Anda di halaman 1dari 26

PBL SKENARIO 1

BLOK PANCA INDRA


MATA MERAH

ADITYA SURYA PRATAMA


1102013009 – FK A

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


LI 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mata
LO 1.1 Makroskopik
Bola mata (bubus oculi), atau organ penglihatan, berada pada kavitas orbita, dimana
organ ini dilindungi dari cedera dan pergerkan oleh otot-otot okular serta tulang (os
sphenoidale, zygomaticum, frontale, ethmoidale, lacrimale, dan maxilla). Selain itu, ada pula
struktur aksesorius yang berhubungan dengan mata, seperti otot-otot, fascia, alis, kelopak
mata, konjungtiva, dan badan lakrimal.
Ukuran bola mata lebih panjang pada diameter transversal dan antero-posterior
daripada diameter vertikal. Pada wanita, ketiga diameter tersebut lebih kecil daripada laki-
laki. Diameter antero-posterior pada bayi baru lahir berkisar 17.5 mm, dan saat pubertas
berkisar 20-21 mm. Bola mata terbenam dalam lemak di orbita, tetapi dipisahkan dari
jaringan tersebut oleh kantung membranosa tipis, fascia bulbi.

Lapisan Mata
Lapisan mata dari luar ke dalam adalah:
(1) tunika fibrosa, terdiri dari sklera di bagian belakang dan kornea di bagian depan;
(2) tunika vascular berpigmen, di bagian belakang terdapat koroid, dan di bagian depan
terdapat badan siliaris dan iris
(3) tunika nervosa, retina.

Tunika fibrosa ( tunica fibrosa oculi )


Sklera dan kornea membentuk tunika fibrosa bola mata; sklera berada di lima
perenam bagian posterior dan opak; kornea membentuk seperenam bagian anterior dan
transparan.
Sklera memiliki densitas yang tinggi dan sangat keras, merupakan membran solid
yang berfungsi mempertahankan bentuk bola mata. Sklera lebih tebal di bagian belakang
daripada di depan; ketebalan di bagian belakang 1 mm. Permukaan eksternal sklera berwarna
putiih, dan menempel pada permukaan dalam fascia bulbi; bagian anterior sklera dilapisi
membran konjungtiva bulbi. Di bagian depan, sklera berhubungan langsung dengan kornea,
garis persatuannya dinamakan sclero-corneal junction atau limbus. Pada bagian dalam sklera
dekat dengan junction terdapat kanal sirkular, sinus venosus sclera (canal of Schlemm). Pada
potongan meridional dari bagian ini, sinus tampak seperti cekungan (cleft), dinding luarnya
terdiri dari jaringan solid sklera dan dinding dalamnya dibentuk oleh massa triangular
jaringan trabekular.
Aqueous humor direasorbsi menuju sinus skleral oleh jalur pectinate villi yang analog
dengan struktur dan fungsi arachnoid villi pada meninges serebral menuju pleksus vena
sklera. Kornea merupakan bagian proyeksi transparan dari tunika eksternal, dan membentuk
seperenam permukaan anterior bola mata. Kornea berbentuk konveks di bagian anterior dan
seperti kubah di depan sklera. Derajat kelengkungannya berbeda pada setiap individu.

Tunika vaskular ( tunica vasculosa oculi )


Tunika vaskular mata terdiri dari koroid di bagian belakang, badan siliaris serta iris di
bagian depan.
Koroid berada di lima perenam bagian posterior bola mata, dan memanjang sepanjang
ora serrata. Badan siliaris menghubungkan koroid dengan lingkaran iris. Iris adalah
diafrgama sirkular di belakang kornea, dan tampak di sekeliling pusat, apertura bundar, pupil.
Koroid merupakan membran tipis, vaskular, warna coklat tua atau muda. Di bagian
belakang ditembus oleh nervus optikus. Lapisan ini lebih tebal di bagian belakang daripada di
bagian depan.
Salah satu fungsi koroid adalah memberikan nutrisi untuk retina serta menyalurkan
pembuluh darah dan saraf menuju badan siliaris dan iris.
Badan siliaris (corpus ciliare) merupakan terusan koroid ke anterior yang terdapat
processus ciliaris serta musculus ciliaris.
Iris dinamakan berdasarkan warnanya yang beragam pada individu berbeda. Iris
adalah lempeng (disk) kontraktil, tipis, sirkular, berada di aqueous humor antara kornea dan
lensa, dan berlubang di tengah yang disebut pupil. Di bagian perifernya, iris menempel
dengan badan siliaris, dan juga terkait dengan; permukaannya rata, bagian anterior
menghadap ke kornea, bagian posterior menghadap prosesus siliaris dan lensa. Iris membagi
ruangan antara lensa dan kornea sebagai ruang anterior dan posterior. Ruang anterior mata
dibentuk di bagian depan oleh permukaan posterior kornea; di bagian belakang oleh
permukaan anterior iris dan bagian tengah lensa. Ruang posterior adalah celah sempit di
belakang bagian perifer iris, dan di depan ligament suspensori lensa dan prosesus siliaris.

Tunika nervosa ( Tunica interna )


Retina adalah membran nervosa penting, dimana gambaran objek eksternal ditangkap.
Permukaan luarnya berkontak dengan koroid; permukaan dalamnya dengan membran hialoid
badan vitreous. Di belakang, retina berlanjut sebagai nervus optikus; retina semakin tipis di
bagian depan, dan memanjang hingga badan siliaris, dimana ujungnya berupa cekungan, ora
serrata. Disini jaringan saraf retina berakhir, tetapi pemanjangan tipis membran masih
memanjang hingga di belakang prosesus siliaris dan iris, membentuk pars ciliaris retina dan
pars iridica retina. Tepat di bagian tengah di bagian posterior retina, pada titik dimana
gambaran visual paling bagus ditangkap, berupa area oval kekuningan, makula lutea; pada
makula terdapat depresi sentral, fovea sentralis. Fovea sentralis retina sangat tipis, dan warna
gelap koroid dapat terlihat. Sekitar 3 mm ke arah nasal dari makula lutea terdapat pintu
masuk nervus optikus (optic disk), arteri sentralis retina menembus bagian tengah discus.
Bagian ini satu-satunya permukaan retina yang insensitive terhadap cahaya, dan dinamakan
blind spot.

Media Refraksi
Media refraksi: kornea, aqueous humor, crystalline lens, vitreous body.

Aqueous humor ( humor aqueus )


Aqueous humor mengisi ruang anterior dan posterior bola mata. Kuantitas aqueous
humor sedikit, memiliki reaksi alkalin, dan sebagian besar terdiri dari air, kurang dari
seperlimanya berupa zat padat, utamanya klorida sodium.

Vitreous body ( corpus vitreum )


Vitreous body membentuk sekitar empat perlima bola mata. Zat seperti agar-agar ini
mengisi ruangan yang dibentuk oleh retina. Transparan, konsistensinya seperti jeli tipis, dan
tersusun atas cairan albuminus terselubungi oleh membrane transparan tipis, membran
hyaloid. Membran hyaloid membungkus badan vitreous. Porsi di bagian depan ora serrata
tebal karena adanya serat radial dan dinamakn zonula siliaris (zonule of Zinn). Disini tampak
beberapa jaringan yang tersusun radial, yaitu prosesus siliaris, sebagai tempat menempelnya.
Zonula siliaris terbagi atas dua lapisan, salah satunya tipis dan membatasi fossa hyaloid;
lainnya dinamakan ligamen suspensori lensa, lebih tebal, dan terdapat pada badan siliaris
untuk menempel pada kapsul lensa. Ligamen ini mempertahankan lensa pada posisinya, dan
akan relaksasi jika ada kontraksi serat sirkular otot siliaris, maka lensa akan menjadi lebih
konveks. Tidak ada pembuluh darah pada badan vitreous, maka nutrisi harus dibawa oleh
pembuluh darah retina dan prosesus siliaris.
Crystalline lens ( lens crystallina )
Lensa terletak tepat di belakang iris, di depan badan vitreous, dan dilingkari oleh
prosesus siliaris yang mana overlap pada bagian tepinya. Kapsul lensa (capsula lentis)
merupakan membran transparan yang melingkupi lensa, dan lebih tebal pada bagian depan
daripada di belakang. Lensa merupakan struktur yang rapuh namun sangat elastis. Di bagian
belakang berhadapan dengan fossa hyaloid, bagian depan badan vitreous; dan di bagian
depan berhadapan dengan iris. Lensa merupakan struktur transparan bikonveks.
Kecembungannya di bagian anterior lebih kecil daripada bagian posteriornya.
Organ Aksesorius Mata (Organa Oculi Accessoria)
Organ aksesorius mata termasuk otot okular, fascia, alis, kelopak mata, konjungtiva,
dan aparatus lakrimal.

Lacrimal apparatus ( apparatus lacrimalis )


Apparatus lakrimal terdiri dari (a) kelenjar lakrimal, yang mensekresikan air mata,
dan duktus ekskretorinya, yang menyalurkan cairan ke permukaan mata; (b) duktus lakrimal,
kantung (sac) lakrimal, dan duktus nasolakrimal, yang menyalurkan cairan ke celah hidung.
Lacrimal gland (glandula lacrimalis) terdapat pada fossa lakrimal, sisi medial
prosesus zigomatikum os frontal. Berbentuk oval, kurang lebih bentuk dan besarnya
menyerupai almond, dan terdiri dari dua bagian, disebut kelenjar lakrimal superior (pars
orbitalis) dan inferior (pars palpebralis). Duktus kelenjar ini, berkisar 6-12, berjalan pendek
menyamping di bawah konjungtiva.
Lacrimal ducts (lacrimal canals), berawal pada orifisium yang sangat kecil, bernama
puncta lacrimalia, pada puncak papilla lacrimales, terlihat pada tepi ekstremitas lateral
lacrimalis. Duktus superior, yang lebih kecil dan lebih pendek, awalnya berjalan naik, dan
kemudian berbelok dengan sudut yang tajam, dan berjalan ke arah medial dan ke bawah
menuju lacrimal sac. Duktus inferior awalnya berjalan turun, dan kemudian hamper
horizontal menuju lacrimal sac. Pada sudutnya, duktus mengalami dilatasi dan disebut
ampulla. Pada setiap lacrimal papilla serat otot tersusun melingkar dan membentuk sejenis
sfingter.
Lacrimal sac (saccus lacrimalis) adalah ujung bagian atas yang dilatasi dari duktus
nasolakrimal, dan terletak dalam cekungan (groove) dalam yang dibentuk oleh tulang
lakrimal dan prosesus frontalis maksila. Bentuk lacrimal sac oval dan ukuran panjangnya
sekitar 12-15 mm; bagian ujung atasnya membulat; bagian bawahnya berlanjut menjadi
duktus nasolakrimal. Nasolacrimal duct (ductus nasolacrimalis; nasal duct) adalah kanal
membranosa, panjangnya sekitar 18 mm, yang memanjang dari bagian bawah lacrimal sac
menuju meatus inferior hidung, dimana saluran ini berakhir dengan suatu orifisium, dengan
katup yang tidak sempurna, plica lacrimalis (Hasneri), dibentuk oleh lipatan membran
mukosa. Duktus nasolakrimal terdapat pada kanal osseous, yang terbentuk dari maksila,
tulang lakrimal, dan konka nasal inferior.
Otot-otot ekstraokular
1. Rectus medialis.
2. Rectus superior.
3. Rectus lateralis.
4. Rectus inferior.
5. Obliquus superior.
6. Obliquus inferior.
LO 1.2 Mikroskopik

MEDIA REFRAKSI
Merupakan media kesemua bangunan transparan yang harus dilalui berkas cahaya
untuk mencapai retina. Media refraksi terdiri dari:
 Kornea
Kornea jernih dan tembus cahaya dengan permukaan yang licin tetapi tidak
melengkung secara uniform/seragam. Bagian tengah (zona optikal) mempunyai radius
kelengkungan yang lebih kecil dibandingkan bagian tepi, dan permukaan posterior lebih
melengkung daripada anterior, karenanya kornea lebih tipis di bagian tengah daripada
tepinya.
Daya refraksi kornea, yang merupakan hasil indeks refraksi radius lengkung kornea
lebih besar daripada daya refraksi lensa. Secara anatomis kornea mempunyai dua bagian:

 Kornea asli
Secara histologi, terdiri dari lima lapisan
1. Epitel
Pada permukaan luar terdapat epitel, yaitu suatu epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk, dengan 5 hingga 6 lapisan sel. Lapisan basal silindris rendah, kemudian 3 atau 4
lapisan sel polihedral dan 1 atau 2 lapisan sel permukaan yang gepeng. Epitel ini sangat
sensitif dengan banyak akhir saraf bebas, dan mempunyai daya regenerasi
istimewa/sangat baik, mitosis hanya terjadi dalam lapisan basal.

2. Membran Bowman
Dibawah epitel, tak berbentuk dan tak mengandung sel, dibentuk oleh perpadatan
antar sel dengan serabut kolagen halus yang tersebar tak beraturan. Membran ini berakhir
dengan tegas/ mendadak pada limbus.

3. Substansia propria
Membentuk massa kornea (90% ketebalannya), bersifat tembus cahaya, dan terdiri
dari lamel kolagen dengan sel. Lamel merupakan serat lebar, seperti pita, serabut dalam
setiap lamel sejajar, dengan lamel pada sudut-sudut yang berbeda. Lamel saling melekat
karena adanya pertukaran serabut antara lamel yang berdampingan. Diameter serabut
seragam menunjukkan periodisitas yang khas, dan terbenam dalam substansia antarsel
yang kaya akan polisakarida bersulfat. Fibroblas berbentuk bintang, gepeng dengan
cabang yang ramping, terletak antar lamel.

4. Membran descement
Tampak homogen, terletak sebelah dalam substansia propria. Merupakan membrana
basalis dari endotel. Secara kimiawi materinya adalah kolagen.

5. Endotel
Merupakan satu lapis sel kuboid yang melapisi permukaan dalam kornea. Sel
menunjukkan kompleks tautan, permukaan antar sel yang tak teratur, dan sejumlah besar
vesikula pinositotik. Vesikula ini mentransportasikan cairan dan larutan.
Kornea bersifat avaskular, mendapatkan nutrisi dari difusi pembuluh perifer dalam
limbus dan dari humor akueus di bagian tengah.
 Limbus kornea
Merupakan zona peralihan atau zona pertemuan antara kornea dengan sklera. Disini
epitel kornea menebal smapai 10 lapisan dan melanjutkan diri dengan konjungtiva,
membrana bowman berhenti dengan tiba-tiba, membran descement menipis dan memecah
dan melanjutkan diri menjadi trabekula ligamneti pektinata, dan stroma kornea menjadi
kurang teratur dan secara bertahap susunannya berubah dari susunan lamelar yang khas
menjadi kurang teratur seperti yang ditemukan pada sklera. Limbus memiliki vaskularisasi
yang baik.

 Camera occuli anterior dan camera occuli posterior


Camera occuli anterior (COA)
Merupakan suatu ruangan yang dibatasi oleh:
– Anterior oleh permukaan posterior kornea
– Posterior oleh lensa, iris, dan permukaan anterior badan siliaris
– Lateral oleh sudut iris atau limbus yang ditempati oleh jaringan-jaringan
trabekular yang merupakan tempat penyaliran humor akueus schlemm.

Camera occuli posterior (COP)


Merupakan suatu ruangan yang dibatasi oleh:
– Anterior oleh iris
– Posterior oleh permukaan anterior lensa dan zonula
– Perifer oleh prosesus silia.
Kedua ruangan mengandung humor akueus, suatu cairan encer yang disekresi sebagian
oleh epitel siliar dan oleh difusi dari kapiler dalam prosesus siliaris. Humor akueus
mengandung materi yang dapat berdifusi dari plasma darah, tetapi mengandung kadar protein
yang rendah dibandingkan serum. Cairan ini disekresi secara kontinyu ke dalam COP,
mengalir keruang anterior melalui pupil, dan disalurkan melalui jaringan trabekular ke dalam
kanal schlemm.

 Lensa
Lensa kristalina bentuknya bikonveks, permukaan posterior lebih melengkung
daripada anterior. Di bagian tengah pada kedua permukaannya terdapat kutup anterior dan
kutup posterior. Garis yang menghubungkan keduanya adalah aksis dan batas kelilingnya
adalah ekuator.
Secara struktural, terdapat 3 komponen:
1. Kapsul lensa
Kapsul lensa meliputi lensa. Kapsul ini homogen, agaknya merupakan membran
yang tak berbentuk, bersifat elastik, dan mengandung glikoprotein dan kolagen tipe IV.
Padanya melekat serat zonula, yang berjalan ke badan siliar sebagai ligamentum
suspensorium/penyokong.

2. Endotel subkapsularis
Hanya pada permukaan anterior, di bawah kapsula, terdapat epitel subkapsular,
merupakan satu lapisan sel kuboid. Bagian dasar sel ini terletak di luar dalam hubungan
dengan kapsula. Apeksnya terletak di dalam dan membentuk kompleks jungsional
dengan serat lensa. Ke arah ekuator sel ini bertambah tinggi dan beralih menjadi serat
lensa.
3. Substansia lensa
Terdiri dari serat lensa, yang masing-masing berbentuk prisma heksagonal.
Sebagian besar serat tersusun secara konsentris dan sejajar permukaan lensa. Di
permukaan, pada korteks serat yang lebih muda mengandung inti dan beberapa organel.
Di bagian tengah, dalma ini lensa, serat yang lebih tua telah kehilangan inti dan tampak
homogen.

Lensa sama sekali tanpa pembuluh darah, karenanya mendapat nutrisi dari humor
akueus dan badan vitreus. Lensa bersifat tembus cahaya, dan membran plasma serat lensanya
sangat tidak permeabel.
Lensa dipertahankan pada tempatnya oleh ligamen suspensorium, disebut zonula yang
terdiri dari lembaran terdiri dari materi fibrilar yang berjalan dari badan siliar ke ekuator
lensa, sehingga meliputi lensa.

 Badan vitreus
Merupakan suatu agar-agar yang jernih dan tembus cahaya yang memenuhi ruang
antara retina dan lensa. Oleh karenanya bentuknya sferoid/bundar dengan lekukan pada
bagian anterior untuk menyesuaikan dengan lensa. Badan vitreus juga memlihara bentuk dan
kekenyalan bola mata.

RETINA
Merupakan lapisan paling dalam bola mata dan terdiri dari bagian anterior yang tak
peka dan bagian posterior yaitu bagian yang fungsional, yang merupakan organ fotoreseptor
atau alat penerima cahaya.
Retina berkembang sebagai penonjolan ke luar otak depan yang disebut vesikel optik.
Vesikel optik mempertahankan hubungannya dengan otak mellaui tangkai optik. Vesikel
optik akan berubah menjadi cangkir optik yang berlapis dua. Lapisan luar membentuk epitel
pigmen, dan lapisan dalam menjadi retina saraf atau retina yang sebenarnya.
Suatu ruang potensial menetap antara kedua lapisan tersebut dan hanya dilalui oleh
penonjolan sel pigmen. Lapisan luar, lapisan pigmen melekat erat pada koroid, tetapi lapisan
dalam mudah terlepas pada proses pembuatan sajian histologi juga dalam kehidupan sesudah
terjadi trauma.
Retina optikal atau neural melapisis koroid mulai dari papila saraf optik di bagian
posterior hingga ora serrata di anterior, dan menunjukkan suatu cekungan yang dangkal yang
disebut fovea sentralis. Sekeliling fovea terdapat suatu daerah yang dikenal sebagai bintik
kuning, atau makula lutea. Fovea merupakan daerah untuk penglihatan terjelas. Tak terdapat
fotoreseptor di atas papila optik, sehingga daerah ini disebut juga bintik buta.

Lapisan retina terdiri dari:


1. Epitel pigmen
2. Lapisan batang dan kerucut
3. Membran limitans eksterna
4. Lapisan inti luar
5. Lapisan pleksiform luar
6. Lapisan inti dalam
7. Lapisan pleksiform dalam
8. Lapisan sel ganglion
9. Lapisan serat saraf
10. Membran limitans interna

Terdapat empat kelompok sel:


1. Fotoreseptor (batang dan kerucut)
Baik batang maupun kerucut merupakan bentuk modifikasi neuron. Sel ini
menunjukkan segmen dalam dan luar yang terletak di luar membran limitans
eksterna.
Batang merupakan sel khusus yang ramping dengan segmen luar berbentuk
silindris mengandung fotopigmen rhodopsin (ungu visual) dan suatu segmen
dalma yang sedikit lebih panjang.
Kerucut menunjukkan segmen luar yang mengecil dan membesar ke arah
segmen dalam, sehingga berbentuk seperti botol.
2. Neuron konduksi langsung (sel bipolar dan sel ganglion)
Sel bipolar badan sel bipolar sebagian besar terletak pada bagian sentral aerah
inti dalam. Terbagi dalam suatu kelompok utama:
– Bipolar difusa berhubungan dengan beberapa fotoreseptor
– Bipolar monosinaptik/kerdil yang berhubungan dengan satu sel.
Sel ganglion terletak dalam retina dalam dengan dendritnya dalam lapisan
pleksiform dalma dan aksonnya membentuk serat saraf optik. Aksonnta tak
pernah bercabang.
3. Neuron asosiasi dan lainnya (sel horisontal, makrin, dan sel bipolar sentrifugal)
4. Unsur penyokong (serat Muller dan neuroglia).
(Roland, buku ajar histologi)

LI 2 Memahami dan Menjelaskan tentang Fisiologi Penglihatan

Mekanisme penglihatan
Cahaya masuk ke bagian mata yg bernama pupil. Ukuran pupil disesuakan dengan
kontraksi dari iris yaitu m.konstriktor pupilae yg menyebabkan pupil mengecil dan
dipengaruhi oleh saraf parasimpatis dan m.dilator pupilae yg menyebabkan pupil membesar
dan dipersarafi oleh simpatis.
Lalu cahaya dibiaskan melalu media refraksi yang terdiri dari kornea dan lensa,
bentuk kornea itu sendiri berbentuk konveks (cembung) berfungsi agar cahaya dapat di
belokkan pada titik focus, setelah melewati kornea cahaya lalu diteruskan oleh lensa. Yg juga
berbentuk konveks sehingga cahaya dapat jatuh pada titik focus di retina. Lensa sendiri
diatur oleh m.ciliaris yg disambungkan oleh zonula zinii. Bila m.ciliaris berkontraksi maka
pupil maka zonula zinii melemas sehingga membuat lensa semakin cembung dan berfungsi
untuk melihat dari jarak dekat (akomodasi). Sebaliknya bila m.ciliaris melemas maka zonula
zinii akan menarik lensa sehingga lensa menjadi semakin pipih dan berfungsi untuk melihat
jarak jauh. Semua otot tersebut masing masing dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis.
Setelah cahaya di refraksikan maka cahaya akan mencapai retina yg terdapat sel sel
fotoreseptor yaitu sel batang dan sel kerucut.
Sifat dari sel sel ini ialah bila sel batang maka sel ini peka terhadap gelap, kepekaan
tinggi dan ketajaman rendah. Bila sel kerucut peka terhadap sinar dan warna , ketajaman
penglihatan tinggi, digunakan pada saat siang hari.
Terjadi beberapa proses pada saat otak mengekspresikan gelap atau terang yaitu

gelap

cahaya/terang
konsentrasi GMP-siklik tinggi

fotopigmen terjadi disosiasi dari retinen dan opsin


kosentrasi Na tinggi

kosentrasi Na tinggi
depolarisasi membrane

penurunan GMP-siklik
pengeluaran zat inhibitor

penutupan canal Na
neuron bipolar dihambat

menutupnya canal Ca
tidak adanya eksitasi ke korteks penglihatan di otak

pengeluaran zat ekspresi


tidak ada inhibitorik dihambat
melihat

terjadi eksitasi neuron bipolar

perambatan potensial aksi ke korteks penglihatan di otak

adanya ekspresi melihat

Jaras penglihatan

Berkas-berkas cahaya dari separuh kiri lapangan pandang jatuh di separuh kanan
retina kedua mata. Demikian sebaliknya, berkas-berkas cahaya dari separuh kanan lapangan
pandang jatuh di separuh kiri retina kedua mata. Tiap-tiap saraf optikus keluar dari retina
membawa informasi dari kedua belahan retina yang dipersarafi. Informasi ini dipisahkan
sewaktu kedua saraf optikus tersebut bertemu di kiasma optikus. Di dalam kiasma optikus,
serat-serat dari separuh medial kedua retina bersilangan ke sisi yang berlawanan, tetapi serat-
serat yang dari separuh lateral tetap di sisi yang sama. Berkas-berkas serat yang telah
direorganisasi dan meninggalkan kiasma optikus dikenal sebagai traktus optikus. Tiap-tiap
traktus optikus membawa informasi dari separuh lateral salah satu retina dan separuh medial
retina yang lain. Dengan demikian, persilangan parsial ini menyatukan serat-serat dari kedua
mata yang yang membawa informasi dari separuh lapangan pandang yang sama. Tiap-tiap
traktus optikus menyampaikan ke belahan otak di sisi yang sama informasi mengenai separuh
lapangan pandang dari sisi yang berlawanan. Perhentian pertama di otak untuk informasi
dalam jalur penglihatan adalah nukleus genikulatus lateralis di thalamus. Di korpus atau
nucleus genikulatum, serat-serat dari bagian nasal retina dan temporal retina yang lain
bersinaps di sel-sel yang axonnya membentuk traktus genikulokalkarina. Traktus ini
menuju ke lobus oksipitalis korteks serebrum (area Brodmann 17).

LI 3 Memahami dan Menjelaskan tentang Konjungtivitis

LO 3.1 Definisi
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan
dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur,
chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian
berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis
terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan
biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan
sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan. (Effendi, 2008).
Konjungtivitis biasanya tidak ganas dan bisa sembuh sendiri. Dapat juga menjadi kronik dan
hal ini mengindikasikan perubahan degeneratif atau kerusakan akibat serangan akut yang
berulang. Klien sering datang dengan keluhan mata merah. Pada konjungtivitis didapatkan
hiperemia dan injeksi konjungtiva, sedangkan pada iritasi konjungtiva hanya injeksi
konjungtiva dan biasanya terjadi karena mata lelah, kurang tidur,asap, debu dan lain-lain.

LO 3.2 Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti
a. infeksi oleh virus atau bakteri
b. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.
c. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet dari las
listrik atau sinar matahari yang dipantulkan oleh salju.
d. pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang, juga bisa menyebabkan
konjungtivitis.

Kadang konjungtivitis bisa berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-


tahun. Konjungtivitis semacam ini bisa disebabkan oleh:
a. entropion atau ektropion.
b. kelainan saluran air mata.
c. kepekaan terhadap bahan kimia.
d. pemaparan oleh iritan
e. infeksi oleh bakteri tertentu (terutama klamidia) (Medicastore, 2009).
Frekuensi kemunculannya pada anak meningkat bila si kecil mengalami gejala alergi
lainnya seperti demam. Pencetus alergi konjungtivitis meliputi rumput, serbuk bunga,
hewan dan debu (Effendi, 2008).
Substansi lain yang dapat mengiritasi mata dan menyebabkan timbulnya konjungtivitis
yaitu bahan kimia (seperti klorin dan sabun) dan polutan udara (seperti asap dan cairan
fumigasi) (Effendi, 2008).

LO 3.3 Epidemiologi

Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat diderita oleh
seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Walaupun tidak ada dokumen yang secara rinci
menjelaskan tentang prevalensi konjungtivitis, tetapi keadaan ini sudah ditetapkan sebagai
penyakit yang sering terjadi pada masyarakat (Chiang YP, dkk, 1995 dalam Rapuano et al,
2005).
Pada anak, sering terjadi keratokonjungtivitis vernal, sedangkan keratokonjungtivitis
atopik dan alergika sering terjadi pada dewasa muda. Sekitar 1-3% pengguna kontak lensa
terkena konjungtivitis papiler raksasa dan 10% neonatus mengalami konjungtivitis dengan
berbagai penyebab. Konjungtivitis infeksius mengenai perempuan dan laki-laki dengan
insidens yang sama. Namun, konjungtivitis sicca lebih sering terjadi pada perempuan.
Sebaliknya, keratokonjungtivitis vernal dan konjungtivitis akibat kimia dan mekanik lebih
sering terjadi pada pria.
Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan dengan
kondisi lingkungan yang tidak Hygiene.

LO 3.4 Klasifikasi
a. Konjungtivitis akut bakterial :
Adalah bentuk konjungtivitis murni dan biasanya disebabkan oleh staphylococ, pneumococ,
gonococ, haemifillus aegypti, pseudomonas, dan basil morax axenfeld.
1. Konjungtivitis blenore
Merupakan konjungtivitis pada bayi yang baru lahir. Dengan penyebabnya
gonococ atau suatu chlamydia. Dengan masa inkubasi 3-6 hari.
2. Konjungtivitis gonore
Penyakit ini pada orang dewasa disebabkan oleh auto infeksi pada penderita
uretriris atau servisitis gonore. Pada orang dewasa terdapat 3 stadium :
1) Infiltratif
2) Purulen
3) Penyembuhan
3. Konjungtivitis difteri
Radang konjungtiva ini disebabkan bakteri difteri yang memberikan gambaran
yang khas berupa terbentuknya membran pada konjungtiva tarsal. Pengobatan
konjungtivitis difteri adalah dengan memberi penisillin disertai dengan antitoksin
difteri.
4. Konjungtivitis folikular
Kelainan ini merupakan konjungtivitis yang disertai dengan pembentukan
folikel pada konjungtiva. Konjungtivitis folikular merupakan konjungtivitis yang
sering ditemukan pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan pada bayi.
Konjungtivitis folikular dapat terjadi akibat infeksi bakteri, virus, dan
rangsangan bahan kimia. Penyakit ini dapat berjalan akut maupun kronis.
5. Konjungtivitis kataral
Merupakan penyakit dengan gejala utama berupa banyaknya secret berlendir
pada mukosa konjungtiva. Pengobatannya adalah dengan memberikan antibiotik
dan membersihkan secret mata.

b. Konjungtivitis akut viral


Konjungtivitis akibat virus sering ditemukan dan biasanya disebabkan adrenovirus
atau suatu infeksi herpes simplek.
1. Keratokonjungtivitis epidemik
Merupakan radang yang berjalan akut disebabkan oleh adrenovirus. Penularan
biasanya terjadi melalui kolam renang selain akibat wabah. Masa inkubasi 5-
10hari. Pengobatan yang biasanya diberikan adalah obat sulfa topikal dan dapat
diberikan bersama dengan steroid.
2. Demam faringokonjungtiva
Konjungtivitis disertai dengan demam dan sakit pada tenggorokan. Penularan
biasanya terjadi di kolam renang. Gejala yang ditemukan berupa rasa sakit di
mata seperti adanya benda asing, terdapatnya folikel pada konjungtiva disertai
keratitis sub epitel yang ringan.
3. Keratokonjungtivitis herpetik
Kelainan ini biasanya ditemukan pada anak dibawah usia 2 tahun yang
disebabkan oleh herpes simplek tipe 1.
4. Konjungtivitis new castle
Merupakan bentuk konjungtivitis yang ditemukan pada peternak unggas
disebabkan oleh virus new castle. Masa inkubasi 1-2hari mulai dengan perasaan
benda asing, silau, dan berair pada mata. Kelopak mata membengkak,
konjungtiva tarsal hiperemik dan terdapat folikel, kadang-kadang disertai
perdarahan kecil.
5. Konjungtivitis hemoragik akut
Kelainan ini merupakan konjungtivitis folikular akut dengan gejala khusus
karena terjadinya perdarahan yang disebabkan oleh enterovirus 70. Masa
inkubasi 1-2 hari. Penyakit ini sangat menular dan penularan melalui secret ke
orang lain.

c. Konjungtivitis jamur
Infeksi jamur pada konjungtiva jarang terjadi, sedangkan 50% infeksi jamur yang
terjadi tidak memperlihatkan gejala.

d. Konjungtivitis alergik :
Reaksi alergi dan hipersensitif pada konjungtiva akan memberikan keluhan pada
pasien berupa mata gatal, panas dan mata merah.
1. Konjungtivitis vernal
Merupakan konjungtivitis kronik, rekulerateral, bilateral, atopi yang memberikan
secret mucus dapat mengandung eosinofil dan merupakan reaksi hipersnsitifitas
tipe 1. Biasanya diderita pada pasien usia dewasa muda, yang lebih sering
mengenai laki-laki terutama di musim panas.
2. Konjungtivitis flikten
Suatu peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi. Pengobatan
yang diberikan kortikosteroid lokal dan mengatasi sumber infeksi.
e. Konjungtivitis kronis
f. Trakoma merupakan konjungtivitis folikuler kronis yang disebabkan oleh clamydia
trachomatis. Penyakit ini terutama mengenai anak-anak walaupun dapat mengenai semua
umur. Cara penularan trakoma adalah melalui kontak langsung dengan secret penderita
atau melalui handuk, saputangan, atau alat-alat kebutuhan sehari-hari. Masa inkubasi
kuman 5-14 hari.

LO 3.5 Patofisiologi dan Patogenesis

Patofisiologi
Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium :
1. Stadium Infiltratif.
Berlangsung 3 – 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme,
disertai rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva yang lembab, kemotik
dan menebal, sekret serous, kadang-kadang berdarah. Kelenjar preauikuler membesar,
mungkin disertai demam. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih
menonjol dengan gambaran hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran
spesifik gonore dewasa. Pada umumnya kelainan ini menyerang satu mata terlebih dahulu
dan biasanya kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya.

2. Stadium Supurativa/Purulenta.
Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra masih bengkak,
hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat blefarospasme. Sekret yang kental
campur darah keluar terus-menerus. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret
kuning kental, terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan
konjungtiva. Kalau palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak
(memancar muncrat), oleh karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai
sekret mengenai mata pemeriksa.

3. Stadium Konvalesen (penyembuhan). hipertrofi papil


Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra sedikit bengkak,
konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltratif. Pada konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva
masih nyata, tidak kemotik, sekret jauh berkurang. Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi
pada saat berada pada jalan kelahiran, sehingga pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu
yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari
penularan penyakit kelamin sendiri. Pada neonatus, penyakit ini menimbulkan sekret purulen
padat dengan masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan sub konjungtiva
dan konjungtiva kemotik.
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan kelopak
mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka sempurna, karena
mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi menyebabkan konjungtivitis. Pelebaran
pembuluh darah disebabkan karena adanya peradangan ditandai dengan konjungtiva dan
sclera yang merah, edema, rasa nyeri, dan adanya secret mukopurulent. Akibat jangka
panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu mikroorganisme, bahan allergen,
dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata sehingga fungsi sekresi juga terganggu
menyebabkan hipersekresi. Pada konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran
cairan berlebihan akan meningkatkan tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan
saluran air mata atau kanal schlemm tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan
menyebabkan iskemia syaraf optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat menyebabkan
kebutaan. Kelainan lapang pandang yang disebabkan kurangnya aliran air mata sehingga
pandangan menjadi kabur dan rasa pusing

Patogenesis
Mekanisme pasti atau mekanisme bagaimana terbentuknya flikten masih belum jelas.
Secara histologis fliktenulosa mengandung limfosit, histiosit, dan sel plasma. Leukosit PMN
ditemukan pada lesi nekrotik. Bentuk tersebut kelihatannya adalah hasil dari reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap protein tuberkulin, Staphylococcuc aureus,
Coccidioides immitis, Chlamydia, acne rosacea, beberapa jenis parasit interstisial dan fungus
Candida albicans. Jarang kasusnya idiopatik (Alamsyah, 2007).
Keratitis flikten dapat berkembang secara primer dari kornea meskipun seringkali
biasanya menyebar ke kornea dari konjungtiva. Epitel yang ditempati oleh flikten rusak,
membentuk ulkus dangkal yang mungkin hilang tanpa pembentukan jaringan parut
(Alamsyah, 2007).

Flikten khas biasanya unilateral pada atau di dekat limbus, pada konjungtiva bulbar
atau kornea, dapat satu atau lebih, bulat, meninggi, abu-abu atau kuning, hiperemis, terdapat
nodul inflamasi dengan dikelilingi zona hiperemik pembuluh darah. Flikten konjungtiva tidak
menimbulkan jaringan parut. Jaringan parut fibrovaskuler kornea bilateral limbus cenderung
membesar ke bawah daripada ke atas mungkin mengindikasikan flikten sebelumnya. Flikten
yang melibatkan kornea sering rekuren, dan migrasi sentripetal lesi inflamasi mungkin
berkembang. Kadangkala, beberapa inflamasi menimbulkan penipisan kornea dan jarang
menimbulkan perforasi (Alamsyah, 2007).

LO 3.6. Manifestasi Klinis

Gejala Konjungtivitis
1. Rasa adanya benda asing
Rasa ini disertai dengan rasa pedih dan panas karena pembengkakan dan hipertrofi
papil. Jika rasa sakitnya berat, maka harus dicurigai kemungkinan terjadinya kerusakan
pada kornea.

2. Rasa sakit yang temporer


Informasi ini dapat membentu kita menegakkan diagnosis karena rasa sakit yang
datang pada saat-saat tertentu merupakan symptom bagi infeksi bakteri tertentu,
misalnya;
 Sakitnya lebih parah saat bangun pagi dan berkurang siang hari, rasa sakitnya (tingkat
keparahan) meningkat setiap harinya, dapat menandakan infeksi stafilokokus.
 Sakit parah sepanjang hari, berkurang saat bangun tidur, menandakan
keratokonjungtiva sisca (mata kering).

3. Gatal

Biasanya menunjukkan adanya konjungtivitis alergi.

4. Fotofobia
Tanda Konjungtivitis
1. Hiperemi
Hiperemi pada konjungtivitis berasal dari rasa superficial, tanda ini
merupakan tanda konjungtivitis yang paling mancolok. Hiperemi yang tampak merah
cerah biasanya menandakan konjungtivitis bakterial sedangkan hiperemi yang tampak
seperti kabut biasanya menandakan konjungtivitis karena alergi. Kemerahan paling nyata
pada forniks dan mengurang ke arah limbus disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh
konjungtiva posterior.

Terdapat perbedaan antara injeksi konjungtiva dan siliaris yaitu;


Injeksi Konjungtiva Injeksi Siliaris
Kausa Iritasi, Konjungtivitis Keratitis, Iridosiklitis, Glaukoma Akut
Forniks ke limbus makin
Lokasi kecil Limbus ke forniks makin kecil
Warna Merah terang Merah padam
Bergerak dengan dengan
Pembuluh darah konjungtiva Tidak bergerak
Adrenalin Menghilang Menetap
Sekret Sekret (+) Lakrimasi (+)
Intensitas Nyeri Sedikit Nyeri

Hiperemis konjungtiva bulbi (Injeksi konjungtiva). Kemerahan paling nyata


didaerah forniks dan berkurang ke arah limbus, disebabkan dilatasi arteri konjungtiva
posterior akibat adanya peradangan. Warna merah terang mengesankan konjungtivitis
bakterial, dan warna keputihan mirip susu mengesankan konjungtivitis alergi.

Lakrimasi

Diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau gatal. Kurangnya
sekresi airmata yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sicca.

2. Eksudasi
Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat berlapis-lapis dan
amorf pada konjungtivitis bakterial dan dapat pula berserabut seperti pada konjungtivitis
alergika, yang biasanya menyebabkan tahi mata dan saling melengketnya palpebra saat
bangun tidur pagi hari, dan jika eksudat berlebihan agaknya disebabkan oleh bakteri atau
klamidia.
 Serous-mukous, kemungkinan disebabkan infeksi virus akut
 Mukous (bening, kental), kemungkinan disebabkan alergi
 Purulent/ Mukopurulen, kemungkinan disebabkan infeksi bakteri

3. Pseudoptosis
Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskulus muller
(M. Tarsalis superior). Keadaan ini dijumpai pada konjungtivitis berat. Misalnya
Trachoma dan keratokonjungtivitis epidemika.4

4. Khemosis (Edema Konjungtiva)


Ini terjadi akibat terkumpulnya eksudat di jaringan yang longgar. Khemosis
merupakan tanda yang khas pada hay fever konjungtivitis, akut gonococcal atau
meningococcal konjungtivitis, serta kerato konjungtivitis.

5. Hipertrofi Papil
Hipetropi papil merupakan reaksi non spesifik, terjadi karena konjungtiva terikat
pada tarsus atau limbus di bawahnya oleh serabut-serabut halus. Ketika berkas pembuluh
yang membentuk substansi papila sampai di membran basal epitel, pembuluh ini
bercabang-cabang di atas papila mirip jeruji payung.4

6. Pembentukan Folikel
Folikel adalah bangunan akibat hipertrofi lomfoid lokal di dalam lapisan adenoid
konjungtiva dan biasanya mengandung sentrum germinotivum. Kebanyakan terjadi pada
viral conjungtivitis, chlamidial conjungtivitis, serta toxic conjungtivitis karena topical
medication. Pada pemeriksaan, vasa fecil bisa terlihat membatasi foliker dan
melingkarinya.

7. Pseudomembran dan Membran


Pseudomembran adalah koagulum yang melapisi permukaan epitel konjungtiva
yang bila lepas, epitelnya akan tetap utuh, sedangkan membran adalah koagulum yang
meluas mengenai epitel sehingga kalau dilepas akan berdarah.

8. Adenopati Preaurikuler
Beberapa jenis konjungtivitis akan disertai adenopoti preaurikular. Dengan
demikian setiap ada radang konjungtiva harus diperiksa adalah pembebasan dan rasa sakit
tekan kelenjar limfe preaurikuler.

LO 3.7 Diagnosis & Diagnosis Banding


1. Sign & Simptom
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau panas,
sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda asing dan tergores atau
terbakar sering berhubungan dengan edema dan hipertrofi papiler yang biasanya menyertai
hiperemi konjungtiva. Sakit pada iris atau corpus siliaris mengesankan terkenanya kornea.
Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, berair mata, eksudasi, pseudoptosis,
hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma konjungtiva), folikel (hipertrofi lapis limfoid
stroma), pseudomembranosa dan membran, granuloma, dan adenopati pre-aurikuler

Gejala Subjektif
Konjungtivitis biasanya hanya menyebabkan iritasi dengan rasa sakit dengan mata merah dan
lakrimasi. Khasnya pada konjungtivitis flikten apabila kornea ikut terlibat akan terdapat
fotofobia dan gangguan penglihatan. Keluhan lain dapat berupa rasa berpasir. Konjungtivitis
flikten biasanya dicetuskan oleh blefaritis akut dan konjungtivitis bekterial akut.
b. Gejala Objektif
Dengan Slit Lamp tampak sebagai tonjolan bulat ukuran 1-3 mm, berwarna kuning atau
kelabu, jumlahnya satu atau lebih yang di sekelilingnya terdapat pelebaran pembuluh darah
konjungtiva (hyperemia). Bisa unilateral atau mengenai kedua mata.

2. Pemeriksaan
Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visus, pemeriksaan eksternal dan
slit-lamp biomikroskopi.Pemeriksaan eksternal harus mencakup elemen berikut ini:
 Limfadenopati regional, terutama sekali preaurikuler
 Kulit: tanda-tanda rosacea, eksema, seborrhea
 Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan warna, malposisi,
kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, keganasan
 Konjungtiva: bentuk injeksi, perdarahan subkonjungtiva, kemosis, perubahan
sikatrikal, simblepharon, massa, sekret

Slit-lamp biomikroskopi harus mencakup pemeriksaan yang hati-hati terhadap:


 Margo palpebra: inflamasi, ulserasi, sekret, nodul atau vesikel, nodul atau vesikel, sisa
kulit berwarna darah, keratinisasi
 Bulu mata: kerontokan bulu mata, kerak kulit, ketombe, telur kutu dan kutu
 Punctum lacrimal dan canaliculi: penonjolan, sekret
 Konjungtiva tarsal dan forniks
1. Adanya papila, folikel dan ukurannya
2. Perubahan sikatrikal, termasuk penonjolan ke dalam dan simblepharon
3. Membran dan psudomembran
4. Ulserasi
5. Perdarahan
6. Benda asing
7. Massa
8. Kelemahan palpebra
 Konjungtiva bulbar/limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, kelemahan, papila,
ulserasi, luka, flikten, perdarahan, benda asing, keratinisasi
 Kornea
1. Defek epitelial
2. Keratopati punctata dan keratitis dendritik
3. Filamen
4. Ulserasi
5. Infiltrasi, termasuk infiltrat subepitelial dan flikten
6. Vaskularisasi
7. Keratik presipitat
 Bilik mata depan: rekasi inflamasi, sinekia, defek transiluminasi
 Corak pewarnaan: konjungtiva dan kornea
3. Pemeriksaan Penunjang
Kebanyakan kasus konjungtivitis dapat didiagnosa berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus penambahan tes diagnostik
membantu.
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat
sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang
polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan
giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil. Pada pemeriksaan klinik didapat adanya hiperemia
konjungtiva, sekret atau getah mata dan edema konjungtiva.
1. Kultur
Kultur konjungtiva diindikasikan pada semua kasus yang dicurigai merupakan
konjungtivitis infeksi neonatal. Kultur bakteri juga dapat membantu untuk konjungtivitis
purulen berat atau berulang pada semua grup usia dan pada kasus dimana konjungtivitis
tidak berespon terhadap pengobatan.

2. Kultur virus
Bukan merupakan pemeriksaan rutin untuk menetapkan diagnosa. Tes imunodiagnostik
yang cepat dan dilakukan dalam ruangan menggunakan antigen sudah tersedia untuk
konjungtivitis adenovirus. Tes ini mempunyai sensitifitas 88% sampai 89% dan
spesifikasi 91% sampai 94%. Tes imunodiagnostik mungkin tersedia untuk virus lain, tapi
tidak diakui untuk spesimen dari okuler. PCR dapat digunakan untuk mendeteksi DNA
virus. Ketersediannya akan beragam tergantung dari kebijakan laboratorium.

3. Tes diagnostik klamidial


Kasus yang dicurigai konjungtivitis klamidial pada dewasa dan neonatus dapat
dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium. Tes diagnostik yang berdasarkan
imunologikal telah tersedia, meliputi tes antibodi imunofloresens langsung dan enzyme-
linked imunosorbent assay. Tes ini telah secara luas digantikan oleh PCR untuk spesimen
genital, dan, karena itu, ketersediaannya untuk spesimen konjungtival lebih terbatas.
Ketersedian PCR untuk mengetes sampel okuler beragam. Meskipun spesimen dari mata
telah digunakan dengan performa yang memuaskan, penggunaannya belum diperjelas
oleh FDA.

4. Smear/sitologi
Smear untuk sitologi dan pewarnaan khusus (mis.,gram, giemsa) direkomendasikan
pada kasus dicurigai konjungtivitis infeksi pada neonatus, konjungtivitis kronik atau
berulang, dan pada kasus dicurigai konjungtivitis gonoccocal pada semua grup usia.

5. Biopsi
Biopsi konjungtiva dapat membantu pada kasus konjungtivitis yang tidak berespon
pada terapi. Oleh karena mata tersebut mungkin mengandung keganasan, biopsi langsung
dapat menyelamatkan penglihatan dan juga menyelamatkan hidup. Biopsi konjungtival
dan tes diagnostik pewarnaan imunofloresens dapat membantu menetapkan diagnosis dari
penyakit seperti OMMP dan paraneoplastik sindrom. Biopsi dari konjungtiva bulbar
harus dilakukan dan sampel harus diambil dari area yang tidak terkena yang berdekatan
dengan limbus dari mata dengan peradangan aktif saat dicurigai sebagai OMMP. Pada
kasus dicurigai karsinoma glandula sebasea, biopsi palpebra seluruh ketebalan
diindikasikan. Saat merencanakan biopsi, konsultasi preoperatif dengan ahli patologi
dianjurkan untuk meyakinkan penanganan dan pewarnaan spesimen yang tepat.
6. Tes darah
Tes fungsi tiroid diindikasikan untuk pasien dengan SLK yang tidak mengetahui
menderita penyakit tiroid.

Konjungtivitis non-infeksius biasanya dapat didiagnosa berdasarkan riwayat pasien.


Paparan bahan kimiawi langsung terhadapa mata dapat mengindikasikan konjungtivitis
toksik/kimiawi. Pada kasus yang dicurigai luka percikan bahan kimia, pH okuler harus
dites dan irigasi mata terus dilakukan hingga pH mencapai 7. Konjungtivitis juga dapat
disebabkan penggunaan lensa kontak atau iritasi mekanikal dari kelopak mata.3

4. Diagnosis Banding

Virus Bakteri Alergi Toksik


Gatal - - ++ -
Mata merah + ++ + +
Hemoragi + + - -
Sekret Serous Purulen, Viscus -
mucous kuning,
krusta
Kemosis ± ++ ++ ±
Lakrimasi ++ + + ±
Folikel + - + ±
Papil - + + -
Pseudomembran ± ± - -
Pembesaran ++ + - -
kelenjar limfe
Panus - - - ±
Bersamaan ± ± ±
dengan keratitis -
Demam ± ± -
-
Sitologi Granulosit Limposit, Eosinofil Sel epitel,
monosit granulosit
Glaukoma
Keratitis Uveitis Anterior
Konjungtivitis Kongestif Akut

Menurun
Tergantung perlahan, Menurun
Visus Normal
letak infiltrat tergantung mendadak
letak radang

Hiperemi konjungtiva perikornea siliar Mix injeksi

Epifora,
- + + -
fotofobia

Sekret Banyak - - -

Palpebra Normal Normal normal Edema

Edema,
Gumpalan sel suram (tidak
Kornea Jernih Bercak infiltrat
radang bening), halo
(+)

COA Cukup cukup Sel radang (+) dangkal

Sel radang (+),


H. Aquous Normal normal flare (+), tyndal Kental
efek (+)

Kripta
Kadang edema
Iris Normal normal menghilang
(bombans)
karena edema

Mid midriasis
Pupil Normal normal miosis
(d:5mm)

Lensa Normal normal Sel radang


Keruh
menempel

LO 3.8 Tatalaksana

A. Non Farmakologi

Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara
menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan
intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata
yang sehat, mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan
kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit.
Asuhan khusus harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran
konjungtivitis antar pasien.

B. Farmakologi
 Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen
mikrobiologinya.
 Untuk menghilangkan sekret dapat dibilas dengan garam fisiologis.

1. Penatalaksanaan Konjungtivitis Bakteri

Pengobatan kadang-kadang diberikan sebelum pemeriksaan mikrobiologik dengan


antibiotic tunggal seperti

 Kloramfenikol
 Gentamisin
 Tobramisin
 Eritromisin
 Sulfa

Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3 – 5 hari maka pengobatan


dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pada konjungtivitis bakteri
sebaiknya dimintakan pemeriksaan sediaan langsung (pewarnaan Gram atau Giemsa) untuk
mengetahui penyebabnya. Bila ditemukan kumannya maka pengobatan disesuaikan. Apabila
tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, maka diberikan antibiotic spectrum luas
dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 4-5x/hari. Apabila memakai tetes mata,
sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata (sulfasetamid 10-15 %). Apabila tidak sembuh
dalam 1 minggu, bila mungkin dilakukan pemeriksaan resistensi, kemungkinan difisiensi air
mata atau kemungkinan obstruksi duktus nasolakrimal.

2. Penatalaksanaan Konjungtivitis Virus


Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh dengan sendirinya.
Hindari pemakaian steroid topikal kecuali bila radang sangat hebat dan kemungkinan infeksi
virus Herpes simpleks telah dieliminasi.
Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat sedmbuh sendiri
sehingga pengobatan hanya bersifat suportif, berupa kompres, astrigen, dan lubrikasi. Pada
kasus yang berat diberikan antibodi untuk mencegah infeksi sekunder serta steroid topikal.
Konjungtivitis herpetik diobati dengan obat antivirus, asiklovir 400 mg/hari selama 5 hari.
Steroid tetes deksametason 0,1 % diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis, dan iritis,
tetapi steroid berbahaya karena dapat mengakibatkan penyebaran sistemik. Dapat
diberikan analgesik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada permukaan dapat diberikan salep
tetrasiklin. Jika terjadi ulkus kornea perlu dilakukan debridemen dengan cara mengoles salep
pada ulkus dengan swab kapas kering, tetesi obat antivirus, dan ditutup selama 24jam.
3. Penatalaksanaan Konjungtivitis Alergi
Umumnya kebanyakan konjungtivitis alergi awalnya diperlakukan seperti ringan
sampai ada kegagalan terapi dan menyebabkan kenaikan menjadi tingkat sedang. Penyakit
ringan sampai sedang biasanya mempunyai konjungtiva yang bengkak dengan reaksi
konjungtiva papiler yang ringan dengan sedikit sekret mukoid. Kasus yang lebih berat
mempunyai giant papila pada konjungtiva palpebranya, folikel limbal, dan perisai (steril)
ulkus kornea.

 Alergi ringan
Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair, mata merah yang timbul
musiman dan berespon terhadap tindakan suportif, termasuk air mata artifisial dan
kompres dingin. Air mata artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan mediator
peradangan yang mungkin ada pada permukaan okuler.

 Alergi sedang
Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan mata merah yang
timbul musiman dan berespon terhadap antihistamin topikal dan/atau mast cell stabilizer.
Penggunaan antihistamin oral jangka pendek mungkin juga dibutuhkan.
Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast; contoh yang paling sering dipakai
termasuk sodium kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin topikal mempunyai masa kerja
cepat yang meredakan rasa gatal dan kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping;
tersedia dalam bentuk kombinasi dengan mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang
mempunyai masa kerja lebih lama, dapat digunakan bersama, atau lebih baik dari,
antihistamin topikal. Vasokonstriktor tersedia dalam kombinasi dengan topikal
antihistamin, yang menyediakan tambahan pelega jangka pendek terhadap injeksi
pembuluh darah, tapi dapat menyebabkan rebound injeksi dan inflamasi konjungtiva.
Topikal NSAID juga digunakan pada konjungtivitis sedang-berat jika diperlukan
tambahan efek anti-peradangan.

 Alergi berat
Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala menahun dan
dihubungkan dengan peradangan yang lebih hebat dari penyakit sedang. Konjungtivitis
vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang agresif yang tampak sebagai shield coneal
ulcer. Rujukan spesialis harus dipertimbangkan pada kasus berat atau penyakit alergi yang
resisten, dimana memerlukan tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang dapat
digunakan bersama dengan antihistamin topikal atau oral dan mast cell stabilizer. Topikal
NSAID dapat ditambahkan jika memerlukan efek anti-inflamasi yang lebih lanjut.
Kortikosteroid punya beberapa resiko jangka panjang terhadap mata termasuk
penyembuhan luka yang terlambat, infeksi sekunder, peningkatan tekanan intraokuler, dan
pembentukan katarak. Kortikosteroid yang lebih baru seperti loteprednol mempunyai efek
samping lebih sedikit dari prednisolon. Siklosporin topikal dapat melegakan dengan efek
tambahan steroid dan dapat dipertimbangkan sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat
terutama sekali berguna sebagai terapi lini kedua pada kasus atopi berat atau konjungtivitis
vernal.
LO 3.9 Komplikasi

Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan
pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari
konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:

 glaukoma
 katarak
 ablasi retina
 komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari
blefaritis seperti ekstropin, trikiasis
 komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
 komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila
sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat
mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta
 komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat
mengganggu penglihatan

LO 3.10 Prognosis

Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer sedang yang
lain bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain, kebanyakan kondisi
tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal dan dapat dikontrol sehingga penglihatan dapat
dipertahankan.
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila
penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi seperti Glaukoma, katarak maupun ablasi
retina.

LO 3.11 Pencegahan

a. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau
mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
b. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang
sakit
c. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain
d. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
e. Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
f. Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.
g. Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan
hindari mengucek-ngucek mata.

h. Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya


setelah membersihkan kotoran mata.
Makanan yang disarankan untuk penderita konjungtivitis adalah makanan tinggi protein
dan tinggi kalori, berguna untuk mempercepat proses penyembuhan dan dianjurkan untuk
mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A yang berguna untuk memperbaiki
sensori penglihatan dan juga vitamin C untuk memperbaiki sistem pertahanan tubuh.
Kompres mata dengan air hangat jika disebabkan oleh bakteri atau virus, jika disebabkan
oleh alergi, kompres dengan air dingin.

LI 4 Memahami dan Menjelaskan tentang Memelihara Mata Menurut Ajaran Islam

 Fungsi mata: melihat dan penyempurnaan indera pendengaran


 Tujuan : petunujk dalam kegelapan, melihat ayat-ayat Allah
 Hukum Taklifi :
a. Wajib :melihat mushaf al quran,buku-buku yang bermanfaat, membedakan
yang halal dan yang haram.
b. Haram :memandang wanita dengan syahwat
c. Sunnah :melihat muka dan telapak tangan calon istri yang diduga kuat
lamarnya akan diterima, membaca buku-buku yang bermanfaat, melihat ulama dan
orang tua untuk menghormati.
d. Makruh :melihat secara berlebihan sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
e. Mubah :mendadak tanpa sengaja melihat lawan jenis, pasangan suami-istri
melihat tubuh pasanganya, melihat sesama jenis (aurat)

Terapi :penyadaran diri bahwa Allah senantiasa melihat, berdoa dan meminta pertolongan
Allah, berwudhu, memperbaharui taubat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray’s Anatomy for Students. Philadelphia: Elsevier
Churchill Livingstone; 2005
2. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 2008
3. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2007
4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009
5. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology a Systematic Approach. 7th edition.
Philadelphia: Elsevier; 2011
6. Univrab. Menjaga Pandangan. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 15]. Tersedia pada :
http://www.univrab.ac.id/berita-198-menjaga-pandangan.html
7. USU. Chapter II. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 15]. Tersedia pada :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf
8. USU. Chapter II. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 15]. Tersedia pada :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32585/4/Chapter%20II.pdf
9. Vaughan and Asbury’s. General Ophthalmology. 17th edition. New York: McGraw-
Hill’s; 2007

Anda mungkin juga menyukai