Lapisan Mata
Lapisan mata dari luar ke dalam adalah:
(1) tunika fibrosa, terdiri dari sklera di bagian belakang dan kornea di bagian depan;
(2) tunika vascular berpigmen, di bagian belakang terdapat koroid, dan di bagian depan
terdapat badan siliaris dan iris
(3) tunika nervosa, retina.
Media Refraksi
Media refraksi: kornea, aqueous humor, crystalline lens, vitreous body.
MEDIA REFRAKSI
Merupakan media kesemua bangunan transparan yang harus dilalui berkas cahaya
untuk mencapai retina. Media refraksi terdiri dari:
Kornea
Kornea jernih dan tembus cahaya dengan permukaan yang licin tetapi tidak
melengkung secara uniform/seragam. Bagian tengah (zona optikal) mempunyai radius
kelengkungan yang lebih kecil dibandingkan bagian tepi, dan permukaan posterior lebih
melengkung daripada anterior, karenanya kornea lebih tipis di bagian tengah daripada
tepinya.
Daya refraksi kornea, yang merupakan hasil indeks refraksi radius lengkung kornea
lebih besar daripada daya refraksi lensa. Secara anatomis kornea mempunyai dua bagian:
Kornea asli
Secara histologi, terdiri dari lima lapisan
1. Epitel
Pada permukaan luar terdapat epitel, yaitu suatu epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk, dengan 5 hingga 6 lapisan sel. Lapisan basal silindris rendah, kemudian 3 atau 4
lapisan sel polihedral dan 1 atau 2 lapisan sel permukaan yang gepeng. Epitel ini sangat
sensitif dengan banyak akhir saraf bebas, dan mempunyai daya regenerasi
istimewa/sangat baik, mitosis hanya terjadi dalam lapisan basal.
2. Membran Bowman
Dibawah epitel, tak berbentuk dan tak mengandung sel, dibentuk oleh perpadatan
antar sel dengan serabut kolagen halus yang tersebar tak beraturan. Membran ini berakhir
dengan tegas/ mendadak pada limbus.
3. Substansia propria
Membentuk massa kornea (90% ketebalannya), bersifat tembus cahaya, dan terdiri
dari lamel kolagen dengan sel. Lamel merupakan serat lebar, seperti pita, serabut dalam
setiap lamel sejajar, dengan lamel pada sudut-sudut yang berbeda. Lamel saling melekat
karena adanya pertukaran serabut antara lamel yang berdampingan. Diameter serabut
seragam menunjukkan periodisitas yang khas, dan terbenam dalam substansia antarsel
yang kaya akan polisakarida bersulfat. Fibroblas berbentuk bintang, gepeng dengan
cabang yang ramping, terletak antar lamel.
4. Membran descement
Tampak homogen, terletak sebelah dalam substansia propria. Merupakan membrana
basalis dari endotel. Secara kimiawi materinya adalah kolagen.
5. Endotel
Merupakan satu lapis sel kuboid yang melapisi permukaan dalam kornea. Sel
menunjukkan kompleks tautan, permukaan antar sel yang tak teratur, dan sejumlah besar
vesikula pinositotik. Vesikula ini mentransportasikan cairan dan larutan.
Kornea bersifat avaskular, mendapatkan nutrisi dari difusi pembuluh perifer dalam
limbus dan dari humor akueus di bagian tengah.
Limbus kornea
Merupakan zona peralihan atau zona pertemuan antara kornea dengan sklera. Disini
epitel kornea menebal smapai 10 lapisan dan melanjutkan diri dengan konjungtiva,
membrana bowman berhenti dengan tiba-tiba, membran descement menipis dan memecah
dan melanjutkan diri menjadi trabekula ligamneti pektinata, dan stroma kornea menjadi
kurang teratur dan secara bertahap susunannya berubah dari susunan lamelar yang khas
menjadi kurang teratur seperti yang ditemukan pada sklera. Limbus memiliki vaskularisasi
yang baik.
Lensa
Lensa kristalina bentuknya bikonveks, permukaan posterior lebih melengkung
daripada anterior. Di bagian tengah pada kedua permukaannya terdapat kutup anterior dan
kutup posterior. Garis yang menghubungkan keduanya adalah aksis dan batas kelilingnya
adalah ekuator.
Secara struktural, terdapat 3 komponen:
1. Kapsul lensa
Kapsul lensa meliputi lensa. Kapsul ini homogen, agaknya merupakan membran
yang tak berbentuk, bersifat elastik, dan mengandung glikoprotein dan kolagen tipe IV.
Padanya melekat serat zonula, yang berjalan ke badan siliar sebagai ligamentum
suspensorium/penyokong.
2. Endotel subkapsularis
Hanya pada permukaan anterior, di bawah kapsula, terdapat epitel subkapsular,
merupakan satu lapisan sel kuboid. Bagian dasar sel ini terletak di luar dalam hubungan
dengan kapsula. Apeksnya terletak di dalam dan membentuk kompleks jungsional
dengan serat lensa. Ke arah ekuator sel ini bertambah tinggi dan beralih menjadi serat
lensa.
3. Substansia lensa
Terdiri dari serat lensa, yang masing-masing berbentuk prisma heksagonal.
Sebagian besar serat tersusun secara konsentris dan sejajar permukaan lensa. Di
permukaan, pada korteks serat yang lebih muda mengandung inti dan beberapa organel.
Di bagian tengah, dalma ini lensa, serat yang lebih tua telah kehilangan inti dan tampak
homogen.
Lensa sama sekali tanpa pembuluh darah, karenanya mendapat nutrisi dari humor
akueus dan badan vitreus. Lensa bersifat tembus cahaya, dan membran plasma serat lensanya
sangat tidak permeabel.
Lensa dipertahankan pada tempatnya oleh ligamen suspensorium, disebut zonula yang
terdiri dari lembaran terdiri dari materi fibrilar yang berjalan dari badan siliar ke ekuator
lensa, sehingga meliputi lensa.
Badan vitreus
Merupakan suatu agar-agar yang jernih dan tembus cahaya yang memenuhi ruang
antara retina dan lensa. Oleh karenanya bentuknya sferoid/bundar dengan lekukan pada
bagian anterior untuk menyesuaikan dengan lensa. Badan vitreus juga memlihara bentuk dan
kekenyalan bola mata.
RETINA
Merupakan lapisan paling dalam bola mata dan terdiri dari bagian anterior yang tak
peka dan bagian posterior yaitu bagian yang fungsional, yang merupakan organ fotoreseptor
atau alat penerima cahaya.
Retina berkembang sebagai penonjolan ke luar otak depan yang disebut vesikel optik.
Vesikel optik mempertahankan hubungannya dengan otak mellaui tangkai optik. Vesikel
optik akan berubah menjadi cangkir optik yang berlapis dua. Lapisan luar membentuk epitel
pigmen, dan lapisan dalam menjadi retina saraf atau retina yang sebenarnya.
Suatu ruang potensial menetap antara kedua lapisan tersebut dan hanya dilalui oleh
penonjolan sel pigmen. Lapisan luar, lapisan pigmen melekat erat pada koroid, tetapi lapisan
dalam mudah terlepas pada proses pembuatan sajian histologi juga dalam kehidupan sesudah
terjadi trauma.
Retina optikal atau neural melapisis koroid mulai dari papila saraf optik di bagian
posterior hingga ora serrata di anterior, dan menunjukkan suatu cekungan yang dangkal yang
disebut fovea sentralis. Sekeliling fovea terdapat suatu daerah yang dikenal sebagai bintik
kuning, atau makula lutea. Fovea merupakan daerah untuk penglihatan terjelas. Tak terdapat
fotoreseptor di atas papila optik, sehingga daerah ini disebut juga bintik buta.
Mekanisme penglihatan
Cahaya masuk ke bagian mata yg bernama pupil. Ukuran pupil disesuakan dengan
kontraksi dari iris yaitu m.konstriktor pupilae yg menyebabkan pupil mengecil dan
dipengaruhi oleh saraf parasimpatis dan m.dilator pupilae yg menyebabkan pupil membesar
dan dipersarafi oleh simpatis.
Lalu cahaya dibiaskan melalu media refraksi yang terdiri dari kornea dan lensa,
bentuk kornea itu sendiri berbentuk konveks (cembung) berfungsi agar cahaya dapat di
belokkan pada titik focus, setelah melewati kornea cahaya lalu diteruskan oleh lensa. Yg juga
berbentuk konveks sehingga cahaya dapat jatuh pada titik focus di retina. Lensa sendiri
diatur oleh m.ciliaris yg disambungkan oleh zonula zinii. Bila m.ciliaris berkontraksi maka
pupil maka zonula zinii melemas sehingga membuat lensa semakin cembung dan berfungsi
untuk melihat dari jarak dekat (akomodasi). Sebaliknya bila m.ciliaris melemas maka zonula
zinii akan menarik lensa sehingga lensa menjadi semakin pipih dan berfungsi untuk melihat
jarak jauh. Semua otot tersebut masing masing dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis.
Setelah cahaya di refraksikan maka cahaya akan mencapai retina yg terdapat sel sel
fotoreseptor yaitu sel batang dan sel kerucut.
Sifat dari sel sel ini ialah bila sel batang maka sel ini peka terhadap gelap, kepekaan
tinggi dan ketajaman rendah. Bila sel kerucut peka terhadap sinar dan warna , ketajaman
penglihatan tinggi, digunakan pada saat siang hari.
Terjadi beberapa proses pada saat otak mengekspresikan gelap atau terang yaitu
gelap
cahaya/terang
konsentrasi GMP-siklik tinggi
kosentrasi Na tinggi
depolarisasi membrane
penurunan GMP-siklik
pengeluaran zat inhibitor
penutupan canal Na
neuron bipolar dihambat
menutupnya canal Ca
tidak adanya eksitasi ke korteks penglihatan di otak
Jaras penglihatan
Berkas-berkas cahaya dari separuh kiri lapangan pandang jatuh di separuh kanan
retina kedua mata. Demikian sebaliknya, berkas-berkas cahaya dari separuh kanan lapangan
pandang jatuh di separuh kiri retina kedua mata. Tiap-tiap saraf optikus keluar dari retina
membawa informasi dari kedua belahan retina yang dipersarafi. Informasi ini dipisahkan
sewaktu kedua saraf optikus tersebut bertemu di kiasma optikus. Di dalam kiasma optikus,
serat-serat dari separuh medial kedua retina bersilangan ke sisi yang berlawanan, tetapi serat-
serat yang dari separuh lateral tetap di sisi yang sama. Berkas-berkas serat yang telah
direorganisasi dan meninggalkan kiasma optikus dikenal sebagai traktus optikus. Tiap-tiap
traktus optikus membawa informasi dari separuh lateral salah satu retina dan separuh medial
retina yang lain. Dengan demikian, persilangan parsial ini menyatukan serat-serat dari kedua
mata yang yang membawa informasi dari separuh lapangan pandang yang sama. Tiap-tiap
traktus optikus menyampaikan ke belahan otak di sisi yang sama informasi mengenai separuh
lapangan pandang dari sisi yang berlawanan. Perhentian pertama di otak untuk informasi
dalam jalur penglihatan adalah nukleus genikulatus lateralis di thalamus. Di korpus atau
nucleus genikulatum, serat-serat dari bagian nasal retina dan temporal retina yang lain
bersinaps di sel-sel yang axonnya membentuk traktus genikulokalkarina. Traktus ini
menuju ke lobus oksipitalis korteks serebrum (area Brodmann 17).
LO 3.1 Definisi
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan
dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur,
chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian
berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis
terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan
biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan
sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan. (Effendi, 2008).
Konjungtivitis biasanya tidak ganas dan bisa sembuh sendiri. Dapat juga menjadi kronik dan
hal ini mengindikasikan perubahan degeneratif atau kerusakan akibat serangan akut yang
berulang. Klien sering datang dengan keluhan mata merah. Pada konjungtivitis didapatkan
hiperemia dan injeksi konjungtiva, sedangkan pada iritasi konjungtiva hanya injeksi
konjungtiva dan biasanya terjadi karena mata lelah, kurang tidur,asap, debu dan lain-lain.
LO 3.2 Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti
a. infeksi oleh virus atau bakteri
b. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.
c. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet dari las
listrik atau sinar matahari yang dipantulkan oleh salju.
d. pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang, juga bisa menyebabkan
konjungtivitis.
LO 3.3 Epidemiologi
Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat diderita oleh
seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Walaupun tidak ada dokumen yang secara rinci
menjelaskan tentang prevalensi konjungtivitis, tetapi keadaan ini sudah ditetapkan sebagai
penyakit yang sering terjadi pada masyarakat (Chiang YP, dkk, 1995 dalam Rapuano et al,
2005).
Pada anak, sering terjadi keratokonjungtivitis vernal, sedangkan keratokonjungtivitis
atopik dan alergika sering terjadi pada dewasa muda. Sekitar 1-3% pengguna kontak lensa
terkena konjungtivitis papiler raksasa dan 10% neonatus mengalami konjungtivitis dengan
berbagai penyebab. Konjungtivitis infeksius mengenai perempuan dan laki-laki dengan
insidens yang sama. Namun, konjungtivitis sicca lebih sering terjadi pada perempuan.
Sebaliknya, keratokonjungtivitis vernal dan konjungtivitis akibat kimia dan mekanik lebih
sering terjadi pada pria.
Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan dengan
kondisi lingkungan yang tidak Hygiene.
LO 3.4 Klasifikasi
a. Konjungtivitis akut bakterial :
Adalah bentuk konjungtivitis murni dan biasanya disebabkan oleh staphylococ, pneumococ,
gonococ, haemifillus aegypti, pseudomonas, dan basil morax axenfeld.
1. Konjungtivitis blenore
Merupakan konjungtivitis pada bayi yang baru lahir. Dengan penyebabnya
gonococ atau suatu chlamydia. Dengan masa inkubasi 3-6 hari.
2. Konjungtivitis gonore
Penyakit ini pada orang dewasa disebabkan oleh auto infeksi pada penderita
uretriris atau servisitis gonore. Pada orang dewasa terdapat 3 stadium :
1) Infiltratif
2) Purulen
3) Penyembuhan
3. Konjungtivitis difteri
Radang konjungtiva ini disebabkan bakteri difteri yang memberikan gambaran
yang khas berupa terbentuknya membran pada konjungtiva tarsal. Pengobatan
konjungtivitis difteri adalah dengan memberi penisillin disertai dengan antitoksin
difteri.
4. Konjungtivitis folikular
Kelainan ini merupakan konjungtivitis yang disertai dengan pembentukan
folikel pada konjungtiva. Konjungtivitis folikular merupakan konjungtivitis yang
sering ditemukan pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan pada bayi.
Konjungtivitis folikular dapat terjadi akibat infeksi bakteri, virus, dan
rangsangan bahan kimia. Penyakit ini dapat berjalan akut maupun kronis.
5. Konjungtivitis kataral
Merupakan penyakit dengan gejala utama berupa banyaknya secret berlendir
pada mukosa konjungtiva. Pengobatannya adalah dengan memberikan antibiotik
dan membersihkan secret mata.
c. Konjungtivitis jamur
Infeksi jamur pada konjungtiva jarang terjadi, sedangkan 50% infeksi jamur yang
terjadi tidak memperlihatkan gejala.
d. Konjungtivitis alergik :
Reaksi alergi dan hipersensitif pada konjungtiva akan memberikan keluhan pada
pasien berupa mata gatal, panas dan mata merah.
1. Konjungtivitis vernal
Merupakan konjungtivitis kronik, rekulerateral, bilateral, atopi yang memberikan
secret mucus dapat mengandung eosinofil dan merupakan reaksi hipersnsitifitas
tipe 1. Biasanya diderita pada pasien usia dewasa muda, yang lebih sering
mengenai laki-laki terutama di musim panas.
2. Konjungtivitis flikten
Suatu peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi. Pengobatan
yang diberikan kortikosteroid lokal dan mengatasi sumber infeksi.
e. Konjungtivitis kronis
f. Trakoma merupakan konjungtivitis folikuler kronis yang disebabkan oleh clamydia
trachomatis. Penyakit ini terutama mengenai anak-anak walaupun dapat mengenai semua
umur. Cara penularan trakoma adalah melalui kontak langsung dengan secret penderita
atau melalui handuk, saputangan, atau alat-alat kebutuhan sehari-hari. Masa inkubasi
kuman 5-14 hari.
Patofisiologi
Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium :
1. Stadium Infiltratif.
Berlangsung 3 – 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme,
disertai rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva yang lembab, kemotik
dan menebal, sekret serous, kadang-kadang berdarah. Kelenjar preauikuler membesar,
mungkin disertai demam. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih
menonjol dengan gambaran hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran
spesifik gonore dewasa. Pada umumnya kelainan ini menyerang satu mata terlebih dahulu
dan biasanya kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya.
2. Stadium Supurativa/Purulenta.
Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra masih bengkak,
hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat blefarospasme. Sekret yang kental
campur darah keluar terus-menerus. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret
kuning kental, terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan
konjungtiva. Kalau palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak
(memancar muncrat), oleh karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai
sekret mengenai mata pemeriksa.
Patogenesis
Mekanisme pasti atau mekanisme bagaimana terbentuknya flikten masih belum jelas.
Secara histologis fliktenulosa mengandung limfosit, histiosit, dan sel plasma. Leukosit PMN
ditemukan pada lesi nekrotik. Bentuk tersebut kelihatannya adalah hasil dari reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap protein tuberkulin, Staphylococcuc aureus,
Coccidioides immitis, Chlamydia, acne rosacea, beberapa jenis parasit interstisial dan fungus
Candida albicans. Jarang kasusnya idiopatik (Alamsyah, 2007).
Keratitis flikten dapat berkembang secara primer dari kornea meskipun seringkali
biasanya menyebar ke kornea dari konjungtiva. Epitel yang ditempati oleh flikten rusak,
membentuk ulkus dangkal yang mungkin hilang tanpa pembentukan jaringan parut
(Alamsyah, 2007).
Flikten khas biasanya unilateral pada atau di dekat limbus, pada konjungtiva bulbar
atau kornea, dapat satu atau lebih, bulat, meninggi, abu-abu atau kuning, hiperemis, terdapat
nodul inflamasi dengan dikelilingi zona hiperemik pembuluh darah. Flikten konjungtiva tidak
menimbulkan jaringan parut. Jaringan parut fibrovaskuler kornea bilateral limbus cenderung
membesar ke bawah daripada ke atas mungkin mengindikasikan flikten sebelumnya. Flikten
yang melibatkan kornea sering rekuren, dan migrasi sentripetal lesi inflamasi mungkin
berkembang. Kadangkala, beberapa inflamasi menimbulkan penipisan kornea dan jarang
menimbulkan perforasi (Alamsyah, 2007).
Gejala Konjungtivitis
1. Rasa adanya benda asing
Rasa ini disertai dengan rasa pedih dan panas karena pembengkakan dan hipertrofi
papil. Jika rasa sakitnya berat, maka harus dicurigai kemungkinan terjadinya kerusakan
pada kornea.
3. Gatal
4. Fotofobia
Tanda Konjungtivitis
1. Hiperemi
Hiperemi pada konjungtivitis berasal dari rasa superficial, tanda ini
merupakan tanda konjungtivitis yang paling mancolok. Hiperemi yang tampak merah
cerah biasanya menandakan konjungtivitis bakterial sedangkan hiperemi yang tampak
seperti kabut biasanya menandakan konjungtivitis karena alergi. Kemerahan paling nyata
pada forniks dan mengurang ke arah limbus disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh
konjungtiva posterior.
Lakrimasi
Diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau gatal. Kurangnya
sekresi airmata yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sicca.
2. Eksudasi
Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat berlapis-lapis dan
amorf pada konjungtivitis bakterial dan dapat pula berserabut seperti pada konjungtivitis
alergika, yang biasanya menyebabkan tahi mata dan saling melengketnya palpebra saat
bangun tidur pagi hari, dan jika eksudat berlebihan agaknya disebabkan oleh bakteri atau
klamidia.
Serous-mukous, kemungkinan disebabkan infeksi virus akut
Mukous (bening, kental), kemungkinan disebabkan alergi
Purulent/ Mukopurulen, kemungkinan disebabkan infeksi bakteri
3. Pseudoptosis
Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskulus muller
(M. Tarsalis superior). Keadaan ini dijumpai pada konjungtivitis berat. Misalnya
Trachoma dan keratokonjungtivitis epidemika.4
5. Hipertrofi Papil
Hipetropi papil merupakan reaksi non spesifik, terjadi karena konjungtiva terikat
pada tarsus atau limbus di bawahnya oleh serabut-serabut halus. Ketika berkas pembuluh
yang membentuk substansi papila sampai di membran basal epitel, pembuluh ini
bercabang-cabang di atas papila mirip jeruji payung.4
6. Pembentukan Folikel
Folikel adalah bangunan akibat hipertrofi lomfoid lokal di dalam lapisan adenoid
konjungtiva dan biasanya mengandung sentrum germinotivum. Kebanyakan terjadi pada
viral conjungtivitis, chlamidial conjungtivitis, serta toxic conjungtivitis karena topical
medication. Pada pemeriksaan, vasa fecil bisa terlihat membatasi foliker dan
melingkarinya.
8. Adenopati Preaurikuler
Beberapa jenis konjungtivitis akan disertai adenopoti preaurikular. Dengan
demikian setiap ada radang konjungtiva harus diperiksa adalah pembebasan dan rasa sakit
tekan kelenjar limfe preaurikuler.
Gejala Subjektif
Konjungtivitis biasanya hanya menyebabkan iritasi dengan rasa sakit dengan mata merah dan
lakrimasi. Khasnya pada konjungtivitis flikten apabila kornea ikut terlibat akan terdapat
fotofobia dan gangguan penglihatan. Keluhan lain dapat berupa rasa berpasir. Konjungtivitis
flikten biasanya dicetuskan oleh blefaritis akut dan konjungtivitis bekterial akut.
b. Gejala Objektif
Dengan Slit Lamp tampak sebagai tonjolan bulat ukuran 1-3 mm, berwarna kuning atau
kelabu, jumlahnya satu atau lebih yang di sekelilingnya terdapat pelebaran pembuluh darah
konjungtiva (hyperemia). Bisa unilateral atau mengenai kedua mata.
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visus, pemeriksaan eksternal dan
slit-lamp biomikroskopi.Pemeriksaan eksternal harus mencakup elemen berikut ini:
Limfadenopati regional, terutama sekali preaurikuler
Kulit: tanda-tanda rosacea, eksema, seborrhea
Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan warna, malposisi,
kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, keganasan
Konjungtiva: bentuk injeksi, perdarahan subkonjungtiva, kemosis, perubahan
sikatrikal, simblepharon, massa, sekret
2. Kultur virus
Bukan merupakan pemeriksaan rutin untuk menetapkan diagnosa. Tes imunodiagnostik
yang cepat dan dilakukan dalam ruangan menggunakan antigen sudah tersedia untuk
konjungtivitis adenovirus. Tes ini mempunyai sensitifitas 88% sampai 89% dan
spesifikasi 91% sampai 94%. Tes imunodiagnostik mungkin tersedia untuk virus lain, tapi
tidak diakui untuk spesimen dari okuler. PCR dapat digunakan untuk mendeteksi DNA
virus. Ketersediannya akan beragam tergantung dari kebijakan laboratorium.
4. Smear/sitologi
Smear untuk sitologi dan pewarnaan khusus (mis.,gram, giemsa) direkomendasikan
pada kasus dicurigai konjungtivitis infeksi pada neonatus, konjungtivitis kronik atau
berulang, dan pada kasus dicurigai konjungtivitis gonoccocal pada semua grup usia.
5. Biopsi
Biopsi konjungtiva dapat membantu pada kasus konjungtivitis yang tidak berespon
pada terapi. Oleh karena mata tersebut mungkin mengandung keganasan, biopsi langsung
dapat menyelamatkan penglihatan dan juga menyelamatkan hidup. Biopsi konjungtival
dan tes diagnostik pewarnaan imunofloresens dapat membantu menetapkan diagnosis dari
penyakit seperti OMMP dan paraneoplastik sindrom. Biopsi dari konjungtiva bulbar
harus dilakukan dan sampel harus diambil dari area yang tidak terkena yang berdekatan
dengan limbus dari mata dengan peradangan aktif saat dicurigai sebagai OMMP. Pada
kasus dicurigai karsinoma glandula sebasea, biopsi palpebra seluruh ketebalan
diindikasikan. Saat merencanakan biopsi, konsultasi preoperatif dengan ahli patologi
dianjurkan untuk meyakinkan penanganan dan pewarnaan spesimen yang tepat.
6. Tes darah
Tes fungsi tiroid diindikasikan untuk pasien dengan SLK yang tidak mengetahui
menderita penyakit tiroid.
4. Diagnosis Banding
Menurun
Tergantung perlahan, Menurun
Visus Normal
letak infiltrat tergantung mendadak
letak radang
Epifora,
- + + -
fotofobia
Sekret Banyak - - -
Edema,
Gumpalan sel suram (tidak
Kornea Jernih Bercak infiltrat
radang bening), halo
(+)
Kripta
Kadang edema
Iris Normal normal menghilang
(bombans)
karena edema
Mid midriasis
Pupil Normal normal miosis
(d:5mm)
LO 3.8 Tatalaksana
A. Non Farmakologi
Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara
menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan
intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata
yang sehat, mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan
kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit.
Asuhan khusus harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran
konjungtivitis antar pasien.
B. Farmakologi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen
mikrobiologinya.
Untuk menghilangkan sekret dapat dibilas dengan garam fisiologis.
Kloramfenikol
Gentamisin
Tobramisin
Eritromisin
Sulfa
Alergi ringan
Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair, mata merah yang timbul
musiman dan berespon terhadap tindakan suportif, termasuk air mata artifisial dan
kompres dingin. Air mata artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan mediator
peradangan yang mungkin ada pada permukaan okuler.
Alergi sedang
Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan mata merah yang
timbul musiman dan berespon terhadap antihistamin topikal dan/atau mast cell stabilizer.
Penggunaan antihistamin oral jangka pendek mungkin juga dibutuhkan.
Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast; contoh yang paling sering dipakai
termasuk sodium kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin topikal mempunyai masa kerja
cepat yang meredakan rasa gatal dan kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping;
tersedia dalam bentuk kombinasi dengan mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang
mempunyai masa kerja lebih lama, dapat digunakan bersama, atau lebih baik dari,
antihistamin topikal. Vasokonstriktor tersedia dalam kombinasi dengan topikal
antihistamin, yang menyediakan tambahan pelega jangka pendek terhadap injeksi
pembuluh darah, tapi dapat menyebabkan rebound injeksi dan inflamasi konjungtiva.
Topikal NSAID juga digunakan pada konjungtivitis sedang-berat jika diperlukan
tambahan efek anti-peradangan.
Alergi berat
Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala menahun dan
dihubungkan dengan peradangan yang lebih hebat dari penyakit sedang. Konjungtivitis
vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang agresif yang tampak sebagai shield coneal
ulcer. Rujukan spesialis harus dipertimbangkan pada kasus berat atau penyakit alergi yang
resisten, dimana memerlukan tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang dapat
digunakan bersama dengan antihistamin topikal atau oral dan mast cell stabilizer. Topikal
NSAID dapat ditambahkan jika memerlukan efek anti-inflamasi yang lebih lanjut.
Kortikosteroid punya beberapa resiko jangka panjang terhadap mata termasuk
penyembuhan luka yang terlambat, infeksi sekunder, peningkatan tekanan intraokuler, dan
pembentukan katarak. Kortikosteroid yang lebih baru seperti loteprednol mempunyai efek
samping lebih sedikit dari prednisolon. Siklosporin topikal dapat melegakan dengan efek
tambahan steroid dan dapat dipertimbangkan sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat
terutama sekali berguna sebagai terapi lini kedua pada kasus atopi berat atau konjungtivitis
vernal.
LO 3.9 Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan
pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari
konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:
glaukoma
katarak
ablasi retina
komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari
blefaritis seperti ekstropin, trikiasis
komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila
sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat
mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta
komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat
mengganggu penglihatan
LO 3.10 Prognosis
Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer sedang yang
lain bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain, kebanyakan kondisi
tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal dan dapat dikontrol sehingga penglihatan dapat
dipertahankan.
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila
penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi seperti Glaukoma, katarak maupun ablasi
retina.
LO 3.11 Pencegahan
a. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau
mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
b. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang
sakit
c. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain
d. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
e. Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
f. Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.
g. Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan
hindari mengucek-ngucek mata.
Terapi :penyadaran diri bahwa Allah senantiasa melihat, berdoa dan meminta pertolongan
Allah, berwudhu, memperbaharui taubat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray’s Anatomy for Students. Philadelphia: Elsevier
Churchill Livingstone; 2005
2. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 2008
3. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2007
4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009
5. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology a Systematic Approach. 7th edition.
Philadelphia: Elsevier; 2011
6. Univrab. Menjaga Pandangan. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 15]. Tersedia pada :
http://www.univrab.ac.id/berita-198-menjaga-pandangan.html
7. USU. Chapter II. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 15]. Tersedia pada :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf
8. USU. Chapter II. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 15]. Tersedia pada :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32585/4/Chapter%20II.pdf
9. Vaughan and Asbury’s. General Ophthalmology. 17th edition. New York: McGraw-
Hill’s; 2007