penulis dapat melaksanakan dan menyusun makalah LBM 2
yang berjudul “Benjolan di leher” ini tepat pada waktunya.

Makalah ini penulis susun untuk memenuhi prasyaratan sebagai syarat


nilai SGD (Small Group Discussion). Dalam penyusunan makalah ini, penulis
mendapat banyak bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai
pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. dr. Sukandriani Utami,S.Ked. selaku tutor dan fasilitator SGD (Small Group
Discussion) penulis.
2. Bapak/Ibu Dosen Universitas Islam Al-Azhar yang telah memberikan
masukan terkait makalah yang penulis buat.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan
perlu pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Mataram, 29 Juli 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................2

BAB I.........................................................................................................4

PENDAHULUAN.....................................................................................4

1.2 Deskripsi Masalah........................................................................5

1. Kenapa Tn R timbul benjolan di leher sebelah kiri ?..................5

2. Apakah ada hubungan benjolan dengan mengeluhkan sering


lemas dan tidak nafsu makan ?...............................................................5

3. Apakah ada hubunganya penurunan beratbadan dengan


keluhan yang di alaminya ?.....................................................................5

4. DD......................................................................................................5

5. Pemeriksaan penunjang..................................................................5

6. Tatalaksana.......................................................................................5

7. Komplikasi & Prognosis..................................................................5

PEMBAHASAN........................................................................................6

BAB III....................................................................................................20

PENUTUP...............................................................................................20

3.1 Kesimpulan......................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario LBM 1


BENJOLAN DI LEHER
Tn. R. berusia 45 tahun, datang ke RS X dengan mengeluhkan terdapat
benjolan di leher kiri sejak 1 bulan yang lalu. Benjolan sebesar kelereng yang
dirasakan makin lama makin besar, nyeri, dapat digerakkan, dan berwarna
kemerahan. Tn R. mengeluhkan sering lemas dan tidak nafsu makan. Keluhan
ini disertai dengan adanya penurunan berat badan dari 50 kg menjadi 45 kg.
Tinggi badan 160 cm. Keluhan tidak demam, batuk, dan keringat malam,
BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat gejala yang sama tidak pernah
dialami pasien.
1.2 Deskripsi Masalah

1. Kenapa Tn R timbul benjolan di leher sebelah kiri ?


2. Apakah ada hubungan benjolan dengan mengeluhkan sering lemas
dan tidak nafsu makan ?
3. Apakah ada hubunganya penurunan beratbadan dengan keluhan
yang di alaminya ?
4. DD
5. Pemeriksaan penunjang
6. Tatalaksana
7. Komplikasi & Prognosis
BAB II

PEMBAHASAN

1. Kenapa Tn R timbul benjolan di leher sebelah kiri ?


2. DD
 Definisi
Limfoma merupakan istilah umum untuk berbagai tipe kanker
darah yang muncul dalam sistem limfatik, yang menyebabkan kelenjar
getah bening. Limfoma disebabkan oleh sel-sellimfosit Batau T, yaitu sel
darah putih yang dalam keadaan normal/ menjaga daya tahan tubuh kita
untuk melawan infeksi bakteri, jamur, parasit dan virus, menjadi abnormal
dengan lebih cepat dari sel biasa atau hidup lebih lama dari biasanya.
Sistem limfatik sendiri merupakan jaringan pembuluh dengan katup dan
kelenjar di tempat-tempat tertentu yang mengedarkan cairan getah bening
melalui kontraksi otot yang berdekatan dengan kelenjar. getah bening
menyaring benda asing dari getah bening dan juga mengangkut lemak
yang diserap dari usus halus ke hati.

 Klasifikasi
Limfoma terbagimenjadi 2 (tipe) yaitu:
1. Limfoma Hodgkin (LH)
2. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)

 Limfoma Hodgkin (LH)


Limfoma Hodgkin terjadi karena mutasi Sel B pada sistem
limfatik, dengan hasil deteksi yaitu adanya sel abnormal Reed-Stenberg
dalam sel kanker. Limfoma Hodgkin diketahui memiliki 5 jenis subtipe.
Limfoma Hodgkin sendiri merupakan jenis yang paling bisa disembuhkan
dan biasanya menyerang kelenjar getah bening yang terletak di leher dan
kepala. Umumnya pasien didiagnosis pada saat usia 20 sampai 30 tahun
dan juga pada usia lebih dari 60 tahun.
 Limfoma Non-Hodgkin (LNH)
Limfoma Non-Hodgkin terjadi karena adanya mutasi DNA pada
sel B dan sel T pada sistem limfatik, merupakan tumor ganas yang
berbentuk padat dan berasal dari jaringan limforetikuler perifer dan
memiliki 30 subtipe yang masih terus berkembang. Limfoma Non-
Hodgkin yang pertumbuhannya lambat disebut indolent/low grade dan
untuk yang pertumbuhannya cepat disebut oggressive/high grade.
Limfoma Non-Hodgkin lebih sering tejadi pada usia lebih dari 60 tahun.

Stadium Limfoma Non Hodgkin terdiri dari:


 Stadium 1
berkumpul menjadi kelompok di daerah tertentu kelenjar getah bening,
contohnya di leher atau bawah ketiak.
 Stadium 2
Sellimfoma berada pada sedikitnya 2 kelompok di kelenjar getah
bening.
 Stadium 3
Limfoma terdapat pada kelompok kelenjar getah bening di atas maupun
di bawah diafragma, atau limfoma berada di organ atau di jaringan
sekitar kelenjargetah bening.
 Stadium 4
Pada stadium 4 limfoma sudah sangat menyebar, limfoma sudah
menyebar ke seluruh satu organ atau jaringan selain kelenjar getah
bening, atau bisa juga berada dalam hati, darah, atau sumsum tulang.
 Etiologi
Limfoma non Hodgkin dapat terjadi karena beberapa faktor resiko
seperti adanya agen infeksi, immunodefisiensi, kongenital, acquired,
lingkungan, riwayat terpapar obat seperti imunosupresif agen, obat
antiepilepsi, dan riwayat terpapar herbisida, peptisida, serbuk kayu, lem
epoxy, riwayat penggunaan obat rambut, faktor nutrisi, dan transfusi
darah.
Faktor-faktor risiko Limfoma meliputi:
 Usia sebagian besar Limfoma Hodgkin terjadi pada orang yang
berusia 15-30 tahun dan usia di atas 55 tahun. Risiko Limfoma
Non-Hodgkin akan meningkat seiring usia, khususnya pada orang
lanjut usia,
 Faktor Genetik Risiko untuk terkena limfoma akan meningkat pada
orang yang memiliki anggota keluarga inti (ayah, ibu, atau saudara
kandung) yang menderita jenis kanker yang sama. Pernah tertular
virus Epstein-Barr atau EBV Virus ini menyebabkan demam
kelenjar. Orang yang pernah mengalami tekanan kelenjar lebih
berisiko mengalami Limfoma Hodgkin.
 Sistem kekebalan tubuh yang lemah Kekebalan tubuh yang lemah
dapat juga menjadi faktor risiko Limfoma, misalnya karena
mengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau
menggunakan obat imunosupresan.
 Jenis kelamin Limfoma lebih banyak menyerang pria dibandingkan
dengan wanita.
 Paparan kimia Paparan terhadap bahan kimia beracun (pestisida
herbisida, pewarna rambut) juga dapat memicu Limfoma.

 Manifestasi Klinis
Gejala Limfoma Gejala umum yang dirasakan oleh pasien maupun yang
dapat dilihat oleh dokter antara lain:
 Pembengkakan pada kelenjar getah bening, yang biasanya terjadi pada leher,
ketiak, dan lipat paha.
 Menggigil/suhu tubuh turun-naik
 Demam berulang dan keringat berlebihan di malam hari
 Penurunan berat badan
 Kehilangan selera makan
 Kelelahan terus-menerus dan kekurangan energi
 Sesak napas dan batuk
 Gatal terus-menerus di seluruh tubuh tanpa sebab (ruam )
 Mudah lelah
 Pembesaran amandel
 Sakit kepala

Definisi
Limfadenitis adalah peradangan pada satu atau beberapa kelenjar
getah bening. Peradangan tersebut akan menimbulkan hiperplasia kelenjar
getah bening hingga terasa membesar secara klinik. Kemunculan penyakit
ini ditandai dengan gejala munculnya benjolan pada saluran getah bening
misalnya ketiak, leher dan sebagainya. Kelenjar getah bening yang
terinfeksi akan membesar dan biasanya teraba lunak dan nyeri. Kadang-
kadang kulit diatasnya tampak merah dan teraba hangat.
Epidemiologi
Dari studi di Belanda terdapat 2.556 kasus limfadenitis, 10%
dirujuk kepada subpesialis, 3,2% membutuhkan biopsi dan 1,1%
mengalami keganasan. Penderita limfadenitis di RSUP H.Adam Malik
Sumatera Utara pada tahun 2011 dengan rentang 20-50 tahun, yaitu 74
dengan jenis kelamin terbanyak adalah wanita, Dari hasil penelitian ini
juga diperoleh bahwa sebagian besar limfadenitis ada mengalami gejala
sistemik. Berdasarkan hasil pemeriksanan didapatkan 13 orang memiliki
pembesaran kelenjar berdiameter ≥ 2cm, 12 orang memiliki pembesaran
kelenjar yang multipel, 17 orang memiliki pembesaran kelenjar dengan
konsistensi kenyal, 16 orang memiliki pembesaran kelenjar tanpa adanya
ulkus, dan 12 orang memiliki pembesaran kelenjar tanpa disertai adanya
nyeri

Etiologi
Limfadenitis bisa disebabkan oleh infeksi organisme yaitu bakteri,
virus, protozoa, riketsia atau jamur. Secara khusus penyebaran ke kelenjar
getah bening terjadi melalui infeksi kulit, telinga, hidung atau mata.
Limfadenitis hampir selalu dihasilkan oleh sebuah infeksi, yang
kemungkinan disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, riketsia atau jamur.
Ciri khasnya, infeksi terebut menyebar menuju kelenjar getah bening dari
infeki kulit, telinga, hidung atau mata atau dari beberapa infeksi seperti
infreksi mononucleosis, infeksi cytomegalovirus, infeksi streptococcal,
tuberculosis atau sifilis. Infeksi tersebut dapat mempengaruhi kelenjar
getah bening atau hanya pada salah satu daerah pada tubuh. Gejala awal
limfadenitis adalah pembengkakan kelenjar yang disebabkan oleh
penumpukan cairan jaringan dan peningkatan jumlah sel darah putih
akibat respon tubuh terhadap infeksi, kehilangan nafsu makan, nadi cepat
dan kelemahan. (2,3)
Limfadenitis dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
 Infeksi bakteri streptococcal atau staphylococcal
 Sakit tenggorokan karena bakteri
 Tonsilitis
 Infeksi gigi
 Infeksi HIV
 Tuberkulosis
 Infeksi mikrobakterial non tuberkulosis

Klasifikasi
Sebagian besar kasus merupakan respon jinak terhadap infeksi
lokal atau sistemik. Sebagian kasus dengan limfadenitis menunjukkan
teraba di serviks, ketiak, dan kelenjar getah bening inguinal.
Supraklavikula, epitrochlear, dan poplitea kelenjar getah bening teraba
jarang terjadi, seperti yang teraba pada mediastinum dan perut.
Limfadenitis dapat mempengaruhi nodul tunggal atau sekelompok
nodul (adenopati daerah) dan dapat unilateral atau bilateral. Onset dan
perjalanan limfadenitis mungkin akut, subakut, atau kronis.
Jenis limfadenitis:
1.    Limfadenitis disebabkan oleh virus:
 Infectious mononucleosis lymphadenitis
 Cytomegalovirus (CMV) lymphadenitis
 Herpes simplex virus lymphadenitis
 Varicella-herpes zoster lymphadenitis
 Vaccinia lymphadenitis
 Measles lymphadenitis
 Human immunodulficiency virus (HIV) lymphadnitis, dengan atau
tanpa keterkaitan kelenjar saliva.
 Human immunodulficiency virus (HIV) lymphadnitis of salivary
gland invovlvement

2.      Limfadenitis disebabkan oleh bakteri:


 Non-specific acterial lymphadenitis (common, non-specific
species)
 Cat-scratch lymphadenitis (Afipia felis)
 Bacillary angiomatosis of lymph noduls (Bartonella
henselae and B. quintana)
 Lymphogranuloma venereum lymphadenitis (Chlamydia
trachomatis)
 Syphilitic lymphadenitis (Trapenosoma pallidum)
 Lymphadenitis of Whipple disease

3.      Limphadenitis disebabkan oleh mycobacteria:

 Mycobacterium tuberculosis lymphadenitis (TB)


 Atypical mycobacterial lymphadenitis
 Mycobacterium avium-intracellulare lymphadenitis
 Mycobacterium leprae lymphadenitis
 Miscellaneous mycobacterial lymphadenitis

4.      Lymphadenitis disebabkan oleh jamur:

 Cryptococcus lymphadenitis
 Histoplasma lymphadenitis
 Coccidioidomycosis lymphadenitis
 Pneumocystis lymphadenitis

5.      Lymphadenitis disebabkan oleh protozoa:

 Toxoplasma lymphadenitis
 Leishmania lymphadenitis
 Filaria lymphadenitis

Patofisiologi

Kelenjar getah bening (KGB) adalah bagian dari sistem pertahanan


tubuh. Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening,
namun hanya di daerah sub mandibular, ketiak atau lipat paha yang teraba
normal pada orang sehat. Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan
sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan
antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening yang
melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke kelenjar getah
bening sehingga dari lokasi kelenjar getah bening akan diketahui aliran
pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena dilewati oleh aliran
pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen dan memiliki sel
pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar
getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih
banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening
membesar.
Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan
sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari kelenjar getah bening itu sendiri
seperti limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit atau karena datangnya sel-
sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening
(limfadenitis), infiltrasi sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolite
macrophage (gaucher disease). Dengan mengetahui lokasi pembesaran
kelenjar getah bening maka kita dapat mengarahkan kepada lokasi
kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran kelenjar getah
bening. Benjolan, bisa berupa tumor baik jinak atau ganas, bisa juga berupa
pembesaran kelenjar getah bening. Kelenjar ini ada banyak sekali di tubuh
kita, antara lain di ujudaerah leher, ketiak, dalam rongga dada dan perut, di
sepanjang tulang belakang kiri dan kanan sampai mata kaki. Kelenjar getah
bening berfungsi sebagai penyaring bila ada infeksi lokal yang disebabkan
bakteri atau virus. Jadi, fungsinya justru sebagai benteng pertahanan tubuh.
Jika tidak terjadi infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi bila
pembesaran kelenjar didaerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya
cepat dan mudah membesar. Bila sudah sebesar biji nangka, misalnya, bila
ditekan tidak sakit, maka perlu diwaspadai. Jalan terbaik, adalah dilakukan
biopsy di kelenjar tersebut. Diperiksa jenis sel-nya untuk memastikan
apakah sekedar infeksi atau keganasan. Jika tumor dan ternyata ganas,
pembesaran kelenjar akan cepat terjadi. Dalam sebulan, misalnya sudah
membesar dan tak terasa sakit saat ditekan. Beda dengan yang disebabkan
infeksi, umumnya tidak bertambah besar dan jika daerah di sekitar benjolan
ditekan,terasa sakit.
Peningkatan ukuran kelenjar getah bening disebabkan:
1. Multiplikasi sel-sel di dalam nodul, termasuk limfosit, sel plasma,
monosit, histiosit
2. Infiltrasi sel dari luar nodus seperti sel ganas atau neutrofil
3. Pengeringan infeksi (misalnya abses) ke kelenjar getah bening lokal.
Sirkulasi darah ada dibawah tekanan dan komponennya (plasma)
masuk dinding kapiler yang tipis ke jaringan sekitar. Cairan ini disebut
cairan interstisial yang membasahi semua jaringan dan sel. Bila cairan ini
tidak dikembalikan ke sirkulasi dapat terjadi edema, pembengkakan
progresif yang dapat mengancam nyawa. Hal itu tidak terjadi oleh karena
cairan dikembalikan ke darah melalui dinding venul. Jadi system tersebut
menampung cairan yang dari pembuluh darah dan masuk ke dalam
jaringan dan mengembalikannya ke pembuluh darah.
Sel limfosit, SD, makrofag dan sel lainnya juga dapat masuk
melalui dinding tipis sel endotel yang longgar dari pembuluh limfe primer
dan masuk ke dalam arus limfe. Antigen asing yang masuk ke dalam
jaringan akan ditangkap oleh sel system imun dan dibawa ke berbagai
jaringan limfoid regional yang teroganisasi seperti KGB. Jadi system
limfatik juga berperan sebagai alat transport limfosit dan antigen dari
jaringan ikat ke jaringan limfoid yang teroganisasi, tempat limfosit
diaktifkan.
Keuntungan dari resirkulasi limfosit ialah bahwa sewaktu terjadi
infeksi non-spesifik, banyak limfosit akan terpajan dengan antigen/kuman.
Keuntungan lain dari resirkulasi limfosit ialah bahwa bila ada organ
limfoid misalnya limfa yang deficit limfosit karena infeksi, radiasi atau
trauma. Limfosit dari jaringan limfoid lainnya melalui sirkulasi akan dapat
dikerahkan kedalam organ limfoid tersebut dengan mudah.
Sel T naïf (Sel matang yang belum terpajan dengan antigen dan
belum berdiferensiasi) cenderung meninggalkan sirkulasi darah dan
menuju kelenjar getah bening dalam daerah sel T. SD/APC dari berbagai
bagian tubuh yang membawa antigen juga berimigrasi dan masuk ke
dalam kelenjar getah bening dan mempresentasikan antigen ke sel T. Sel T
yang diaktifkan SD/APC tersebut keluar dari kelenjar limfoid dan melalui
aliran darah bergerak ke tempat infeksi dan bekerja sebagai sel efektor.
Tidak seperti leukosit, limfosit terus menerus di resirkulasikan melalui
darah dan limfe ke berbagai organ limfoid.
Beberapa tempat di endotel vascular dalam venul poskapilar
berbagai organ limfoid terdiri atas sel khusus, gemuk dan tinggi yang
disebut HEV. Sel-selnya berlainan sekali dengan sel endotel yang gepeng
yang membatasi kapiler lainnya. Setiap organ limfoid sekunder, kecuali
limpa mengandung HEV.
HEV mengekspresikan sejumlah besar molekul adhesi. Seperti sel
endotel vascular lainnya, HEV mengekspresikan CAM family selektin
(selektin E dan P), family musin (GlyCAM-1 dan CD34) dan superfamily
immunoglobulin (ICAM-1, ICAM-2. ICAM-3, VCAM-1 dan MAdCAM-
1) beberapa molekul adhesi disebut adresin vascular, oleh karena berperan
dalam mengarahkan ekstravasasi berbagai populasi limfosit dalam
resirkulasi ke organ limfoid khusus.
Pada keadaan normal terjadi lintas arus limfosit aktif terus menerus
melalui kelenjar getah bening, tetapi bila ada antigen masuk, arus limfosit
dalam kelenjar getah bening akan berhenti sementara. Sel yang antigen
spesifik akan ditahan dalam kelenjar getah bening. Dalam menghadapi
antigen tersebut, kelenjar dapat membengkak seperti yang sering
ditemukan pada infeksi. Hal tersebut merupakan hal yang esensial untuk
respons imun yang efektif terhadap antigen asing.
Limfosit cenderung berimigrasi ke tempat-tempat yang selektif.
Homing mukosa adalah kembalinya sel limfoid reaktif imunologis ke
asalnya di folikel mukosa. Hal tersebut terjadi melalui ikatan antara
molekul adhesi dan kemokin, reseptor yang mengarahkan berbagai
populasi limfosit ke jaringan limfoid khusus atau inflamasi yang disebut
dengan reseptor homing. L-selektin atau CD62L adalah molekul pada
permukaan limfosit yang berperan pada homing limfosit. Adresin mukosa
adalah salah satu adresin yang mengikat integrin pada sel T yang memilih
homing di saluran cerna. Reseptor pada permukaan limfosit tersebut akan
memberikan arah dan tujuan kembali ke plak peyer. Limfosit yang
awalnya disensitasi oleh antigen di plak peyer akan diaktifkan dan
memproduksi sel memori yang akan berimigrasi kembali ke tempat yang
semula mensensitasinya.

Manifestasi Klinis
Kelenjar getah bening yang terserang biasanya akan membesar dan
jika diraba terasa lunak dan nyeri, selain itu gejala klinis yang timbul
adalah demam, nyeri tekan, dan tanda radang. Kulit di atasnya terlihat
merah dan terasa hangat, pembengkakan ini akan menyerupai daging
tumbuh atau biasa disebut dengan tumor. Dan untuk memastikan apakah
gejala-gejala tersebut merujuk pada penyakit limfadenitis maka perlu
adanya pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan di bawah mikroskop.

Limfadenitis pada taraf parah disebut limfadenitis kronis.


Limfadenitis ini terjadi ketika penderita mengalami infeksi kronis, misal
pada kondisi ketika seseorang dengan faringitis kronis akan ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening leher (limfadenitis). Pembesaran di sini
ditandai oleh tanda radang yang sangat minimal dan tidak nyeri.
Pembesaran kronis yang spesifik dan masih banyak di Indonesia adalah
akibat tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran
kelenjar getah bening, padat/keras, multipel dan dapat berhubungan satu
sama lain.
Limfadenitis tuberkulosis pada kelenjar getah bening dapat
menjadi besar dan berhubungan sehingga leher penderita itu bias disebut
seperti “bull neck”. Pada keadaan seperti ini kadang-kadang sulit
dibedakan  dengan  limfoma  malignum. Limfadenitis  tuberkulosis
diagnosis  ditegakkan  dengan pemeriksaan histopatologi, terutama yang
tidak disertai oleh tuberkulosis paru.

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang diantaranya yaitu biopsi eksisi merupakan gold standar
dari pemeriksaan limfadenopati namun tidak semua pusat layanan kesehatan dapat
melakukan prosedur ini karena keterbatasan sarana dan tenaga medis. Disamping
itu, metode biopsi eksisi ini tergolong invasif dan mahal.

Nodul limfa dengan difus infiltrat sel plasma termasuk bentu atipikal
binukleat dan multinukleat (anak panah)
Biopsi aspirasi jarum halus merupakan penunjang yang cukup baik
dalam menggantikan jika pusat pelayana kesehatan memiliki keterbatasan
sarana dan tenaga medis. Meskipun biopsi aspirasi jarum halus adalah
diagnosis pertama yang mapan alat untuk evaluasi kelenjar getah bening,
hanya biopsi inti atau biopsi eksisi akan cukup untuk
Pemeriksaan laboratorium limfadenopati terutama dilihat dari
riwayat dan pemeriksaan fisik berdasarkan ukuran dan karakteristik lain
dari nodul dan pemeriksaan klinis keseluruhan pasien. Ketika pemeriksaan
laboratorium ditunjukkan, itu harus didorong oleh pemeriksan klinis.
Pemeriksaan laboratorium dari limfadenopati diantaranya adalah complete
blood cell count (CBC) with differential, erythrocyte sedimentation rate
(ESR), lactate dehydrogenase (LDH), specific serologies based on
exposures and symptoms [B. henselae, Epstein–Barr virus (EBV), HIV],
tuberculin skin testing (TST).
Magnetic Resonance Imaging (MRI) sebelum meluasnya
penggunaan gadolinium dan teknik supresi lemak, MRI sering tidak lebih
spesifik dibandingkan Computerized Tomography (CT) dalam
karakterisasi nodul limfa servikal metastasis karena rendahnya
kemampuan untuk menunjukkan nodul yang bertambah secara heterogen,
tanda metastasis nodul yang sangat akurat dalam pengaturan SCC leher.
Namun, teknologi scan MRI meningkat, peningkatan gadolinium, dan
rangkaian supresi lemak telah memungkinkan akurasi yang sebanding.
Juga, deteksi MRI dari invasi arteri karotis oleh penyebaran ekstrakaspular
tumor dari nodul sering kali lebih unggul daripada CECT.

MRI yang menunjukkan pembesaran nodul limfa dipanah panjang dan


benjolan disebelah kanan panah pendek.
4. Tatalaksana
Tata laksana pembesaran kelenjar getah bening leher didasarkan
kepada penyebabnya. Banyak kasus dari pembesaran kelenjar getah bening
leher sembuh dengan sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan apa
pun selain dari observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu
dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsi kelenjar getah bening.
Biopsi dilakukan bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada
keganasan, kelenjar getah bening yang menetap atau bertambah besar
dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis belum dapat ditegakkan.3,5
Secara umum pengobatan Limfadenitis yaitu2 :
A. Pengobatan dilakukan dengan tuberkulositik.bila terjadi abses,perlu
dilakukan aspirasi dan bila tidak berhasil, sebaiknya dilakukan insisi
serta pengangkatan dinding abses dan kelenjar getah bening yang
bersangkutan.
B. Pembesaran kelenjar getah bening biasanya disebabkan oleh virus
dan sembuh sendiri, walaupun pembesaran kelenjar getah bening
dapat berlangsung mingguan. Pengobatan pada infeksi kelenjar getah
bening oleh bakteri (limfadenitis) adalah anti-biotik oral 10 hari
dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin dosis : 25
mg/kgBB 4 kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotic
golongan Penicillin dapat diberikan Cephalexin dengan dosis : 25
mg/kgBB(dosis maksimal 500 mg) 3 kali sehari atau Erythromycin
15 mg/kgBB (dosis maksimal : 500 mg) 3 kali sehari.
C. Bila penyebab limfadenopati adalah mycobacterium tuberculosis
maka diberikan obat anti tuberkulosis selama 9-12 bulan.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengklasifikasikan
limfadenitis TB kedalam TB di luar paru dengan paduan obat
2RHZE/10RH. British Thoracic Society Research Committee and
Compbell (BTSRCC) merekomendasikan pengobatan selama 9
bulan dalam regimen 2RHE/7RH.

5. Komplikasi & Prognosis


Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan
pengobatan yang tepat. Dalam kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan
dalam tiga atau empat hari. Namun, dalam beberapa kasus mungkin
diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan untuk pembengkakan
menghilang, panjang pemulihan tergantung pada penyebab infeksi.
Pengobatan yang tidak tuntas dapat menyebabkan resistensi dan septikemia.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dapat di simpulkan dalam scenario yang berjudul “Benjolan di leher” ini


bahwa Tn.R datang ke RS dengan Benjolan sebesar kelereng yang dirasakan
makin lama makin besar, nyeri, dapat digerakkan, dan berwarna kemerahan.
Bahwa saya di sini mendiagnosa Tn R ini mengalami limfaneditis Prognosis
untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati
DAFTAR PUSTAKA

a. Bayazit, Y. A., Bayazit, N., Namiduru, M., 2004. Mycobacterial


Cervical Lymphadenitis. ORL; 66:275-80.
b. Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse, Stephen A., 2004.
Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg. Edisi 23.
Jakarta: EGC, 325-330.
c. Chandrasoma P, Taylor CR. The Lymphoid System: Structure and
Function; Infection and Proliferation. In: Concise Pathology,
Singapore, McGraw-Hill, 2001(3):433-43.
d. Cousar JB, Casey TT, Macon WR, McCurley TL, Swerdlow SH.
Lymph Nodes. In: Mills SE, et al. Sternberg’s Diagnostic Surgical
pathology. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins, 2004(4):788-
90.
e. Frable. Thin-Needle Aspiration Biopsy: Major Problem in Pathology.
Lymph Node, (14):74-75, 106-11.
f. Ioachim HL, Ratech H. 2008. Ioachim's Lymph Node Pathology.
4rd edition, Lippincott Williams & Wilkins.
<http://moon.ouhsc.edu/kfung/JTY1/HemeLearn/CapsuleSumary/Ly
mphadenopathy-M.htm>
g. Limfadenitis. Available at: PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia 2006. Indah Offset Citra
Grafika, 2006. In site
http://www.scribd.com/doc/81071297/Limfadenitis-Tuberkulosis.
Accessed on Mei 26th, 2013.
h. Chaudhary . Cervical Lymphadenopathy- A Review. Department of
Medicine, India.
i. Tierney, Lawrence M. 2012. Diagnosis dan Terapi Kedokteran
Penyakit Dalam. Jakarta: Salemba Medika.
j. Sjamsuhidajat R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah-Edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai