Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN

TUTORIAL LBM 3 “GAK KEDENGARAN”


BLOK MATA & THT

Disusun Oleh:

Nama : Tilka Ayattullah


NIM : 020.06.0083
Blok SP : Mata & THT
Kelas/SGD : B/9
Tutor : dr. Irsandi Rizki Farmananda, S.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Tutorial
LBM 3 “GAK KEDENGARAN” Blok Mata & THT dan dapat diselesaikan sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan
laporan dengan baik.
2. dr. Irsandi Rizki Farmananda, S.Ked selaku fasilitator dalam SGD kelompok 9 atas
segala masukan, bimbingan dan kesabaran dalam menghadapi keterbatasan kami.
3. Keluarga dan teman yang saya cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi.

Saya menyadari bahwa dalam proses pembuatan laporan ini sampai dengan selesai masih
banyak kekurangannya, maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini. Saya berharap semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 20 Oktober 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO

LBM 3
GAK KEDENGARAN

Bella adalah seorang dokter mudah yang sedang bertugas di poli THT RSP FK
UNIZAR. Suatu hari ia mendapatkan pasien seorang perempuan berusia 18 tahun dibawa orang
tuanya dengan keluhan penurunan pendengaran telinga kanan sejak 1 minggu yang lalu. Selain
itu pasien merasakan telinga kanan terasa penuh dan nyeri. Keluhan lain seperti demam,
vertigo, tinnitus, serta keluar cairan dari telinga di sangkal. Setiap hari pasien membersihkan
telinganya sendiri dengan korek kuping. Pasien memiliki riwayat berenang dua minggu yang
lalu. Selanjutnya , Bella melakukan pemeriksaan otoskopi dan pemeriksaan pendengaran
menggunakan garpu tala untuk mengetahui kelainan pada pasien. Hasil pemeriksaan otoskopi
AD: masa kecoklatan (+) , membrane timpani sulit dinilai. AS : membrane timpani intak.

DESKRIPSI MASALAH

Skenario diatas menjelaskan bahwa pasien tersebut mengalami penurunan pendengaran


telinga kanan sejak 1 minggu yang lalu. Penurunan pendengaran dapat disebabkan oleh adanya
gangguan pada organ telinga yang terbagi menjadi telinga luar, tengah dan dalam. Gangguan
dapat berupa adanya sumbatan, infeksi maupun trauma. Penurunan pendengaran atau tuli dapat
di bagi menjadi 3 yaitu tuli konduksi, tulis sensorineural dan tuli campuran. Untuk mengetahui
pasien ini menderita tuli apa maka perlu dilakukan tes penala.

Penurunan pendengaran disertai dengan telinga kanan terasa penuh dan nyeri. Hal ini
dapat disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan antara tekanan di luar dan dalam telinga. Hal
ini dapat disebabkan oleh adanya sumbatan massa atau partikel yang berada di liang telinga.
Sehingga gelombang suara yang berasal dari luar tidak dapat masuk ke dalam telinga dan
sebaliknya pada akhirnya menyebabkan telinga pasien terasa penuh. Nyeri dapat disebabkan
oleh adanya aktivasi dari saraf yang menginervasi telinga. Aktivasi disebabkan oleh karena
sumbatan yang berada di liang teling, yang semakin lama akan semakin menumpuk dan
mengeras yang kemudia dapat menekan berbagai organ atau struktur telinga salah satunya
adalah saraf.

Pasien juga memiliki riwayat berenang dan sering membersihkan telinga dengan cotton
bud. Penggunaan cottob bud merupakan salah satu faktor risiko gangguan telinga karena
dengan cotton bud terkadang kotoran telinga malah terdorong masuk ke dalam. Pada otoskopi
didapatkan massa kecoklatan pada telinga kanan sehingga menyebabkan membran timpani
sulit untuk dinilai.

Di skenario juga dikatakan bahwa keluhan seperti demam, vertigo, tinnitus, serta keluar
cairan dari telinga disangkal. artinya kita harus mencari penyakit-penyakit pada liang telinga
yang memiliki gejala yang disangkal tersebut sehingga nantinya kita bisa menyingkirkannya
dari penegakkan diagnosa. Selengkapnya kita akan bahas di bawah ini.
BAB II

PEMBAHASAN

ANATOMI TELINGA

Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan. Telinga terdiri
atas 3 bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam.

• Telinga luar
Telinga luar terdiri atas daun telinga (pinna aurikula) dan meatus akustikus eksternus.
Daun telinga /aurikula disusun oleh tulang rawan elastin yang ditutupi oleh kulit tipis
yang melekat erat pada tulang rawan. Dalam lapisan subkutis terdapat beberapa lembar
otot lurik yang pada manusia rudimenter (sisa perkembangan), akan tetapi pada
binatang yang lebih rendah yang mampu menggerakan daun telinganya, otot lurik ini
lebih menonjol.
Liang telinga luar merupakan suatu saluran yang terbentang dari daun telinga melintasi
tulang timpani hingga permukaan luar membran timpani. Bagian permukaannya
mengandung tulang rawan elastin dan ditutupi oleh kulit yang mengandung folikel
rambut, kelenjar sebasea dan modifikasi kelenjar keringat yang dikenal sebagai kelenjar
serumen. Sekret kelenjar sebacea bersama sekret kelenjar serumen merupakan
komponen penyusun serumen. Serumen merupakan materi bewarna coklat seperti lilin
dengan rasa pahit dan berfungsi sebagai pelindung.

• Telinga tengah
Telinga tengah atau rongga telinga adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak di
bagian petrosum tulang pendengaran. Ruang ini berbatasan di sebelah posterior dengan
ruang-ruang udara mastoid dan disebelah anterior dengan faring melalui saluran (tuba
auditiva) Eustachius.
Membran timpani menutup ujung dalam meatus akustiskus eksterna. Permukaan
luarnya ditutupi oleh lapisan tipis epidermis yang berasal dari ectoderm, sedangkan
lapisan sebelah dalam disusun oleh epitel selapis gepeng atau kuboid rendah turunan
dari endoderm. Di antara keduanya terdapat serat-serat kolagen, elastis dan fibroblas.
Gendang telinga menerima gelombang suara yang di sampaikan lewat udara lewat liang
telinga luar. Gelombang suara ini akan menggetarkan membran timpani. Gelombang
suara lalu diubah menjadi energi mekanik yang diteruskan ke tulang-tulang
pendengaran di telinga tengah.
Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di dalamnya merupakan epitel
selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian anterior pada pada celah tuba
auditiva (tuba Eustachius) epitelnya selapis silindris bersilia. Lamina propria tipis dan
menyatu dengan periosteum.
Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu tulang maleus,
inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum
tulang. Tulang maleus melekat pada membran timpani. Tulang maleus dan inkus
tergantung pada ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes melekat
pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam. Ada 2 otot kecil yang
berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor timpani terletak dalam
saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian
mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari
dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot
stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan
berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif
dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.
Tingkap oval pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes, memisahkan
rongga timpani dari perilimf dalam skal vestibuli koklea. Oleh karenanya getaran-
getaran membrana timpani diteruskan oleh rangkaian tulang-tulang pendengaran ke
perilimf telinga dalam. Untuk menjaga keseimbangan tekanan di rongga-rongga
perilimf terdapat suatu katup pengaman yang terletak dalam dinding medial rongga
timpani di bawah dan belakang tingkap oval dan diliputi oleh suatu membran elastis
yang dikenal sebagai tingkap bulat (fenestra rotundum). Membran ini memisahkan
rongga timpani dari perilimf dalam skala timpani koklea.
Tuba auditiva (Eustachius) menghubungkan rongga timpani dengan nasofarings
lumennya gepeng, dengan dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya
saling berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel bertingkat, selapis
silindris bersilia dengan sel goblet dekat farings. Dengan menelan dinding tuba saling
terpisah sehingga lumen terbuka dan udara dapat masuk ke rongga telinga tengah.
Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi membran timpani menjadi seimbang.

• Telinga dalam
Telinga dalam adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosum tulang
temporalis. Telinga tengah di bentuk oleh labirin tulang (labirin oseosa) yang di da-
lamnya terdapat labirin membranasea. Labirin tulang berisi cairan perilimf sedangkan
labirin membranasea berisi cairan endolimf.
a) Labirin tulang
Labirin tulang terdiri atas 3 komponen yaitu kanalis semisirkularis, vestibulum,
dan koklea tulang. Labirin tulang ini di sebelah luar berbatasan dengan
endosteum, sedangkan di bagian dalam dipisahkan dari labirin membranasea
yang terdapat di dalam labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan
endolimf.
Vestibulum merupakan bagian tengah labirin tulang, yang berhubungan dengan
rongga timpani melalui suatu membran yang dikenal sebagai tingkap oval
(fenestra ovale). Ke dalam vestibulum bermuara 3 buah kanalis semisirkularis
yaitu kanalis semisirkularis anterior, posterior dan lateral yang masing-masing
saling tegak lurus. Setiap saluran semisirkularis mempunyai pelebaran atau
ampula. Walaupun ada 3 saluran tetapi muaranya hanya lima dan bukan enam,
karena ujung posterior saluran posterior yang tidak berampula menyatu dengan
ujung medial saluran anterior yang tidak bermapula dan bermuara ke dalam
bagian medial vestibulum oleh krus kommune. Ke arah anterior rongga
vestibulum berhubungan dengan koklea tulang dan tingkap bulat (fenestra
rotundum).
Koklea merupakan tabung berpilin mirip rumah siput. Bentuk keseluruhannya
mirip kerucut dengan dua tiga-perempat putaran. Sumbu koklea tulang di sebut
mediolus. Tonjolan tulang yang terjulur dari modiolus membentuk rabung spiral
dengan suatu tumpukan tulang yang disebut lamina spiralis. Lamina spiralis ini
terdapat pembuluh darah dan ganglion spiralis, yang merupakan bagian koklear
nervus akustikus.
b) Labirin membranosa
Labirin membransea terletak di dalam labirin tulang, merupakan suatu sistem
saluran yang saling berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimf.
Labirin ini dipisahkan dari labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan
perilimf. Pada beberapa tempat terdapat lembaran-lembaran jaringan ikat yang
mengandung pembuluh darah melintasi ruang perilimf untuk menggantung
labirin membranasea.
Labirin membranasea terdiri atas:
➢ Kanalis semisirkularis membranasea
➢ Ultrikulus
➢ Sakulus
➢ Duktus endolimfatikus merupakan gabungan duktus ultrikularis dan
duktus sakularis.
➢ Sakus endolimfatikus merupakan ujung buntu duktus endolimfatikus
➢ Duktus reuniens, saluran kecil penghubung antara sakulus dengan
duktus koklearis
➢ Duktus koklearis mengandung organ Corti yang merupakan organ
pendengaran.
Organ Corti terdiri atas sel-sel penyokong dan sel-sel rambut. Sel-sel yang terdapat di
organ Corti adalah
a) Sel tiang dalam merupakan sel berbentuk kerucut yang ramping dengan bagian
basal yang lebar mengandung inti, berdiri di atas membran basilaris serta bagian
leher yang sempit dan agak melebar di bagian apeks.
b) Sel tiang luar mempunyai bentuk yang serupa dengan sel tiang dalam hanya
lebih panjang. Di antara sel tiang dalam dan luar terdapat terowongan dalam.
c) Sel falangs luar merupakan sel berbentuk silindris yang melekat pada membrana
basilaris. Bagian puncaknya berbentuk mangkuk untuk menopang bagaian basal
sel rambut luar yang mengandung serat-serat saraf aferen dan eferen pada
bagian basalnya yang melintas di antara sel-sel falangs dalam untuk menuju ke
sel-sel rambut luar. Sel-sel falangs luar dan sel rambut luar terdapat dalam suatu
ruang yaitu terowongan Nuel. Ruang ini akan berhubungan dengan terowongan
dalam.
d) Sel falangs dalam terletak berdampingan dengan sel tiang dalam. Seperti sel
falangs luar sel ini juga menyanggah sel rambut dalam.
e) Sel batas membatasi sisi dalam organ corti
f) Sel Hansen membatasi sisi luar organ Corti. Sel ini berbentuk silindris terletak
antara sel falangs luar dengan sel-sel Claudius yang berbentuk kuboid. Sel-sel
Claudius ter letak di atas sel-sel Boettcher yang berbentuk kuboid rendah.
g) Permukaan organ Corti diliputi oleh suatu membran yaitu membrana tektoria
yang merupakan suatu lembaran pita materi gelatinosa. Dalam keadaan hidup
membran ini menyandar di atas stereosilia sel-sel rambut.
FISIOLOGI PENDENGARAN
Telinga secara anatomis terbagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan
dalam. Telinga luar dan tengah berperan dalam transmisi suara melalui udara menuju telinga
bagian dalam yang terisi cairan. Pada telinga dalam ini, terjadi amplifikasi energi suara. Di
sana juga terdapat dua macam sistem sensoris yaitu koklea yang mengkonversikan gelombang
suara menjadi impuls saraf dan vestibular apparatus yang berguna untuk keseimbangan
(Sherwood, L., 2020).
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya bunyi oleh daun telinga dalam bentuk
gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran tersebut menggetarkan
membrane timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang
akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perbandingan luas membrane timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah di
amplifikasi ini akan diteruskan ke tulang stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga
perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan
membrane tektoria (Sherwood, L., 2020).
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan
listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransimitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditoris, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus
temporalis (Sherwood, L., 2020).

GANGGUAN PENDENGARAN
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk
mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Definisi lain mengatakan bahwa,
gangguan pendengaran merupakan penurunan persepsi kekerasan suara dan atau disertai
ketidakjelasan dalam berkata-kata (Martini, E., Probandari, A., & Pratiwi, D., 2021). Gangguan
pendengaran berdasarkan tingkatan beratnya dibagi menjadi:
• Gangguan pedengaran ringan (20-39 dB)
• Gangguan pendengaran sedang (40-69 dB)
• Gangguan pendengaran berat (70-89 dB)
Klasifikasi tuli:
• Tuli Konduktif (conductive hearing loss) terjadi akibat apapun yang dapat
menyebabkan penurunan transmisi suara dari luar ke koklea yang menyebabkan
gangguan penghantaran/transmisi gelombang suara untuk menggetarkan membran
timpani. Gangguan pendengaran konduktif terdapat masalah pada telinga luar atau
tengah (Martini, E., Probandari, A., & Pratiwi, D., 2021).
a) Contoh kelainan pada telinga luar yang dapat menyebabkan terjadinya tuli
konduktif adalah atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna
sirkumskripta, serta osteoma liang telinga.
b) Contoh kelainan pada telinga tengah yang mampu menyebabkan terjadinya tuli
konduktif adalah tuba katar/sumbatan tuba eustachius, otitis media,
otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum, serta dislokasi tulang-tulang
pendengaran.
Gejala pada gangguan pendengaran konduktif dapat berupa:
a) Riwayat keluarnya carian dari telinga
b) Riwayat infeksi telinga sebelumnya
c) Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak dengan
perubahan posisi kepala
d) Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung)
e) Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara lembut
(soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis
f) Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai

• Tuli Sensorineural (sensorineural hearing loss) dapat terjadi dari gangguan transmisi
sesudah koklea. Gangguan transmisi ini dapat terjadi karena kerusakan hair cell dalam
koklea atau kerusakan nervus cranial. Gangguan pendengaran sensorineural terdapat
masalah pada telinga bagian dalam dan saraf pendengaran (Martini, E., Probandari, A.,
& Pratiwi, D., 2021).
Tuli sensorineural dapat dibagi menjadi:
a) Tuli sensorineural koklea, biasanya terjadi karena adanya kecacatan (aplasia),
terjadi inflamasi akibat adanya bakteri (labirintitis).
b) Tuli sensorineural retrokoklea, biasanya terjadi karena adanya tumor jinak non
kanker (neuroma akustik), adanya kanker pada sel plasma (mieloma multiple)
dan cedera otak.
Gejala pada gangguan pendengaran sensorineural yaitu:
a) Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara percakapan
penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti suasana yang tegang
dibanding orang normal.
b) Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan dalam
suasana gaduh dibanding suasana sunyi.
c) Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obatobat
ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik atau
otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput gendang telinga tampak normal.

• Tuli Campuran disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural.
Klasifikasi gangguan pendengaran menurut waktu kejadiannya dapat dibagi pula
menjadi dua jenis, yaitu (Martini, E., Probandari, A., & Pratiwi, D., 2021):
a) Gangguan pendengaran prelingual biasanya timbul sebelum terjadinya proses
perkembangan kemampuan berbahasa pada seseorang.
b) Gangguan pendengaran postlingual terjadi setelah berkembangnya kemampuan
berbahasa pada seseorang. Biasanya terjadi setelah berusia 6 tahun. Gangguan
pendengaran postlingual jauh lebih jarang terjadi bila dibandingkan dengan
gangguan pendengaran prelingual
DIAGNOSIS BANDING

A. SERUMEN PROP
• Definisi
Serumen prop atau dikenal juga dengan impaksi serumen adalah akumulasi
serumen berlebih yang menyebabkan timbulnya tuli konduktif, dan/atau membuat
pemeriksaan telinga tidak dapat dilakukan. (Sevy & Singh, 2021)
• Etiologi
a) Faktor internal
Faktor internal yang berperan terhadap terjadinya serumen prop adalah faktor
genetik, anatomi saluran telinga, dan usia. Faktor genetik membuat beberapa
orang membentuk lebih banyak serumen dibandingkan yang lain. Faktor
anatomi saluran telinga membuat orang yang memiliki saluran telinga kecil,
lebih rentan terhadap impaksi serumen karena produksi serumen yang sedikit
saja dapat menutupi salurannya. Faktor usia pada pria tua menghasilkan
sekresi serumen yang lebih kering dan banyaknya rambut pada saluran telinga
juga meningkatkan risiko gangguan pendengaran. (Wetmore, 2018)
b) Faktor eksternal
Faktor eksternal berupa kebiasaan atau penggunaan alat yang meningkatkan
risiko terjadinya oklusi, seperti adanya benda asing telinga dan kebiasaan
membersihkan telinga menggunakan cotton bud. Faktor lainnya berupa
instrumentasi saluran telinga dengan aplikator dan penggunaan alat bantu
dengar yang berulang. (Wetmore, 2018)
• Epidemiologi
Epidemiologi serumen prop paling sering terjadi pada usia lanjut dan anak-anak.
Pada orang dewasa dengan retardasi mental dan pada orang dewasa yang lebih tua,
prevalensi serumen berkisar antara 22-36%. Proses penuaan mengurangi jumlah
dan aktivitas kelenjar seruminosa, menghasilkan jenis serumen yang lebih kering.
Peningkatan jumlah rambut saluran telinga pada pria yang lebih tua juga
merupakan faktor dalam peningkatan insiden serumen pada populasi geriatri,
terutama di kalangan pria. Sedangkan pada anak-anak lebih disebabkan kurangnya
perhatian orang tua terhadap kebersihan telinga anaknya. (Wetmore, 2018)
Serumen prop terjadi pada sekitar 6% populasi, dengan penderita terbanyak adalah
populasi lanjut usia. Selain itu, populasi anak-anak juga merupakan populasi yang
sering terkena serumen prop. Studi pada Tiongkok mendapatkan prevalensi
serumen prop pada anak TK sebesar lebih dari 10%. (Wetmore, 2018)
Serumen prop maupun komplikasinya, umumnya tidak menyebabkan mortalitas.
Walau demikian, terdapat kemungkinan terjadinya gangguan pendengaran
permanen akibat komplikasi infeksi dari serumen prop yang tidak diobati.
(Wetmore, 2018)
• Manifestasi Klinis
Impaksi/gumpalan serumen yang menumpuk di liang telinga menyebabkan rasa
penuh dengan penurunan pendengaran (tuli konduktif). Terutama bila telinga
masuk air (sewaktu mandi atau berenang), serumen mengembang sehingga
menimbulkanrasa tertekan dan gangguan pendengaran semakin dirasakan sangat
mengganggu.Beberapa pasien mengeluhkan adanya vertigo atau tinnitus.
(Wetmore, 2018)
• Patofisiologi
Serumen yang menumpuk dapat menyebabkan impaksi. Impaksi serumen
terbentukoleh karena gangguan dari mekanisme pembersihan serumen atau
produksi serumenyang berlebih. Sumbatan serumen umumnya terdiri dari sekresi
dari kelenjarserumen yang bercampur dengan sebum, debris eksfoliatif, dan
kontaminan.Pembersihan liang telinga yang tidak tepat (khususnya dengan kapas
telinga) dapatmengganggu mekanisme pembersihan serumen normal dan
mendorong serumen kearah membran timpani. (Wetmore, 2018)
Obstruksi serumen pada liang telinga disebabkan oleh impaksi atau
pembengkakansumbatan serumen. Keadaan ini sering terjadi setelah serumen
kontak dengan air.Dengan bertambahnya umur, kulit meatus yang semakin kering
dan perubahan darisekret dapat menyebabkan serumen menjadi keras dan sulit
dikeluarkan. (Wetmore, 2018)
• Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan dengan otoskopi dapat terlihat adanya obstruksi liang telinga
olehmaterial berwarna kuning kecoklatan atau kehitaman. Konsistensi dari
serumendapat bervariasi. Evaluasi adanya perforasi membran timpani dan riwayat
frakturtulang temporal atau pembedahan telinga. (Wetmore, 2018)
• Pemeriksaan Penunjang
Tes audiometri dilakukan untuk menguji seberapa baik fungsi pendengaran. Tes ini
menguji intensitas dan nada suara, serta masalah keseimbangan dan masalah lain
yang terkait dengan fungsi telinga bagian dalam. Terdapat beberapa tes dalam
audiometri di antaranya adalah tes nada murni untuk mengukur suara paling pelan
yang dapat pasien dengar di nada yang berbeda dan tes pada latar belakang suara
keras. Pasien akan mendapatkan instruksi untuk mengangkat tangan ketika mereka
mendengar suara. (Wetmore, 2018)
• Tatalakasana
Adanya serumen pada liang telinga adalah suatu keadaan normal. Serumen
dapatdibersihkan sesuai dengan konsistensinya. Serumen yang lembek,
dibersihkandengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas. Serumen yang keras
dikeluarkandengan pengait atau kuret. Apabila dengan cara ini serumen tidak dapat
dikeluarkan,maka serumen harus dilunakkan lebih dahulu dengan tetes
karbogliserin 10% selama3 hari. Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong
kedalam liang telinga sehinggadikuatirkan menimbulkan trauma pada membran
timpani sewaktu mengeluarkannya,dikeluarkan dengan suction atau mengalirkan
(irigasi) air hangat yang suhunyadisesuaikan dengan suhu tubuh. (Wetmore, 2018)

B. OTITIS EKSTERNAL
• Definisi
Otitis eksterna merupakan suatu proses inflamasi dari saluran telinga bagian luar,
yang melibatkan daun telinga (pinna) dan membran timpani atau meatus auditorius
eksternal.
Secara umum otitis eksterna diklasifikasikan menjadi 2 jenis berdasarkan
waktunya, yaitu otitis eksterna akut dan otitis eksterna kronis. Otitis eksterna akut
onsetnya kurang dari 6 minggu, sedangkan pada otitis eksterna kronik onsetnya
lebih dari 6 minggu. Berdasarkan letaknya, otitis eksterna di bagi menjadi dua yaitu
otitis eksterna difus dan otitis eksterna sirkumskripta. Selain itu, terdapat juga otitis
eksterna maligna. (Triastuti, 2018)
• Etiologi
Perubahan pH merupakan penyebab utama peradangan pada telinga luar atau liang
telinga. Pada umumnya pH pada telinga normal atau asam, apabila pH menjadi
basa maka proteksi terhadap infeksi menurun. Penyebab lainnya adalah perubahan
suhu. Pada keadaan udara yang hangat dan lembab, bakteri dan jamur semakin
mudah tumbuh. Inflamasi juga dapat terjadi karena radang pada telinga luar akibat
trauma ringan saat mengorek telinga seperti penggunaan kapas wol secara
berlebihan untuk membersihkan saluran telinga. (Triastuti, 2018)
Otitis eksterna sirkumskripta biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau
Staphylococcus albus, sedangkan otitis eksterna difus biasanya disebabkan oleh
golongan Pseudomonas, staphylococcus albus, dan Escherichia Coli. (Triastuti,
2018)
• Epidemiologi
Otitis eksterna adalah kondisi umum dan dapat terjadi pada semua kelompok umur.
Hal ini jarang terjadi pada pasien yang lebih muda dari 2 tahun. Insidennya tidak
diketahui, tetapi puncaknya sekitar usia 7-14. Sekitar 10% orang akan
mengembangkan otitis eksterna selama hidup mereka, dan sebagian besar kasus
(95%) akut. Tidak ada dominasi gender. Sebagian besar kasus terjadi selama musim
panas dan di iklim tropis. Hal ini mungkin terkait dengan peningkatan kelembaban.
(Blasini & Sharman, 2022)
• Manifestasi Klinis
a) Otitis eksterna sirkumskripta
Otitis eksterna sirkumskripta biasanya mengenai sepertiga luar liang telinga
yang mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan
kelenjar serumen, maka di tempat itu dapat terjadi infeksi pada polisebaseus,
sehingga membentuk furunkel.
Gejala yang timbul ialah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan besar bisul.
Hal ini disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan ikat
longgar di bawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan
perikondrium. Rasa nyeri dapat juga timbul spontan pada waktu membuka
mulut. Selain itu terdapat juga gangguan pendengaran. (Blasini & Sharman,
2022)
b) Otitis eksterna difus
Mengenai kulit liang telinga dua pertiga dalam. Tampak kulit liang telinga
hiperemis dan edema yang tidak jelas batasnya. Kuman penyebab biasanya
golongan Pseudomonas. Kuman lain yang dapat sebagai penyebab ialah
Staphylococcus albus, Escherichia coli dan sebagainya. Faktor predisposisi
dari terjadinya otitis eksterna antara lain trauma yang disebabkan saat
membersihkan telinga dengan kuku jari atau cotton bud, berenang, penyakit
kulit seperti eksim, dermatitis seboroik, penggunaan alat bantu dengar ataupun
headset, dan sumbatan serumen. Terlalu sering membersihkan telinga
mengakibatkan serumen yang berfungsi sebagai pertahanan kulit meatus
akustikus eksterna hilang, protective lipid layer dan acid mantle juga hilang.
(Blasini & Sharman, 2022)
Hal ini menyebabkan kelembaban dan suhu di dalam meatus akustikus
eksterna meningkat. Meatus akustikus eksterna yang lembab, hangat, dan
kotor merupakan media pertumbuhan kuman yang paling baik. Otitis eksterna
juga dapat menyebabkan jaringan menjadi rusak dan mengakibatkan
dikeluarnya mediator kimia (histamine, kinin, dan prostaglandin) yang
mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya
hyperemia local (meningkatnya aliran darah ke area tersebut) sehingga area
tersebut tampak hiperemis dan suhunya lebih tinggi. Otitis eksterna difus dapat
juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis. (Blasini & Sharman,
2022)
Gejalanya adalah nyeri tekan tragus, liang telinga sangat sempit, kadang
kelenjar getah bening regional membesar dan nyeri tekan, terdapat sekret yang
berbau. Gejala lainnya adalah hiperemis dan suhu yang lebih tinggi pada
telinga yang disebabkan akibat jaringan yang rusak mengakibatkan
dikeluarkannya mediator kimia (histamine, kinin, dan prostaglandin) yang
mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya
hiperemia lokal (meningkatnya aliran darah ke area tersebut). (Blasini &
Sharman, 2022).
c) Otitis eksterna maligna
Otitis eksterna maligna atau otitis eksterna nekrotikans merupakan infeksi
telinga yang berpotensi menjadi kematian. Infeksi biasanya dimulai dari
meatus akustikus eksterna sebagai otitis eksterna akut yang tidak ada respon
terhadap terapi. Gejala otitis eksterna maligna adalah rasa gatal di liang telinga
yang dengan cepat diikuti dengan nyeri, sekret yang banyak serta
pembengkakan liang telinga. Kemudian rasa nyeri tersebut akan semakin
hebat, liang telinga tertutup oleh jaringan granulasi yang cepat tumbuhnya.
Saraf fasialis dapat terkena, sehingga menimbulkan paresis atau paralisis
fasial.
Penyakit ini dapat membahayakan dan kecurigaan lebih tinggi ditujukan pada
pasien dengan diabetes atau immunocompromized state atau berumur lanjut. Tanda
khas yang dijumpai dari otoskopi pada penyakit ini adalah otitis eksterna dengan
jaringan granulasi sepanjang posteroinferior liang telinga luar (pada
bonycartilaginous junction) disertai lower cranial neuropathies (N. VII, IX, X, XI)
yang biasanya juga disertai dengan nyeri pada daerah yang dikenai (otalgia).
• Patofisiologi
Struktur kanal auditori berkontribusi pada perkembangan otitis eksterna. Keadaan
di dalam kanal eksterna adalah hangat, gelap dan cenderung menjadi lembab,
sehingga menjadi lingkungan yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri dan
jamur. (Blasini & Sharman, 2022)
Auditori eksternal memiliki beberapa pertahanan khusus diantaranya adalah
serumen yang dapat menciptakan lapisan asam yang mengandung lisozim dan zat
lain yang mungkin menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Serumen juga
terdapat pada kanal auditori. Serumen kaya lipid dan bersifat hidrofobik yang
berfungsi mencegah air menembus ke dalam kulit dan menyebabkan maserasi
serumen yang terlalu sedikit sehingga dapat menyebabkan infeksi pada telinga,
tetapi serumen yang berlebihan atau terlalu kental dapat menyebabkan
penyumbatan. (Blasini & Sharman, 2022)
Selain itu, kanal dipertahankan oleh migrasi epitel unik yang terjadi di membran
timpani. Ketika pertahanan ini gagal atau ketika epitel kanal pendengaran eksternal
rusak, maka terjadilah otitis eksterna. Ada banyak pencetus infeksi ini, tetapi yang
paling umum adalah kelembaban berlebihan yang meningkatkan pH. (Blasini &
Sharman, 2022)
Otitis eksterna terjadi pada saat organisme menginvasif termasuk flora kulit normal
dan basil gram negatif, terutama Pseudomonas aeruginosa. Organisme ini
memperoleh akses ke jaringan dari saluran telinga dan menyebabkan vaskulitis
lokal, trombosis, dan nekrosis jaringan. (Blasini & Sharman, 2022)
• Pemeriksaan Fisik
Untuk menegakkan diagnosis dari otitis eksterna dapat diperoleh dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Pada Anamnesis pasien mungkin melaporkan gejala seperti
otalgia, rasa penuh ditelinga, gatal, sekret, awalnya debit mungkin tidak jelas dan
tidak berbau tetapi dengan cepat menjadi bernanah dan berbau busuk, penurunan
pendengaran, tinnitus, demam namun jarang, gejala bilateral namun jarang. Pada
pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan tes garpu tala terlebih dahulu untuk
menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan oleh gangguan konduktif.
Setelah itu dilakukan inspeksi dan juga palpasi pada telinga pasien dan akan
ditemukan sesuai dengan menifestasi dari masing-masing klasifikasi otitis
eksterna.
• Pemeriksaan Penunjang
Otitis eksterna adalah diagnosis klinis. Pengujian laboratorium rutin dan kultur
saluran telinga tidak diperlukan. Namun, kultur direkomendasikan untuk kasus
otitis eksterna yang rekuren atau resisten, terutama pada pasien dengan gangguan
sistem imun. Untuk pasien dengan gejala parah, tes glukosa darah dan human
immunodeficiency virus (HIV) dapat dipertimbangkan. (Blasini & Sharman, 2022)
• Tatalaksana
a) Pembersihan kanal auditori eksterna
Pembersihan debris dari kanal auditori eksterna diduga dapat membantu
antibiotik menjadi lebih efektif. Pembersihan kanal dengan lavage suctioning
atau pembersihan kering dengan bantuan otoskopi dapat dilakukan setelah
memastikan membran timpani intak. Lavage tidak direkomendasikan pada
pasien diabetes karena dilaporkan meningkatkan risiko otitis eksterna maligna.
Jika otitis eksterna disebabkan oleh benda asing, harus dilakukan ekstraksi
benda asing. (Waitzman, 2022)
b) Antibiotik topikal
Jika membran timpani intak dan pasien tidak memiliki alergi terhadap
aminoglikosida, maka tetes telinga neomycin/polimyxin B/hydrocortisone
adalah terapi lini pertama. Jika membran timpani tidak intak atau tidak terlihat
pada otoskopi, maka pilihan terapi adalah ofloxacin dan ciprofloxacin atau
dexamethasone. Jika edema kanal auditori sangat berat, dapat diberikan
antibiotik topikal melalui tampon telinga. (Waitzman, 2022)
c) Antibiotik oral/intravena
Antibiotik oral/intravena tidak diberikan sebagai terapi lini pertama kecuali
terdapat indikasi, yaitu:
➢ Pasien diabetes dan peningkatan morbiditas
➢ Pasien dengan HIV/AIDS
➢ Suspek otitis eksterna maligna
➢ Otitis media akut konkomitan. (Waitzman, 2022)
Pemberian antibiotik secara intravena umumnya diberikan pada pasien
dengan otitis eksterna maligna, selulitis berat, atau pada pasien yang tidak
membaik meski sudah diberikan antibiotik topikal maupun oral.
Pemberian antibiotik intravena diberikan setelah menentukan resistensi
bakteri dan dapat diberikan hingga 6 minggu. (Waitzman, 2022)
d) Analgetik
Nyeri adalah gejala yang sangat sering timbul pada otitis eksterna, tatalaksana
yang disarankan adalah pemberian agen anestetik topikal, nonsteroidal
antiinflammatory drugs (NSAID) seperti ibuprofen, atau paracetamol oral.
Pada nyeri yang lebih berat, dapat dipertimbangkan pemberian kombinasi
dengan opioid. (Waitzman, 2022)
e) Debridemen Operatif dan Drainase
Tatalaksana operatif berupa debridemen dapat dilakukan pada pasien otitis
eksterna yang berat, misalnya otitis eksterna yang bermanifestasi sebagai
necrotizing otitis external atau stenosis kanal auditori eksterna. Pada otitis
eksterna yang disebabkan S. aureus dapat timbul abses yang bisa diobati
dengan insisi dan drainase. (Waitzman, 2022)

C. Otitis Media
• Definisi
Otitis media adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis
media supuratif dan non-supuratif, dimana masing-masing memiliki bentuk akut
dan kronik. (Danishyar & Ashurst, 2022)
• Etiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media.
Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA
juga merupakan salah satu faktor penyebab yang paling sering walaupun
perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari mulainya infeksi akut, bakteri
yang ditemukan pada sekret otitis media supuratif kronis berbeda dengan yang
ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering di jumpai pada
OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus dan Proteus sp.
Sedangkan bakteri pada OMSA yaitu Streptococcus pneumoniae, H. influenza dan
Morexella kataralis
• Epidemiologi
Otitis media adalah masalah global dan ditemukan sedikit lebih sering terjadi pada
pria daripada wanita. Jumlah spesifik kasus per tahun sulit ditentukan karena
kurangnya pelaporan dan insiden yang berbeda di banyak wilayah geografis yang
berbeda. Insiden puncak otitis media terjadi antara enam dan dua belas bulan
kehidupan dan menurun setelah usia lima tahun. Sekitar 80% dari semua anak akan
mengalami kasus otitis media selama hidup mereka, dan antara 80% dan 90% dari
semua anak akan mengalami otitis media dengan efusi sebelum usia sekolah. Otitis
media lebih jarang terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak,
meskipun lebih sering terjadi pada sub-populasi tertentu seperti mereka yang
memiliki riwayat OM berulang pada masa kanak-kanak, langit-langit mulut
sumbing, defisiensi imun atau status immunocompromised, dan lain-lain.
(Danishyar & Ashurst, 2022)
• Manifestasi Klinis
a) Otitis media supuratif akut
➢ Stadium oklusi
Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah gambaran retraksi membran
timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat
absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal (tidak
ada kelianan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi,
tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis
media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
➢ Stadium hiperemis (stadium pre-supurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di
membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta
edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat
yang serosa sehingga sukat terlihat.
➢ Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulent di kavum timpani,
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) kea rah liang
telinga. Pada keadaan ini, pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi
iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler serta timbul tromboflebitis
pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submucosa. Nekrosis ini
pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada
stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan
nanah keluar ke liang telinga luar.
➢ Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau
virulensi kuman yang tinggi, maka terjadi ruptur membran timpani dan
nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
➢ Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka
sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik
atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap
dengan sekret keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat
menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media seoras bila sekret
menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
b) Otitis media supuratif kronik
Otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronik di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus
menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau
berupa nanah. Otitis media supuratif akut dengan perforasi membran timpani
menjadi otitis media supuratif kronik apabila prosesnya sudah lebih dari 2
bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut otitis media supuratif
subakut.
Otitis media supuratif kronik dibedakan berdasarkan letak perforas membran
timpaninya. Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral,
marginal, dan atik. Pada perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa,
sedangkan di seluruh tepi perforasi masih terdapat sisa membran timpani. Pada
perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan
anulus atau salkus timpanikum. Perforasi atik adalah perforasi yang terletak di
pars flaksida.
Otitis media supuratif kroinik dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu OMSK tipe
aman (tipe mukosa = tipe benigna) dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe
maligna). Proses peradangan pada OMSK pada tipe aman terbatas pada mukosa
saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral.
Umumnya, OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Pada OMSK tipe aman tidak terdapat kolesteatoma. Pada OMSK tipe bahaya,
letak perforasinya di marginal atau di atik. OMSK tipe bahaya ini akan disertai
dengan kolesteatoma (suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi eipitel)
d) Otitis media serosa akut
Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah
secara tiba tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Gejala yang
menonjol pada otitis media serosa akut biasanya pendengaran berkurang, rasa
tersumbat pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring atau berbeda
pada telinga yang sakit (diplacusis binauralis). Kadang-kadang terasa seperti
ada cairan yang bergerak dalam telinga pada saat posisi kepala berubah. Rasa
sedikit nyeri dalam telinga dapat terjadi pada saat awal tuba terganggu, yang
menyebabkan timbul tekanan negatif pada telinga tengah (misalnya pada
barotrauma), tetapi setelah sekret terbentuk tekanan negatif ini perlahan-lahan
akan hilang. Rasa nyeri dalam telinga tidak pernah ada bila penyebab timbulnya
sekret adalah virus atau alergi. Tinnitus, vertigo atau pusing kadang-kadang ada
dalam bentuk yang ringan. Pada otoskopi terlihat membran timpani retraksi.
Kadang-kadang tampak gelembung udara atau permukaan cairan dalam kavum
timpani.
e) Otitis media serosa kronik
Perbedaan otitis media serosa akut dan otitis media serosa kronik adalah cara
terbentuknya sekret. Pada otitis media serosa kronik, sekret terbentuk secara
bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung
lama.
Sekret pada otitis media supuratif kronik adalah kental seperti lem atau disebut
dengan glue ear. Perasaan tuli pada otitis media serosa kronik lebih menonjol
(40-50 dB), oleh karena adanya sekret yang kental atau glue ear. Pada otoskopi
terlihat membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning kemerahan atau keabu-
abuan. (Soepardi dkk, 2012)
• Patofisiologi
Otitis media dimulai sebagai proses inflamasi setelah infeksi virus saluran
pernapasan atas yang melibatkan mukosa hidung, nasofaring, mukosa telinga
tengah, dan saluran Eustachius. Karena ruang anatomi telinga tengah yang
menyempit, edema yang disebabkan oleh proses inflamasi menyumbat bagian
tersempit dari tuba Eustachius yang menyebabkan penurunan ventilasi. Hal ini
menyebabkan kaskade kejadian yang mengakibatkan peningkatan tekanan negatif
di telinga tengah, peningkatan eksudat dari mukosa yang meradang, dan
penumpukan sekresi mukosa, yang memungkinkan kolonisasi organisme bakteri
dan virus di telinga tengah. Pertumbuhan mikroba ini di telinga tengah kemudian
menyebabkan timbulnya nanah di ruang telinga tengah. Hal ini ditunjukkan secara
klinis oleh membran timpani yang menonjol atau eritematosa dan cairan telinga
tengah purulen. (Danishyar & Ashurst, 2022)
• Pemeriksaan Fisik
Diagnosis otitis media dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang cermat. Beberapa teknik pemeriksaan dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis seperti otoskop, otoskop pneumatik, timpanometri dan timpanosintesis.
Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung,
perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram,
serta cairan di liang telinga.
Otitis media didiagnosis dengan melihat membran timpani menggunakan otoscope.
Tes diagnostik lain adalah dengan mengukur kelenturan membran timpani dengan
tympanometer. Dari tes ini akan tergambarkan ada tidaknya akumulasi cairan di
telinga bagian tengah. Pemeriksaan lain menggunakan X ray dan CT Scan
ditujukan untuk mengkonfirmasi adanya mastoiditis dan nekrosis tulang pada otitis
maligna ataupun kronik
• Pemeriksaan Penunjang
a) Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensori neural, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas sistem penghantaran suara ditelinga tengah
b) Radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemeriksaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak
sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid
yang satunya atau yang normal. Erosi tulang terutama pada daerah atik
memberi kesan kolesteatom
c) Bakteriologi
Walapun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari mulainya infeksi
akut, bakteriologi yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan
yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Pada OMSK keadaan ini
agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani, infeksi lebih sering
berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi. Pengobatan penyakit
infeksi ini sebaiknya berdasarkan kuman penyebab dan hasil uji kepekaan
kuman
• Tatalakasana
a) Otitis media supuratif akut
➢ Stadium oklusi
Pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba
eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan
obat tetes hidung berupa HCL efedrin 0,5%.
➢ Stadium hiperemis
Terapi pada stadium hiperemis adalah antibiotik, obat tetes hidung dan
analgetik. Antibiotik yang dianjurkan ialah golongan penisilin atau
ampisilin.
➢ Stadium supurasi
Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotik, idealnya harus
disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan
miringotomi, gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat
dihindari.
➢ Stadium perforasi
Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telnga H2O2 3% selama 3-
5 hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya, sekret akan hilang dan
perforasi dapat menutup kembali setelah dalam waktu 7-10 hari.
➢ Stadium resolusi
Pada stadium ini, membran timpani akan berangsur normal kembali dan
sekret tidak ada lagi. Sehingga hanya dilakukan observasi saja. Bila
tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang
telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat
disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada
keadaan demikian antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
b) Otitis media supuratif kronik
Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa.
Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga,
berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi
dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotik
dan kortikosteroid. Antibiotik yang dianjurkan yaitu golongan ampisilin atau
eritromisin sebelum hasil tes resistensi diterima.
Bila sekret kering tetapi perforasi masih ada setelah observasi selama 2 bulan,
maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini
bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau
kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi.
Jadi, bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah
mastoidektomi dengan atau tanpa timpanopplasti. Terapi konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses sub-periosteal retroaurikuler, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi.
c) Otitis media non-supuratif akut
Pengobatan dapat secara medikamentosa dan pembedahan. Pada pengobatan
medical diberikan obat vasokonstriktor lokal (tetes hidung), antihistamin, serta
perasat valsava, bila tidak ada tanda-tanda infeksi di jalan nafas atas. Setelah
satu atau dua minggu, bila gejala-gejala masih menetap, dilakukan
miringotomi dan bila masih belum sembuh maka dilakukan miringotomi
disertai dengan pemasangan pipa ventilasi
d) Otitis media non-supuratif kronik
Pengobatan yang harus dilakukan adalah mengeluarkan sekret dengan
miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi. Pada kasus yang masih baru
pemberian dekongestan tetes hidung serta kombinasi antihistamin-
dekongestan per oral kadang kadang bisa berhasil. Sebagian ahli
menganjurkan pengobatan medikamentosa selama 3 bulan, bila tidak berhasil
baru dilakukan tindakan operasi. Disamping itu, harus pula dinilai serta diobati
faktor-faktor penyebab seperti alergi, pembesaran adenoid atau tonsil, infeksi
hidung dan sinus. (Soepardi dkk, 2012)
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien pada skenario


tersebut mengalami gangguan pendengaran pada telinga kanannya sejak 1 minggu yang lalu.
Dari anamnesa, pasien memiliki riwayat berenang 2 minggu yang lalu dan juga memiliki
kebiasaan membersihkan telinganya menggunakan korek kuping. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan massa kuning kecoklatan pada telinga pasien. Dari pembahasan diagnosis banding
di atas, kemungkinan pasien mengalami serumen prop. Hal ini dikarenakan riwayat pasien
berenang 2 minggu lalu dapat sebagai faktor risiko untuk terjadinya serumen prop. Ketika
terkena air, serumen di liang telinga akan mengembang sehingga akan sulit untuk dikeluarkan
dan akan terakumulasi di liang telinga tersebut. Selain itu, pasien tersebut juga sering
membersihkan telinganya menggunakan korek kuping. Kebiasaan ini juga bisa menjadi faktor
risiko serumen prop karena serumen tersebut akan terdorong ke dalam liang telinga yang lebih
dalam. Dan pada pemeriksaan fisik juga ditemukan massa kuning kecoklatan. Oleh karena itu,
kemungkinan pasien tersebut mengalami serumen prop.
DAFTAR PUSTAKA

Danishyar, A., & Ashurst., J. V. (2022). Acute Otitis Media. StatPearls.

Koenen, L., & Andaloro., C. (2022). Meniere Disease. StatPearls .

Medina-Blasini, Y., & Sharman., T. (2022). Otitis Eksterna. StatPearls.

Sevy, J. O., & Singh., A. (2021). Cerumen Impaction Removal. StatPearls.

Soepardi, E. A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., & Restuti, R. D. (2012). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: Universitas
Indonesia.

Triastuti, I., Sudipta, I. M., & Sutanegara, S. W. (2018). Prevalensi Penyakit


Otitis Eksterna Di Rsup Sanglah Denpasar . E-Jurnal Medika.

Waitzman, A. A. (2022). Otitis Externa. Medsacpe.

Wetmore, S. (2018). Cerumen impaction. epocrates.

Anggreani Triana, 2016. “Identifikasi Dan Uji Kepekaan Bakteri Terhadap


Antibiotika Pada Sekret Telinga Penderita Otitis Media Di Poliklinik Tht Rsud
Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto. Skripsi. Faklutas Farmasi. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.

Sherwood, L 2020, Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem, Edisi 9, Jakarta: EGC.
Martini, E., Probandari, A., & Pratiwi, D., 2021. Skrining dan Edukasi Gangguan
Pendengaran Pada Anak Sekolah, Indonesian Journal on Medical Science, Vol
4, No 1.

Anda mungkin juga menyukai