Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN

TUTORIAL LBM 2 “KOK PANDANGANKU KABUR”


BLOK MATA & THT

Disusun Oleh:

Nama : Tilka Ayattullah


NIM : 020.06.0083
Blok SP : Mata & THT
Kelas/SGD : B/9
Tutor : dr. Velia Maya Samodra, S.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Tutorial
LBM 2 “KOK PANDANGANKU KABUR” Blok Mata & THT dan dapat diselesaikan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan
laporan dengan baik.
2. dr. Velia Maya Samodra, S.Ked selaku fasilitator dalam SGD kelompok 9 atas segala
masukan, bimbingan dan kesabaran dalam menghadapi keterbatasan kami.
3. Keluarga dan teman yang saya cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.
Saya menyadari bahwa dalam proses pembuatan laporan ini sampai dengan selesai masih
banyak kekurangannya, maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini. Saya berharap semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 13 Oktober 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................................... 2


Daftar Isi .................................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
BAB II ....................................................................................................................................... 5
BAB III.................................................................................................................................... 30
Kesimpulan .............................................................................................................................. 30
Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 31

3
BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO

LBM 2
KOK PANDANGANKU KABUR

Seorang laki-laki berusia 38 tahun datang ke Klinik FK UNIZAR karena mengeluh


sering merasa pandangan kabur. Pandangan kabur dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Dokter
lalu melakukan pemeriksaan inspeksi didapatkan kedua mata tampak tenang. Pemeriksaan
visus OD 6/20 dan OS 6/30. Pada pemeriksaan dengan pin hole visus mengalami kemajuan.

DESKRIPSI MASALAH

Pada skenario di atas menjelaskan bahwa seorang laki-laki 38 tahun mengalami


pandangan kabur sejak 3 bulan lalu. Pandangan kabur bisa disebabkan oleh kelainan pada
media refraksi mata ataupun struktur-struktur lain selain media refraksi yang dapat
mempengaruhi visus. Untuk mengetahui apakah pandangan kabur seperti yang dialami pasien
pada skenario di atas disebabkan oleh gangguan media refraksi atau tidak, dokter biasanya akan
melakukan pemeriksaan visus dan melakukan koreksi menggunakan pinhole. Jika setelah
dilakukan koreksi menggunakan pinhole dan visus mengalami kemajuan, hal ini menandakan
penyebab pandangan kabur adalah karena gangguan refraksi. Namun, apabila tidak terdapat
kemajuan visus setalah dikoreksi menggunakan pinhole, maka pandangan kabur disebabkan
oleh struktur-struktur selain media refraksi. Kasus pada skenario di atas setelah dilakukan
pemeriksaan visus didapatkan visus OD 6/20 dan OS 6/30 dan dikoreksi menggunakan pinhole
didapatkan visus mengalami kemajuan. Jadi, penyebab pandangan kabur pada skenario di atas
adalah karena gangguan refraksi. Diagnosis banding pada gangguan refraksi adalah miopia,
hipermetropia, astigmatisme, dan presbiopsia.

4
BAB II

PEMBAHASAN

ANATOMI MEDIA REFRAKSI

Refraksi mata adalah perubahan jalannya cahaya yang diakibatkan oleh media refrakta
mata. Alat-alat refraksi mata terdiri dari kornea, humor aqueous, lensa, dan corpus vitreum.

• Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding
dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lekuk
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar
11,5 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-
beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris),
lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel.
Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapis sel, endotel hanya satu lapis.
Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aseluler, yang merupakan bagian stroma
yang berubah. Stroma kornea mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Bagian ini
tersusun dari lamella fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 µm yang saling
menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan sejajar
dengan permukaan kornea dan karena ukuran dan periodisitasnya secara optik menjadi
jernih. Membran Descemet adalah sebuah membran elastik yang jernih yang tampak
amorf pada pemeriksaan mikroskopi elektron dan merupakan membran basalis dari
endotel kornea. Kornea mata mempunyai kekuatan refraksi sebesar 40 dioptri.

5
• Humor Aqueous
Humor aqueous diproduksi oleh corpus siliaris. Setelah memasuki camera oculi
posterior, humor aqueous melalui pupil dan masuk ke camera oculi anterior dan
kemudian ke perifer menuju ke sudut camera oculi anterior. Humor aqueous difiltrasi
dari darah, dimodifikasi komposisinya, baru disekresikan oleh badan siliaris di camera
oculi posterior. Humor aqueous diproduksi dengan kecepatan 2-3 μL/menit dan mengisi
kamera okuli anterior sebanyak 250 μL serta camera oculi posterior sebanyak 60 μL.
Humor aqueous mengalir di sekitar lensa dan melewati pupil ke ruang anterior.
Sebagian air keluar mata melalui lorong-lorong dari trabecular meshwork. Trabecular
meshwork adalah saluran seperti saringan yang mengelilingi tepi luar dari iris dalam
sudut ruang anterior, dibentuk di mana menyisipkan iris ke dalam badan siliaris. Jumlah
yang lebih sedikit masuk ke dalam badan siliaris yang terbuka dan ke iris, di mana ia
akhirnya berdifusi ke dalam pembuluh darah di sekitar bola mata.

• Lensa
Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa digantung
di belakang iris oleh zonula yang menghubungkannya dengan badan siliare. Di anterior
lensa terdapat humor aqueous, di sebelah posteriornya terdapat vitreus. Kapsul lensa
adalah suatu membran yang semipermeabel (sedikit lebih permeabel daripada dinding
kapiler) yang akan memungkinkan air dan elektrolit masuk.
Selapis epitel subskapular terdapat di depan. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus
diproduksi, sehingga lensa semakin lama menjadi lebih besar dan kurang elastik.

6
Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae kosentris yang panjang. Garis-garis
persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung
berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan
terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar mengandung sebuah inti gepeng.
Pada pemeriksaan mikroskopik, inti ini jelas dibagian perifer lensa didekat ekuator dan
bersambung dengan lapisan epitel subkapsul.
Lensa difiksasi ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal sebagai zonula
(zonula Zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan badan siliaris dan
menyisip kedalam ekuator lensa. Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar
35% protein (kandungan protein tertinggi diantara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit
sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi
di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat
dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau
saraf di lensa. Lensa memiliki kekuatan refraksi 15-10D.

7
• Corpus Vitreum
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk
dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi oleh
lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus membran hialois-normalnya
berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsula lensa posterior, serat-serat zonula,
pars plana lapisan epitel, retina dan caput nervi optici. Basis vitreus mempertahankan
penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di
belakang ora serrata. Perlekatan ke kapsul lensa dan nervus optikus kuat pada awal
kehidupan tetapi segera hilang.
Vitreus berisi air sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua komponen, kolagen dan
asam hialuronat, yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus
karena kemampuannya mengikat banyak air.

8
DIAGNOSIS BANDING

A. HIPERMETROPIA
• Definisi
Hipermetropi adalah mata dengan lensa terlalu pipih atau bola mata terlalu
pendek. Objek yang dekat akan terlihat kabur karena bayangan jatuh didepan
retina, sedangkan objek yang jauh akan terlihat jelas karena bayangan jatuh di
retina.
Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan
melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. Pada
perubahan usia, lensa berangsur-angsur tidak dapat memfokuskan bayangan pada
selaput jala (retina) sehingga akan terletak lebih ke belakangnya. Sehingga
diperlukan penambahan lensa positif atau konveks dengan bertambahnya usia.
Menurut Ilyas, 2017 Pengelompokan hipermetropia berdasarkan kekuatan lensa
koreksi yang dibedakan (derajat):
a) Hipermetropia ringan: Spheris +0.25 D s/d Spheris +3.00 D
b) Hipermetropia sedang: Spheris +3.25 D s/d Spheris +6.00 D
c) Hipermetropia berat: > +6.00 D
Hipermetropia dikenal dalam bentuk:
a) Hipermetropia manifes: Hipermetropia manifes di dapatkan tanpa siklopegik,
yang dapat dikoresi dengan kacamata positif maksimal yang memberikan
tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut
di tambah dengan hipermetropia fakultatif.
b) Hipermetropia manifes absolut: Kelainan refraksi tidak di imbangi dengan
akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh.
c) Hipermetropia manifes fakultatif: Kelainan hipermetropia dapat di imbangi
dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif. Pasien yang hanya
mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kacamata, bila
di berikan kacamata positif memberikan penglihatan normal maka otot
akomodasinya akan istirahat.
d) Hipermetropia laten: Dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia (atau
dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan
akomodasi. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi
terus-menerus. Hipermetropia hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia.

9
Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua
seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten
menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia
absolut.
e) Hipermetropia total: Hipermetropia laten dan manifes yang ukurannya di
dapatkan sesudah di berikan sikloplegia (Ilyas, 2017).
• Etiologi
a) Hipermetropia aksial, merupakan hipermetropia yang paling umum dijumpai.
Hal ini disebabkan pemendekan aksial anterior-posterior bola mata.
Predisposisi genetik memainkan peran penting dalam kondisi ini. Edema retina
dapat menyebabkan pergeseran hipermetropia. Penurunan 1 mm panjang
aksial menyebabkan 3 dioptri hipermetropia.
b) Hipermetropia kurvatura, merupakan hipermetropia yang disebabkan karena
pendataran kornea atau lensa ataupun keduanya. Peningkatan radius
kelengkungan 1 mm menyebabkan 6 dioptri hipermetropia.
c) Hipermetropia indeks, merupakan hipermetropia yang disebabkan karena
perubahan indeks bias lensa, yang terjadi pada usia tua atau penderita diabetes.
Indeks refraktori secara bertahap meningkat dari sentral ke perifer.
d) Hipermetropia positional atau tidak adanya lensa (aphakia) atau kondisi
patologis ocular merupakan hipermetropia yang terjadi karena malposisi atau
tidak adanya lensa (bawaan atau didapat) atau lensa intraokular karena
pembentukan zona afakia pada media refraksi. Beberapa kelainan mata,
misalnya nanoftalmos, mikroftalmos, dan aniridia. (Majumdar & Tripathy,
2022).
• Epidemiologi

Dimana hipermetropi merupakan anomali perkembangan dan semua mata itu


hipermetrop pada saat lahir. 80- 90% pada 5 tahun pertama kehidupan. 48% pada
16 tahun (Ilyas, 2017).

• Manifestasi klinik
Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh
kabur, sakit kepala, silau dan kadang rasa juling atau lihat ganda. Pasien
hipermetropia sering disebut sebagai pasien rabun dekat. Pasien dengan
hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karna

10
terus-menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan
yang terletak dibelakang makula agar terletak didaerah macula lutea. Keadaan ini
disebut astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola
mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat
mempunyai kedudukan esotropia atau juling kedalam (Ilyas, 2017).
• Pemeriksaan fisik
Melakukan inspeksi pada mata pasien untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya hal lain yang mendasari terjadinya hipermetropia. Setelah itu dilakukan
pemeriksaan visus menggunakan snellen chart. Teknik pemeriksaan pasien
hipermetropia menggunakan Snellen chart yaitu:
a) Pasien duduk menghadap ke kartu Snellen pada jarak 6 meter.
b) Mata dipasang dengan lensa coba.
c) Tutup satu mata, biasanya mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk memeriksa
mata kanan.
d) Pasien diminta menyebutkan kartu Snellen mulai dari hurup teratas dan
diteruskan pada baris dibawah hingga hurup yang masih dilihat atau
disebutkan.
e) Lensa positif (+) terkecil ditambah pada mata yang sedang diperiksa bila lebih
jelas lensa positif di mata pasien tersebut ditambah kekuatannya perlahan-
lahan dan pasien diminta menyebutkan huruf-huruf pada baris lebih bawah.
f) Kemudian kekuatan lensa ditambah sampai terlihat huruf-huruf pada baris 6/6.
(Rohayati, 2018).
• Pemeriksaan penunjang
a) Retinoskopi
Di era modern, refraksi otomatis seperti retinoskopi memiliki arti penting saat
memeriksa anak kecil dan pasien yang terbaring di tempat tidur.
b) Autorefractometer
Autorefraktometer adalah suatu alat yang digunakan untuk mendapatkan status
refraksi secara objektif yang biasanya digunakan saat screening, praktik klinis
atau dalam rangkaian penelitian seperti survei epidemiologi, dan uji klinis.
Beberapa dekade terakhir banyak penyedia perawatan mata yang
menggunakan autorefraktometer untuk menggantikan penggunaan
retinoscopy. Hal ini disebabkan karena penggunaan autorefraktometer

11
dianggap lebih cepat dan mudah serta bisa dilakukan oleh teknisi terlatih. Hal
tersebut juga didukung oleh adanya kebijakan kesehatan untuk masyarakat
saat ini yang lebih di fokuskan untuk deteksi dini gangguan visual. (Ganger
dkk, 2017)
• Patofisiologi
Patofisiologi berdasarkan hal yang mendasari terjadinya hipermetropia:
a) Aksis bola mata yang lebih pendek dari normal
Pada keadaan ini, karena bola mata lebih pendek dari mata normal, maka sinar
yang masuk akan jatuh di titik fokus di belakang retina. Perbedaan Panjang
bola mata sebesar 1 mm akan menyebabkan perbedaan sekitar 3 dioptri pada
kekuatan refraksi. Umumnya perbedaan panjang sumbu bola mata tidak lebih
dari 2 mm, sehingga hipermetropia yang umum terjadi kurang dari 6 dioptri.
Jika lebih dari itu, kemungkinan terdapat keadaan patologis yang lain.
b) Radius kurvatura kornea dan lensa yang lebih kecil dari normal, disebut
hipermetropia kurvatura
Keadaan ini menyebabkan kemampuan mata untuk memfokuskan sinar yang
masuk menjadi kurang sehingga sinar yang masuk akan jatuh di titik fokus di
belakang retina. Setiap peningkatan radius kurvatura sebesar 1 mm
menyebabkan hipermetropia sebesar 6 dioptri
c) Perubahan posisi lensa
jika lensa berubah posisi lebih ke belakang maka sinar yang masuk akan jatuh
di satu titik di belakang retina. Hal ini seringkali terjadi pada keadaan luksasi
lensa ke posterior pada kasus trauma atau afakia pasca operasi katarak.
d) Perubahan indeks bias refraksi
Keadaan ini biasanya didapatkan pada penderita usia tua dimana terjadi
kekeruhan dan perubahan konsistensi dari korteks dan nucleus lensa sehingga
indeks bias menjadi bertambah dan sinar yang masuk akan dibiaskan di satu
titik fokus di belakang retina. Namun, pada keadaan dimana terjadi sklerotik
nukleus yang umumnya terjadi pada awal perkembangan katarak, yang terjadi
adalah sebaliknya perubahan kea rah lebih miopia. Perubahan indeks bias ini
juga dapat terjadi pada penderita diabetes mellitus yang dalam pengobatan.
Sehingga tidak dianjurkan mengganti kacamata jika kadar gula darah belum
terkontrol. (Budiono dkk, 2013)

12
• Tatalaksana
a) Kacamata lensa sferis +
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung untuk
mematahkan sinar lebih kuat kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah
diberikan koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan
normal. Hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata lensa positif terbesar
yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal (Ilyas, 2017).
Diberikan koreksi hipermetropia manifest dimana tanpa sikloplegia
didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan
normal (6/6). Bila terdapat juling kedalam atau esotropia diberikan kacamata
koreksi hipermetropia total.Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar
(eksotopia) maka diberikan kacamata positif kurang. (Rohayati, 2018).
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata sferis positif
terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan
maksimal. Bila pasien dengan S+3.00 ataupun dengan S+3.25 memberikan
ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata S+3.25. Hal ini untuk
memberikan istirahat pada mata.Pada pasien dimana akomodasi masih sangat
kuat atau pada anak-anak, maka sebainya pemeriksaan dilakukan dengan
memberikan sikloplegik atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan
melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi
kacamatanya dengan mata yang istirahat. (Rohayati, 2018).
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena
matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda
dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan
matanya, terutama pada usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan
kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa
pedas dan tertekan. Pada pasien ini diberikan kacamata sferis positif terkuat
yang memberikan penglihatan maksimal. (Rohayati, 2018).
b) Lensa kontak
Lensa kontak diletakkan di depan kornea sehingga dapat berfungsi sebagai
media refraksi tambahan untuk media refraksi yang sudah ada. Lensa kontak
bagus digunakan pada pasien dengan anisometropia lebih dari 3 dioptri untuk
mencegah terjadinya aniseikonia. (Budiono dkk, 2013)

13
c) Operasi
➢ Holmium laser thermoplasty telah digunakan untuk hipermetropi derajat
rendah.
➢ Hyperopic PRK menggunakan excimer laser juga telah dicoba. Efek regresi
dan penyembuhan epitel yang lama adalah masalah utama yang dihadapi.
➢ Hyperopic LASIK efektif dalam mengoreksi hipermetropi sampai 4 D. (Ilyas,
2017)
• Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah esotropia dan glaucoma. Esotropia atau
juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma
sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan
mempersempit sudut bilik mata.
• Prognosis
Prognosis baik pada:
a) Prognosis hipermetropia baik jika diagnosis dini dan pengobatan dimulai. Hal
ini sangat penting dalam kelompok usia pra-sekolah. Pada suspek ambliopia,
penanganan ambliopia yang tepat memberikan prognosis yang baik. Jika tidak
dilakukan lebih awal, dapat menyebabkan ambliopia dan penurunan
penglihatan permanen.
b) Persiapan pra operasi yang tepat dan intervensi yang tepat waktu memberikan
prognosis yang baik. (Majumdar & Tripathy, 2022).
Prognosis buruk pada:
a) Terdapat kelainan mata lainnya yang terkait
b) Intervensi bedah pada kasus refraksi yang tidak stabil
c) Terdapat sindrom sistemik secara bersamaan
d) Riwayat keluarga juling dan amblyopia. (Majumdar & Tripathy, 2022).
• KIE
Memberikan edukasi pada pasien dan orang tua sangat penting untuk mencegah
terjadinya komplikasi. Pendidikan dan konseling orang tua sangat penting, tidak
hanya untuk diagnosis dini dan pengobatan hiperopia tetapi juga untuk mencegah
perkembangan strabismus dan ambliopia. Tindak lanjut rutin dengan pemeriksaan
mata dan tes refraksi juga penting untuk dilakukan. (Majumdar & Tripathy, 2022).

14
B. PRESBIOPIA
• Definisi
Presbiopia yang berarti “mata tua” berasal dari bahasa Yunani yang
menggambarkan kondisi mata yang berhubungan dengan usia. Presbiopia
merupakan suatu kondisi normal yang berhubungan peningkatan usia dan
hilangnya kemampuan akomodasi secara gradual. (Budiono dkk, 2013).
• Etiologi
Presbiopi / Mata Tua terjadi Gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dapat
terjadi akibat kelemahan otot akomodasi, lensa mata tidak kenyal atau berkurang
elastisitasnya akibat sclerosis lensa. (Fathimah dkk, 2015)
• Epidemiologi
Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup yang
tinggi. Karena presbiopi berhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan
langsung dengan orang-orang lanjut usia dalam populasinya. Walaupun sulit untuk
melakukan perkiraan insiden presbiopia karena onsetnya yang lambat, tetapi bisa
dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopia terjadi pada usia 42 hingga 44 tahun.
Studi di Amerika pada tahun 2006 menunjukkan 112 juta orang di Amerika
mempunyai kelainan presbiopia (Selli Kurnia, 2013).
Onset terjadinya presbiopia biasanya sekitar 40 tahun. Di negara berkembang,
mayoritas presbiopia tidak mendapatkan koreksi presbiopia, karena kurangnya
kesadaran dan juga keterjangkauan yang buruk. Bahkan di negara maju, jumlah
presbiopa yang tidak menggunakan kacamata presbiopia jauh lebih tinggi. Dalam
sebuah penelitian di Amerika Serikat, gangguan penglihatan dekat tercatat pada
13,6% peserta, dan 25,9% peserta memiliki gangguan penglihatan dekat
fungsional. Dalam studi lain, Survei Kesehatan Mata Nasional Australia, gangguan
penglihatan dekat ditemukan 21,6% di antara penduduk non-pribumi Australia dan
34,7% di antara penduduk asli Australia. (Singh & Tripathy, 2022)
• Manifestasi klinik
Pasien berusia sekitar 40 tahun akan mengeluhkan kesulitan membaca pada
jarak baca biasa. Biasanya, pasien melaporkan peningkatan ketajaman visual dekat
jika jarak membaca meningkat sedikit di luar jarak membaca biasa. Pada awal
gejala, pasien sering mengeluh sakit kepala. Gejala astenopia muncul relatif lebih

15
awal pada pasien dengan paparan waktu layar yang lebih lama karena disfungsi
akomodatif laten. (Singh & Tripathy, 2022)
Gejala lain termasuk fokus yang tertunda dari jarak dekat dan jauh, menyipitkan
mata, mengantuk saat bekerja dekat, dan kebutuhan akan cahaya terang untuk
membaca. Pekerja yang terlibat aktif dalam bisnis menjahit akan mengalami
kesulitan untuk memasukkan benang melalui jarum. (Singh & Tripathy, 2022)
• Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan visus
Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopi dengan menggunakan
snellen chart
b) Pemeriksaan refraksi
Memeriksa mata satu per satu mulai dengan mata kanan. Pasien diminta
untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat terkecil yang bisa
dibaca pada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar 20/30
c) Motilitas ocular, penglihatan binocular, dan akomodasi termasuk pemeriksaan
duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud dan
fasilitas akomodasi dan steoreopsis
Penilaian kesehatan ocular dan skrining kesehatan umum untuk mendiagnosa
penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan presbiopi. Pemeriksaan ini termasuk
reflex cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan warna, tekanan intraocular, dan
pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari
mata dan adnexa nya. Biasanya pemeriksaan dengan ophtalmoskopi indirect
untuk mengevaluasi segmen mendia dan posterior. (Singh & Tripathy, 2022)
• Patofisiologi
Presbiopia adalah kondisi fisiologis di mana terjadi penurunan fungsional
progresif dalam kapasitas akomodatif lensa kristal. Secara klinis, ini bermanifestasi
sebagai kesulitan progresif dalam membaca pada jarak membaca biasa. (Singh &
Tripathy, 2022)
Biasanya, nukleus lebih kaku daripada korteks pada lensa yang lebih tua,
sedangkan pada individu muda, korteks lebih kaku daripada nukleus. Namun,
kekakuan nukleus dan korteks setara antara 35 hingga 40 tahun, dan ini mungkin
penyebab timbulnya gejala presbiopia sekitar usia 40 tahun. Faktor penting lainnya
yang terkait dengan presbiopia adalah perubahan relatif dalam bentuk lensa dengan

16
bertambahnya usia (peningkatan ketebalan lensa), sehingga gaya vektor yang
diberikan oleh zonula di ekuator menyebar ke wilayah yang lebih luas di sekitar
ekuator. Hal ini menghasilkan efek minimal pada bentuk lensa dengan kontraksi
dan relaksasi zonula. (Singh & Tripathy, 2022)
• Tatalaksana
a) Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopi. Tujuan koreksi adalah untuk
mengompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-objek yang
dekat.
b) Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahkan dengan lensa positif sesuai
usia dan hasil pemeriksaan subyektif sehingga pasien mampu membaca tulisan
pada kartu Jaeger 20/30
c) Karena jarak biasanya 33 cm, maka adisi +3,00 D adalah lensa positif terkuat
yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak melakukan
akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan yang dibaca
terletak pada titik focus lensa +3,00 D.
Usia Kekuatan Lensa Positif yang
(tahun) dibutuhkan
40 +1,00 D
Tahun
45 +1,50 D
Tahun
50 +2,00 D
Tahun
55 +2,50 D
Tahun
60 +3,00 D
Tahun
d) Selain kacamata untuk kelainan presbiopi saja, ada beberapa jenis lensa lain
yang digunakan untuk mengoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada
bersamaan dengan presbiopi, ini termasuk:
Bifokal, untuk mengoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang mempunyai
garis horizontal atau yang progresif

17
Trifocal, untuk mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif.
➢ Bifocal kontak, untuk mengoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian
bawah adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan
hasil koreksinya
➢ Monovision kontak, lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan,
dan lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non-dominan. Mata
yang dominan umumnya adalah mata yang digunakan untuk focus pada
kamera untuk mengambil foto.
➢ Monovision modified, lensa kontak bifocal pada mata non-dominan dan
lensa kontak untuk melihat jauh pada mata dominan. Kedua mata
digunakan untuk melihat jauh dan satu mata digunakan untuk membaca.
➢ Pembedahan, refraktif seperti keratoplasti konduktif LASIK, LASEK
dan karatektomi fotorefraktif. (Singh & Tripathy, 2022)
• Factor resiko
Usia merupakan faktor resiko utama penyebab presbiopia. Namun pada kondisi
tertentu dapat terjadi presbiopia prematur sebagai hasil dari faktor-faktor seperti
trauma, penyakit sistemik, penyakit jantung, atau efek samping obat.
- Usia, terjadi pada atau setelah usia 40 tahun
- Hipeporia (Hipermetropia), kerusakan akomodasi tambahan jika tidak di
koreksi
- Jenis kelamin, onset awal terjadi pada wanita
- Penyakit atau trauma pada mata, kerusakan pada lensa, zonula, atau otot siliar
- Penyakit sistemik : diabetes mellitus, multiple sklerosis, kejadian
kardiovaskular, anemia, Influenza, campak.
- Obat-obatan, penurunan akomodasi adalah efek samping dari obat
nonprescription dan prescription (contoh : alkohol, klorprozamin,
hidroklorotiazid, antidepresan, antipsikotik, antihistamin, diuretik) (Selli
Kurnia, 2013).
• Komplikasi
Jika tidak ditangani dengan benar, presbiopsi dapat menimbulkan beberapa
komplikasi seperti sakit kepala dan mata tegang. Dan hal tersebut akan terjadi jika
penderita presbiopsi harus membaca bacaan yang kecil. (Kaiti dkk, 2020)

18
• Prognosis
Hampir semua pasien presbiopia dapat berhasil dalam menggunakan salah satu
pilihan penatalaksanaan. Dalam beberapa kasus (misalnya, pasien presbiopia yang
baru menggunakan kacamata, pemakai lensa kontak, pasien yang memiliki riwayat
kesulitan beradaptasi dengan koreksi visual), tambahan kunjungan untuk tindak
lanjut mungkin diperlukan. Selama kunjungan tersebut, dokter mata dapat
memberikan anjuran kepada pasien, verifikasi resep lensa dan penyesuaian
bingkai. Kadang-kadang, perubahan dalam desain lensa diperlukan (Selli Kurnia,
2013).
• KIE
Pasien dengan kesulitan membaca dekat harus mulai menggunakan koreksi
presbiopia sedini mungkin untuk menghindari gejala astenopia. (Singh & Tripathy,
2022)

C. MIOPI
• Definisi
Miopi atau rabun jauh adalah sebuah kerusakan refraktif mata di mana citra
yang dihasilkan berada di depan retina ketika akomodasi dalam keadaan santai.
Miopi dapt terjadi karena bola mata yang terlalu panjang atau karena kelengkungan
kornea yang terlalu besar sehingga cahaya yang masuk tidak difokuskan secara
baik dan objek jauh tampak buram. Penderita penyakit ini tidak dapat melihat jarak
jauh dan dapat ditolong dengan menggunakan kacamata negatif (cekung) (Pebri
Rolando, 2020).
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar
yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina
(bintik kuning). Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan terletak di
depan makula lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu kuat,
miopia refraktif atau bola mata terlalu panjang. Miopia adalah suatu bentuk
kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tidak terhingga
oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi dibiaskan pada satu titik di depan
retina (Irwina Angelia, 2013).

19
• Etiologi
Terdapat beberapa hal yang mendasari terjadinya miopia yaitu:
a) Sumbu aksial atau diameter antero-posterior bola mata yang lebih Panjang
dari normal, disebut dengan miopia aksial
b) Radius kurvatura kornea dan lensa yang lebih besar dari normal, disebut
miopia kurvatura
c) Perubahan posisi lensa, disebut dengan miopia positional
d) Perubahan indeks bias refraksi yang lebih tinggi dari normal. (Budiono dkk,
2013).
• Epidemiologi
Miopia meliliki prevalensi kejadian yang tinggi di dunia. Di Asia 70-90%,
Eropa 30-40%, dan Amerika 10-20%. Khusus di Indonesia prevalensinya
mencapai 22,1%. Adapun di Sulawesi Selatan menurut Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) sebesar 11,4%. Miopia merupakan salah satu penyebab penurunan
tajam penglihatan pada anak-anak berusia 8-12 tahun. Antara usia 13-19 tahun,
ketika tubuh mengalami pertumbuhan yang pesat, miopia semakin memburuk
(Yeyen Ariaty, 2019).
Di tahun 2020, laporan World Health Organization (WHO) memperkirakan 2,6
milyar orang seluruh usia di dunia mengidap miopia, 312 juta di antaranya berusia
di bawah 19 tahun (Yeyen Ariaty, 2019).
• Manifestasi klinik
Tanda-tanda mata miopi (Ardi Saputra, 2017):
- Objek dekat bisa terlihat, sedangkan objek jauh terlihat kabur
- Mengecilkan mata ketika melihat objek jauh
- Tidak dapat melihat papan hitam dengan jelas
- Terlalu dekat dengan buku ketika membaca
Gejala Mata Minus Atau Miopi :
Gejalanya adalah kepala nyeri berdenyut terutama bagian depan, bola mata
perih dan berat dan air mata meleleh berlebihan. Keadaan ini biasanya membaik
bila mata diistirahatkan atau dengan minum obat antinyeri. Tapi sering kali kambuh
beberapa waktu kemudian. Miopia memang bisa menyebabkan sakit kepala. Untuk
seorang penderita miopia saat melihat jauh, bayangan jatuh di depan retina
sehingga mengurangi kecembungan lensa. Perubahan kecembungan ini dinamakan

20
kemampuan akomodasi mata. Mata yang berakomodasi terus-menerus dalam
waktu yang lama akan menimbulkan kelelahan. Kelelahan mata inilah yang
mencetuskan nyeri kepala dan nyeri pada mata (Ardi Saputra, 2017).
• Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan visus
Metode yang digunakan yaitu metode trial and error. Jarak pemeriksaan 6
meter atau 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita. Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu.
Ditentukan visus atau tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak
6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif, bila dengan lensa sferis negatif
tajam penglihatan membaik atau mencapai 6/6 atau 20/20 maka pasien dikatan
menderita myopia. (Budiono dkk, 2013).
• Pemeriksaan penunjang
a) Retinoskopi
Retinoskopi adalah alat penting untuk mengukur kelainan refraksi. Dalam
retinoskopi, cahaya yang dipantulkan dari cermin kemudian diproyeksikan ke
mata bergerak sesuai dengan kondisi refraksi mata. Retinoskopi digunakan
untuk menemukan titik jauh mata yang terkonjugasi ke retina, dengan
akomodasi saat istirahat. Kesalahan refraksi mata dinilai menggunakan teknik
netralisasi, di mana pergerakan cahaya yang diproyeksikan dari jarak yang
telah ditentukan sebelumnya ke mata berhenti bergerak. Jarak normal yang
terbentuk sebelumnya adalah 67 cm. Pada pasien dengan miopia >1,5 D,
cahaya yang dipantulkan dari retina bergerak berlawanan dengan arah gerakan
cahaya yang diproyeksikan.
b) Autorefractometer
Yaitu menentukan besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan komputer.
Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan respon
mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi
yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa
detik. (Budiono dkk, 2013).
• Patofisiologi
Miopia disebabkan karena pembiasan sinar didalam mata yang terlalu kuat
untuk panjangnya bola mata akibat:

21
a) Miopia aksial disebabkan oleh karena jarak antero-posterior terlalu panjang.
Hal ini dapat terjadi congenital pada makroftalmus. Myopia aksial bisa terjadi
pada anak yang membaca terlalu dekat, sehingga ia harus berkonvergensi
berlebihan. Dalam hal ini otot rektus medialis berkontraksi berlebihan
sehingga bola mata terjepit oleh otot-otot ekstraokuler. Ini menyebabkan polus
posterior mata tempat yang paling lemah dari mata.
b) Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari (kornea terlalu cembung atau lensa
mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut myopia kurvatura/refraktif.
Biasanya karena ada kelainan pada kornea baik congenital (keratokonus)
maupun akuisita dan lensa. Pada katarak imatur lensa cembung karena
masuknya humor aqueus.
c) Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus.
Kadar gula dalam humor aqueus meninggi menyebabkan biasnya meninggi
pula.
e) Myopia karena perubahan posisi lensa. Posisi lensa lebih ke anterior, misalnya
pasca operasi glaucoma. (Budiono dkk, 2013).
• Tatalaksana
Penatalaksanaan Nonfarmakologi
a) Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk
mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita myopia. Dalam ilmu
keratotology kontak lensa yang digunakan adalah adalah kontak lensa yang
keras atau kaku untuk pemerataan kornea yang berfungsi untuk mengurangi
miopia (Irwina Angelia, 2013).
b) Latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi. Para pelaksana dan
penganjur terapi alternatif ini sering merekomendasikan latihan pergerakan
mata dan teknik relaksasi seperti cara menahan (pencegahan) (Irwina
Angelia, 2013).
c) Terapi dengan menggunakan laser dengan bantuan keratomilesis (LASIK)
atau operasi lasik mata, yang telah populer dan banyak digunakan para ahli
bedah untuk mengobati miopia. Dalam prosedurnya dilakukan pergantian
ukuran kornea mata dan dirubahnya tingkat miopia dengan menggunakan
sebuah laser. Selain lasik digunakan juga terapi lain yaitu Photorefractive
Keratotomy (PRK) untuk jangka pendek, tetapi ini menggunakan konsep
yang sama yaitu dengan pergantian kembali kornea mata tetapi
22
menggunakan prosedur yang berbeda. Selain itu ada juga pengobatan yang
dilakukan tanpa operasi yaitu orthokeratologi dan pemotongan jaringan
kornea mata. Orang-orang dengan miopia rendah akan lebih baik bila
menggunakan teknik ini (Irwina Angelia, 2013).

Penatalaksanaan Farmakologi
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk
mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata (Irwina Angelia, 2013).

• Factor resiko
1. Keturunan
Anak dengan salah satu orangtua yang mengalami miopia memiliki risiko 2
kali lebih besar untuk menderita miopia dibandingkan anak dengan orangtua
tanpa miopia (Wei Pan, 2011).
2. Aktivitas jarak dekat
Aktivitas jarak dekat antara lain aktivitas membaca, bermain komputer, dan
menonton TV dapat berpengaruh terhadap kejadian miopia. Hal ini
dikarenakan aktifitas jarak dekat dalam waktu lama akan menyebabkan otot
siliaris menjadi tinggi sehingga lensa menjadi cembung dan mengakibatkan
bayangan objek jatuh di depan retina sehingga menimbulkan miopia (Arianti,
2013).
3. Pendidikan
Prevalensi miopia meningkat pada orang yang memiiki tingkat pendidikan
yang tinggi. Paparan sistem pendidikan yang lebih intensif pada usia dini akan
meningkatkan kejadian miopia (Wei Pan, 2011).
4. Jenis Kelamin
Kejadian miopia pada anak perempuan lebih tinggi daripada anak laki-laki.
Perempuan memiliki risiko 1,21 kali lebih tinggi untuk mengidap miopia
daripada laki-laki. Anak perempuan cenderung memiliki aktivitas luar ruangan
yang lebih singkat dan lebih lama bekerja dengan jarak pandang dekat (Wei
Pan, 2011).
• Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan, yaitu ablasio retina,
juling (esotropia), myopic maculopaty, vitreous liquefaction dan detachment,
glaukoma dan katarak (Ilyas, 2006).

23
• KIE
Memberikan edukasi pada pasien dan orang tua pasien terkait dengan miopia.
Untuk menghindari terjadinya komplikasi, penanganan sedini mungkin harus
dilkaukan. Beberapa usaha yang bisa dilakukan untuk menghambat progresivitas
myopia antara lain adalah mengurangi akomodasi dengan cara melepas kaca mata
minusnya saat melakukan aktivitas penglihatan dekat, dan menambah aktivitas
yang menggunakan penglihatan jauh

D. ASTIGMATISMA
• Definisi
Astigmatisme adalah kesalahan refraksi, dimana refraksi berubah pada meridian
mata yang berbeda. Sinar cahaya yang melewati mata tidak dapat berkumpul pada
titik fokus tertentu tetapi membentuk garis fokus. Dengan kata lain, astigmatisme
adalah suatu kondisi di mana sinar paralel yang lewat dari kornea tidak bertemu
dengan titik fokus di retina. (Gurnani & Kaur, 2022).
Berdasarkan bentuknya, astigmatisme dibagi menjadi dua yaitu astigmatisme
regular dan astigmatisme ireguler.
a) Pada astigmatisme regular terdapat dua meridian utama yang saling tegak lurus
yang masing-masing memiliki daya bias terkuat dan terlemah. Jika meridian
vertikal memiliki daya bias terkuat, disebut dengan astigmatisme with the rule.
Jika meridian horizonal memiliki daya bias terkuat, disebut dengan
astigmatisme against the rule.
b) Pada astigmatisme ireguler didapatkan titik fokus yang tidak bertauran dengan
penyebab tersering adalah kelainan kornea (dapat berupa sikatriks atau
keratoconus) dan dapat juga disebabkan kelainan pada lensa seperti pada
katarak imatur. Kelainan tidak dapat dikoreksi sepenuhnya dengan lensa
silinder. (Budiono dkk, 2013).
Berdsarakan tipenya, astigmatisme dibagi menjadi beberapa tipe yaitu:
a) Astigmatisme miopia simplek → satu titik yang difokuskan cahaya jatuh pada
retina, dan satunya lagi jatuh di depan retina
b) Astigmatisme hipermetropia simplek → satu titik cahaya yang difokuskan
jatuh pada retina, dan satunya lagi jatuh di belakang retina

24
c) Astigmatisme miopia compositus → ketika kedua titik cahaya yang
difokuskan jatuh di depan retina namun tidak bertemu
d) Astigmatisme hipermetropia compositus → ketika kedua titik cahaya yang
difokuskan jatuh di belakang retina namun tidak bertemu
e) Astigmatisme mixture → satu titik cahaya yang difokuskan jatuh di depan
retina, dan satunya lagi jatuh di belakang retina. (Budiono dkk, 2013).
• Etiologi
Penyebab umum astigmatisme adalah kelainan bentuk komea. Lensa kristalina
juga dapat berperan untuk timbulnya astigmatisma. Astigmatisma paling sering
disebabkan oleh terlalu besamya lengkung komea pada salah satu bidangnya
(Guyton, 2008 ; Vaughan, 2009).
• Epidemiologi
Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi. 5% dari pasien
yang memakai kaca mata mempunyai kelainan astigmatisme. Sebanyak 3% dari
populasi mempunyai kelainan astigmatisme yang melebihi 3.00 D. Di Indonesia,
diperkirakan sebanyak 40 juta populasinya mempunyai kelainan astigmatisme.
Tidak ada perbedaan frekuensi terjadinya astigmatisme pada lelaki dan perempuan.
Prevalensi astigmatisme meningkat dengan usia.
• Manifestasi klinik
Seseorang dengan astigmatisme akan memberikan keluhan seperti melihat
ganda (diplopia) dengan satu atau kedua mata, melihat benda yang bulat menjadi
lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh maupun dekat, bentuk benda yang
dilihat berubah, mengecilkan celah kelopak mata, sakit kepala, mata terasa tengang
dan pegal. Gejala lain yang mungkin termasuk adalah menyipitkan mata, adanya
rasa tidak nyaman pada mata, fotofobia, serta merasa kesulitan mengemudi
dimalam hari (Ilyas, 2006 ; Kaimbo, 2012).
• Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan visus dengan Snellen chart dan koreksi visus
Bila setelah pemeriksaan dengan Snellen chart dan koreksi visus tetap tidak
tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan
refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging
technique).

25
b) Uji pengaburan (fogging technique).
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris
pada kartu snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien
diminta melihat kisi kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang
paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90º yang jelas, maka tegak lurus
padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan
dengan sumbu 180º. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini
dinaikkan sampai garis juring kisi kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau
kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat
dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta
melihat kartu snellen dan perlahan lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien
melihat jelas. (Gurnani & Kaur, 2022).
• Pemeriksaan penunjang
a) Autorefractometer
Yaitu menentukan besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan komputer.
Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan respon
mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi
yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa
detik.
b) Keratometri
Yaitu pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun
mempunyai keterbatasan
c) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
Pemeriksa memerhatikan image “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme
regular, ring tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, tidak
terbentuk sempurna. (Gurnani & Kaur, 2022).
• Patofisiologi
Astigmatisme terjadi karena sinar cahaya yang melewati mata tidak dapat
berkumpul pada satu titik fokus. Kelengkungan kornea atau lensa menyebabkan
sinar cahaya yang masuk menjadi tersebar di dua titik fokus. Sekitar 40% bayi baru

26
lahir memiliki 1 D astigmatisme sejak lahir, dan biasanya akan berkurang seiring
bertambahnya usia. (Deepinder, 2022)
• Tatalaksana
a) Kacamata
Astigmatisme dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder.
Karena dengan koreksi lensa silinder penderita astigmatismus akan dapat
membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah
jelas.
b) Erthokeratology
Erthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih
dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan
menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan
standar. Pada astigmatisme irregular dimana terjadi pemantulan dan
pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea
maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa
kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air
mata.
c) Bedah refraksi
Metode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
➢ Radial Keratotomy
Dimana pola jari jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral.
Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata.
Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan
kedalaman dari insisi.
➢ Photorefractive keratectomy
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser
pada pusat kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi
setelah photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan
kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi kadang kadang
menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum operasi.
➢ LASIK
Laser in situ Keratomileusis (LASIK) merupakan tindakan bedah yang
paling sering digunakan untuk mengkoreksi kelainan refraksi, seperti
miopia, hiperopia, dan astigmatisma. Pada LASIK, dibuat sebuah flap
27
pada bagian tengah kornea dengan menggunakan alat mikrokeratome
atau laser. Kemudian flap tersebut diangkat, sejumlah kecil jaringan
kornea diangkat untuk membentuk kornea, dan flap diposisikan
kembali. Kornea akan pulih dalam waktu beberapa hari. LASIK hanya
menimbulkan sedikit rasa dan tidak nyaman pada saat dan setelah
pembedahan. Perbaikan penglihatan cepat terjadi dan seseorang dapat
kembali bekerja dalam waktu 1-3 hari setelah pembedahan. Namun,
tidak semua orang dapat dilakukan LASIK, orang orang yang memiliki
kornea yang tipis atau permukaan kornea yang longgar bukan kandidat
yang baik untuk LASIK. (Gurnani & Kaur, 2022).
• Komplikasi
Astigmatisme yang tidak dirawat pada orang dewasa dapat menyebabkan
ketidaknyamanan pada mata, mata menjadi penat dan terkadang sakit kepala.
Rabun pada anak anak memerlukan perhatian khusus dan penjagaan mata dengan
benar. Hal ini disebabkan karena apabila mata tidak dirawat dengan benar dapat
menyebabkan terjadinya amblyopia. (Gurnani & Kaur, 2022).
• Prognosis
Prognosis kasus dengan astigmatisme biasanya baik jika ditangani tepat waktu,
karena ada beberapa pilihan yang tersedia untuk mengoreksi astigmatisme. Pasien
yang tidak diobati, terutama selama masa kanak-kanak, dapat mengakibatkan
penurunan ketajaman visual dan ambliopia secara permanen. (Gurnani & Kaur,
2022).
Silindris dapat berubah seiring waktu dan akan membutuhkan kacamata dan
lensa kontak baru. Koreksi bias seringkali dapat menghilangkan atau mengurangi
astigmatisme dalam banyak kasus. Pasien dengan keratoconus dapat mengalami
kehilangan ketajaman visual karena astigmatisme yang tinggi, maka skrining yang
tepat waktu dan teratur diwajibkan. (Gurnani & Kaur, 2022).
• KIE
Pasien harus dijelaskan bahwa astigmatisme adalah jenis kelainan refraksi dan
harus ditangani dengan segera. Para pasien harus diedukasi bahwa beberapa
pemeriksaan dasar diperlukan untuk menentukan dengan tepat etiologi
astigmatisme dan jika tidak diobati tepat waktu, dapat mengakibatkan hilangnya
ketajaman visual dan ambliopia pada anak-anak. (Gurnani & Kaur, 2022).

28
Pasien juga harus diedukasi mengenai pentingnya skrining keluarga pada pasien
dengan astigmatisme dan pasien keratoconus. Pasien juga harus diberitahu bahwa
dalam beberapa kasus, manajemen astigmatisme akan memerlukan intervensi
bedah, dan mungkin ada sisa astigmatisme dalam beberapa kasus. (Gurnani &
Kaur, 2022).

29
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien pada skenario
tersebut mengalami pengelihatan kabur disebabkan oleh adanya gangguan pada media refraksi
karena setelah dilakukan koreksi menggunakna pinhole, didapatkan visus pasien mengalami
kemajuan. Gangguan refraksi yang menyebabkan penurunan visus yaitu miopia,
hipermetropia, astigmatisme, presbiopia. Miopia kondisi dimana jatuhnya cahaya di depan
retina yang disebabkan oleh panjang bola mata yang lebih dari normal atau kurvatura kornea
yang bertambah. Pasien miopia akan mengeluhkan pandangan kabur ketika melihat jauh.
Kacamata yang diberikan pada miopia yaitu kacamata lensa sferis negatif. Hipermetropia
merupakan kondisi jatuhnya cahaya dibelakang retina yang disebabkan oleh panjang bola mata
yang lebih pendek dari normal atau kurvatura kornea yang berkurang. Pasien hipermetropia
akan mengeluhkan pandangan kabur ketika melihat dekat. Kacamata yang diberikan pada
hipermetropia yaitu kacamata lensa sferis positif. Astigmatisme merupakan kondisi cahaya
yang masuk tidak bertemu di satu titik yang disebabkan oleh meridian vertikal dan horizontal
kornea tidak sama. Pasien astigmatisme akan mengeluhkan ketika melihat suatu objek akan
tampak kabur atau tampak berbayang baik dengan jarak dekat ataupun jauh. Kacamata yang
diberikan pada pasien astigmatisme yaitu kacamata lensa silinder. Presbiopia merupakan
kondisi dimana lensa tidak dapat berakomodasi dengan baik sehingga bayangan akan jatuh
dibelakang retina. Presbiopsia terjadi biasanya pada pasien dengan usia 40 tahun ke atas.
Keluhan yang biasanya dialami pasien yaitu kesulitan membaca dengan jarak dekat. Kacamata
yang diberikan pada pasien presbiposia yaitu kacamata lensa sferis negatif

30
DAFTAR PUSTAKA

Ariaty, Y., Hengky, H. K., & Arfianty. (2019). Factors Affecting the Occurrence of Myopia
in Students at the Catholic Elementary School in Parepare City. Jurnal Ilmiah
Manusia dan Kesehatan.

Budiono, S., Saleh, T. T., & Eddyanto, M. (2013). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata.
Surabaya: Airlangga University Press.

Fathimah, S., Suryatiningsih, & Sari, S. K. (2015). Aplikasi Diagnosis Kelainan Refraksi
Mata Dan Tips Perawatan Mata Dengan Metode Forward Chaining Berbasis Web .
Jurnal Infotel Vol. 7 No. 2.

Gurnani, B., & Kaur., K. (2022). Astigmatism. Aravind Eye Care System.

Ilyas, S. (2017). Ilmu Penyakit Mata, Edisi Kelima. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran.

Majumdar, S., & Tripathy., K. (2022). Hyperopia. North Bengal Medical College.

Rohayati. (2018). Simulasi Kelainan Hipermetropia yang Berhubungan dengan Kinerja


Akademik pada Siswa Sekolah Dasar Sawasta Jembar Bandung Tahun 2018. Jurnal
Mitra Pendidikan (JMP Online).

Sherwood, L. (2019). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Singh, P., & Tripathy., K. (2022). Presbyopia. AIIMS, Patna.

Subudhi, P., & Agarwal., P. (2021). Myopia. Ruby Eye Hospital.

31

Anda mungkin juga menyukai