Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION LBM 1


BLOK MATA DAN THT
“Tulisannya Kecil Sekali “

Dosen : dr. Sahrun, Sp.P


Nama : Denana prihaswari
NIM : 021.06.0018
Kelas : A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya dan dengan
kemampuan yang saya miliki,penyusunan laporan hasil SGD(Small Group Discussion)LBM 1
yang berjudul “Tulisannya Kecil Sekali”
Laporan ini disusun untuk membahas mengenai hasil SGD hasil belajar mahasiwa yang
menjadi syarat nilai SGD.Dalam penyusunanlaporan ini saya mendapat banyak bantuan,masukan
dari berbagai pihak ,maka dari itu dalamkesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Sahrun, Sp.P


Sebagai dosen fasilitator kelompok SGD 5 yang selalu dan senantiasa memberikan saran
serta bimbingan dalam melaksanakan SGD.

2. Sumber dan jurnal ilmiah sebagai reverensi saya dan teman-teman angota kelompok
dalam berdiskusi
3. Serta kepada teman-teman yang memberikan masukan kepada saya

Mengingat pengetahuan dan pemahaman saya terbatas dalam menyusun laporan hasil
SGD ini,maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi
kesempurnaan hasil laporan yang sudah saya buat.saya berharap semoga hasil laporan SGD ini
bermanfaan bagi banyak orang.

Mataram,jum,at 6 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Skenario ................................................................................................

1.2 Deskripsi Masalah .................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................

BAB III PENUTUP

3.14........................................................................................................

Kesimpulan ...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

Skenario:
“TULISANNYA KECIL SEKALI”
Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke Klinik FK UNIZAR karena mengeluh
sering merasa pandangan kabur dan kesulitan membaca huruf yang kecil-kecil. Pandangan
kabur dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Dokter lalu melakukan pemeriksaan pada segmen
mata anterior didapatkan kedua mata tampak tenang. Pemeriksaan visus OD 6/20 dan OS 6/30.
Pada pemeriksaan denga pin hole visus mengalami kemajuan. Pasien diketahui belum pernah
menggunakan kacamata sebelumnnya.

Deskripsi Masalah
Berdasarkan penjelasan skenario diatas bahwa Seorang laki-laki berumur 45 tahun
datang Klinik FK UNIZAR karena mengeluh sering merasa pandangan kabur dan sulit
membaca huruf yang kecil-kecil. Pandangan kabur dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Pada
pemeriksaan inspeksi didapatkan kedua mata tampak tenang. Pemeriksaan visus OD 6020 dan
OS 6/30. Pada pemeriksaan dengan pin hole visus mengalami kemajuan. Dalam kelainan mata
terdapat berbagai keadaan mata saat kondisi tidak normal. Salah satunya yaitu mata tenang
tapi visus menurun perlahan. Tentunya hal ini dapat memungkinkan terjadinya kelainan
refraksi yang terjadi pada mata. Adapun kelainan tersebut tentunya ada peranan penting organ
mata yang kemungkinan terganggu seperti kornea, lensa, humor aquos, dan vitrous humour.

Pandangan kabur yang terjadi pada skenario kemungkinan terjadi dikarenakan adanya
kerusakan pada kornea, ukuran bola mata yang terlalu besar maupun kecil sehingga
menyebabkan titik fokus mata tidak jatuh tepat di retina. Gejala pandangan kabur tidak
memiliki hubungan dengan jenis kelamin. Hal tersebut dapat terjadi dengan semua gender
baik itu wanita maupun pria. Sedangkan untuk usia tentunya pandangan kabur dapat terjadi
pada usia produktif. Hal tersebut terjadi dikarenakan usia produktif sering melakukan aktifitas
dan pekerjaan diluar rumah. Hal tersebut tentunya dapat memiliki faktor risiko terhadap
penyebab pandangan menjadi kabur.

Interprestasi pada skenario yaitu didapatkan hasil pemeriksaan visus OD 6/20 dan OS
6/30. Hal tersebut menandakan bahwa pada mata kanan dalam jarak dalam jarak 6 meter
pasien hanya mampu melihat huruf yang normalnya dapat dilihat pada 20 meter. Untuk mata
kiri dalam jarak 6 meter hanya mampu melihat huruf yang dapat dilihat normalnya dalam
jarak 30 meter. Sedangkan pada pemeriksaan dengan pin hole visus mengalami kemajuan.
Pada skenario tersebut pasien mengeluhkan pandangan yang kabur sejak 3 bulan kemudian
pada pemeriksaan dengan pin hole visus mengalami kemajuan. Tentunya hal ini
mempersempit kemungkinan penyakit yang terjadi yaitu kelainan refraksi. Adapun kelainan
refraksi yang kami ajukan yaitu miopi, hipermetropi, astigmatisme, dan presbiopi.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Anatomi mata dan persarapan mata


Refraksi mata adalah perubahan jalannya cahaya yang diakibatkan oleh media refrakta
mata. Alat-alat refraksi mata terdiri dari permukaan kornea, humor aqueous (cairan bilik mata),
permukaan anterior dan posterior lensa, badan kaca (corpus vitreum). (DRAKE. 2020)
1) Kornea

Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding


dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang
bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma,
membran Descemet, dan lapisan endotel. Kornea mata mempunyai kekuatan
refraksi sebesar 40 dioptri. Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah
pembuluhpembuluh darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea
superfisialis juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf
sensorik kornea didapat dari percabangan pertama dari nervus cranialis V
(trigeminus). (Ilyas, 2017)
2) Humor Aqueous
Humor aqueous diproduksi oleh badan siliaris. Setelah memasuki camera
oculi posterior, humor aqueous melalui pupil dan masuk ke camera oculi anterior
dan kemudian ke perifer menuju ke sudut camera oculi anterior. Humor aqueous
difiltrasi dari darah, dimodifikasi komposisinya, baru disekresikan oleh badan
siliaris di camera oculi posterior. Humor aqueous diproduksi dengan kecepatan 2-3
μL/menit dan mengisi kamera okuli anterior sebanyak 250 μL serta camera oculi
posterior sebanyak 60 μL. Humor aqueous mengalir di sekitar lensa dan melewati
pupil ke ruang anterior. Sebagian air keluar mata melalui lorong-lorong dari
trabecular meshwork. Trabecular meshwork adalah saluran seperti saringan yang
mengelilingi tepi luar dari iris dalam sudut ruang anterior, dibentuk di mana
menyisipkan iris ke dalam badan siliaris. Jumlah yang lebih sedikit masuk ke dalam
badan siliaris yang terbuka dan ke iris, di mana ia akhirnya berdifusi ke dalam
pembuluh darah di sekitar bola mata. (Ilyas, 2017)
3) Lensa
Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa
digantung di belakang iris oleh zonula yang menghubungkannya dengan badan
siliare. Di anterior lensa terdapat humor aqueous, di sebelah posteriornya terdapat
vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran yang semipermeabel (sedikit lebih
permeabel daripada dinding kapiler) yang akan memungkinkan air dan elektrolit
masuk. Selapis epitel subskapular terdapat di depan. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa semakin lama menjadi lebih besar dan
kurang elastic. (Ilyas, 2017)
4) Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang
dibatasi oleh lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus membran
hialois-normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsula lensa
posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina dan caput nervi optici.
Basis vitreus mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan
epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Perlekatan ke kapsul lensa
dan nervus optikus kuat pada awal kehidupan tetapi segera hilang. Vitreus berisi air
sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam hialuronat,
yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena
kemampuannya mengikat banyak air. (Ilyas, 2017)
2. Fisiologi refraksi mata
 Refraksi
Cahaya adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri dari paket-paket
individual energy seperti partikel yang disebut foton yang berjalan menurut cara-cara
gelombang. Fotoreseptor dimata hanya terhadap panjang gelombang antara 400-700 nm.
Cahaya tampak ini hanya merupakan sebagian kecil dari spectrum magnetic total. Selain
memiliki panjang gelombang yang berbeda, cahaya juga bervariasi dalam intensitas,yaitu
amplitudo atau tinggi gelombang. Gelombang cahaya mengalamami divergensi
(memancar ke luar) ke semua arah dari tiap titik sumber cahaya. Gerakan ke depan suatu
gelombang cahaya dalam arah tertentu dikenal dengan berkas cahaya. Berkas-berkas
cahaya divergen yang mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk difokuskan
kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu bayangan yang akurat
mengenai sumber cahaya. (Wati Rinda, 2018)
Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu
medium dengan kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lainnya
misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan densitas yang
lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku). Berkas cahaya
mengubah arah perjalanannya jika mengenai medium baru pada tiap sudut selain tegak
lurus. (Wati Rinda, 2018)
Dua faktor penting dalam retraksi : densitas komparatif antara 2 media (semakin
besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas
cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan). Dua struktur
yang paling penting dalam kemampuan retraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan
kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung
berperan besar dalam reftraktif total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea
jauh lebih besar dari pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang
mengelilinginya. Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena
kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat
disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat
dekat/jauh. Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya
terfokus diretina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum
bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina, bayangan
tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen
sewaktu mencapai mata daripada berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber
cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata.
Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak yang lebih
besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber cahaya jauh, karena
berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata. (Wati
Rinda, 2018).
Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk membawa sumber
cahaya jauh dan dekat terfokus di retina (dalam jarak yang sama), harus dipergunakan
lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui
proses akomodasi. (Wati Rinda, 2018)

 Akomodasi
Akomodasi adalah suatu mekanisme dimana mata merubah kekuatan refraksinya
dengan merubah ketajaman lensa kristalin. Akomodasi mata meningkatkan kekuatan lensa
untuk penglihatan dekat. Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber
cahaya dekat maupun sumber cahaya jauh dapat difokuskan di retina, ini disebut disebut
sebagai sebagai akomodasi mata. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur
oleh otot siliaris. (Wati Rinda, 2018).
Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris suatu spesialisasi lapisan koroid di
sebelah anterior. Korpus siliaris memiliki memiliki dua komponen utama komponen
utama : otot siliaris dan dan jaringan kapiler yang menghasilkan aquous humour. Otot
siliaris adalah otot polos yang melingkar dan melekat ke lensa melalui ligamentum
suspensorium. Ketika otot siliaris melemas, ligamnentum suspensorium menegang dan
menarik lensa, sehingga lensa berbentuk gepeng dengan kekuatan refraksi minimal.
Sebaliknya, ketika berkontraksi, garis tengah otot ini berkurang dan tegangan di
ligamentum suspensorium mengendur. Sewaktu lensa kurang mendapat tarikan dari
ligamentum suspensorium, lensa mengambil bentuk yang lebih sferis (bulat) karena
elastisitasnya inherennya. Semakin besar kelengkungan lensa (karena semakin bulat),
semakin besar kekuatannya, sehingga berkas-berkas cahaya lebih dibelokkan. Pada mata
normal, otot siliaris melamas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot
tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat
untuk penglihatan dekat. (Wati Rinda, 2018)

Terdapat 3 aspek akomodasi, yaitu:


a. Akomodasi jarak dekat (Near point of akomodation / NPA)
NPA yaitu jarak objek terdekat dari mata yang dapat dilihat dengan jelas.
b. Amplitudo akomodasi
Amplitudo akomodasi yaitu kekuatan lensa yang memberikan visualisasi visual
yang jelas. Kekuatan ini terukur dalam satuan dioptri (D) dan didapat dengan
membagi 100 dengan NPA dalam satuan cm. Misalnya pasien dengan NPA 25
cm, maka amplitudo akomodasinya adalah 100/25= 4 D.
c. Range akomodasi (Range accommodation)
Range akomodasi yaitu jarak antara objek terjauh dan terdekat yang masih dapat
dilihat oleh mata dengan jelas. (Wati Rinda, 2018)
3. Presbiopia
Definisi
Presbiopia merupakan gangguan penglihatan yang berkaitan dengan usia. Hilangnya
daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada semua orang disebut
presbiopia. Seseorang dengan mata emetrop (tanpa kesalahan refraksi) akan mulai
merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda-benda kecil
yang terletak berdekatan pada usia sekitar 44-46 tahun. Gagal penglihatan dekat akibat
usia, berhubungan dengan penurunan amplitudo akomodasi atau peningkatan punctum
proximum. (Kurnia, 2019).

Epidemiologi
Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup yang tinggi.
Karena presbiopi berhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan langsung dengan
orang-orang lanjut usia dalam populasinya. (Kurnia, 2019).
Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopia karena onsetnya yang
lambat, tetapi bisa dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopia terjadi pada usia 42 hingga
44 tahun. Studi di Amerika pada tahun 2006 menunjukkan 112 juta orang di Amerika
mempunyai kelainan presbyopia. (Kurnia, 2019).
Etiologi
Presbiopia dapat terjadi karena kelemahan otot akomodasi atau lensa mata tidak kenyal
atau berkurang elastisitasnya akibat sclerosis lensa. Mekanisme nyata dari presbiopia tidak
diketahui kepastiannya, bukti penelitian lebih kuat mendukung berkurangnya elastisitas
dari crystalline lens, walaupun perubahan pada kelengkungan lensa dari pertumbuhan
yang terus-menerus, dan berkurangnya kekuatan dari cilliary muscles (otot yang
membelokkan dan meluruskan lensa) juga didalilkan sebagai sebab. (Ilmu Penyakit Mata,
Edisi 4).
Penyakit mata tua dapat disebabkan karena:
a. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut
b. Kelemahan otot-otot akomodasi
c. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat
kekakuan (sklerosis) lensa. (Ilmu Penyakit Mata, Edisi 4)
Manifestasi klinis
Onset presbyopia berangsur-angsur. Penglihatan kabur dan ketidakmampuan untuk
melihat detail halus pada jarak dekat yang biasa digunakan adalah ciri khas dari
presbyopia. Gejala umum lainnya adalah keterlambatan dalam fokus pada jarak dekat atau
jarak, ketidaknyamanan mata, sakit kepala, asthenopia, menyipitkan mata, kelelahan atau
mengantuk dari kerja dekat, jarak kerja yang meningkat, kebutuhan akan cahaya yang
lebih terang untuk membaca, dan diplopia (Kurnia, 2019)
Kesulitan melihat pada jarak dekat kerja yang biasa dan mengubah atau
mempertahankan fokus dijelaskan oleh penurunan amplitudo akomodasi. Cahaya yang
lebih terang untuk membaca bermanfaat bagi pasien dengan menyebabkan konstriksi
pupil, sehingga meningkatkan kedalaman fokus. Kelelahan dan sakit kepala berkaitan
dengan kontraksi otot orbikularis atau bagian dari otot occipitofrontalis dan diduga terkait
dengan ketegangan dan frustrasi atas ketidakmampuan untuk mempertahankan visi yang
jelas. Mengantuk telah dikaitkan dengan usaha fisik yang dikeluarkan untuk akomodasi
selama jangka waktu yang lama. Diplopia dapat terjadi sebagai akibat eksotropia yang
berhubungan dengan peningkatan eksofora dan penurunan amplitudo verusif fusional
positif, keduanya umum terjadi pada presbyopia. (Kurnia, 2019).
Faktor resiko
Faktor risiko paling signifikan untuk presbiopia adalah usia. Kebanyakan orang
kehilangan beberapa kemampuan untuk fokus pada objek dekat pada usia 40. Faktor
Risiko Presbiopi:
Berikut beberapa kondisi yang meningkatkan risiko mengalami presbiopia dini:
- Menderita anemia
- Mengidap diabetes
- Memiliki penyakit kardiovaskular
- Menderita penyakit autoimun, seperti multiple sclerosis, yaitu gangguan
saraf pada otak, mata, dan tulang belakang
- Menderita myasthenia gravis, yaitu penyakit autoimun yang menyerang
neuromuskular (saraf dan otot)
- Memiliki trauma pada mata atau menderita penyakit mata
- Insufisiensi vaskular atau gangguan aliran darah
- Efek samping obat-obatan tertentu, seperti antihistamin, antidepresan,
antipsikotik, dan diuretik. (Kurnia, 2019)
Pemeriksaan fisik
Anamnesa gejala – gejala dan tanda presbiopi. Keluhan pasien terkait presbiopi dapat
bermacam-macam, misalnya pasien merasa hanya mampu membaca dalam waktu singkat,
merasa cetakan huruf yang dibaca kabur atau ganda, kesulitan membaca tulisan huruf
dengan cetakan kualitas rendah, saat membaca membutuhkan cahaya yang lebih terang
atau jarak yang lebih jauh, saat membaca merasa sakit kepala dan mengantuk. (Kurnia,
2019).
Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Pin Hole
Uji lubang kecil (pin hole) ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya
tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media
penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah
setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang
belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien
terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan.
(Kurnia, 2019).
2) Uji Refraksi Subjektif
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and error Jarak pemeriksaan
6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu
Ditentukan visus / tajam penglihatan masing- masing mata. Bila visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis positif tajam penglihatan
membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita
hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur
penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam
penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila setelah
pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin
pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji
pengaburan (fogging technique). (Kurnia. 2019).
3) Uji Refraksi Objektif
 Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya
dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini
mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan
pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik. (Kurnia, 2019).
 Keratometri
Pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun
mempunyai keterbatasan. (Kurnia, 2019).
4) Uji Pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada
kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta
melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat.
Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu
lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°. Perlahan-lahan
kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmatisme
vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama
jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian
pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai
pasien melihat jelas. (Kurnia. 2019)
5) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular,
“ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak
terbentuk sempurna (Kurnia. 2019)
Patofisiologi
Cahaya masuk ke mata dan dibelokkan (refraksi) ketika melalui kornea dan struktur-
struktur lain dari mata ( kornea, humor aqueus, lensa, humor vitreus ) yang mempunyai
kepadatan berbeda-beda untuk difokuskan di retina. (Kurnia, 2019).
Mata mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat objek yang jaraknya
bervariasi dengan menipiskan dan menebalkan lensa. Penglihatan dekat memerlukan
kontraksi dari cilliary body, yang bisa memendekkan jarak antara kedua sisi cilliary body
yang diikuti relaksasi ligament pada lensa. Lensa menjadi lebih cembung agar cahaya
dapat terfokuskan pada retina. (Kurnia, 2019).
Pada mata presbiopia yang dapat terjadi karena kelemahan otot akomodasi atau lensa
mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya, menyebabkan kurang bisa mengubah
bentuk lensa untuk memfokuskan mata saat melihat. Akibat gangguan tersebut bayangan
jatuh di belakang retina. Karena daya akomodasi berkurang, maka titik dekat mata makin
menjauh. (Kurnia, 2019).
Akomodasi suatu proses aktif yang memerlukan usaha otot, sehingga dapat lelah. Jelas
musculus cilliary salah satu otot yang terlazim digunakan dalam tubuh. Derajat
kelengkungan lens yang dapat ditingkatkan jelas terbatas dan sinar cahaya dari suatu objek
yang sangat dekat individu tak dapat dibawa ke suatu focus di atas retina, bahkan dengan
usaha terbesar. Titik terdekat dengan mata, tempat suatu objek dapat dibawa ke fokus jelas
dengan akomodasi dinamai titik dekat penglihatan. Titik dekat berkurang selama hidup,
mula-mula pelan-pelan dan kemudian secara cepat dengan bertambanya usia, dari sekitar
9 cm pada usia 10 tahun sampai sekitar 83 cm pada usia 60 tahun. Pengurangan ini
terutama karena peningkatan kekerasan lens, dengan akibat kehilangan akomodasi karena
penurunan terus-menerus dalam derajat kelengkungan lens yang dapat ditingkatkan.
Dengan berlalunya waktu, individu normal mencapai usia 40-45 tahun, biasanya
kehilangan akomodasi, telah cukup menyulitkan individu membaca dan pekerjaan dekat
(Kurnia, 2019).
Tatalaksana
 Kacamata
Presbiopia dikoreksi dengan ,menggunakan lensa plus untuk mengatasi daya
fokus otomatis lensa yang hilang. Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi
diperlukan untuk membaca dekat yang berkekuaan tertentu:
+ 1.0 D untuk usia 40 tahun
+ 1.5 D untuk usia 45 tahun
+ 2.0 D untuk usia 50 tahun
+ 2.5 D untuk usia 55 tahun
+ 3.0 D untuk usia 60 tahun
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 dioptri adalah lensa positif
terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu
disesuaikan dengan kebutuhan jarak kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan
sangat subjektif sehingga angka – angka di atas tidak merupakan angka yang tetap.
(Kurnia, 2019).
Kacamata baca memiliki koreksi-dekat di seluruh aperture kacamata sehingga
kacamata tersebut baik untuk membaca, tetapi membuat benda-benda jauh menjadi
kabur. Untuk mengatasi gangguan ini, dapat digunakan kacamata yang bagian atasnya
terbuka dan tidak terkoreksi untuk penglihatan jauh. Kacamata bifokus melakukan hal
serupa tetapi memungkinkan untuk koreksi kalainan refraksi yang lain. Kacamata
trifokus mengoreksi penglihatan jauh disegmen atas, penglihatan sedang di segmen
tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah. Lensa progresif juga mengoreksi
penglihatan dekat, sedang, dan jauh tetapi dengan perubahan daya lensa yang
progresif dan bukan bertingkat. (Kurnia, 2019)
 Pembedahan
Terdapat beberapa teknik bedah untuk mengoreksi presbiopi, namun
keselamatan, keberhasilan dan kepuasan pasien masih belum bisa ditetapkan:
- Multifocal intraocular lens implants
- Accommodating intraocular lens implants
- Small-diameter corneal inlays
- Modified corneal surface techniques to create multifocal corneas
- Conductive keratoplasty (CK)
- Moldable intraocular lens implants (IOLs) to develop pseudophakic
accommodation. (Kurnia, 2019)
Komplikasi
Menurut Healthline, presbiopia yang tidak ditangani dengan baik dapat menjadi
semakin parah yang mengakibatkan penderita kesulitan melakukan pekerjaan dan
beraktivitas. Presbiopia yang dibiarkan tanpa penanganan juga menyebabkan mata bekerja
lebih keras sehingga mata menjadi lelah dan muncul sakit kepala. Pada orang tua dengan
presbyopia yang tidak dikoreksi, pasien bisa mengalami keluhan sakit kepala yang
semakin berat. (Ilyas, 2017)
Prognosis dan KIE
 Prognosis
Hampir semua pasien presbiopia dapat berhasil dalam menggunakan salah satu pilihan
penatalaksanaan. Dalam beberapa kasus (misalnya, pasien presbiopia yang baru
menggunakan kacamata, pemakai lensa kontak, pasien yang memiliki riwayat
kesulitan beradaptasi dengan koreksi visual), tambahan kunjungan untuk tindak lanjut
mungkin diperlukan. Selama kunjungan tersebut, dokter mata dapat memberikan
anjuran kepada pasien, verifikasi resep lensa dan penyesuaian bingkai. Kadang-
kadang, perubahan dalam desain lensa diperlukan. (Kurnia, 2019)
 KIE
- Menjalani pemeriksaan mata secara berkala
- Menggunakan pencahayaan yang bagus saat membaca
- Mengenakan kacamata yang sesuai dengan kondisi penglihatan
- Memakai kacamata pelindung ketika melakukan aktivitas yang berisiko
menyebabkan cedera mata
- Mengatasi penyakit yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan, seperti
diabetes dan tekanan darah tinggi
- Mengonsumsi makanan sehat yang mengandung antioksidan, vitamin A, dan beta
karoten. (Kurnia, 2019)
4. Miopia
Definisi
Miopia atau rabun jauh merupakan pembiasan berkas sinar yang masuk ke dalam mata
di suatu titik fokus di depan retina pada keadaan tanpa akomodasi. Miopia didefinisikan
sebagai ketidaksesuaian antara kekuatan refraksi media refrakta dengan panjang sumbu
bola mata dimana berkas sinar pararel yang masuk berkonvergensi pada satu titik fokus di
anterior retina. Secara klinis miopia dapat dibagi atas (Sihota R dan Tandon R, 2017):
1) Miopia kongenital
Miopia yang terjadi saat lahir, biasanya di diagnosa pada usia 2-3 tahun.
Biasanya disertai dengan kelainan anomaly lain seperti: katarak, mikropthalmos,
megalokomea, dll.
2) Miopia simpleks
Miopia yang sering terjadi dan tidak disertai dengan kelainan-kelainan lain di
mata. Tidak dijumpai kelainan fundus pada pemeriksaan funduskopi.
3) Miopia patologi
Disebut juga Degenerative Myopia atau Progressive Myopia. Kelainan refraksi
yang teijadi bersifat cepat dan progresif, biasanya pada miopia berat. Kelainan
fundus: miopic cresent, tigroid fundus.
Derajat miopia (Sihota R dan Tandon R, 2017):
- Miopia ringan : -0,25 s/d -3.00
- Miopia sedang : -3,25 s/d 6,00
- Miopia berat : -6,00 s/d -6,25. (Sihota R dan Tandon R, 2017)
Epidemiologi
World Health Organization (WHO, 2010) memperkirakan bahwa orang yang cacat
penglihatan di dunia adalah 285 juta dengan 39 juta orang buta dan 247 juta orang dengan
penurunan penglihatan, dimana 42% dari jumlah cacat penglihatan penyebabnya adalah
refraksi yang tidak terkoreksi, kemudian diikuti oleh katarak dan glaukoma.
Etiologi
Miopia disebabkan karena terlalu kuatnya pembiasan sinar di dalam mata untuk
panjangnya bola mata akibat dari :
Beberapa hal yang bisa menyebabkan mata minus:
1) Jarak yang terlalu dekat pada waktu membaca buku, menonton televisi, bermain
video games, bermain komputer, bermain telepon selular/ponsel, dan sebagainya.
Mata yang dipaksakan dapat merusak mata itu sendiri.
2) Genetik atau keturunan.
3) Terlalu lama beraktivitas pada jarak pandang yang sama seperti bekerja di depan
komputer, di depan layar monitor, di depan berkas, dan lain-lain. Mata
membutuhkan istirahat yang teratur dan cukup agar tidak terus berkontraksi secara
monoton.
4) Kebisaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan mata kita seperti membaca
sambil tidur-tiduran, membaca di tempat yang gelap, membaca di bawah matahari
langsung yang silau, menatap sumber terang langsung, dan lain sebagainya.
5) Terlalu lama mata berada di balik media transparan yang tidak cocok dengan mata
dapat mengganggu kesehatan mata seperti terlalu lama memakai helm, terlalu lama
memakai kacamata/lensa kontak yang tidak sesuai dengan mata normal kita, dan
sebagainya.
6) Kekurangan gizi yang dibutuhkan mata juga bisa memperlemah mata sehingga
kurang mampu bekerja keras dan mudah untuk terkena rabun jika mata bekerja
terlalu dipaksakan. Vitamin A, betakaroten, alpukat merupakan beberapa makanan
yang baik untuk kesehatan mata.
Selain itu, beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya miopia yaitu
usia, status gizi, onset miopia, tekanan intraokular, stress dan faktor sosial ekonomi
(Fabiola Supit, Winly. 2021).
Manifestasi klinis
Gejala klinis yang muncul yaitu:
- Dapat melihat dengan jelas, obyek dekat
- Kabur melihat obyek jauh/ penglihatan jauh yang kabur.
- Penderita miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan mata untuk mencegah
aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).
- Timbulnya keluhan yang disebut astenopia konvergensi karena pungtum remotum
(titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam
keadaan konvergensi. Bila hal di atas menetap, maka penderita akan terlihat juling
ke dalam atau esotropia (Ilyas, 2017).
Faktor resiko
American Optometric Association (AOA) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor
risiko terjadinya miopia, antara lain : riwayat keluarga (faktor herediter atau keturunan),
aktivitas melihat dekat (faktor lingkungan dan kebiasaan), penurunan fungsi akomodasi,
kelengkungan kornea dan panjang aksis bola mata (faktor mata atau pertumbuhan anatomi
mata). (Fabiola Supit, Winly. 2021).
Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan Kartu Snellen, dengan cara:
a. Pasien duduk dengan jarak 6 m dari kartu snellen dengan satu mata ditutup
b. Pasien diminta membaca huruf yang tertulis di kartu, mulai dari baris paling
atas ke bawah, dan ditentukan baris terakhir yang masih dapat dibaca
seluruhnya dengan benar.
c. Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas (terbesar), maka dilakukan
uji hitung jari dari jarak 6 m.
d. Jika pasien tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, maka jarak dapat
dikurangi satu meter, sampai maksimal jarak penguji dengan pasien satu
meter.
e. Jika pasien tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan dari jarak satu
meter.
f. Jika pasien tetap tidak bisa melihat lambaian tangan, dilakukan uji dengan arah
sinar.
g. Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar, maka dikatakan
penglihatannya adalah nol (0) atau buta total (Ilyas S, Yulianti SR. 2015).
Penilaian
- Tajam penglihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat membaca seluruh
huruf dalam kartu snellen dengan benar.
- Bila baris yang dapat dibaca seluruhnya bertanda 30, maka dikatakan tajam
penglihatan 6/30. Berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6 m yang oleh
orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 30 m.
- Bila dalam uji hitung jari, pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah
jari yang diperlihatkan pada jarak 3 m, maka dinyatakan tajam penglihatan
3/60. Jari terpisah dapat dilihat orang normal pada jarak 60 m.
- Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 m.
Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti
tajam penglihatan adalah 1/300.
- Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja, tidak dapat melihat lambaian
tangan, maka dikatakan sebagai 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar
pada jarak tidak berhingga (Ilyas, 2017).
2) Pemeriksaan Kelainan Refraksi
Dilakukan pada satu mata secara bergantian, biasanya dimulai dengan mata
kanan kemudian mata kiri. Dilakukan setelah tajam penglihatan diperiksa dan diketaui
terdapat kelainan refraksi. Cara:
a. Pasien duduk dengan jarak 6 m dari kartu snellen.
b. Satu mata ditutup, dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca baris
terkecil yang masih dapat dibaca.
c. Pada mata yang terbuka diletakkan lensa positif +0,50 untuk menghilangkan
akomodasi pada saat pemeriksaan.
d. Kemudian diletakkan lensa positif tambahan, dikaji:
 Bila penglihatan tidak bertambah baik, berarti pasien tidak
hipermetropia.
 Bila bertambah jelas dan dengan kekuatan lensa yang ditambah
perlahan- lahan bertambah baik, berarti pasien menderita hipermetropia.
Lensa positif terkuat yang masih memberikan ketajaman terbaik
merupakan ukuran lensa koreksi untuk mata hipermetropia tersebut.
e. Bila penglihatan tidak bertambah baik, maka diletakkan lensa negative. Bila
menjadi jelas, berarti pasien menderita myopia. Ukuran lensa koreksi adalah
lensa negative teringan yang memberikan ketajamam penglihatan maksimal.
f. Bila baik dengan lensa negative maupun positif penglihatan tidak maksimal
(penglihatan tidak dapat mencapai 6/6 ), maka dilakukan uji pinhole. Letakkan
pinhole di depan mata yang sedang diuji dan diminta membaca baris terakhir
yang masih dapat dibaca sebelumnya. Bila:
- pinhole tidak memberikan perbaikan, berarti mata tidak dapat dikoreksi
lebih lanjut karena media penglihatan keruh, terdapat kelainan pada
retina atau saraf optic.
- Terjadi perbaikan penglihatan, maka berarti terdapat astigmatisma atau
silinder pada mata tersebut yang belum mendapat koreksi.
g. Bila pasien astigmatisma, maka pada mata tersebut dipasang lensa positif yang
cukup besar untuk membuat pasien menderita kelainan refraksi astigmatismus
miopikus.
h. Pasien diminta untuk melihat kartu kipas astigmat dan ditanya garis pada kipas
yang paling jelas terlihat.
i. Bila pebedaan tidak terlihat, lensa positif diperlemah sedikit demi sedikit hingga
pasien dapat melihat garis yang terjelas dan kabur.
j. Dipasang lensa silinder negative dengan sumbu sesuai dengan garis terkabur
pada kipas astigmat.
k. Lensa silinder negative diperkuat sedikit demi sedikit pada sumbu tersebut
hingga sama jelasnya dengan garis lainnya.
l. Bila sudah sama jelasnya, dilakukan tes kartu snellen kembali.
Pemeriksaan penunjang
1) Auto Refrakto-keratometri (ARK)
2) Streak Retinoskopi. (Kurnia, 2019)
Patofisiologi
Penelitian-penelitian terdahulu mengemukakan bahwa miopia disebabkan oleh
pemanjangan sumbu bola mata, namun penyebab yang mendasarinya masih belum jelas
sepenuhnya. Terdapat dua teori utama tentang terjadinya pemanjangan sumbu bola mata
pada miopia. Yang pertama adalah teori biologik, menganggap bahwa pemanjangan
sumbu bola mata sebagai akibat dari kelainan pertumbuhan retina (overgrowth) sedangkan
teori yang kedua adalah teori mekanik yang mengemukakan adanya penekanan (stres)
sklera sebagai penyebab pemanjangan tersebut.
Salah satu mekanisme pemanjangan sumbu bola mata yang diajukan pada teori
mekanik adalah penekanan bola mata oleh muskulus rektus medial dan obliq superior.
Seperti diketahui, penderita miopia selalu menggunakan konvergensi berlebihan. Von
Graefe mengatakan bahwa otot ekstraokular terutama rektus medial bersifat miopiagenik
karena kompresinya terhadap bola mata pada saat konvergensi. Jakson menganggap
bahwa konvergensi merupakan faktor etiologik yang penting dalam perkembangan
miopia. Dikemukakan juga bahwa muskulus oblik superior juga menekan bola mata pada
waktu melihat atau bekerja terlalu lama.
Konvergensi berlebihan disebabkan oleh karena penderita miopia memiliki jarak pupil
yang lebar. Di samping lebar, orbita juga lebih rendah sehingga porsi muskulus oblik
superior yang menekan bola mata lebih besar. Jadi di sini ada pengaruh dari anatomi mata
terhadap terjadinya miopia. Kebenaran akan hal ini telah dikonfirmasi oleh beberapa ahli
lain.
Possey dan Vandergift mengemukakan bahwa anatomi merupakan faktor yang
terpenting dalam terjadinya miopia. Fox mengidentifikasikan orbita bagian dalam akan
lebih memungkinkan untuk terjadinya pemanjangan sumbu bola mata (Fabiola Supit,
Winly. 2021).
Tatalaksana
Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk mata
difokuskan tepat di retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan cara:
 Cara Optik
1) Kacamata (Lensa konkaf)
Koreksi miopia dengan kacamata, dapat dilakukan dengan menggunakan
lensa konkaf (Cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu
lensa cekung akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya
bias terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada miopia,
keadaan ini dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan
mata. Lensa cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum
masuk ke mata, dengan demikian fokus banyangan dapat dimundurkan ke arah
retina. (Fabiola Supit, Winly. 2021)
2) Lensa kontak
Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan kornea.
Lensa ini tetap ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi
ruang antara lensa kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa
kontak adalah menghilangkan hampir semua pembiasan yang terjadi
dipermukaan anterior kornea, penyebabnya adalah air mata mempunyai indeks
bias yang hampir sama dengan kornea sehingga permukaan anterior kornea
tidak lagi berperan penting sebagai dari susunan optik mata. Sehingga
permukaan anterior lensa kontaklah yang berperan penting. (Fabiola Supit,
Winly. 2021)
 Cara operasi pada kornea
Ada beberapa cara, yaitu:
1) Radikal keratotomy (dengan pisau) yaitu operasi dengan menginsisi kornea
perifer sehingga kornea sentral menjadi datar. Hal ini menyebabkan sinar yang
masuk ke mata menjadi lebih dekat ke retina.
2) Excimer laser (dengan sinar laser) yaitu operasi dengan menggunakan tenaga
laser untuk mengurangi kecembungannya dan dilengketkan kembali.
3) Keratomileusis yaitu bila kornea yang terlalu cembung di insisi kemudian
dikurangi kecembungannya dan dilengketkan Kembali.
4) Epiratopati yaitu operasi dengan melakukan penjahitan keratolens yang sesuai
dengan koreksi refraksi ke kornea penderita yang telah di buang epitelnya.
(Fabiola Supit, Winly. 2021)
Cara operasi di atas masih mempunyai kekurangan-kekurangan, oleh karena itu
para ahli mencoba untuk mencari jalan lain yang dapat mengatasi kekurangan tersebut
dengan jalan mengambil lensa mata yang masih jernih (clear lens extraction/CLE).
(Fabiola Supit, Winly. 2021)
Komplikasi
Miopi yang tidak ditangani dengan tepat akan mengganggu kualitas hidup penderita,
karena ia tidak dapat menjalani aktivitas sehari-hari dengan normal. Selain itu, miopi berat
juga meningkatkan risiko gangguan mata lain, seperti:
- Ablasio retina/pelepasan retina,
- katarak dan
- glaucoma (Ilyas, 2017).
Prognosis dan KIE
 Prognosis
Prognosis gangguan refraksi umumnya baik karena kondisi ini dapat dikoreksi
dengan mudah menggunakan kacamata atau lensa kontak. Potensi komplikasi
gangguan refraksi mencakup progresivitas gangguan refraksi, peningkatan risiko
penyakit oftalmologi lain akibat gangguan refraksi derajat tinggi, amblyopia, hingga
kebutaan (Ilyas, 2017).
 KIE
Edukasi dan promosi kesehatan gangguan refraksi diperlukan terkait metode
koreksi yang digunakan. Pada pasien yang mengenakan lensa kontak, perlu dilakukan
edukasi terkait pemakaian dan perawatan yang tepat. Selain itu, lakukan juga edukasi
mengenai pemantauan perkembangan gangguan refraksi agar kacamata atau kontak
lensa yang digunakan dapat disesuaikan bila perlu. (Fabiola Supit, Winly. 2021).
Pada pasien anak, edukasi orang tua menjadi penting untuk deteksi dini
gangguan refraksi. Anak yang memiliki keluhan seperti menyipitkan mata dan
penglihatan jauh atau dekat yang kabur, harus segera dibawa ke dokter mata untuk
pemeriksaan lanjutan. Sampaikan pentingnya penanganan dini untuk mencegah
progresivitas gangguan refraksi dan komplikasi seperti amblyopia. Orang tua anak
yang tidak memiliki keluhan dapat diedukasi untuk melakukan pemeriksaan mata
setiap 6 bulan. (Fabiola Supit, Winly. 2021).
5. Hipermitropia
Definisi
Hipermetropia adalah anomali refraksi yang mana tanpa akomodasi, sinar sejajar akan
terfokus di belakang retina. Sinar divergen dari objek dekat, akan difokuskan lebih jauh di
belakang retina. (Ilyas, 2017)
Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat. Hipermetropia
merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak
cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang makula lutea. Dimana
hipermetropi merupakan anomali perkembangan & semua mata itu hipermetropi pada saat
lahir 80-90% pada 5 tahun pertama kehidupan 48% pada 16 tahun. (Ilyas, 2017)
 Klasifikasi
 Berdasarkan gejala klinis, hipermetropia dibagi menjadi tiga yaitu (Ilyas,
2017):
- Hipermetropiasimpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal,
etiologinya bisa axial atau refraktif
- Hipermetropia patologik disebabkan oleh anatomi okular yang
abnormal karena maldevelopment, penyakit okular, atau trauma
- Hipermetropia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses
akomodasi
 Berdasarkan derajat beratnya, hipermetropia juga dibagi menjadi tiga yaitu:
- Hipermetropia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang.
- Hipermetropia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00
D.
- Hipermetropia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi
Epidemiologi
Hipermetropia merupakan anomali perkembangan dan secara praktis semua mata
adalah hipermetropia pada saat lahir. 80% hingga 90% mata didapati hipermetropia pada
5 tahun pertama kehidupan. Pada usia 16 tahun, sekitar 48% mata didapati tetap
hipermetropia. Pada masa remaja, derajat hipermetropia akan berkurang karena panjang
axial mata bertambah sehingga periode pertumbuhan berhenti. Pada masa itu,
hipermetropia yang menetap akan menjadi relatif konstan sehingga munculnya presbyopia
(Ilyas, 2017).
Etiologi
Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih pendek. Akibat
bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan difokuskan di belakang retina.
Berdasarkan penyebabnya, hipermetropia dapat dibagi atas : Hipermetropia sumbu atau
aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior
yang pendek. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang
sehingga bayangan difokuskan di belakang retina. Hipermetropia indeks refraktif, dimana
terdapat indeks bias yang kurang pada sistem optik mata. (Ilyas, 2017)
Manifestasi klinis
Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh kabur,
sakit kepala, silau, dan kadang rasa juling atau lihat ganda. Pasien hipermetropia sering
disebut sebagai pasien rabun dekat. Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya
akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk
melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di
daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus menerus
berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergasi dan mata akan
seering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam. (Ilyas, 2017).
Gejala klinis hipermetropia:
1) Subjektif:
a. Kabur bila melihat dekat
b. Mata cepat lelah, berair, sering mengantuk dan sakit kepala (astenopia
akomodatif).
2) Objektif:
a. Pupil agak miosis.
b. Bilik mata depan lebih dangkal.
Faktor resiko
Terdapat beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang menderita
hipermetropi, yaitu:
- Memiliki orang tua yang menderita hipermetropi
- Berusia di atas 40 tahun
- Menderita diabetes, kanker di sekitar mata, gangguan pada pembuluh darah
di retina, atau sindrom mata kecil (microphatalmia). (Ilyas, 2017)
Pemeriksaan fisik
Kelainan refraksi hipermetropi dapat di periksa dengan melakukan pemeriksaan Okuler:
1) VisualAcuity
Mempergunakan beberapa alat untuk mengetahui kemampuan membaca pasien
hipermetropi dalam jarak dekat. Seperti Jaeger Notation, Snellen metric distance dan
Lebehnson.
2) Refraksi
Retinoskopi merupakan prosedur yang digunakan secara luas untuk menilai
hipermetropia secara objektif. Prosedur yang dilakukan meliputi static retinoscopy,
subjective refraction dan autorefraction.
3) Pergerakan Okuler, Pandangan Binokuler dan Akomodasi
Pemeriksaan ini diperlukan karena gangguan pada fungsi visual diatas dapat
menyebabkan terganggunya visus dan performa visual yang menurun.
4) Assesmen kesehatan okuler dan Skreening Kesehatan Sistemik
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa hipermetropia dapat berupa
respon pupil, uji konfrontasi lapangan pandang, uji penglihatan warna, pengukuran
tekanan intraokuler dan pemeriksaan posterior bola mata dan adnexa.
5) Kesehatan Segmen Anterior
Pada pasien dengan daya akomodasi yang masih sangat kuat atau pada anak-anak,
sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan pemberian siklopegik atau melumpuhkan
otot akomodasi. (Ilyas, 2017)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis hipermetropi adalah
ophtalmoscope. (Ilyas, 2017)
Patofisiologi
Secara patofisiologi hipermetropi terjadi akibat Sumbu utama bola mata yang terlalu
pendek, daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah, kelengkungan kornea dan lensa
tidak adekuat perubahan posisi lensa dapat menyebapkan sinar yang masuk dalam mata
jatuh di belakang retina sehingga penglihatan dekat jadi terganggu. (Ilyas, 2017)
Tatalaksana
Terapi sebaiknya dilakukan untuk mengurangi gejala dan resiko selanjutnya karena
hipermetrop. Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung untuk
mematahkan sinar lebih kaut kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah di berikan
koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal.
Hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa positif terbesar yang masih memberi
tajam penglihatan maksimal. (Ilyas, 2017)
1) Koreksi Optik
Diantara beberapa terapi yang tersedia untuk hipermetrop, koreksi optik
dengan kacamata dan kontak lens paling sering digunakan. Modal utama dalam
penatalaksanaan hipermetrop signifikan adalah koreksi dengan kacarnata. Lensa
plus sferis atau sferosilinder diberikan untuk menfokuskan cahaya dari belakang
retina ke retina. (Ilyas, 2017)
2) Bedah fraksi
Bedah refraksi merupakan suatu prosedur bedah atau laser yang dilakukan
pada mata untuk merubah kekuatan refraksinya dan tidak terlalu bergantung pada
kacamata atau lensa kontak. Koreksi bedah refraksi untuk hipermetrop kurang
berkembang dibandingkan dengan miopi. Eksperimen Lans (1898) merupakan
langkah pertama dalam koreksi bedah hipermetrop, yaitu menambah kekuatan
komea dengan menggunakan 'supeficial radial burns' pada kornea kelinci dan
kemudian dilakukan thermokeratoplasty (TKP). Menyusul suksesnya radial
keratotomy dalam terapi miop, Yamashita dkk (1986) mengembangkan teknik
insisi enam sisi, yang dikenal kemudian dengan hexagonal keratotomy, sebagai
metode yang potensial dalam mengkoreksi overkoreksi radial keratotomy. (Ilyas,
2017).
Selain itu, tatalaksana yang dapat dilakukan pada pasien dengan hipermetropi
yaitu:
- Sejak usia 5 atau 6 tahun, koreksi tidak dilakukan terutama tidak
munculnya gejala-gejala dan penglihatan normal pada setiap mata.
- Dari usia 6 atau 7 tahun hingga remaja dan berlanjut hingga waktu
presbiopia, hipermetropia dikoreksi dengan lensa positif yang terkuat.
Bisa memakai kaca mata atau lensa kontak.
- Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki
hipermetropia dengan membentuk semula kurvatura kornea. Metode
pembedahan refraktif termasuk.
a. Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)
b. Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)
c. Photorefractive keratectomy (PRK)
d. Conductive keratoplasty (CK). (Ilyas, 2017)
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah esotropia dan glaucoma. Esotropia atau juling ke
dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi
akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata.
(Ilyas, 2017)
Prognosis dan KIE
 Prognosis
Prognosis tergantung onset kelainan, waktu pemberian peengobatan, pengobatan
yang diberikan dan penyakit penyerta. Pada anak-anak, jika koreksi diberikan
sebelum saraf optiknya matang (biasanya pada umur 8-10 tahun), maka
prognosisnya lebih baik. (Ilyas, 2017)
 KIE
Meskipun hipermetropi tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang bisa
dilakukan untuk membantu menjaga kesehatan mata dan penglihatan, yaitu:
- Memeriksakan mata secara rutin
- Mengonsumsi makanan bernutrisi seimbang
- Menggunakan penerangan yang baik
- Menggunakan kacamata hitam saat terpapar sinar matahari langsung
- Menggunakan kacamata yang tepat
- Memakai pelindung mata saat melakukan aktivitas tertentu seperti
mengecat, memotong rumput, atau saat menggunakan produk kimia
- Mengendalikan kadar gula darah dan tekanan darah, bila menderita
hipertensi atau diabetes
- Berhenti merokok. (Rohayati, 2018)
6. Antigmatisme
Definisi
Astigmatisma atau sering disebut sebagai mata silinder adalah pembiasaan pada lebih
dari satu titik fokus berkas sinar yang sejajar yang masuk ke dalam mata pada keadaan
tanpa akomodasi. Kornea kadang tidak melengkung sempurna sehingga (Ilyas, 2017)
- Fokus lebih dari satu.
- Obyek terlihat membayang – tidak tajam
Astigmatisma diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan tipe, berdasarkan bentuk
terbagi atas astigmatisma regular dan irregular. (Ilyas, 2017).
a. Pada astigmatisma regular terdapat meridian utama yang saling tegak lurus
yang masing-masing memiliki daya bias terkuat dan terlemah.
b. Pada astigmatisma irregular didapatkan titik fokus yang tidak beraturan.
terminologi mata silinder temyata tidak tepat karena sebenamya bukan
matanya yang silinder, tetapi lensa yang fungsinya mengoreksi keadaan
astigmatisme itulah yang bersifat silinder.
 Astigmatisma (C) bisa berdiri sendiri atau berkombinasi dengan myopia (S
-) dan hypermetropia (S +).
- Bila berdiri sendiri: Astigmat Simplek
Astigmat Myopia Simpleks
Astigmat Hypermetropia Simpleks
- Bila kombinasi:
Astigmatisma Myopia Compositus
Astigmatisma Hypermetropia Compositus
Astigmat Mixtus (Ilyas, 2017).
Pembagian berdasarkan tipe terbagi menjadi 5, yaitu (Ilyas, 2017):
a. Astigmatisma hipermetropia simplek, salah satu meridian utama emetropia
dan miridian utama lainnya hipermetropia.
b. Astigmatisma miopia simplek, salah satu meridian utama emetropia dan
miridan utama lainnya miopia.
c. Astigmatisma hipermetropia kompositus, kedua meridian utama
hipermetropia dengan derajat yang berbeda.
d. Astigmatisma miopia kompisitus, kedua meridian utama miopia dengan
derajat yang berbeda.
e. Astigmatisma mikstus, satu meridian utama hipermetropia dan meridian
utama lain miopia.
Epidemiologi
World Health Organization (WHO, 2010) memperkirakan bahwa orang yang cacat
penglihatan di dunia adalah 285 juta dengan 39 juta orang buta dan 247 juta orang dengan
penurunan penglihatan, dimana 42% dari jumlah cacat penglihatan penyebabnya adalah
refraksi yang tidak terkoreksi, kemudian diikuti oleh katarak dan glaucoma (Ilyas S,
Yulianti SR. 2015)..
Etiologi
Astigmatisma dapat muncul saat lahir atau berkembang seiring dengan penuaan.
Kornea dan lensa mata memiliki fungsi untuk membiaskan dan meneruskan cahaya. Pada
penderita astigmatisma, bentuk kornea yang tidak merata menyebabkan cahaya yang
masuk tidak terbiaskan dengan sempurna. Meski astigmatisma umumnya terjadi sejak
lahir, ada beberapa faktor lain yang menjadi penyebabnya yaitu:
- Mengalami penyakit mata lain
- Mengalami cedera pada mata
- Memiliki keluarga dengan riwayat astigmatisma
- Mengalami down syndrome
- Mengalami kelahiran premature
- Munculnya benjolan pada kelopak mata
- Mengalami penyakit rabun hipermetropi atau hyperopia. (Ilyas, 2017)
Manifestasi klinis
Pada astigmatisme yang ringan hingga sedang biasanya tidak terdapat gejala, kecuali
pada yang astigmatisme berat akan penglihatan kabur, penglihatan ganda, distorsi dari
bagian-bagian lapang pandang, tampak garis-garis vertikal, horizontal atau miring yang
kabur, memegang bahan bacaan dekat dengan mata, sakit kepala, mata berair, mata lelah,
dan memiringkan kepala untuk melihat dengan lebih jelas. (Ilyas, 2017)
Faktor resiko
- Komplikasi akibat operasi mata.
- Cedera pada kornea akibat infeksi.
- Kondisi pada kelopak mata yang mengganggu struktur kornea.
- Keratoconus dan keratoglobus, yaitu kondisi ketika kornea dapat berubah bentuk,
baik menggembung atau menipis.
- Kondisi mata lainnya yang memengaruhi kornea atau lensa. (Ilyas, 2017)
Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan Kartu Snellen, dengan cara:
a. Pasien duduk dengan jarak 6 m dari kartu snellen dengan satu mata ditutup
b. Pasien diminta membaca huruf yang tertulis di kartu, mulai dari baris paling
atas ke bawah, dan ditentukan baris terakhir yang masih dapat dibaca
seluruhnya dengan benar.
c. Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas (terbesar), maka dilakukan
uji hitung jari dari jarak 6 m.
d. Jika pasien tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, maka jarak dapat
dikurangi satu meter, sampai maksimal jarak penguji dengan pasien satu
meter.
e. Jika pasien tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan dari jarak satu
meter.
f. Jika pasien tetap tidak bisa melihat lambaian tangan, dilakukan uji dengan
arah sinar.
g. Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar, maka dikatakan
penglihatannya adalah nol (0) atau buta total.

Penilaian

- Tajam penglihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat membaca


seluruh huruf dalam kartu snellen dengan benar.
- Bila baris yang dapat dibaca seluruhnya bertanda 30, maka dikatakan
tajam penglihatan 6/30. Berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6 m
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 30 m.
- Bila dalam uji hitung jari, pasien hanya dapat melihat atau menentukan
jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3 m, maka dinyatakan tajam
penglihatan 3/60. Jari terpisah dapat dilihat orang normal pada jarak 60
m.
- Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak
300 m. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1
meter, berarti tajam penglihatan adalah 1/300.
- Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja, tidak dapat melihat
lambaian tangan, maka dikatakan sebagai 1/~. Orang normal dapat
melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga.
2) Pemeriksaan Kelainan Refraksi
Dilakukan pada satu mata secara bergantian, biasanya dimulai dengan mata
kanan kemudian mata kiri. Dilakukan setelah tajam penglihatan diperiksa dan
diketaui terdapat kelainan refraksi. Cara:
- Pasien duduk dengan jarak 6 m dari kartu snellen.
- Satu mata ditutup, dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca baris
terkecil yang masih dapat dibaca.
- Pada mata yang terbuka diletakkan lensa positif +0,50 untuk menghilangkan
akomodasi pada saat pemeriksaan.
- Kemudian diletakkan lensa positif tambahan, dikaji:
 Bila penglihatan tidak bertambah baik, berarti pasien tidak
hipermetropia.
 Bila bertambah jelas dan dengan kekuatan lensa yang ditambah
perlahan- lahan bertambah baik, berarti pasien menderita
hipermetropia. Lensa positif terkuat yang masih memberikan
ketajaman terbaik merupakan ukuran lensa koreksi untuk mata
hipermetropia tersebut.
- Bila penglihatan tidak bertambah baik, maka diletakkan lensa negative. Bila
menjadi jelas, berarti pasien menderita myopia. Ukuran lensa koreksi adalah
lensa negative teringan yang memberikan ketajamam penglihatan maksimal.
- Bila baik dengan lensa negative maupun positif penglihatan tidak
maksimal (penglihatan tidak dapat mencapai 6/6 ), maka dilakukan uji
pinhole. Letakkan pinhole di depan mata yang sedang diuji dan diminta
membaca baris terakhir yang masih dapat dibaca sebelumnya. Bila:
 Pinhole tidak memberikan perbaikan, berarti mata tidak dapat
dikoreksi lebih lanjut karena media penglihatan keruh, terdapat
kelainan pada retina atau saraf optic.
 Terjadi perbaikan penglihatan, maka berarti terdapat astigmatisma
atau silinder pada mata tersebut yang belum mendapat koreksi.
- Bila pasien astigmatisma, maka pada mata tersebut dipasang lensa positif
yang cukup besar untuk membuat pasien menderita kelainan refraksi
astigmatismus miopikus.
- Pasien diminta untuk melihat kartu kipas astigmat dan ditanya garis pada
kipas yang paling jelas terlihat.
- Bila pebedaan tidak terlihat, lensa positif diperlemah sedikit demi sedikit
hingga pasien dapat melihat garis yang terjelas dan kabur.
- Dipasang lensa silinder negative dengan sumbu sesuai dengan garis terkabur
pada kipas astigmat.
- Lensa silinder negative diperkuat sedikit demi sedikit pada sumbu tersebut
hingga sama jelasnya dengan garis lainnya.
- Bila sudah sama jelasnya, dilakukan tes kartu snellen kembali.
- Bila tidak didapatkan hasil 6/6, maka mungkin lensa positif yang diberikan
terlalu berat, harus dikurangi perlahan-lahan, atau ditambah lensa negative
perlahan-lahan sampai tajam penglihatan menjadi 6/6. Derajat astigmat
adalah ukuran lensa silinder negative yang dipakai hingga gambar kipas
astigmat tampak sama jelas (Ilyas, 2017).
Pemeriksaan penunjang
Untuk mengetahui apakah pasien mengalami astigmatisme, dokter perlu melakukan tes
mata sebagai berikut. (Ilyas, 2017):
1) Uji Refraksi
Uji refraksi atau phoropter merupakan pengujian melalui penggunaan mesin
refraktor optik yang memiliki beberapa lensa kaca korektif dengan kekuatan
berbeda. Nantinya dokter akan meminta pengidap astigmatisme untuk membaca
grafik sambil melihat melalui lensa yang kekuatannya berbeda pada refraktor optik.
Mereka akhirnya akan menemukan lensa yang mengoreksi penglihatan Anda dengan
tepat.
2) Keratometry
Keratometer atau keratometry adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk
mengukur kurva atau kelengkungan kornea mata. Selain itu, dokter mata juga
mungkin akan menggunakan topografi kornea. Tujuannya untuk mengetahui
informasi lebih lanjut tentang bentuk permukaan kornea.
3) Topografi
Tes ini bertujuan untuk mendiagnosis adanya potensi keratoconus. Nantinya,
hasil dari tes ini dokter akan menentukan jenis operasi apa yang akan dilakukan bila
memang diperlukan. (Ilyas, 2017).
Patofisiologi
Susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata pada orang dengan
penglihatan normal cenderung seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata normal disebut sebagai mata
emetropia di mana bayangan benda akan di tempatkan tepat di retina pada saat mata dalam
keadaan tidak melakukan akomodasi atau beristirahat.

Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil, kemudian difokuskan
oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina. Fotoreseptor pada retina mengumpulkan
informasi yang ditangkap mata, kemudian mengirimkan sinyal informasi tersebut ke otak
melalui saraf optik. Semua bagian tersebut harus bekerja simultan untuk dapat melihat
suatu objek. Kemudian yang terjadi pada pasien adalah terbentuk lebih dari 1 titik fokus,
hal ini terjadi biasanya karena bentuk kurvatura kornea atau dapat juga disebabkan karena
lensa yang mengalami subluksasi atau terjatuh atau dapat juga disebabkan oleh retina.
Gambar di atas menunjukkan meredian mata normal antara meredian vertikal dan
horizontal simetris dan pada pasien astigmatisma, bisa terjadi kelainan yang reguler dan
irreguler yaitu ketidaksimetrisan antara meredian yang satu dengan yang lainnya.

Hal ini membedakan dengan kelainan refraksi seperti miopia dan hiperopia yang
memiliki 1 titik fokus. Pada astigmatisme reguler tiap meridian memberikan kekuatan
refraksi yang lebih dari meridian yang lain. Hampir seluruh meridian akan tegak lurus
pada meridian lainnya. Astigmatisme reguler terbagi menjadi with the rule memiliki
vertikal meridian dengan kekuatan refraksi yang lebih dibandingkan horizontal,
sementara bila meridian horizontal memberikan kekuatan yang lebih kuat disebut
dengan astigmatisme against the rule. Bayangan yang dibentuk diantara 2 titik fokus
disebut conoid of Strum, bayangan pada bagian tengah terbentuk disebut circle of least
confusion dimana bayangan terbaik akan terbentuk. Pada pasien ini didapatkan power
kornea yang lebih kuat pada axis vertikal sehingga astigmatisme yang dibentuk adalah
astigmatisme with the rule (Ilyas, 2017)

Astigmatisme reguler dapat dibagi menjadi titik lokasi bayangan yang jatuh,
a. Bila salah satu bayangan pada jatuh di retina dan bayangan lain jatuh di
depan retina disebut juga astigmatisme miopia simpleks.
b. Bila bayangan lain jatuh pada belakang retina disebut dengan astigmatisme
hiperopia simpleks.
c. Kedua bayangan jatuh di depan retina maka disebut astigmatisme miopia
kompositus,
d. Bila kedua bayangan jatuh di belakang retina dapat disebut dengan
astigmatisme hiperometropia kompositus
e. Bila satu bayangan jatuh di depan retina dan bayangan berikutnya jatuh di
belakang retina dapat disebut dengan astigmatisme mixtus.
f. Pada kedua mata pasien 1 meridian jatuh pada retina, sementara 1 bayangan
lainnya jatuh di depan retina sehingga membentuk astigmatisme myopia.
simpleks (Ilyas, 2017)
Tatalaksana
Tatalaksana dari kasus astigmatisme ini yang paling simpel yaitu dapat dengan
kacamata ataupun menggunakan lensa kontak apabila penderita tidak menggunakan
kacamata. Selain itu dapat dilakukan operasi. Meski kelainan refraktif paling umum
dikoreksi dengan kacamata atau lensa kontak, koreksi bedah laser sekarang makin populer.
Laser excimer dengan tepat menghilangkan bagian jaringan stroma superfisial dari kornea
untuk memodifikasi bentuknya. Miopi dikoreksi dengan meratakan korneanya dan
hipermetropi melandaikannya. Pada keratektomi fotorekraktif, laser ditujukan pada
permukaan kornea. Pada LASIK, pertama dibuat flap stroma kornea dengan ketebalan
parsial dengan pisau otomatis yang bergerak dengan cepat. Flap ini diangkat dab laser
ditujukan kejaringan stroma. Radial keratotomi adalah suatu tehnik operasi untuk
menaggulangi miopia dan astigmatisma. Indikasi operasi radial keratotomi yaitu kacamata
terlalu tebal atau terlalu berat, tidak cocok dengan lensa kontak, anisometropia. Biasanya
diatas 18 tahun, tidak menderita penyakit yang dapat mengganggu kesembuhan kornea,
seperti diabetes mellitus, glaukoma, penyakit kornea, dan lain-lain.
- Untuk astigmatisme yang kecil, tidak perlu dikoreksi dengan silinder.
- Untuk astigmatisme yang gejalanya timbul, pemakaian lensa silender bertujuan
untuk mengurangkan gejalanya walaupun kadang-kadang tidak memperbaiki
tajam penglihatan.
- Aturan koreksi dengan lensa silinder adalah dengan meletakkannya pada aksis
90° dari garis tergelap yang dilihat pasien pada kartu tes astigmatisme. Untuk
astigmatisme miopia, digunakan silinder negatif, untuk astigmatisme hiperopia,
digunakan silinder positif.
- Untuk astigmatisme irregular, lensa kontak bisa digunakan untuk meneutralisasi
permukaan kornea yang tidak rata.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat disebabkan oleh astigmatisme adalah ambliopia atau disebut
juga mata malas (lazy eyes), apabila astigmatisme yang dialami oleh satu mata sejak lahir.
Hal ini terjadi karena otak 42 terbiasa mengabaikan sinyal yang dikirimkan oleh mata.
Ambliopia dapat diobati jika didiagnosis dan diterapi sejak awal sebelum jalur penglihatan
di otak berkembang sepenuhnya. Dengan demikian anak akan terhindar dari amblyopia.
(Ilyas, 2017)
Prognosis dan KIE
 Prognosis
Prognosis gangguan refraksi umumnya baik karena kondisi ini dapat dikoreksi dengan
mudah menggunakan kacamata atau lensa kontak. Potensi komplikasi gangguan
refraksi mencakup progresivitas gangguan refraksi, peningkatan risiko penyakit
oftalmologi lain akibat gangguan refraksi derajat tinggi, amblyopia, hingga kebutaan.
(Jurnal Andalas, 2018)
 KIE
Gangguan penglihatan astigmatisme sebenarnya tidak dapat dicegah. Bisa melakukan
pemeriksaan mata secara teratur penting untuk penglihatan dan kesehatan mata.
Sebab, astigmatisme dapat meningkat secara perlahan, sehingga deteksi dini terkait
kondisi tersebut sangatlah penting, pemeriksaan mata secara rutin juga bermanfaat
untuk mendeteksi berbagai masalah penglihatan lainnya. (Jurnal Andalas, 2018)
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, berdasarkan skenario pada pasien
diatas datang dengan keluhan pandangan kabur sejak 3 bulan lalu dimana adanya penurunan
visus dengan hasil tes OD 6/20 dan OS 6/30 juga pinhole + yang mengarahkan kami bahwa
pasien mengalami gangguan refraksi yakni dimana kemungkinan adanya gangguan pada lensa
ataupun kornea pasien sehingga menyebabkan bayangan tidak jatuh tepat pada makula retina
atau disebabkan karena adanya penuruna kekuatan otot siliaris pasien sehingga menyebabkan
penurunan kemampuan akomodasi mata pasien.
Berdasarkan keluhan pasien dan hasil pemeriksaan kami menentukan Ddmiopi,
hipermetropi, astigmatisma, presbiopi. Miopi atau rabun dekat yakni dimana lensa yang
berbentuk lebih cembung sehingga sumbu bola mata (diameter anteroposterio mata)
memanjang dan sehingga objek jatuh didepan retina, hipermetopi atau rabun jauh yakni lensa
lebih cekung atau mendatar dari sehingga sumbu bola mata pasien memendek dan objek jatuh
dibelakang retina, astigmatisma atau silindris yakni adanya kelainan pada korne yang
menyebabkan permukaan kornea tidak rata sehingga cahaya yang masuk kemata dibiaskan
secara tidak rata dan terdapat dua atau lebih titik fokus pada retina dan presbiopi atau kadang
disebut mata tua dimana adanya penurunan kekuatan otot siliairis yang sering terjadi pada usia
tua sehingga musculus suspensorium tidak dapat berelaksasi secara sempurna dan
menyebabkan lensa lebih cekung menyababkan terjadinya penurunan daya akomodasi yang
berdampak pada kerabunan jika seseorang tersebut melihat benda beda dengan jarak dekat.
Namun dari DD pasien masih belum bisa dilakukanya penegakan DX dikarenakan kurangnya
informasi mengenai gejala yang dialami oleh pasien juga dari hasil pemeriksaan yang belum
lengkap.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2020. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 10.
Singapura: Elsevier Saunders.

American Academy of Ophthalmology. 2011 – 2012. Basic and Clinical Sciences


CourseSection 3. Clinical Optics. 142-143

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.


(2018). Riset Kesehatan Dasar. Riskesdas 2013. 1 Desember 2013.
http://labmandat.litbang.depkes.go.id

Costanzo, L.S. (2017). Essential Fisiologi Kedokteran. Edisi Kelima. Binarupa Aksara. 73.

D. Soebagjo, Hendrian, 2019. Penyakit Sistem Lakrimal. Departemen Ilmu Kesehatan Mata,
Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga. Airlangga University Press.

Fathimah Sayyidah. 2015. Jurnal Infotel. “Aplikasi Diagnosis Kelainan Refraksi Mata Dan
Tips Perawatan Mata Dengan Metode Forward Chaining Berbasis Web”. Vol 7. No 2.

Firmansya, Akhmad Rendy. 2020. “Miopia”. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Yarsi

Holden, B.A., Fricke, T.R., May Ho, S., Wong, R., Schlenther, G., Cronje, S. et. al. (2018).
Global Vision Impairment Due To Uncorrected Presbyopia. Arch Ophthalmol.
www.archophthalmol.com.

Ikatan Dokter Indonesia. 2015. Panduan Praktis Klinik Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Jakarta, Indonesia.

Ilyas S. 2021. “Kelainan Refraksi dan kacamata”. Jakarta: Balai penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Ilyas sidarta. 2020. “Penuntun Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta. Balai penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Ilyas,S. 2017. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Kelima. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai