Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN SMALL GROUP DISCUSSION LBM 1

BLOK MATA DAN THT

DISUSUN OLEH :
Shavira Widyanasari

Tutor : dr. Ronanarasafa S.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan makalah SGD
(Small Group Discussion) LBM 1 yang dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar mahasiswa
(LBM) 1 yang meliputi seven jumps step yang dibagi menjadi dua sesi diskusi.
Penyusunan makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai
pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih
kepada:
1. dr. Ronanarasaf S.Ked sebagai dosen fasilitator kelompok SGD 11 yang
senantiasa memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi kami
dalam berdiskusi.
3. Keluarga yang kami cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman kami yang terbatas untuk
menyusun makalah ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 6 Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Deskripsi Masalah Skenario LBM 1 1
1.2. Identifikasi Masalah 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pembahasan Skenario dengan Referensi 3
2.2. Pembahasan Diagnosis Banding 15
2.3. Pembahasan Diagnosis Kerja 17
2.4. Rangkuman Permasalahan 22

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan 23

DAFTAR PUSTAKA 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Deskripsi Masalah Skenario LBM 1


Tn.D 20 tahun dating ke puskesmas dengan pasien keluhan kedua mata
merah sejak 4 hari yang lalu,pasiej juga mengeluhkan mata terasa gatal ,berair
dan kelopak mata bengkak.pasien tidak mengeluh pandangan mata kabur
ataupun silau.hasil pemeriksaan didapatkan VODS 6/6 pada konjungtiva bulbi
dan konjungtiva paplperbra tampak hiperemis,secret (+),kornea jernih..dokter
memberi terapi dan edukasi untuk pasien tersebut,selanjutnya pasien
diperbolehkan untuk rawat jalan.

1.2. Identifikasi Masalah

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pembahasan Skenario dengan Referensi


1. Anatomi Mata
 Konjungtiva

Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan


tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus.
Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada
formiks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi
konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di
formiks dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola
mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik, Arteri-arteri
konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria palpebralis. Kedua
arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan banyak vena
konjungtiva membentuk jaringan vaskuler konjungtiva yang sangat banyak
(Vaughan, 2010). Konjungtiva juga menerima persarafan dari percabangan
pertama nervus V dengan serabut nyeri yang relatif sedikit (Tortora, 2009).

Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis dan transparan yang


melapisi bagian anterior bola mata dan bagian dalam palpebra. Konjungtiva
dibagi tiga bagian yaitu konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbar dan
forniks.Konjungtiva palpebra melapisi bagian dalam palpebra, dibagi lagi
menjadi tiga bagian yaitu marginal, tarsal dan orbital. Bagian marginal terletak di
tepi palpebra hingga 2mm ke dalam palpebra, bagian tarsal melekat di tarsal plate,
sedangkan bagian orbital terletak di antara konjungtiva tarsal dan forniks. Di
konjungtiva palpebra terdapat kelenjar henle dan sel goblet yang
memproduksi musin.Konjungtiva bulbar melapisi bagian anterior bola mata
dan dipisahkan dengan sklera anterior oleh jaringan episklera. Konjungtiva yang
berbatasan dengan kornea disebut limbal conjunctiva. Di konjungtiva bulbar

2
terdapat kelenjar manz dan sel goblet.Konjungtiva forniks merupakan
penghubung konjungtiva palpebra dengan konjungtiva bulbar. Daerah
tersebut memiliki kelenjar lakrimal aksesoris yaitu kelenjar krause dan
wolfring yang menghasilkan komponen akuos air mata.

 Orbita.

Orbita adalah ruang yang terbentuk piramid yang bersisi empat yang
merupakan tempat bola mata. Basis orbit menghadap anterolateral sedangkan
apeks menghadap posteromedial. Orbit memiliki dinding medial, yang
dibentuk oleh apparatus nasal dan os etmoidalis, serta dinding lateral. Pada
bagian superior, orbit berbatasan dengan sinus frontalis, sedangkan pada
inferior sinus maksilaris.Volume orbit pada orang dewasa adalah sekitar 30

3
ml, dimana hanya seperenam yang ditempati oleh bola mata. Orbita memiliki
empat permukaan, yaitu (Waschke, 2012):
 Dinding superior (atap), hampir horizontal, dibentuk oleh bagian orbital
os frontalis. Berfungsi untuk proteksi dan tempat perlekatan septum
orbital.
 Dinding inferior (lantai), terutama dibentuk oleh os maksila dan sebagian
kecil oleh os zigomatik dan palatine.
 Dinding medial, kurang jelas batasnya, terbentuk oleh os ethmoidalis
yang setipis kertas dan menebal saat bertemu dengan os lacrimal.
Beberapa tulang lainnya yang membentuk batas medial adalah os
maxilla, os lacrimalis, dan os sphenoid.
 Dinding lateral, dibentuk oleh prosesus frontalis os zigomatik dan sayap
mayor os sphenoid. dinding ini merupakan dinding terkuat dibandingkan
dengan yang lainnya.
Selain memiliki empat dinding, rongga orbita juga memiliki basis dan apex.
Basis adalah area yangdigambarkan oleh garis batas orbital (Waschke, 2012).

 Bulbus Okuli.

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bagian anterior
bola mata mempunyai kelengkungan yang lebih cembung sehingga terdapat
bentuk dengan dua kelengkungan berbeda. Bola mata dibungkus oleh tiga
lapisan jaringan, yaitu :
 Sklera.

4
Sklera merupakan jaringan ikat yang lentur dan memberikan bentuk pada
mata. Jaringan ini merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.
Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata (Waschke, 2012).
 Kornea.
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya dam merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan.15 Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan
melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa
rata-rata mempunyai tebal 550 µm di pusatnya (terdapat variasi menurut
ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm.
Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima lapisan, yaitu:

a. Epitel Tebal dari epitel ini adalah 50 µm. Epitel kornea mempunyai
lima lapis sel epitel tak bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel
poligonal, dan sel gepeng (Eroschenko, 2016).
b. Membran Bowman Membran Bowman terletak di bawah membran
basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersususn tidak
teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
c. Stroma Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea.
Stroma terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang
sejajar satu dengan lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur sedang di bagian perifer serta kolagen ini bercabang.
d. Dua’layer adalah lapisan sangat tipis dan kuat dengan ketebalan 15
µm, dapat bertahan dengan tekanan 1,5 to 2 bars.
e. Membran Descemet Membran Descemet merupakan membran
aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea.

5
f. Endotel Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk
heksagonal, dan tebalnya 20-40 µm. Lapisan ini berperan dalam
mempertahankan deturgesensi stroma kornea (Waschke, 2012).

 Lensa.
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, di posteriornya terdapat
vitreous humor. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang
akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat
selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya.
Nukleus dan korteks terbentuk dari lamela konsentris yang panjang. Lensa
ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai
zonula Zinii, yang tersusun dari banyak fibril yang berasal dari permukaan
badan siliar dan menyisip ke dalam ekuator lensa (Waschke, 2012).
 Aqueous Humor.
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan,
kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan.
 Vitreous Humor.
Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Permukaan luar vitreous
humor normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut : kapsul lensa
posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan caput
nervi optici. Basis vitreous mempertahankan penempelan yang kuat
seumur hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora
serrata. Vitreous humor mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi
dua komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan
konsistensi mirip gel karena kemampuannya mengikat banyak air
(Waschke, 2012).

6
 Retina.
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya. Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar
yang berbatas dengan koroid adalah sebagai berikut:

 Epitel pigmen retina (Membran Bruch) (Eroschenko, 2016).


 Fotoreseptor: Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel batang dan sel kerucut.
 Membran limitan eksterna: Lapisan nukleus luar Lapisan nukleus luar
merupakan susunan nukleus sel kerucut dan sel batang. Keempat lapisan
di atas avaskuler dan mendapat nutrisi dari kapiler koroid.
 Lapisan pleksiform luar Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
 Lapisan nukleus dalam Lapisan ini terdiri dari tubuh sel bipolar, sel
horizontal, dan sel Muller serta didarahi oleh arteri retina sentral.
 Lapisan pleksiform dalam Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat
sinaps sel bipolar dan sel amakrin dengan sel ganglion (Waschke, 2012).
 Lapisan sel ganglion Lapisan ini merupakan lapisan badan sel dari
neuron kedua.
 Serabut saraf Lapisan serabut saraf berupa akson sel ganglion yang
menuju ke arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian
besar pembuluh darah retina.
 Membran limitan interna Membran limitan interna berupa membran
hialin antara retina dan vitreous humor.

7
 Adnexa Oculi.
Berfungsi membatu bulbus oculi dalam menjalankan fungsinya
(Waschke, 2012).

 Palpebra Atau Kelopak Mata.


Palpebra memiliki dua bagian yaitu palpebra superior dan palpebra inferior
yang memiliki fungsi untuk melindungi bola mata, serta mengeluarkan
sekresi kelenjar yang membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak
mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian
belakang tertutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal
melalui fornik menutupi bulbi okuli (Waschke, 2012).

 Muculus.
Pada kelopak mata terdapat otot yang mengatur pergerakannya :
 M. Orbikularis okuli.
 M. Rioland.
 M orbikularis.
 M. Levator palpebra (Waschke, 2012).

8
2.2. Pembahasan Diagnosis Banding
Mata merah umumnya terjadi karena pelebaran pembuluh darah di
mata. Penyebab mata merah yang paling sering adalah karena pelebaran
pembuluh darah pada permukaan mata. Hal ini biasanya disebabkan oleh
udara yang panas/kering , paparan sinar matahari, debu, reaksi alergi ,
influenza , infeksi Bakteri atau virus. Penyakit yang menimbulkan mata
merah tanpa penurunan visus yaitu konjungtivitis, pterygium, pendarahan
subkonjungtiva , skleritis/episkleritis. Penyakit yang menimbulkan mata
merah beserta penurunan visus yaitu keratitis, ulserasi kornea, anterior
uveitis, glukoma akut, dan endoftalmitis. (Arifputera A, dkk. 2014)
Untuk menentukan diagnosis kerja dilakukan pembahasan diagnosis
penunjang dengan membandingkan berdasarkan korelasi klinis yang sesuai
dengan tanda dan gejala pada pasien.

Konjungtivitis
Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian


putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan
berbagai macam gejala, salah satunya yaitu mata merah. Setiap peradangan pada
konjungtiva dapat menyebabkan melebarnya pembuluh darah sehingga
menyebabkan mata terlihat merah.

Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti:

1)  Infeksi oleh virus, bakteri, atau clamidia.

2)  Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.

3)  Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet.

4)  Pemakaianlensakontak,terutama dalam jangka panjang,juga bisa


menyebabkan konjungtivitis.

9
Konjungtivitis yang disebabkan oleh mikroorganisme (terutama virus dan kuman
atau campuruan keduanya) ditularkan melalui kontak dan udara. Dalam waktu 12
sampai 48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri.

Klasifikasikonjungtivitis
Berdasarkan agen penyebabnya, konjungtivitis dibagi menjadi empat yaitu
konjungtivitis karena bakteri, virus, alergen dan jamur (Ilyas dkk, 2010).
1) Konjungtivitis bakteri

Konjungtivitis bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri.


Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret
pada mata dan iritasi pada mata (James, 2005).

Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut,
subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya di sebabkan oleh N
gonnorhoeae, Neisseria kochii, dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptus. Penyebab
yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza
dan Escheria colli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada
konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis
(Jatla, 2009). Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian
mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain.
Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan
penderita, sinusitis dan imunodefisiensi (Marlin, 2009).

Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab


perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik
(Vischer, 2009).

2.  Konjungtivitisvirus
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi
adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini,
dan herpes simplex virus yang paling membahayakan. penyakit ini dapat
juga disebabkan oleh virus Varicela zoster, picornavirus (enterovirus 70,

10
coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus (Scott,
2010).

Etiologi :Penyebab tersering konjungtivitis akut adalah virus. Infeksi virus


tertentu cenderung mengenai konjungtiva misalnya pharyngoconjunctival
fever sedangkan virus lainnya lebih sering menginfeksi kornea misalnya
virus herpes simpleks. Konjungtivitis virus meliputi konjungtivitis
adenovirus, konjungtivitis herpes simpleks, konjungtivitis herpes-zooster,
konjungtivitis pox virus, konjungtivitis miksovirus, konjungtivitis
paramiksovirus, dan konjungtivitis arbovirus.

Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita
dan dapat menular melalui di droplet pernafasan, kontak dengan benda-
benda yang menyebarkan virus (fomites) .(Ilyas, 2008).

3.  Konjungtivitisalergi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering
dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai
oleh sistem imun (Cuvillo et al, 2009). Reaksi hipersensitivitas yang
paling sering terlibat pada alergi di konjunngtiva adalah reaksi
hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010). Konjungtivitis alergi dibedakan
atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi musiman dan
konjungtivitis alergi tumbuh- tumbuhanyang biasanya dikelompokkan
dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik
dan konjungtivtis papilar raksasa (Vaughan, 2010).

Etiologi dan faktor risiko pada konjungtivitis alergi berbeda- beda


sesuai dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman
dan tumbuh-tumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari,
rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada
waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering ditandai dengan
riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik
terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan

11
konjungtivitis papilar pada penggunaan lensa kontak atau mata buatan dari
plastik (Asokan, 2007).

4)Konjungtivitis jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan
merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak
putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem
imun yang terganggu. Selain candida sp, penyakit ini juga bisa disebabkan oleh
Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis
walaupun jarang (Vaughan, 2010).

2.3. Pembahasan Diagnosis Kerja


Dalam melakukan penegakan diagnosis harus dilandasi dengan adanya
gejala, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dalam skenario tidak
dijelaskan adanya pemeriksaan penunjang yang dilakukan pasien. Sehingga
kami mengambil kesimpulan untuk menegakan diagnosis berdasarkan gejala
dan pemeriksaan fisik saja. Kelompok kami mengambil diagnosis pasien
yaitu Konjungtivitis Virus.

12
Epidimiologi
Konjungtivitis dapat terjadi pada berbagai usia tetapi cenderung paling sering
terjadi pada umur 1 - 25 tahun. Anak anak prasekolah dan anak usia sekolah
insidennya paling sering karena kurangnya higiene (Anonim, 2006).
Usia 5 - 25 lebih sering terjadi pada konjugtivitis vernal (Ilyas dkk,
2010).Konjungtivitis alergi terjadi sangat sering. Diperkirakan untuk
mempengaruhi 20% dari penduduk setiap tahun dan sekitar satu setengah dari
orang-orang ini memiliki riwayat pribadi atau keluarga atopi. Di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta, insidensi konjungtivitis alergi relatif kecil, sekitar 0,5% dari
penderita penyakit mata yang berobat. Hasil penelitian Musbadiany (1993) di
poliklinik mata RSUD Dr. Soetomo mencatat adanya 50 penderita usia anak-anak
sampai remajayang menderita konjungtivitis vernal selama bulan Mei sampai
Oktober 1993.

13
Sedangkan konjungtivitis bakteri adalah kondisi umum di semua wilayah di
Amerika Serikat. Berbagai studi menunjukkan bahwa konjungtivitis bakteri
merupakan 25 – 50% dari semua penyebab konjungtivitis (Silverman, 2010).
Prevalensi konjungtivitis adenoviral ditemukan 20% – 91% dari konjungtivitis di
seluruh dunia. Hasil studi di Filipina tahun 2002 menujukkan etiologi virus dalam
60% kasus. Sebuah pusat-multi FDA uji klinis dari AS dan Eropa menunjukkan
tingkat serangan adenoviral sebesar 28% (Anonim, 2006).
Patofisiologi
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan
kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan
membuka sempurna. Karena mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi
menyebabkan konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena
adanya peradangan ditandai dengan konjungtiva dan sklera yang merah,
edema, rasa nyeri dan adanya sekret mukopurulen (Silverman, 2010).
Konjungtiva, karena posisinya terpapar pada banyak organisme dan faktor
lingkungan lain yang mengganggu. Ada beberapa mekanisme melindungi
permukaan mata dari substansi luar, seperti air mata. Pada film air mata,
unsur berairnya mengencerkan infeksi bakteri, mucus menangkap debris dan
mekanisme memompa dari palpebra secara tetap akan mengalirkan air mata
ke ductus air mata. Air mata mengandung substansi anti mikroba termasuk
lisozim. Adanya agen perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva
yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertropi epitel atau
granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva (kemosis)
dan hipertropi lapis limfoid stroma atau pembentukan folikel. Sel-sel radang
bermigrasi melalui epitel ke permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung
dengan fibrin dan pus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang
menyebabkan perlengketan tepian palpebra pada saat bangun tidur. Adanya
peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh
mata konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata
pada formiks dan mengurang kearah limbus. Pada hiperemi konjungtiva ini
biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertropi papilla yang sering

14
disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas atau gatal. Sensasi ini
merangsang sekresi air mata.

Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

Tatalaksana
Konjungtivitis virus biasanya akan sembuh dengan sendirinya, namun
pemberian kompres dingin, air mata artifisial atau antihistamin topikal bermanfaat
untuk meredakan gejala. Terapi antiviral tidak diperlukan kecuali untuk
konjungtivitis herpetik yaitu asiklovir oral 400mg/hari untuk virus herpes
simpleks dan 800mg/hari untuk herpes zoster selama 7-10 hari. Pemberian
antibiotik topikal tidak dianjurkan karena tidak mencegah infeksi sekunder dan
dapat memperburuk gejala klinis akibat reaksi alergi dan reaksi toksik serta
tertundanya kemungkinan diagnosis penyakit mata lain. Cara pemakaian obat
tetes mata perlu diperhatikan untuk mencegah risiko penyebaran infeksi ke mata
yang sehat. Selain itu, pemakaian antibiotik yang tidak perlu berdampak terhadap
peningkatan resistensi antibiotik juga perlu dipertimbangkan.
Walaupun akan sembuh sendiri, penatalaksanaan konjungtivitis virus dapat
dibantu dengan pemberian air mata buatan (tetes mata) dan kompres dingin.
Antibiotik dapat dipertimbangkan jika konjungtivitis tidak sembuh setelah 10 hari
dan diduga terdapat superinfeksi bakteri.4,8 Penggunaan deksametason 0,1%
topikal membantu mengurangi peradangan konjungtiva.
Cara pencegahan penularan yang paling efektif adalah meningkatkan daya
tahan tubuh, menghindari bersentuhan dengan sekret atau air mata pasien,
mencuci tangan setelah menyentuh mata pasien sebelum dan sesudah
menggunakan obat tetes mata. Selain itu, hindari penggunaan tetes mata dari botol
yang telah digunakan pasien konjungtivitis virus, hindari penggunaan alat mandi
dan bantal kepala yang sama. Penggunaan kaca mata hitam bertujuan mengurangi
fotofobia, namun tidak bermanfaat mencegah penularan.

15
Komplikasi
Bisa menyebabkan glaucoma dan katarak

Prognosis
Prognosis konjungtivitis virus adalah baik karena akan sembuh dengan sendirinya.
Meskipun demikian untuk mencegah penularan perlu diperhatikan kebersihan diri
dan lingkungan. Bila gejala belum reda dalam 7-10 hari dan terjadi komplikasi
pada kornea sebaiknya pasien dirujuk ke dokter spesialis mata

16
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas dapat kami simpulkan bahwa untuk kasus
scenario, pasien dengan Tn.D 20 tahun dating ke puskesmas dengan pasien
keluhan kedua mata merah sejak 4 hari yang lalu,pasiej juga mengeluhkan
mata terasa gatal ,berair dan kelopak mata bengkak.pasien tidak mengeluh
pandangan mata kabur ataupun silau.hasil pemeriksaan didapatkan VODS 6/6
pada konjungtiva bulbi dan konjungtiva paplperbra tampak hiperemis,secret
(+),kornea jernih..dokter memberi terapi dan edukasi untuk pasien
tersebut,selanjutnya pasien diperbolehkan untuk rawat jalan.Konjungtivitis
viral merupakan penyakit mata merah yang sering dijumpai. Gejala umumnya
ringan, dapat sembuh sendiri dan tidak disertai penurunan tajam penglihatan
sehingga dapat ditatalaksana di pelayanan kesehatan primer. Konjungtivitis
viral biasanya akan sembuh sendiri, namun pemberian kompres dingin, air
mata artifisial dan antihistamin topikal berguna untuk meredakan gejala.
Diagnosis tersebut sesuai dengan gejala yang terdapat di pada scenario yang
diberikan saat SGD.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arifputera A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Tanto C, dkk. Edisi 4.


Jakarta: Media Aesculapius. 2014; jilid 2; 975-981.

Aru W, Sudoyo., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi
V.Jakarta: Interna Publishing.

Ratna Sitompul ,Konjungtivitis Viral: Diagnosis dan Terapi di Pelayanan


Kesehatan Primer Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK Universitas Indonesia-
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Ilyas. Prof. dr. H. Sidarta. 2017. Ilmu Penyakit Mata edisi Kelima. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

James, Bruce. Dkk. 2010. Lecture Notes Oftalmologi edisi Kesembilan.


Jakarta: Erlangga Medical Series

Eddyanto, dr. Sp M(K). 2013. E-book Buku Ajar Kesehatan Mata.


Surabaya: Pusat Peerbit dan Percetakan Unair.
Marcella, Maria. 2019. Jurnal Manajemen Pterigium. Jakarta: Fk Univ.
Tarumanagara
Lovensia. 2014. Jurnal Oculi Dextra Conjunctivitis ec. Suspect Viral.
Lampung: Fk Univ. Lampung.
Sitompul, Ratna. 2017. Jurnal Konjungtivitis Viral: Diagnosis dan Terapi
di Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Fk Univ. Indonesia

18
19

Anda mungkin juga menyukai