Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

GLAUKOMA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Oleh:
Verryna Yaumi Maghfiroh A. 21804101056

Dosen Pembimbing:
dr. Fitria Romadiana, Sp.M

LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN MATA


RSUD SYARIFAH AMBAMI RATU EBU BANGKALAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sholawat serta salam yang kami junjungkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran
sehingga dalam penyelesaian tugas ini kami dapat memilah antara yang baik dan
buruk. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing pada
Laboratorium Ilmu Mata yang memberikan bimbingan dalam menempuh
pendidikan ini. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
sehingga dalam penyusunan laporan kasus ini dapat terselesaikan.
Referat ini membahas terkait definisi, etiopatogenesis, penegakan diagnosa,
diagnosa banding, serta penatalaksanaannya.
Kami menyadari dalam referat ini belum sempurna secara keseluruhan oleh
karena itu kami dengan tangan terbuka menerima masukan-masukan yang
membangun sehingga dapat membantu dalam penyempurnaan dan pengembangan
penyelesaian tugas selanjutnya.
Demikian pengantar kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua.
Amin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Bangkalan, 7 Juli 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Cover
Kata Pengantar ............................................................................................ 2
Daftar Isi ...................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 4
1.3 Tujuan .................................................................................................... 4
1.4 Manfaat .................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Bilik Mata............................................................................... 5
2.2 Fisiologi Humor Aquos ......................................................................... 7
2.3 Glaukoma .............................................................................................. 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 33
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.1 Kelainan ini ditandai
oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan
pengecilan lapang pandang. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata
dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekstravasasi
(penggaungan/ cupping) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan
kebutaan.1,2,3
World Health Organization (WHO) tahun 2002 mengungkapkan bahwa glaukoma
merupakan penyebab kebutaan paling banyak kedua dengan prevalensi sekiar 4,4 juta
(sekitar 12,3% dari jumlah kebutaan di dunia). Pada tahun 2020 jumlah kebutaan akibat
glaukoma diperkirakan meningkat menjadi 11,4 juta. Prevalensi glaukoma juga
diperkirakan meningkat, dari 60,5 juta pada tahun 2010 menjadi 79,6 juta pada tahun
2020.4 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi
glaukoma di Indonesia adalah 4,6%.5

Glaukoma dibagi menjadi glaukoma primer (sudut terbuka dan tertutup),


glaukoma kongenital (glaukoma pada bayi), glaukoma sekunder dan glaukoma absolut
(glaukoma yang tidak terkontrol).6
1.2 Rumusan Masalah
2. Bagaimana Anatomi Mata?
3. Bagaimana Fisiologi Humor Aquos?
4. Bagaimana definisi, klasifikasi, etiologi, epidemiologi, patogenesis, manifestasi
klinis, pemeriksaan, tatalaksana, komplikasi dan prognosis?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan referat ini adalah untuk memberikan gambaran
definisi, klasifikasi, etilogi, insidensi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik,
diagnosis, serta penatalaksanaan glaukoma.
1.4 Manfaat
Diharapkan pada referat ini mampu memberikan tambahan pengetahuan dan
dapat digunakan sebagai landasan teori, serta sebagai landasan ilmiah dalam

4
menangani pasien bagi pembaca tentang glaukoma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Bilik Mata Depan (COA)
Camera oculi anterior atau bilik mata depan merupakan struktur penting yang
berhubungan dengan pengaturan tekanan intraokuler. Hal ini disebabkan karena
pengaliran cairan aquos harus melalui bilik mata depan terlebih dahulu sebelum
memasuki kanal Schlemm. Bilik mata depan dibentuk oleh persambungan antara
kornea perifer dan iris.1
Bagian mata yang penting dalam glaukoma adalah sudut filtrasi. Sudut filtrasi
ini berada dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi oleh garis
yang menghubungkan akhir dari membran descement dan membran bowman, lalu
ke posterior 0,75 mm, kemudian ke dalam mengelilingi kanal schlem dan trabekula
sampai ke COA. Limbus terdiri dari dua lapisan epitel dan stroma. Epitelnya dua
kali setebal epitel kornea. Di dalam stroma terdapat serat – serat saraf dan cabang
akhir dari arteri siliaris anterior.1
Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sklera dan kornea, di
sini ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan
merupakan batas belakang sudut filtrasi, serta tempat insersi otot siliar logitudinal.
Pada sudut filtrasi terdapat garis schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel
dan membran descement dan kanal schlemm yang menampung cairan mata keluar
ke salurannya.
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang terdiri dari:
a. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma
kornea dan menuju ke belakang, mengelilingi kanal schlemm untuk
berinsersi pada sklera.
b. Scleralspur (insersidari m. Ciliaris) dan sebagian ke m. Ciliaris
meridional.
c. Serabut berasal dari akhir membran descement (garis schwalbe) menuju
ke jaringan pengikat m. Siliaris radialis dan sirkularis.

5
d. Ligamentum pektinatum rudimenter berasal dari dataran depan iris
menuju ke depan trabekula. Trabekula terdiri dari jaringan kolagen,
jaringan homogen, elastis dan seluruhnya diliputi endotel.
Struktur dasar mata yang berhubungan dengan humor aquos adalah korpus
siliaris, sudut kamera okuli anterior, dan sistem aliran humor aquos.
A. Korpus siliaris
Berfungsi sebagai pembentuk humor aquos, memiliki panjang 6 mm,
membentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung
anterior koroid ke pangkal iris. Terdiri dari dua bagian yaitu, anterior: pars plicata
(2mm), posterior: pars plana (4 mm).1,3 Tersusun dari 2 lapisan sel epitel siliaris:
a. Non pigmented ciliary epithelium (NPE)
b. Pigmented ciliary epithelium (PE)

Gambar 2.1 Korpus Siliaris


B. Trabecular meshwork
Suatu struktur yang mirip saringan yang dilewati humor aquos, 90% humor
aquos melewati bagian ini. Terdiri dari 3 bagian:
1. Uvea meshwork
2. Corneoscleral meshwork
3. Juxtacanalicular meshwork

6
Gambar 2.2 Trabecular Meshwork
C. Kanalis schlemm
Merupakan saluran pada perilimbal sklera, dihubungkan oleh septa. Dinding
bagian dalam kanalis schlemm dibatasi oleh sel endotel yang ireguler yang
memiliki vakuola yang besar. Dinding terluar dari kanal dibatasi oleh sel gepeng
yang halus dan mencakup pembukaan saluran pengumpul yang meninggalkan
kanalis schlemm pada sudut miring dan berhubungan secara langsung atau tidak
langsung dengan vena episklera.1,3
D. Saluran kolektor
Disebut juga pembuluh aquos intrasklera, berjumlah 25-35, meninggalkan
kanalis schlemm pada sudut lingkaran ke arah tepi ke dalam vena sklera.1,3

2.2 Fisiologi Humor Aqueous


Tekanan intraocular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor aqueous
dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor aqueous adalah suatu cairan
jernih yang mengisi kamera okuli anterior dan posterior. Volumenya adalah sekitar
250µL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisi humor
aqueous serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askrobat,
piruvat dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea dan glukosa yang lebih rendah.10

7
Gambar 2.3 Fisiologi aliran humor aqueous
Humor aqueous diproduksi oleh korpus siliaris. Ultrafiltrat plasma yang
dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosessus
sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera okuli posterior, humor aqueous
mengalir melalui pupil ke kamera okuli anterior lalu ke trabecular meshwork di sudut
kamera okuli anterior. Selama periode ini, terjadi pertukaran diferensial komponen-
komponen dengan darah di iris. Peradangan atau trauma intraocular dapat
menyebabkan peningktan konsentrasi protein. Hal ini disebut humor aqueous plasmoid
10
dan sangat mirip dengan serum darah.
Trabekula meshwork terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik
yang dibungkus oleh sel-sel trabekula yang membentuk suatu saringan dengan ukuran
pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot
siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di
jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase humor aqueous juga meningkat. Aliran
humor aqueous ke dalam kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-
saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanalis Schlemm
(sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous) menyalurkan airan ke dalam
sistem vena. Sejumlah kecil humor aqueous keluar dari mata antara berkas otot siliaris
dan lewat sela-sela sklera (aliran uveoskleral).1
2.3 Glaukoma
A. Definisi
Glaukoma adalah suatu neuropati optik (kerusakan saraf mata) yang ditandai
dengan pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapang pandang,
biasanya disertai dengan peningkatan tekanan intra okular. Tekanan intraocular
ditentukan oleh keceptan pembentukan humour aqueos dan tahanan terhadap aliran
keluarnya dari mata. Tekanan intraocular dianggap normal bila <20mmHg pada
pemeriksaan dengan tonometer.

8
Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil
saraf optik, dan defek lapang pandang.6

Gambar 2.4 Gambaran Glaukoma


A. Epidemiologi
World Health Organization (WHO) tahun 2002 mengungkapkan bahwa
glaukoma merupakan penyebab kebutaan paling banyak kedua dengan prevalensi
sekiar 4,4 juta (sekitar 12,3% dari jumlah kebutaan di dunia). Pada tahun 2020
jumlah kebutaan akibat glaukoma diperkirakan meningkat menjadi 11,4 juta.
Prevalensi glaukoma juga diperkirakan meningkat, dari 60,5 juta pada tahun 2010
menjadi 79,6 juta pada tahun 2020.4 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, prevalensi glaukoma di Indonesia adalah 4,6%.5

Glaukoma sudut terbuka adalah bentuk glaukoma yang paling sering


dijumpai, sekitar 0,4-0,7% orang berusia >40 tahun dan 2-3% orang berusia >70
tahun diperkiran menderita glaukoma sudut terbuka.1

B. Etiologi 11
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokular yang dapat
disebabkan bertambahnya produksi humor aqueous oleh badan sillier ataupun
berkurangnya pengeluaran humour aqueous di daerah sudut bilik mata atau di celah
pupil.

Tekanan intraocular adalah keseimbangan antara produksi humour


aqueous, hambatan terhadap aliran aqueous, dan tekanan vena episklera.
Ketidakseimbangan antara ketiga hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intraocular, akan tetapi hal ini lebih sering disebabkn oleh hambatan
terhadap aliran humour aqueous atau aliran humor aqueous yang lemah.

9
Peningkatan tekanan intraocular akan mendorong perbatasan antara nervus
optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke nervus
optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami
kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang
pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang
sentral. Jika tidak diobati glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
C. Faktor Risiko12
Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah:
a) Tekanan darah rendah atau tinggi
b) Fenomena autoimun
c) Degenerasi primer sel ganglion
d) Usia diatas 45 tahun
e) Riwayat glaukoma pada keluarga
f) Miopia atau hipermetropia
g) Pasca bedah dengan hifema atau infeksi
Sedangkan beberapa hal yang memperberat resiko glaukoma adalah:
a. Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat
b. Makin tua usia, makin berat
c. Hipertensi, resiko 6 kali lebih sering
d. Pekerja las, resiko 4 kali lebih sering
e. Riwayat keluarga dengan glaukoma, resiko 4 kali lebih sering
f. Merokok, resiko 4 kali lebih sering
g. Miopia, resiko 2 kali lebih sering
h. DM, resiko 2 kali lebih sering
D. Patofisiologi13
Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris.
Pada keadaan fisiologis bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata.
Berdekatan dengan sudut ini didapatkan trabecular meshwork, kanal Schlemm, biji
sclera, garis Schwalbe dan jonjot iris. Pada sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe
yang merupakan akhir perifer endotel dan membrane desement, kanal Schlemm
yang menampung cairan mata kesalurannya.

Sudut filtrasi berbatas dengan akar iris berhubungan dengan sklera kornea

10
dan disini ditemukan skleral spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan
merupakan batas belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal.
Trabekular meshwork mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua
komponen yaitu badan siliar dan uvea.

Gambar. 2.5 Hambatan Pada Aliran Humor Aquos


Tekanan intraocular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya cairan
(aqueous humor) bola mata oleh adan siliar dan hambatan yang terjadi pada
trabecular meshwork. Aqueous humor yang dihasilkan badan siliar masuk ke bilik
mata belakang, kemudian melalui pupil menuju bilik mata depan dan terus ke bilik
mata depan, tepatnya ke trabecular meshwork, mencapai kanal Schlemm dan
melalui saluran ini keluar dari bola mata. Pada glaukoma kronik sudut terbuka,
hambatannya terletak pada trabecular meshwork maka akan terjadi penimbunan
cairan bilik mata di dalam bola mata sehingga tekanan bola mata meninggi. Pada
glaukoma akut hambatan terjadi karena iris perifer menutup sudut bilik depan,
hingga jaringan trabekulum tidak dapat dicapai oleh sarkus.

11
Gambar 2.6 Patofisiologi Glaukoma

Gambar 2.7 Kerusakan Papil Saraf akibat Glaukoma

12
E. Klasifikasi
Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologinya: 12

Tabel 2.1 Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi

A. Glaukoma Primer 1. Glaukoma sudut terbuka


2. Glaukoma sudut tertutup
B. Glaukoma Sekunder 1. Glaukoma pigmentasi
2. Sindrom eksfoliasi
3. Akibat kelainan lensa (fakogenik)
4. Akibat kelainan traktus uvea
5. Sindrom iridokorneoendotelial
(ICE)
6. Trauma
7. Pascaoperasi
8. Glaukoma neovaskular
9. Peningkatan tekanan episklera
10. Akibat steroid
C. Glaukoma Kongenital 1. Glaukoma kongenital primer
2. Glaukoma yang berkaitan dengan
kelainan perkembangan mata lain
3. Glaukoma yang berkaitan dengan
kelainan perkembangan
ekstraokular
D. Glaukoma Absolut Stadium akhir dari glaukoma apabila
tidak terkontrol

1. Glaukoma Primer6
Glaukoma dengan etiologi tidak pasti, dimana tidak didapatkan kelainan yang
merupakan penyebab glaukoma. Glaukoma ini didapatkan pada orang yang telah
memiliki bakat bawaan glaukoma, seperti:
a. Gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan anatomis bilik mata
menyempit. Kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan
(Goniodisgenesis),

13
b. Berupa trubekulogenesis, iridodisgenesis, dan korneodisgenesis. Yang
paling sering adalah trabekulodisgenesis dan geniodisgenesis
Glaukoma primer bersifat bilateral yang tidak selsalu simetris dengan sudut bilik
mata tertutup ataupun terbuka, pengelompokkan ini berguna untuk penatalaksanaan
dan penelitian.

1) Glaukoma Sudut Terbuka (Glaukoma Kronis)

Gambar 2.8 Glaukoma Sudut Terbuka


Glaukoma sudut terbuka merupakan bentuk glaukoma yang umum ditemukan,
yaitu mencakup sebanyak 90% kasus dari semua kasus glaukoma.1 Glaukoma kronis
atau glaukoma primer sudut terbuka biasanya bilateral tetapi tidak selalu simetris, yaitu
dimana proses perjalanan penyakit tidak sama pada kedua mata. Karakteristik dari
glaukoma primer sudut terbuka:3
• Onset saat dewasa
• TIO >21 mmHg
• Ada gambaran sudut bilik mata depan terbuka
• Ada kerusakan papil nervus optikus glaukomatosa
• Gangguan lapang pandang
Gejala yang ditimbulkan biasanya bersifat progresif dan sering kali tidak
menimbulkan keluhan. Gejala yang mungkin timbul adalah:3,6
• Glaukoma kronis biasanya baru menimbulkan gejala jika terjadi penurunan
lapang pandang yang nyata. Hal ini disebabkan karena penurunan lapang
pandang dimulai dari daerah nasal yang biasanya sulit dideteksi karena
terdapat kompensasi dari mata sisi sebelahnya.

14
• Sakit kepala
• Sakit mata
• Adanya halo/pelangi disekitar lampu
• Riwayat penyakit mata seperti mata merah, gangguan lapang pandang,
katarak, uveitis, retinopati diabetic, oklusi vascular dan trauma
• Riwayat penyakit dahulu seperti operasi mata
• Riwayat penggunaan obat seperti antihipertensi atau steroid topical
• Riwayat keluarga menderita glaukoma, miopi, penyakit CVS, DM,
migraine, Hipertensi, vasospasme.
Pemeriksaan yang diperlukan pada pasien yang dicurigai glaukoma
kronis adalah :1,6
• pemeriksaan visus
• pemeriksaan pupil untuk melihat reflex cahaya langsung dan tak langsung
• pemeriksaan Marcus Gunn Pupil untuk melihat defek pupil aferan relative
• pemeriksaan gonioskopi untuk menunjukkan tidak ada tanda glaukoma
sekunder
• perimetri untuk memeriksa lapang pandang perifer dan sentral
• pemeriksaan TIO dengan tonometri. Diduga glaukoma jika TIO >21mmHg
atau ada perbedaan 5mmHg antara kedua mata.
• Pemeriksaan diskus optikus dapat ditemukan tanda penggaungan yang
khas yaitu pinggir temporal menipis, adanya ekskavasi melebar dan
mendalam tergaung, tampak bagian pembuluh darah di tengah papil tidak
jelas, tampak pembuluh darah seolah-olah menggantung di pinggir dan
terdorong kearah nasal, dan jika tekanan cukup tinggi akan terlihat pulsasi
arteri.

15
2) Glaukoma Sudut Tertutup (Glaukoma Akut)

Gambar 2.9 Glaukoma Sudut Tertutup


Glaukoma primer sudut tertutup ditandai dengan sudut bilik mata depan yang
tertutup. Gejala yang dirasakan oleh pasien, seperti:1,12
• tajam penglihatan kurang (kabur mendadak)
• nyeri hebat periorbita
• Pusing
• Mual muntah
• mata merah, bengkak, berair
• melihat halo (pelangi disekitar objek)
Pada pemeriksaan oftalmologi dapat ditemukan :1,6
• Injeksi silier yang lebih hebat di dekat limbus kornea-sklera dan
berkurang kearah forniks
• Pembuluh darah tidak bergerak dengan konjungtiva
• Mid-dilatasi pupil dan reflex pupil negative
• Kornea tampak edema dan keruh
• Kamera okuli anterior sempit
• TIO meningkat
• Visus sangat turun hingga 1/300
• Lapang pandang menyempit
• Diskus optikus terlihat merah dan bengkak
2. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebab TIO

16
meningkat atau karena manifestasi dari keadaan/penyakit lain. Glaukoma
sekunder dapat disebabkan oleh :12
• Glaukoma pigmentasi
• Sindrom eksfoliasi
• Akibat kelainan lensa (fakogenik)
• Akibat kelainan traktus uvea
• Sindrom iridokorneoendotelial (ICE)
• Trauma
• Pascaoperasi
• Glaukoma neovaskular
• Peningkatan tekanan episklera
• Akibat steroid
3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital timbul saat lahir atau dalam tahun pertama dengan gejala
klinis :1,13
• mata berair berlebihan
• peningkatan diameter kornea (buftalmos)
• Kornea berawan karena edema epitel, terpisah atau robeknya membran
descement
• Fotofobia
• peningkatan tekanan intraocular
• peningkatan kedalaman kamera anterior
• pencekungan diskus optikus
4. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka)
dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan
fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut dapat ditemukan :6
• Kebutaan total
• Mata lelah
• Kornea keruh
• Bilik mata dangkal

17
• Papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa
• Mata keras seperti batu
• Nyeri periorbita
• Timbul penyulit berupa neovaskularisasi iris
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada
badan sillier untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan
pengangkatan bola mata karena mata lelah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
F. Diagnosis
1. Anamnesis pada pasien ditanyakan spesifik pada:14
a) Keluhan Utama
b) Keluhan Tambahan
c) Riwayat Penyakit Sekarang
d) Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit mata seperti mata merah, gangguan lapang pandang,
katarak, uveitis, retinopati diabetikum, oklusi vascular dan trauma
- Riwayat penyakit dahulu seperti operasi mata
- Riwayat penyakit sistemik hipertensi, DM, penyakit CVS
e) Riwayat Penyakit Keluarga (glaukoma, miopi, penyakit CVS, DM, migraine,
hipertensi, vasospasme)
f) Riwayat Pengobatan (antihipertensi dan steroid topical)
g) Riwayat Alergi
2. Pemeriksaan Fisik Oftamologis14
a) Visus
Ketajaman penglihatan dapat normal atau menurun secara progresif tetapi
terjadi penurunan ketajaman penglihatan mendadak pada glaukoma akut.
b) Kornea (edema dan keruh)
c) Kamera Okuli Anterior
- Glaukoma sudut terbuka: normal
- Glaukoma sudut tertutup: dangkal
- Glaukoma kongenital: dalam sekali
d) Pupil (refleks cahaya pupil dapat positif maupun negatif)
e) Lensa (bisa keruh dan adanya iris shadow)

18
G. Pemeriksaan Penunjang6,13,15

a) Pemeriksaan Tekanan Bola Mata


Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan tonometer.
Pemeriksaan tekanan yang dilakukan dengan tonometer pada bola mata dinamakan
tonometri. Tindakan ini dapat dilakukan oleh dokter umum dan dokter spesialis
lainnya. Pengukuran tekanan bola mata sebaiknya dilakukan pada setiap orang berusia
di atas 20 tahun pada saat pemeriksaan fisik medik secara umum. Dikenal beberapa
alat tonometer seperti alat tonometer Schiotz dan tonometer aplanasi Goldman.
- Tonometri Palpasi

Gambar 2.10 Tonometri Palpasi


Pemeriksaan ini adalah untuk menentukan tekanan bola mata dengan cepat yaitu
dengan memakai ujung jari pemeriksa tanpa memakai alat khusus. Dengan menekan
bola mata dengan jari pemeriksa diperkirakan besarnya tekanan di dalam bola mata.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
• Penderita disuruh melihat ke bawah
• Kedua telunjuk pemeriksa diletakka pada kulit kelopak tarsus atas penderita
• Jari-jari lain bersandar pada dahi penderita
• Satu telunjuk mengimbangi tekanan sedangkan telunjuk lain menekan bola
mata.
Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang dapat menyatakan
tekanan mata N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang menyatakan lebih tinggi atau
lebih rendah daripada normal. Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer
tidak dapat dipakai atau dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea irregular dan
infeksi kornea. Cara pemeriksaan ini memerlukan pengalaman pemeriksaan karena
terdapat faktor subyektif.

19
- Tonometri Schiotz

Gambar 2.11 Tonometri Schiotz


Tonometri Schiotz merupakan alat yang praktis sederhana. Pengukuran bola mata
dinilai secara tidak langsung yaitu dengan teknik melihat daya tekan alat pada kornea
karena itu dinamakan juga tonometry indentasi Schiotz. Dengn tonometer Schiotz
dilakukan indentasi penekanan terhadap kornea. Pemeriksaan ini dilakukan pada
pasien ditidurkan dengan posisi horizontal dan mata ditetesi dengan obat anestesi
topical atau pantokain 0,5%. Penderita diminta melihat lurus ke jari jempol yang
diacungkan ke atas.

Tonometer Schiotz kemudian diletakkan di atas permukaan kornea, sedangkan


mata yang lainnya berfiksasi pada satu titik. Jarum tonometer akan menunjuk pada
suatu angka di atas skala. Iap angka pada skalai disediakan pada tiap tonometer.
Apabila dengan beban 5,5gr (standar) terbaca angka 3 atau kurang, perlu diambil
beban 7,5 atau 10 gr. Untuk tiap beban memiliki kolom tabel tersendiri

20
- Tonometer aplanasi

Gambar 2.12 Tonometer aplanasi


Cara mengukur tekanan intraokular yang lebih canggih dan lebih dapat dipercaya
dan cermat bisa dikerjakan dengan Goldman atau dengan tonometer tentengan
Draeger. Pasien duduk di depan slit lamp. Pemeriksa hanya memerlukan waktu
beberapa detik setelah diberi anastesi. Yang diukur adalah gaya yang diperlukan untuk
menampakkan daerah kornea yang sempit. Setelah mata ditetesi anastesi dan
flouresein, prisma tonometer aplanasi di letakkan pada kornea. Mikrometer disetting
untuk menaikkan tekanan pada mata sehingga gambar sepasang setengah lingkaran
simeteris berpendar karena flouresein tersebut. Ini menunjukkan bahwa di semua
bagian kornea yang bersinggungan dengan alat ini sudah teraplanasi. Dengan melihat
melalui mikroskop slit lamp dan dengan memutar tombol, ujung dalam kedua setengah
lingkaran berpendar tersebut diatur agar bertemu yang menunjukkan besarnya tekanan
intraocular. Hasil pemeriksaan dapat dibaca langsung dari skala micrometer dalam
mmHg.

21
b) Gonioskopi

Gambar 2.13 Pemeriksaan Gonioskopi


Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat pertemuan iris dengan kornea
disudut bilik mata digunakan goniolens dengan suatu sistem prisma dan penyinaran yang
dapat menunjukkan keadaan sudut bilik mata. Gonioskopi adalah suatu cara untuk
melihat langsung keadaan patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang
terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. Dengan gonioskopi dapat ditentukan
klasifikasi glaukoma penderita apakah glaukoma terbuka atau glaukoma sudut tertutup
dan dapat menerangkan penyebab suatu glaukoma sekunder.
Dapat dinilai besar atau terbukanya sudut:
i. Derajat 0, bila tidak terlihat struktur sudut dan terdapat kontak, kornea dengan iris,
disebut sudut tertutup
ii. Derajat 1, bila tidakterlihat ½ bagian trabekulum sebelah belakang, dan garis
Schwalbe terlihat disebut sudut sangat sempit. Sudut sangat sempit sangat
mungkin menjadi sudut tertutup
iii. Derajat 2, bila sebagian kanal Schlemm terlihat disebut sudut sempit sedang
kelainan ini mempunyai kemampuan untuk tertutup
iv. Derajat 3, bila bagian belakang kanal Schlemm masih terlihat termasuk scleral
spur, disebut sudut terbuka. Pada keadaan ini tidak akan terjadi sudut tertutup
v. Derajat 4, bila badan siliar terlihat, disebut sudut terbuka

22
Gambar 2.14 Skala penilaian gonioskopi
c) Oftalmoskopi
Oftalmoskopi adalah pemeriksaan ke mata bagian dalam dengan memakai alat
yang disebut oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat dilihat saraf optic di dalam mata
dan akan dapat ditentukan apakah tekanan bola mata telah mengganggu saraf optic.
Saraf optik dapat dilihat secara langsung. Warna serta bentuk dari mangkok saraf optic
pun dapat menggambarkan ada atau tidak ada kerusakan akibat glaukoma yang
sedang diderita.
Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat dilihat:
i. Kelainan papil saraf optik
• Saraf optik pucat atau atrofi
• Saraf optik bergaung
ii. Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan berwarna hijau
iii. Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar

Gambar 2.15 Nervus optikus normal dan lesi glaucoma nervus optikus

23
Gambar 2.16 Lesi Granulomatus pada Saraf Optikus
d) Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan ini penting baik untuk menegakkan diagnosa maupun untuk meneliti
perjalanan penyakitnya, juga bagi menetukan sikap pengobatan selanjutnya. Harus
selalu diteliti keadaan lapang pandangan perifer juga sentral. Pada glaukoma yang
masih dini, lapang pandang perifer belum menunjukkan kelainan, tetapi lapang
pandangan sentral sudah menunjukkan adanya bermacam-macam skotoma. Jika
glaukomanya sudah lanjut, lapang pandang perifer juga memberikan kelainan berupa
penyempitan yang dimula dari bagian nasal atas. Yang kemudian akan bersatu dengan
kelainan yang ada ditengah yang dapat menimbulkan tunnel vision, seolah-olah lihat
melalui teropong untuk kemudian menjadi buta. Pemeriksaan yang digunakan
adalah perimetri.
e) Tes Provokasi
i. Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam. Kemudian disuruh
minum 1L air dalam 5 menit. Lalu tekanan intraocular diukur setiap 15 menit
selama 1,5 jam. Kenaikan 8 mmHg atau lebih, dianggap mengidap glaukoma.
ii. Pressure Congestive test
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60mmHg, selama 1 menit. Kemudian ukur
tensi intraokularnya. Kenaikan 9 mmHg atau lebih mencurigakan, sedang bila bila
lebih dari 11 mmHg pasti patologis.
iii. Kombinasi tes air minum dengan pressure congestive test Setengah jam setelah
tes minum air dilakukan pressure Congestive test. Kenaikan 11 mmHg dianggap
mencurigakan, sedangkan kenaikan 39mmHg atau lebih pasti patologis.

24
iv. Tes steroid
Diteteskan larutan deksametason 3-4 dd gt 1, selama 2 minggu. Kenaikan
TIO 8 mmHg menunjukkan glaukoma
f) Pachymetry
Pachymetry adalah suatu tes untuk mengukur ketebalan dari kornea. Setelah mata
diberikan anestesi, ujung dari pachymeter disentuhkan dengan ringan pada permukaan
depan mata (kornea). Ketebalan kornea pusat dapat mempengaruhi pengukuran
tekanan intraocular. Kornea yang lebih tebal dapat memberikan pembacaan tekanan
mata yang tinggi secara salah dan kornea yang lebih tipis dapat memberikan
pembacaan tekanan yang rendah secara salah. Lebih jauh, kornea-kornea tipis mungkin
adalah suatu faktor risiko tambahan untuk glaucoma.
H. Diagnos Banding12
Glaukoma akut:
- Uveitis anterior
- Keratitis
- Ulkus Kornea
Glaukoma kronis:
- Katarak
- Kelainan refraksi
- Retinopati diabetes/ hipertensi
- Retinitis pigmentosa

25
`

I. Penatalaksanaan
1. Terapi Medikamentosa1,3,6,7
Prinsip dari tatalaksana glaukoma adalah untuk menurunkan tekanan
intraocular.

Gambar 2.11 Terapi Medikamentosa Glaukoma

26
`

a) Beta blockers
Farmakodinamik: Menurunkan produksi humor aqueous Reduksi TIO:
20-25%
Efek Samping: Toksisitas kornea, reaksi alergi, bronkospasme, bradikardi,
depresi, impotensi
Kontraindikasi: PPOK (nonselektif), asma (nonselektif), gagal jantung
kongestif, bradikardia, hipotensi, blok jantung lebih dari derajat I
Contoh Obat:
1. Timolol larutan 0,25% dan 0,5%; gel 0,25% dan 0,5%; 1-2x/hari, 12-24 jam
2. Betaksolol larutan 0,5%; suspensi 0,25%; 2x/hari, 12-18 jam
3. Levobunolol larutan 0,25% dan 0,5%; 1-2x/hari, 12-24 jam
4. Metipranolol 0,3%

b) Karbonik anhydrase inhibitor


Farmakodinamik: Menurunkan produksi humor aqueous Reduksi TIO:
15-20%
Efek Samping:
1. Topikal: sensasi rasa metalik, dermatitis atau konjungtivitis alergi, edema
kornea
2. Oral: Sindrom Steven-Johnson, malaise, anoreksia, depresi,
ketidakseimbangan elektrolit serum, batu ginjal, diskrasia darah (anemia
aplastic, trombositopenia), rasa metalik
Kontraindikasi: Alergi sulfonamide, batu ginjal, anemia aplastic,
trombositopenia, penyakit anemia sel sabit, Contoh obat:
a. Topikal:
- Dorzolamide larutan 2%; 2-3x/hari, 8-12 jam
- Brinzolamide suspensi 1%; 2-3x/hari, 8-12 jam
b. Sistemik :
- Asetazolamid 250 mg tab; ½-4 tab/hari, 6-12 jam

27
`

c. Agonis alfa adrenergic


Farmakodinamik:
1. Non-selektif: memperbaiki aliran aqueous
2. Selektif: menurunkan produksi aqueous humor, menurunkan tekanan vena
apisklera atau meningkatkan aliran keluar uveosklera
Reduksi TIO: 20-25%
Efek Samping: Injeksi konjungtiva, reaksi alergi, kelelahan, somnolen, nyeri
kepala
Contoh obat:
1. Brimonidine 0,2% 2x/hari, 8-12 jam
2. Apraclonidine 1% dan 0,5%; jangka pendek

d. Agen Parasimpatomimetik (Miotika)


Farmakodinamik: meningkatkan aliran keluar trabekula Reduksi
TIO: 20-25%
Efek Samping: Peningkatan myopia, nyeri pada mata atau dahi, penurunan
tajam penglihatan, katarak, dermatitis kontak periokuler, toksisitas kornea,
penutupan sudut paradoksal
Kontraindikasi: Glaukoma neovskular, uveitis, atau keganasan
Contoh obat:
1. Pilocarpine larutan 0,5%, 1%, 2%, 3%, 4%, 6%; 2-4x/hari, 4-12
jam
2. Carbachol larutan 1,5%, 3%; 2-4x/hari, 4-12 jam

e. Analog prostaglandin
Farmakodinamik: meningkatkan aliran keluar uveosklera atau trabecular
Reduksi TIO: 25-33%
Efek Samping: cystoid macular edema (CME), injeksi konjungtiva, peningakatan
pertumbuhan bulu mata, hiperpigmentasi periokular, perubahan warna iris, uveitis,
kemungkinan aktivasi virus herpes Kontraindikasi: macular edema, riwayat keratitis
herpes

28
`

Contoh obat:
1. Latanoprost, 0.005%, 1X/hari, 24-36 jam
2. Travoprost, 0.004%, 1X/hari, 24-36 jam
3. Bimstoprost, 0.03%, 1X/hari, 24-36 jam
4. Unoprostone, 0.15%, 1X/hari, 12-18 jam
2. Terapi Bedah
Indikasi terapi bedah:
• TIO tidak dapat dipertahankan dibawah 22 mmHg
• Lapang pandang terus mengecil
• Pasien yang tidak dapat dipercaya pengobatannya
• Tidak mampu membeli obat seumur hidup
• Tidak tersedia obat yang diperlukan

29
`

Prinsip operasi: fistulasi, mebuat jalan baru untuk mengeluarkan humor aqueous,
karena jalan yang normal tidak dapat digunakan lagi
a. Trabekulopati Laser (LTP)1
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar pada trabecular
meshwork dan kanal Schlemm sehingga mempermudah aliran keluar humor aqueous.
Rediksi tekanan yang terjadi membuat berkurangnya terapi obat-obatan serta penundaan
operasi glaukoma. Teknik ini biasanya digunakan sebagai terapi awal glaukoma sudut
terbuka primer.
Indikasi:
1. Glaukoma sudut terbuka dengan TIO yang masih belum terkontrol setelah
pemberian terapi medikamentosa yang maksimal
2. Terapi primer pada pasien dengan kepatuhan terhadap pengobatan
medikamentosa rendah
3. Untuk glaukoma sudut terbuka bersamaan dengan dilakukannya bedah drainase
dimana diperlukan penurunan TIO lebih lanjut.
4. Sebelum ekstrasi katarak pada pasien glaukoma sudut terbuka dengan kontrol yang
buruk
Kontraindikasi:
1) Sudut tertutup atau sangat sempit
2) Edema kornea yang menutupi pandangan sehingga sudut tidak dapat dinilai
3) Glaukoma lanjut dan progresif cepat dengan kepatuhan medikamentosa rendah
4) Inflamasi intraocular atau terdapat darah pada bilik mata anterior
5) Usia kurang dari 25 tahun

b. Iridektomi dan Iridotomi perifer1


Sumbatan pupil pada glaukoma sudut tertutup dapat ditatalaksana dengan membentuk
komunikasi langsung antara kamera okuli anterior dan posterior yang menghilangkan
perbedaan tekanan di antara keduanya. Hal ini dapat dicapai dengan laser neodinium:
YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan iridektomi perifer. Cincin
laser membakar iris perifer sehingga mengkontraksikan stroma it is, membuka kamera
okuli anterior secara mekanis.

30
`

Indikasi :
1. Glaukoma sudut tertutup
2. Mata yang lain dimana mata yang satu telah terserang glaukoma akut
3. Sudut sempit
4. Penutupan sudut sekunder dengan sumbatan pupil
5. Glaukoma sudut terbuka dengan sudut sempit
Kontraindikasi:
a. Edema kornea
b. Bilik mata depan dangkal
c. Bedah drainase1
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal,
sehingga terbentuk akses langsung humor aqueous dari kamera anterior ke jaringan
subkonjungtiva atau orbita dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang
drainase.
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering dilakukan. Komplikasi
trabekulektomi adalah kegagalan fibrosis pada jaringan episklera menutup jalur drainase
yang baru. Biasanya terjadi pada pasien berusia muda, berkulit hitam dan pasien yang
pernah menjalani bedah drainase atau tindakan bedah lain yang melibatkan jarngan
episklera. Terapi ajuvan dengan antimetabolit biasanya fluorourasil dan mitomisin
berguna untuk memperkecil risiko ini.
Apabila trabekulektomi tidak efektif, dapat dilakukan penanaman suatu selang
silicon untuk membentuk saluran keluar permanen humor aqueous. Jenis operasi
lainnya yaitu sklerostomi, goniotomi, viskokanalostomi untuk menatalaksana
glaukoma kongenital dimana terjadi sumbatan drainase humor aqueous di bagian
dalam jaringan trabecular.
a. Siklodestruktif1,6
TIO diturunkan dengan cara merusak epitel sekretorik dari badan siliar. Kegagalan
terapi medis dan bedah dapat menjadi pertimbangan untuk dilakukannya destruksi
korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan intraocular. Metode
yang digunakan adalah krioterapi, diatermik, utrasonografi frekuensi tinggi, terapi
laser neodinium: YAG termal mode atau laser diode.

31
`

Edukasi12
1. Pasien tidak boleh minum sekaligus banyak, karena dapat menaikkan tekanan
2. Memberitahu keluarga bahwa kepatuhan pengobatan sangat penting untuk
keberhasilan pengobatan glaukoma
3. Memberitahu pasien dan keluarga agar pasien dengan riwayat glaukoma
pada keluarga untuk memeriksakan matanya secara teratur
Komplikasi6
- Glaukoma absolut
- Kebutaan total
- Neovaskularisasi iris

32
`

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu neuropati optik (kerusakan saraf mata) yang ditandai dengan
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapang pandang, biasanya disertai
dengan peningkatan tekanan intra okular. Tekanan intraocular ditentukan oleh keceptan
pembentukan humour aqueos dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Tekanan

intraocular dianggap normal bila <20mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer.6


Tekanan intraocular adalah keseimbangan antara produksi humour aqueous,
hambatan terhadap aliran aqueous, dan tekanan vena episklera. Ketidakseimbangan
antara ketiga hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraocular.
Glaukoma dapat dilkasifikasikan menjadi glaukoma primer (sudut terbuka dan sudut
tertutup), glaukoma sekunder, glaukoma kongenital, dan glaukoma absolute.
Diagnosa glaukoma ditegakan dengan anamnesa pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang mengarah kepada gejala glaukoma, seperti penurunan
lapang pandang progresif, peningkatan TIO, edema kornea dan dilatasi pupil.
Penatalaksanaan glaukoma pada dasarnya bertujuan untuk menurunkan tekanan
intraokuler seperti beta blocker , carbonic anhydrase inhibitor, dan prostaglandin
analog. Apabila TIO tidak dapat dipertahankan dan tidak berespon terhadap
pemberian obat , terapi pembedahan dapat dipertimbangkan. Prognosis glaukoma
umumnya baik dalam menghambat penurunan penglihatan apabila terdiagnosa dan
diterapi dengan cepat dan tepat.

33
`

Daftar Pustaka
1. Vaughan DG, EVA RP, Asbury T., Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya
Medika. Jakarta. 2000.
2. American Health Assistance Foundation. How The Build Up of Aqueous
Humor Can Damage The Optic Nerve 2000; available at :
http://www.ahaf.org/glaucoma/about/understanding/build-up-of-
aqueous.html, 2000.
3. Kanski J J. Atlas Bantu Oftalmologi. Hipokrates. Jakarta. 1992.
4. World Health Organization. Glaucoma; available at : http://who.int. 2002.
5. Riset Kesehatan Dasar. 2007.
6. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001.
7. Epstein, DL. Chandler and Grant’s Glaucoma 3 ed. Philadelphia : Lea &
Febiger, 1986.
8. Ilyas S, Tanzil M, Salamun, Azhar Z. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2000.
9. Ilyas, Sidarta. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto. Jakarta. 2001.
10. Ilyas, Sidarta. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2000.
11. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi ed 9. Jakarta.
EMS. 2005.
12. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 5 tahun 2014 tentang Panduang Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta. Depkes RI.
2014.
13. Wijaya Nana. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal. Jakarta. 1993.
14. Gleadle, Jonathan. At A Glance : Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.
Jakarta EGC Medical Series. 2005.
15. Ilyas, Sidarta. Glaukoma ed 3. Jakarta. Sagung Seto. 2007.

34
`

35

Anda mungkin juga menyukai