DISUSUN OLEH :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan
makalah SGD (Small Group Discussion) LBM 3 yang berjudul “Gak Kedengeran”
dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar mahasiswa (LBM)
3 yang berjudul “Gak Kedengeran” meliputi dua sesi diskusi. Penyusunan makalah
ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam
kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Halia Wanadiatri, M.Si. sebagai dosen fasilitator kelompok SGD 6 yang
senantiasa memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi kami
dalam berdiskusi.
3. Keluarga yang kami cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman saya yang terbatas untuk menyusun
makalah ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
BAB II PEMBAHASAN 6
DAFTAR PUSTAKA 27
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
LBM 2
Gak Kedengeran
Bella adalah seorang dokter muda yang sedang bertugas di poli THT RSP FK
UNIZAR. Suatu hari ia mendapatkan pasien seorang perempuan berusia 18 tahun
dibawa orang tuanya dengan keluhan penurunan pendengaran telinga kanan sejak 1
minggu yang lalu. Selain itu pasien merasakan telinga kanan terasa penuh dan nyeri
Keluhan lain seperti demam, vertigo, tinnitus, serta keluar cairan dari telinga
disangkal Setiap hari pasien membersihkan telinganya sendiri dengan korek kuping.
Pasien memiliki riwayat berenang dua minggu yang lalu. Selanjutnya, Bella
melakukan pemeriksaan otoskopi dan pemeriksaan pendengaran menggunakan garpu
tala untuk mengetahui kelainan pada pasien. Hasil pemeriksaan otoskopi AD Massa
kecoklatan (+), membran timpani sulit dinilai. AS: Membrane timpani intak.
4
Pasien juga memiliki riwayat berenang dan sering membersihkan telinga
dengan cotton bud. Penggunaan cottob bud merupakan salah satu faktor risiko
gangguan telinga karena dengan cotton bud terkadang kotoran telinga malah
terdorong masuk ke dalam. Pada otoskopi didapatkan massa kecoklatan dan membran
timpani yang intak. Artinya membran timpani pada pasien tidak mengalami perforasi.
Namun massal kecoklatan ini harus diidentifikasi penyebabnya.
5
BAB II
PEMBAHASAN
TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri atas daun telinga (pinna aurikula) dan meatus
akustikus eksternus.
Daun telinga /aurikula disusun oleh tulang rawan elastin yang ditutupi
oleh kulit tipis yang melekat erat pada tulang rawan. Dalam lapisan subkutis
terdapat beberapa lembar otot lurik yang pada manusia rudimenter (sisa
perkembangan), akan tetapi pada binatang yang lebih rendah yang mampu
menggerakan daun telinganya, otot lurik ini lebih menonjol.
6
Liang telinga luar merupakan suatu saluran yang terbentang dari daun
telinga melintasi tulang timpani hingga permukaan luar membran timpani.
Bagian permukaannya mengandung tulang rawan elastin dan ditutupi oleh
kulit yang mengandung folikel rambut, kelenjar sebasea dan modifikasi
kelenjar keringat yang dikenal sebagai kelenjar serumen. Sekret kelenjar
sebacea bersama sekret kelenjar serumen merupakan komponen
penyusun serumen. Serumen merupakan materi bewarna coklat seperti lilin
dengan rasa pahit dan berfungsi sebagai pelindung.
TELINGA TENGAH
Telinga tengah atau rongga telinga adalah suatu ruang yang terisi udara
yang terletak di bagian petrosum tulang pendengaran. Ruang ini berbatasan di
sebelah posterior dengan ruang-ruang udara mastoid dan disebelah anterior
dengan faring melalui saluran (tuba auditiva) Eustachius.
Membran timpani menutup ujung dalam meatus akustiskus eksterna.
Permukaan luarnya ditutupi oleh lapisan tipis epidermis yang berasal dari
ectoderm, sedangkan lapisan sebelah dalam disusun oleh epitel selapis gepeng
atau kuboid rendah turunan dari endoderm. Di antara keduanya terdapat serat-
serat kolagen, elastis dan fibroblas. Gendang telinga menerima gelombang
suara yang di sampaikan lewat udara lewat liang telinga luar. Gelombang
suara ini akan menggetarkan membran timpani. Gelombang suara lalu
diubah menjadi energi mekanik yang diteruskan ke tulang-tulang
pendengaran di telinga tengah.
7
merupakan epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian anterior
pada pada celah tuba auditiva (tuba Eustachius) epitelnya selapis silindris
bersilia. Lamina propria tipis dan menyatu dengan periosteum.
Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu
tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak
tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada membran timpani.
Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di atap ruang timpani.
Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada
dinding dalam. Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang
pendengaran. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva,
tendonya berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling
sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial
ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius
berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan
berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini
berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi
tinggi.
Tingkap oval pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes,
memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skal vestibuli koklea. Oleh
karenanya getaran-getaran membrana timpani diteruskan oleh rangkaian
tulang-tulang pendengaran ke perilimf telinga dalam. Untuk menjaga
keseimbangan tekanan di rongga-rongga perilimf terdapat suatu katup
pengaman yang terletak dalam dinding medial rongga timpani di bawah dan
belakang tingkap oval dan diliputi oleh suatu membran elastis yang dikenal
sebagai tingkap bulat (fenestra rotundum). Membran ini memisahkan
rongga timpani dari perilimf dalam skala timpani koklea.
8
Tuba auditiva (Eustachius) menghubungkan rongga timpani dengan
nasofarings lumennya gepeng, dengan dinding medial dan lateral bagian
tulang rawan biasanya saling berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi
dari epitel bertingkat, selapis silindris bersilia dengan sel goblet dekat farings.
Dengan menelan dinding tuba saling terpisah sehingga lumen terbuka dan
udara dapat masuk ke rongga telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara
pada kedua sisi membran timpani menjadi seimbang.
TELINGA DALAM
Telinga dalam adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars
petrosum tulang temporalis. Telinga tengah di bentuk oleh labirin tulang
(labirin oseosa) yang di da-lamnya terdapat labirin membranasea. Labirin
tulang berisi cairan perilimf sedangkan labirin membranasea berisi cairan
endolimf.
LABIRIN TULANG
Labirin tulang terdiri atas 3 komponen yaitu kanalis semisirkularis, vestibulum,
dan koklea tulang. Labirin tulang ini di sebelah luar berbatasan dengan endosteum,
sedangkan di bagian dalam dipisahkan dari labirin membranasea yang terdapat di
dalam labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan endolimf.
9
Setiap saluran semisirkularis mempunyai pelebaran atau ampula. Walaupun ada 3
saluran tetapi muaranya hanya lima dan bukan enam, karena ujung posterior saluran
posterior yang tidak berampula menyatu dengan ujung medial saluran anterior yang
tidak bermapula dan bermuara ke dalam bagian medial vestibulum oleh krus
kommune. Ke arah anterior rongga vestibulum berhubungan dengan koklea tulang
dan tingkap bulat (fenestra rotundum).
LABIRIN MEMBRANASEA
Labirin membransea terletak di dalam labirin tulang, merupakan suatu sistem
saluran yang saling berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimf. Labirin ini
dipisahkan dari labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan perilimf. Pada
beberapa tempat terdapat lembaran-lembaran jaringan ikat yang mengandung
pembuluh darah melintasi ruang perilimf untuk menggantung labirin membranasea.
10
4. Duktus endolimfatikus merupakan gabungan duktus ultrikularis dan duktus
sakularis.
5. Sakus endolimfatikus merupakan ujung buntu duktus endolimfatikus
6. Duktus reuniens, saluran kecil penghubung antara sakulus dengan duktus
koklearis
7. Duktus koklearis mengandung organ Corti yang merupakan organ pendengaran.
Terdapat badan-badan akhir saraf sensorik dalam ampula saluran semisirkularis
(krista ampularis) dan dalam ultrikulus dan sakulus (makula sakuli dan ultrikuli)
yang berfungsi sebagai indera statik dan kinetik.
Makula disusun oleh 2 jenis sel neuroepitel (disebut sel rambut) yaitu tipe I dan
II serta sel penyokong yang duduk di lamina basal.Serat-serat saraf dari bagian
vestibular nervus vestibulo-akustikus (N.VIII) akan mempersarafi sel-sel neuroepitel
ini.
Sel rambut I berbentuk seperti kerucut dengan bagian dasar yang membulat berisi
inti dan leher yang pendek. Sel ini dikelilingi suatu jala terdiri atas badan akhir saraf
dengan beberapa serat saraf eferen, mungkin bersifat penghambat/ inhibitorik. Sel
11
rambut tipe II berbentuk silindris dengan badan akhir saraf aferen maupun eferen
menempel pada bagian bawahnya. Kedua sel ini mengandung stereosilia pada
apikal, sedangkan pada bagian tepi stereosilia terdapat kinosilia. Sel penyokong
(sustentakular) merupakan sel berbentuk silindris tinggi, terletak pada lamina basal
dan mempunyai mikrovili pada permukaan apikal dengan beberapa granul sekretoris.
KANALIS SEMISIRKULARIS
Kanalis semisirkularis membranasea mempunyai penampang yang oval. Pada
permukaan luarnya terdapat suatu ruang perilimf yang lebar dilalui oleh trabekula.
12
Dalam krista ampularis, sel-sel rambutnya di rangsang oleh gerakan endolimf
akibat percepatan sudut kepala. Gerakan endolimf ini mengakibatkan tergeraknya
stereosilia dan kinosilia. Dalam makula sel-sel rambut juga terangsang tetapi
perubahan posisi kepala dalam ruang mengakibatkan suatu peningkatan atau
penurunan tekanan pada sel-sel rambut oleh membran otolitik.
KOKLEA
Koklea tulang berjalan spiral dengan 23/4 putaran sekiitar modiolus yang juga
merupakan tempat keluarnya lamina spiralis. Dari lamina spiralis menjulur ke dinding
luar koklea suatu membran basilaris. Pada tempat perlekatan membran basilaris ke
dinding luar koklea terdapat penebalan periosteum yang dikenal sebagai ligamentum
spiralis. Di samping itu juga terdapat membran vestibularis (Reissner) yang
membentang sepanjang koklea dari lamina spiralis ke dinding luar. Kedua membran
ini akan membagi saluran koklea tulang menjadi tiga bagian yaitu
13
memisahkannya dengan ruang timpani. Pada apeks koklea skala vestibuli dan timpani
akan bertemu melalui suatu saluran sempit yang disebut helikotrema.
Pada pertemuan antara lamina spiralis tulang dengan modiolus terdapat ganglion
spiralis yang sebagian diliputi tulang. Dari ganglion keluar berkas-berkas serat saraf
yang menembus tulang lamina spiralis untuk mencapai organ Corti. Periosteum di
atas lamina spiralis menebal dan menonjol ke dalam duktus koklearis sebagai limbus
spiralis. Pada bagian bawahnya menyatu dengan membran basilaris.
Membran basilaris yang merupakan landasan organ Corti dibentuk oleh serat-
serat kolagen. Permukaan bawah yang menghadap ke skala timpani diliputi oleh
jaringan ikat fibrosa yang mengandung pembuluh darah dan sel mesotel.
Membran vestibularis merupakan suatu lembaran jaringan ikat tipis yang diliputi
oleh epitel selapis gepeng pada bagian yang menghadap skala vestibuli.
DUKTUS KOKLEARIS
Epitel yang melapisi duktus koklearis beragam jenisnya tergantung pada
lokasinya, diatas membran vestibularis epitelnya gepeng dan mungkin mengandung
pigmen, di atas limbus epitelnya lebih tinggi dan tak beraturan. Di lateral epitelnya
selapis silindris rendah dan di bawahnya mengandung jaringan ikat yang banyak
mengandung kapiler. Daerah ini disebut stria vaskularis dan diduga tempat sekresi
endolimf.
14
ORGAN CORTI
Organ Corti terdiri atas sel-sel penyokong dan sel-sel rambut. Sel-sel yang
terdapat di organ Corti adalah
1. Sel tiang dalam merupakan sel berbentuk kerucut yang ramping dengan bagian
basal
yang lebar mengandung inti, berdiri di atas membran basilaris serta bagian leher
yang
2. Sel tiang luar mempunyai bentuk yang serupa dengan sel tiang dalam hanya lebih
panjang. Di antara sel tiang dalam dan luar terdapat terowongan dalam.
3. Sel falangs luar merupakan sel berbentuk silindris yang melekat pada membrana
rambut luar yang mengandung serat-serat saraf aferen dan eferen pada bagian
basalnya yang melintas di antara sel-sel falangs dalam untuk menuju ke sel-sel
rambut
luar. Sel-sel falangs luar dan sel rambut luar terdapat dalam suatu ruang yaitu
4. Sel falangs dalam terletak berdampingan dengan sel tiang dalam. Seperti sel
falangs
15
5. Sel batas membatasi sisi dalam organ corti
6. Sel Hansen membatasi sisi luar organ Corti. Sel ini berbentuk silindris terletak
antara
sel falangs luar dengan sel-sel Claudius yang berbentuk kuboid. Sel-sel Claudius
ter-
Permukaan organ Corti diliputi oleh suatu membran yaitu membrana tektoria
yang merupakan suatu lembaran pita materi gelatinosa. Dalam keadaan hidup
membran ini menyandar di atas stereosilia sel-sel rambut.
GANGLION SPIRALIS
Ganglion spiralis merupakan neuron bipolar dengan akson yang bermielin dan
berjalan bersama membentuk nervus akustikus. Dendrit yang bermielin berjalan
dalam saluran-saluran dalam tulang yang mengitari ganglion, kehilangan mielinnya
dan berakhir dengan memasuki organ Corti untuk selanjutnya berada di antara sel
rambut. Bagian vestibular N VIII memberi persarafan bagian lain labirin.
Ganglionnya terletak dalam meatus akustikus internus tulang temporal dan aksonnya
berjalan bersama dengan akson dari yang berasal dari ganglion spiralis. Dendrit-
dendritnya berjalan ke ketiga kanalikulus semisirkularis dan ke makula sakuli dan
ultrikuli.
Telinga luar menangkap gelombang bunyi yang akan diubah menjadi getaran-
getaran oleh membran timpani. Getaran-getaran ini kemudian diteruskan oleh
rangkaian tulang –tulang pendengaran dalam telinga tengah ke perilimf dalam
16
vestibulum, menimbulkan gelombang tekanan dalam perilimf dengan pergerakan
cairan dalam skala vestibuli dan skala timpani. Membran timpani kedua pada tingkap
bundar (fenestra rotundum) bergerak bebas sebagai katup pengaman dalam pergerakan
cairan ini, yang juga agak menggerakan duktus koklearis dengan membran
basilarisnya. Pergerakan ini kemudian menyebabkan tenaga penggunting terjadi antara
stereosilia sel-sel rambut dengan membran tektoria, sehingga terjadi stimulasi sel-sel
rambut. Tampaknya membran basilaris pada basis koklea peka terhadap bunyi
berfrekuensi tinggi , sedangkan bunyi berfrekuensi rendah lebih diterima pada bagian
lain duktus koklearis.
2. Otitis Eksterna
Furunkel adalah infeksi kuman stafilokokus pada folikel rambut. Oleh karena
kulit di sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit, sepertifolikel rambut,
kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka di tempat itu dapat terjadi infeksi pada
apilosebaseus, sehingga membentuk furunkel.
Manifestasi Klinis
Gejalanya adalah rasa nyeri hebat, tidak sesuai dengan besar bisul. Hal ini
disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar di
bawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri
dapat juga timbul pada saat membuka mulut (sendi temporomandibula). Selain itu
terdapat juga gangguan pendengaran, bila furunkel besar danmenyumbat liang
telinga.
Tatalaksana
17
Terapi tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah menjadi abses, diaspirasi
secara steril selanjutnya dilakukan insisi drainase. Lokal diberikan antibiotik dalam
bentuk salap, seperti polymixin B atau bacitracin atau antiseptik (asam asetat 2-5%
dalam alkohol).
Peradangan difus pada kulit liang telinga yang meluas ke aurikula dan lapisan
epidermis dari membran timpani. Penyakit ini paling sering terjadi pada keadaan
dengan kelembaban tinggi dan panas serta pada perenang. Keringat yang berlebihan
merubah pH kulit liang telinga dari asam menjadi basa sehingga menimbulkan
pertumbuhan kuman patogen.
Etiologi
Terdapat dua faktor yang paling responsibel terhadap kondisi ini, yaitu trauma
liang telinga dan invasi kuman patogen. Trauma dapat terjadi akibat mengorek telinga
secara radikal, instrumen yang kurang ahli saat ekstraksi serumen, dan saat
membersihkan telinga setelah berenang dimana kulit liang telinga terjadi maserasi.
Kerusakan terus menerus pada kulit liang telinga menyebabkan invasi kuman
patogen.
Manifestsasi Klinis
Gejala klinisnya dapat akut atau kronis dengan berbagai derajat keparahan:
1. Fase Akut
Ditandai dengan sensasi panas terbakar dalam liang telinga, diikuti nyeri saat
menggerakkan
18
mandibula. Telinga biasanya mengeluarkan sekret serous yang kemudian menjadi
kental dan purulen. Dinding liang telinga mengalami inflamasi. Penumpukan debris
dan sekret yang disertai pembengkakan liang telinga menimbulkan gangguan dengar
konduktif. Pada kasus berat, dapat terjadi pembengkakan kelenjar getah bening
regional, nyeri tekan dengan selulitis jaringan sekitarnya.
2. Fase Kronis
` Fase kronis memiliki karakteristik iritasi dan sangat gatal. Ini adalah
responsibel untuk eksaserbasi akut dan reinfeksi. Sekret hanya sedikit bahkan
kadang-kadang kering hingga membentuk krusta. Kulit liang telinga menebal dan
bengkak sehingga membentuk celah. Jarang sekali terjadi hipertrofi kulit yang
menimbulkanm stenosis (otitis eksterna stenosis kronis). Fase akut diberi pengobatan
sebagai berikut:
yang sangat penting dalam pengobatan otitis eksterna difus. Seluruh sekret dan debris
harus dikeluarkan secara gentle. Perhatian khusus harus diberikan pada bagian
resesus anteroinferior yang membentuk “blind pocket” dimana sekret sering
tertumpuk. Pembersihan telinga dapat dilakukan dengan kapas kering, penyedot
(suction clearance) atau irigasi liang telinga dengan normal saline steril hangat.
2. Tampon telinga.
19
atau silver nitrat (3%) adalah astrigen ringan yang dapat digunakan dalam bentuk
tampon sehingga membentuk koagulum protektif untuk mengeringkan liang telinga.
4. Analgetik.
20
1. Obstruksi (misalnya penumpukan serumen dan liang telinga sempit atau
berliku), yang mengakibatkan retensi air.
2. Tidak adanya serumen, yang mungkin terjadi akibat paparan air secara
berulang atau terlalu sering membersihkan telinga.
3. Trauma.
4. Perubahan pH saluran telinga.
Jika liang telinga lembab, dapat menyebabkan maserasi kulit dan
menjadi tempat yang baik bagi bakteri untuk berkembang biak. Hal ini dapat
terjadi setelah berenang (terutama air yang terkontaminasi) atau mandi, maka
dapat juga disebut Swimmer’s ears. Dapat juga terjadi pada cuaca panas yang
lembab. Trauma pada liang telinga memungkinkan terjadinya invasi bakteri
ke dalam kulit yang rusak. Hal ini sering terjadi setelah membersihkan telinga
dengan kapas, klip kertas, atau alat lain yang bisa masuk ke dalam telinga
3. Serumen obturator
Definisi
Serumen obsturan atau kotoran telinga adalah produk kelenjar
sebasea dan apokrin yang ada pada kulit liang telinga dalam kondisi
menumpuk dan keras. Pengerasan serumen atau kotoran telinga ini lebih
sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa atau remaja. Sebenarnya
fungsi utama serumen ini adalah untuk menghalangi serangga yang
masuk ke dalam tubuh kita, namun serumen tidak bersifat anti jamur dan
anti bakteri. Kondisi kulit liang telinga biasanya dalam kondisi kering
sehingga menyebabkan risiko terjadinya serumen obsturan lebih cepat.
21
Epidemiologi
Prevalensi World Health Organitation (WHO) pada tahun 2005
memperkirakan terdapat 278 juta orang di seluruh dunia mengalami
gangguan pendengaran, 75-140 juta di antaranya terdapat di Asia
Tenggara. Saat ini WHO memperkirakan ada 360 juta (53%) orang di
dunia mengalami gangguan pendengaran, 328 Juta (91%) diantaranya
adalah orang dewasa dan 32 juta (9%) anak-anak. Karsmose dalam
penelitian ACTAOthorhinolaryngologica Italica tahun 2009 mengatakan
dari 1.507 pasien yang mengalami gangguan pendengaran 2,1% di
antaranya ditemukan adanya serumen obsturan.
Etiologi dan Patofisiologi
Kulit pada meatus austikus eksternus secara histologi hampir sama
dengan kulit tubuh lainnya, bagian yang membedakan adalah tebal
tipisnya lapisan epidermis pars ossea. Hal tersbeut merupakan faktor
terjadinya kerusakan kulit pada meatus austikus eksternus meskipun oleh
trauma yang kecil. Kebiasaan mengorek-orek telingan dengan lidi
kapas/cotton buds dapat menyebabkan terjadinya laserasi pada epidermis
sehingga memudahkan terjadinya invasi kuman pada kulit meatus
austikus eksternus. Selain itu mengorek telinga dapat menyebabkan
hilangnya protctive Lipis Leyer And Acid Mantle. Hal teresebut
menyebabkan kelembaban dan suhu meatus austikus eksternus
meningkat. Bentuk meatus austikus eksternus yang lembab, hangat dan
kotor merupakan media pertumbuhan kuman yang baik.
Serumen (earwax), dengan kandungan lisosom, glikoprotein,
imunoglobulin, lipid, elemen, serta pH 4-5, berfungsi untuk
membersihkan, melumasi, dan melindungi saluran pendengaran
22
eksternal. Zat ini terbentuk ketika terjadi campuran antara sekresi
kelenjar dari saluran telinga luar dengan epitel skuamosa yang
terkelupas. Pergerakan rahang selama mengunyah dan berbicara
mendorong migrasi ini. Bahan-bahan asing melekat pada serumen,
mencegahnya dari memasukkan ke dalam telinga atau mencapai
membran timpani. Proses ini merupakan mekanisme pembersihan diri
kanalis auditorius eksternal. Self-ear cleaning adalah tindakan
memasukkan benda ke telinga dengan tujuan membersihkannya.
Pembersihan telinga yang berlebihanmeningkatkan kelembapan dan
melicinkan liang telinga, serta menyebabkan infeksi dan iritasi pada
telinga yang menyebabkan perubahan pada lapisan kulit dan dengan
demikian merusak fungsi pembersihan alami. Upaya membersihkan
saluran telinga atau menghilangkan kotoran dengan menggunakan alat
seperti cotton bud dan loose cotton swab tip, bulu, tongkat dan berbagai
objek lainnya menimbulkan risiko trauma dan cedera pada telinga,
termasuk nyeri, sakit telinga, perdarahan, perforasi membran timpani dan
melemahnya pertahanan lokal saluran pendengaran eksternal terhadap
infeksi bakteri dan jamur.
Rata-rata orang menggunakan cotton bud untuk membersihkan
telinganya sendiri. Tetapi, penggunaan cotton bud tidak dapat
membersihkan serumen secara sempurna, sebagian akan tertinggal dan
akan menyebabkan terjadinya penumpukan serumen jika tidak
dikeluarkan semua. Faktor predisposisi terjadinya serumen obsturan
adalah persepsi dan cara yang salah dalam membersihkan telinga dengan
menggunakan cotton bud. Serumen dapat keluar sendiri dari kanalis
akustikus eksterna akibat migrasi epitel kulit yang bergerak dari arah
23
membran menuju ke luar serta dibantu gerakan rahang
sewaktumengunyah. Jika proses ini terganggu akibat adanya faktor dari
luar seperti kebiasaan membersihkan telinga menggunakan cotton bud
ataupun benda tajam yang dapat merusak lapisan epidermis sehingga
proses migrasi terganggu ditambah produksi serumen yang terus terjadi
maka akan menyebabkan penumpukan dan sumbatan serumen pada
kanalis akustikus eksterna.
4. Miringitis
Miringitis Bulosa
Definisi
Penyakit akut yang sembuh sendiri tanpa pengobatan dan biasanya
unilateral. Sering ditemukan pada dewasa dan dewasa muda. Inflamasi
pada seluruh lapisan membran timpani dengan bula yang membentuk
lapisan permukaan epitel di bawahnya. Bentuk primer tanpa disertai
adanya otitis media sebelumnya. Bentuk sekunder adalah sisa dari
penyakit di telinga tengah.
Manifestasi Klinis
Etiologi
24
Patogen penyebab tersering adalah Hemophilus influenza,
Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis, parainfluenza,
Mycoplasma, dll. Walaupun ada postulat hubungan antaraorganisme
Mycoplasma dan miringitis bulosa, baru-baru ini data yang tersedia
membantah postulat tersebut.
Tatalaksana
Untuk menegakkan diagnosis, kultur tidak diperlukan untuk
penatalaksanaan selanjutnya karena miringitis bulosa dapat sembuh
sendiri. Penatalaksanaan miringitis bulosa primer adalah sebagai berikut:
1. Sembuh secara spontan dalam 3-4 hari 2. Membuka bula dengan
menggunakan myryngotomy knife agar nyeri berkurang Penatalaksanaan
miringitis bulosa sekunder adalah dengan pemberian antibiotik ditujukan
untuk penyakit otitis media yang mendasari.
25
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
26
DAFTAR PUSTAKA
Imanto, Mukhlis. 2015. Radang Telinga Luar. Jurnal Kesehatan. Vol 6 (2):201-210
Kennedy, F.P.C. 2015. Otitis Externa In 23 Years Old Women. Jurnal Agromed
Unila. Vol 2 (1): 1-4
Mustofa, F.S. 2021. Hubungan Antara Penggunaan Cotton Bud Dengan Gangguan
Pendengaran Terhadap Pasien Serumen Obsturan Di Rs Pertamina Bintang
Amin Bandar Lampung. Malahayati Health Student Journal. Volume 1(3):222-
229
Rara M., Suhartono, Nurjazuli. 2016. Hubungan Intensitas Paparan Bising Dan
Masa Kerja Dengan Gangguan Pendengaran Pada Karyawan PT. X. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol 15 (1): 22-27
27