Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma neovaskular diklasifikasikan sebagai bagian dari glaukoma


sekunder. Glaukoma neovaskular merupakan istilah yang digunakan untuk semua
glaukoma yang disebabkan atau yang berhubungan dengan adanya membran
fibrovaskular yang terbentuk pada iris dan atau pada sudut bilik mata. Nama lain dari
glaukoma neovaskularini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma
trombotik, ataupun glaukoma rubeotik.1,2 Neovaskular ini timbul biasanya disebabkan
oleh iskemik retina yang luas seperti yang terjadi pada retinopati diabetika dan oklusi
vena sentralis retina.3
Tanda dan gejala klinis glaukoma neovaskular ini dapat berupa fotofobia,
penurunan visus, peningkatan tekanan intraokuler, edema kornea, neovaskularisasi iris
yang awalnya tampak pada pinggir pupil, ektropion uvea, dan penutupan sudut bilik
mata oleh karena sinekia 4
Glaukoma neovaskular merupakan glaukoma yang berpotensi merusak, dimana
dengan terlambatnya diagnosis dan penatalaksanaan yang tidak tepat dapat
menyebabkan hilangnya penglihatan total. Diagnosis dini penyakit ini sangat penting
sekali yang harus diikuti dengan pengobatan yang cepat dan segera. Dalam penanganan
glaukoma neovaskular, penting untuk menangani dua hal, yakni peningkatan tekanan
intraokular (TIO) dan penyakit yang menyertainya.2
Glaukoma neovaskular muncul sebagai komplikasi lanjut dari retinopati
iskemik. Para ahli menemukan bahwa vascular endothelial growth factor (VEGF)
berperan penting dalam terjadinya neovaskularisasi. Aktivasi reseptor VEGF memicu
proses pertumbuhan sel endotel dan migrasinya dari vaskularisasi yang sudah ada.
Bevacizumab (avastin) merupakan antibodi monoklonal manusia yang mampu
berikatan dengan semua isoform VEGF. Pengurangan neovaskularisasi iris berhasil
dilakukan dengan injeksi Bevacizumab intravitreal. Hasil ini mendorong para ahli
untuk menggunakan VEGF-inhibitor sebagai terapi untuk glaukoma neovaskuler.5

1
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI AQUOEUS HUMOR

2.1 Aquoeus Humor


Patofisiologi glaukoma berhubungan dengan mekanisme dari Aquoeus humor.
Beberapa struktur yang berperan dalam pembentukan Aquoeus humor adalah :

A. Korpus siliaris
Korpus siliaris merupakan kelanjutan dari choroid pada ora serata yang
berbentuk segitiga. Korpus siliaris membentuk sudut bilik mata anaterior dan
posterior. Bagian tengahnya berbubungan dengan iris, dan dibagian luar antara
korpus siliaris dan iris terdapat ruangan suprachoroidal. Bagian dalamnya dibagi
menjadi dua bagian yaitu bagian anterior yang memiliki prosesus siliaris, disebut
pars plikata dan bagian posterior, yang merupakan bagian halus disebut pars plana.
Korpus siliaris berfungsi memproduksi Aquoeus humor dan otot siliaris membantu
akomodasi.

Gambar 2.1 Mikroskopik iris dan korpus siliaris1

2
b. Sudut bilik mata depan

Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan
pangkal iris. Sudut bilik mata depan dibentuk oleh sebagian besar bagian anterior
korpus siliaris, sclera spur, trabecular meshwork, dan Schwalbe’s line. Sudut bilik
mata depan berperan penting dalam pengeluaran Aquoeushumor. Lebar sudut bilik
mata depan setiap orang berbeda-beda dan berperan penting dalam petomekanisme
berbagai jenis glaukoma.

Gambar 2.2 sudut bilik mata depan1

c. Sistem Pengaliran Aquoeus humor

1. Trabekula meshwork, merupakan struktur penyaring Aquoeushumor.


Dibagi menjadi tiga bagian yaitu uveal meshwork, corneos creral
meshwork dan juxta canalicular (endothelia) meshwork.
2. Schlemn’s canal, merupakan kanal yang terbentuk dari sel endotel yang
sejajar beebentuk oval pada sulkus sklera. Dinding dalam sel endotel ini
berbentuk ireguler dan memliki vakuola raksasa. Dinding luarnya dilapisi
oleh smooth flat cells dan kanal kolektor.
3. Kanal kolektor disebut juga pembuluh darah intraskleral aqueous. Dibagi
menjadi dua sistem yaitu sistem direk yang berakhir di pembuluh episkleral
dan sistem indirek yang membentuk plexus intraskleral sebelum menuju
pembuluh episkleral.

3
Gambar 2.3 Aliran Aquoeus humor2
Fisiologi Aquoeus humor

Aquoeus humor adalah cairan jernih yang mengisi bilik mata dapat dan belakang.
Volumenya adalah sekitar 250 μL, dan kecepatan pembentukannya adalah 2-3
μL/menit. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi
Aquoeushumor serupa dengan plasma. Cairan ini memiliki konsentrasi askorbat,
piruvat, dan laktat yang lebih tinggi; protein, urea dan glukosa yang lebih rendah.
Aquoeushumor dibentuk oleh korpus siliaris yang masing-masing dibentuk oleh 2
lapis epitel. Permukaan apikal dari lapisan epitel luar yang berpigmen dan lapisan
epitel dalam yang tidak berpigmen berhadapan satu dengan yang lain dan disatukan
oleh tight junction. Lapisan epitel dalam yang tidak berpigmmen yang menonjol ke
kamera okuli posterior, berisi banyak mitokondria dan mikrovili, sel-sel ini diduga
sebagai tempat yang pasti dari produksi Aquoeushumor. Aquoeushumor diproduksi
melalui 3 mekanisme fisiologis, yaitu :

1. Ultrafiltrasi
Awalnya melalui ultrafiltrasi, cairan plasma keluar melalui dinding
kapiler, jaringan ikat, dan epithelium pigment dari korpus siliaris. Kira-kira
150μL darah mengalir melalui prosesus siliaris setiap menitnya. Ketika darah
melalui kapiler prosesus siliaris, kira-kira 4% plasma difiltrasi melalui fenestra
kapiler ke ruang interstisial. Proses dimana cairan dan substansi terlarut

4
menembus membran semipermeabel karena adanya perbedaan tekanan disebut
sebagai ultrafiltrasi. Hasil filtrasi ini akan berakumulasi dibelakang epithelium
non-pigmen dari korpus siliaris.

2. Sekresi
Adanya junction antara sel-sel epitel non-pigmen membentuk blood
aqueous barrier. Cairan dan substansi terlarut, aktif ditransportasikan
(disekresikan) melalui barrier ini ke bilik posterior. Transpor aktif terjadi

melalui aktivasi pompa Na+-K+ ATPase dan sistem enzim karbonat

anhidrase. Zat yang aktif diangkut meliputi natrium, klorida, kalium, asam
askorbat, asam amino dan bikarbonat.

3. Difusi

Difusi adalah pergerakan pasif ion-ion melalui membran karena perbedaan


konsentrasi. Saat Aquoeus humor melewati kamera okuli posterior sampai ke
kanalis Schleem, mengalami kontak dengan korpus siliaris, iris, lensa, vitreus,
kornea dan trabekula meshwork. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
pertukaran secara difusi dengan jaringan sekitarnya. Aquoeus humor pada
kamera okuli anterior lebih menyerupai plasma dibandingkan dengan Aquoeus
humor pada kamera ukoli posterior akibat dari proses difusi tersebut.

Gambar 2.4 Fisiologi Aquoeus humor1

5
BAB III
GLAUKOMA NEOVASKULAR

3.1 Glaukoma
Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan pencekungan
“cupping” diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang disertai dengan
peningkatan tekanan intraokuler yang merupakan faktor resiko terjadinya glaukoma.
Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma dipengaruhi oleh

gangguan aliran keluar humor aquos.4,9

3.2 Klasifikasi Glaukoma


Glaucoma diklasifikasikan berdasarkan penyebab, menjadi glaucoma primer,
glaucoma sekunder, dan glaucoma kongenital. Berdasarkan keadaan sudut, glaucoma
dibagi menjadi glaucoma sudut terbuka dan glaucoma sudut tertutup.

a. Glaukoma Primer Sudut Terbuka

Glaukoma primer sudut terbuka merupakan neuropati optic yang bersifat kronik,
progresif, yang ditandai dengan kerusakan saraf optic dan kelaian lapang pandang yang
khas. Factor resiko yang paling penting adalah tekanan intra ocular (TIO), factor lain
yang ikut berperan dalam penyakit ini adalah ras, tebal kornea sentral, umur dan adanya
riwayat keluarga yang menderita glaucoma. Terdapat penyakit lain yang berhubungan
dengan glaucoma yaitu myopia, diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular dan oklusi
vena retina. Penyebab Glaukoma primer sudut terbuka yaitu hambatan aliran cairan
akuos yang terjadi pada trabekulum itu sendiri, yaitu pada celah celah trabekulum yang
sempit sehingga cairan akuos tidak dapat keluar bola mata dengan lancar. Sempitnya
celah celah trabekulum itu disebabkan oleh timbunan matriks interseluler.

6
Gambar 3.1 Glaukoma Primer Sudut Terbuka4

b. Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut

Serangan akut dari penyakit ini sering tidak terduga dan biasanya pasien tidak
pernah mengeluh adanya kelainan mata sebelumnya dan glaucoma ini merupakan
keadaan gawat darurat dalam penyakit mata. Kadang kadang terjadi gejala awal yaitu
penurunan tajam penglihatan, rasa sakit ringan di sekitar mata dan adanya “halo” yaitu
terlihat warna pelangi di sekitar lampu. Tahap selanjutnya adalah timbulnya rasa sakit
di mata terutama daerah supraorbital yang meluas kearah belakang mata sampai ke
kepala. Pada saat tu akan terjadi mual, muntah, berkeringat, bradikardi, visus sangat
turun.

Gambar 3.2 Glaukoma primer sudut tertutup4

c. Glaukoma Sekunder sudut terbuka

Pada glaucoma ini terjadi sumbatan cairan akuos pada anyaman trabekulum atau
produksi cairan akuos yang berlebih dan pada glaucoma sekunder ditemukan penyebab

7
yang jelas, biasanya terjadi karena adanya sumbatan sebelum daerah trabekulum
misalnya peradangan, membran fibrovaskular. Sumbatan pada trabekulum seperti
sumbatan darah, makrofag, sel neoplastic, partikel pigmen protein dan zonula lensa,
serta sumbatan setelah trabekulum missal sumbatan di kanalis schlemm, dan tekanan
vena episklera yang meningkat karena thrombosis.

Gambar 3.3 Glaukoma Sekunder sudut terbuka karena katarak14

d. Glaucoma sekunder sudut tertutup


Pada glaukoma ini aliran cairan akuos tidak lancar karena tertutupnya anyaman
trabekulum oleh iris akibat dari kelainan mata lain. Beberapa kelainan mata yang dapat
menyebabkan glaukoma sekunder sudut tertutup ialah uveitis, tumor intraokular dan
glaukoma neovaskular yang akan dibahas lebih lengkap di bab ini.

Gambar 3.4 Glaucoma sekunder sudut tertutup karena uveitis14

8
e. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan
perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital seringkali diturunkan.
Pada glaukoma kongenital sering dijumpai adanya epifora dapat juga berupa fotofobia
serta peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma kongenital terbagi atas glaukoma
kongenital primer (kelainan pada sudut kamera okuli anterior), anomali perkembangan
segmen anterior, dan kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom Lowe, sindom

Sturge-Weber dan rubela kongenital). 5,12

Gambar 3.3 Glaukoma Kongenital14


3.3 Glaukoma Neovaskular
3.2.1 Definisi

Glaukoma neovaskular adalah glaukoma sekunder sudut tertutup yang terjadi


akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan anyaman trabekula
yang menimbulkan gangguan aliran humor Aquoeus dan meningkatkan tekanan
intraokuler.1,6
Glaukoma neovaskular terjadi jika terdapat proliferasi pembuluh darah baru
pada permukaan iris, hingga mencapai struktur sudut bilik mata depan dan
menghalangi aliran humor Aquoeus melewati anyaman trabekulum. Retina yang
hipoksia dan memiliki sirkulasi kapiler yang buruk diyakini merupakan hal yang
menginisiasi terjadinya glaukoma neovaskular ini.6,7

9
3.2.2 Epidemiologi
Sepertiga pasien dengan glaukoma neovaskular terdapat pada penderita retinopati
diabetika. Prevalensi terjadinya glaucoma neovaskular lebih tinggi pada laki laki.
Berdasarkan umur glaucoma neovaskular lebih banyak menyerang usia 60-79 tahun
yaitu sebanyak 46,16 % dan pada usia lebih dari 80 tahun sebanyak 30,68 %.15

3.2.3 Etiologi
Pengetahuan tentang glaukoma neovaskular dimulai dengan ditemukannya
hubungan antara terjadinya neovaskularisasi pada iris dengan terdapatnya oklusi vena
retina sentralis pada tahun 1906. Istilah glaukoma neovaskular mulai digunakan pada
tahun 1963, yang merupakan suatu diagnosis dengan karakteristik ditemukannya
pembuluh darah baru pada iris yang memicu peningkatan tekanan intraokular.6
Prevalensi penyebab glaukoma neovaskular yang paling tinggi adalah oklusi
vena retina sentralis dengan prevalensi 36%, diikuti retinopati diabetik proliferatif
dengan 32 % dan oklusi arteri karotis dengan 13%.6

3.2.4 Patofisiologi
Glaukoma neovaskular dalam perjalanan penyakitnya secara klinis akan terlihat
membran fibrosa yang berkembang sepanjang pembuluh darah yang terbentuk.
Membran tersebut mengandung miofibroblas yang memiliki kemampuan berkontraksi.
Kontraksi miofibroblas menarik lapisan pigmen posterior dari epitel iris anterior, yang
akan menyebabkan terjadinya ektropion uvea, dan menarik iris perifer ke sudut bilik
mata depan dan menyebabkan sinekia perifer anterior, dan pada akhirnya menghambat
aliran keluar humor Aquoeus dan meningkatkan tekanan intraokular.6,7
Teori yang paling banyak diterima tentang patogenesis terjadinya glaukoma
neovaskular adalah adanya iskemik retina yang akan melepaskan faktor angiogenik
yang berdifusi kedepan mengikuti aliran humor Aquoeus dan menyebabkan
pembentukan pembuluh darah baru pada iris dan sudut bilik mata depan. Faktor
angiogenik ini menurut penelitian yang telah dilakukan diketahui memiliki
kemampuan menstimulasi proliferasi endotel kapiler, neovaskularisasi kornea, dan
neovaskularisasi retina. Salah satu faktor angiogenik yang diketahui paling banyak

10
berperan adalah vascular endothelial growth factor (VEGF), dimana ditemukan
dengan konsentrasi yang meningkat 40-100 kali dari normal pada humor Aquoeus
pasien dengan glaukoma neovaskular.6,7
Teori tentang adanya faktor angiogenik tersebut dapat menjelaskan beberapa
keadaan yang terjadi pada glaukoma neovaskular, antara lain mengenai gambaran awal
rubeosis iridis yang terjadi pada pinggiran pupil, yang bisa dijelaskan karena substansi
yang berdifusi dari retina menuju bilik mata depan melalui pupil dan memiliki
konsentrasi tertinggi pada daerah tersebut. Teori tersebut juga dapat menjelaskan
mengapa rubeosis iridis dan glaukoma neovaskular lebih sering terjadi setelah operasi
ekstraksi katarak dan vitrektomi. Lensa dan vitreus merupakan barier mekanis yang
menghalangi terjadinya difusi dari substansi angiogenik, dan humor vitreus juga
diketahui mengandung inhibitor endogen terhadap angiogenesis. Lensa dan vitreus
dapat mengurangi iskemik retina dengan cara mencegah keluarnya oksigen dari
segmen posterior menuju segmen anterior. Selain hal tersebut, vitrektomi dan
pembedahan katarak menyebabkan inflamasi,yang kemudian akan menstimulasi
terjadinya neovaskularisasi.6,7
Hipoksia, walaupun diyakini sebagai pemicu utama dari angiogenesis, faktor
lain juga memiliki peranan dalam pembentukan pembuluh darah abnormal. Inflamasi
dan hipoksia seringkali timbul bersamaan hingga menginisiasi pembentukan pembuluh
darah baru. Mediator inflamasi seperti angiopoetin-1 dan angiopoetin-2 sekarang telah
diketahui memiliki peranan dalam pembentukan pembuluh darah baru dan remodeling,
sejalan dengan peranan dalam proses inflamasi.6,8
Penyebab dari neovaskularisasi iris antara lain:6,8
a. Iskemik retina :
Retinopati diabetik, oklusi vena retina sentralis, oklusi arteri retina sentralis, oklusi
arteri carotis, retinal detachment, retinopati sickle sel, retinoshisis.

b. Inflamasi :
Uveitis kronik, endoftalmitis, sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, sympathetic
ophthalmic

11
c. Tumor :
Melanoma iris / koroidal, limfoma ocular, retinoblastoma

3.2.5 Gambaran Klinik


Manifestasi klinis glaukoma neovaskular dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap
awal (rubeosis iris dan glaukoma sekunder sudut terbuka) dan tahap lanjut, yang
gambaran klinis nya antara lain:6,7

1. Tahap awal (rubeosis iridis):


Ditandai dengan tekanan intraocular yang normal, adanya sedikit
neovaskularisasi, kapiler yang berdilatasi pada pinggiran pupil, terdapat
neovaskularisasi pada iris (irregular, pembuluh darah tidak tumbuh secara radial dan
biasanya tidak pada stroma iris), terdapat neovaskularisasi pada sudut bilik mata
depan (bisa terjadi dengan atau tanpa neovaskularisasi iris), reaksi pupil jelek,dan
terjadi ektropion uvea. Gejala yang timbul bisa berupa nyeri pada periokular atau
periorbita karena iskemia.

Gambar 3.4 rubeosis iridis15

2. Tahap awal (glaukoma sekunder sudut terbuka) :


Ditandai dengan adanya peningkatan tekanan intraokular, neovaskular iris yang
akan berlanjut menjadi neovaskular pada sudut bilik mata, adanya proliferasi
jaringan neovakular pada sudut bilik mata, dan terdapatnya membran fibrovaskular
(yang berkembang sirkumferensial melewati sudut bilik mata, dan memblock

12
anyaman trabekular). Gejala yang timbul adalah visus kabur namun mata tidak
merah dan tidak nyeri. Stadium ini bisa terjadi antara 8 – 15 minggu .

Gambar 3.5 Neovaskularisasi pada COA14

3. Tahap lanjut (glaucoma sekunder sudut tertutup) :


Pada tahap ini, glaukoma sekunder sudut tertutup ditandai dengan beberapa hal
berikut ini, yaitu : nyeri hebat yang akut, sakit kepala, nausea dan atau muntah,
fotopobia, penurunan tajam penglihatan (hitung jari hingga lambaian tangan),
peningkatan tekanan intraocular (> 60 mm Hg), injeksi konjungtiva, edema kornea,
hifema, flare akuos, penutupan sudut bilik mata akibat sinekia, rubeosis yang sudah
lanjut, neovaskularisasi retina dan atau perdarahan retina.
Tanda tahap awal dalam perjalanan glaukoma neovaskular adanya gambaran
proliferasi vaskular pada batas pupil. Neovaskularisasi pada iris ini kemungkinan
sulit untuk dideteksi pada tahap awal. Slit lamp biomicroscopy dapat menunjukkan
gambaran berliku-liku, adanya tumpukan acak dari pembuluh darah pada
permukaan iris, berdekatan dengan batas pinggir pupil. Tumpukan ini semakin gelap
jika pada iris yang gelap dan lebih jelas pada iris yang terang. 6
Karakteristik progresifitas neovaskularisasi yang terjadi yaitu dari batas
pinggir pupil menuju ke sudut dari pupil yang tidak berdilatasi, tetapi dapat juga
tidak terjadi neovaskularisasi pada sudut pupil. Sebagai perkembangan proliferasi
vaskular, biomicroscopy dari bilik mata depan menunjukkan sel-sel dan flare.
Gonioscopy menunjukkan pembuluh darah baru yang tumbuh dari arteri

13
sirkumferensial dari badan siliaris ke permukaan iris dan ke permukaan dari dinding
sudut.6,7
Pembuluh darah melewati sudut bilik mata dan tumbuh terus melewati
korpus silier dan sclera spur’s menuju anyaman trabekulum, yang memberikan
gambaran flush kemerahan. Tahap awal pada neovaskularisasi segmen anterior,
tekanan intraokular biasanya normal. Pembuluh darah baru kemudian membentuk
membran fibrovaskular yang menyebabkan timbulnya glaukoma sekunder sudut
terbuka, yang memiliki karakteristik adanya kontraksi dari membran fibrovaskular,
yang mendorong iris perifer mendekati anyaman trabekulum dan menyebabkan
bermacam derajat dari sinekia yang akan menyebabkan penutupan sudut bilik mata.6
Uvea ektropion dan hifema seringkali terjadi. Ektropion uvea disebabkan
traksi radial sepanjang permukaan iris, yang mendorong lapisan pigmen posterior
iris di sekitar pinggir pupil menuju permukaan iris anterior. Pada tahap ini, pasien
biasanya menunjukkan onset yang dramatik dari nyeri yang sekunder hingga adanya
peningkatan tekanan intraokular. Pasien biasanya akan mengalami penurunan
penglihatan yang parah ( hingga menghitung jari), bersamaan dengan terjadinya
edem kornea dan inflamasi bilik mata depan.6,8

Gambar 3.6 Tahap lanjut14

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

2.2.6.1 Pemeriksaan tekanan bola mata


Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan tonometer.
Dikenal beberapa alat tonometer seperti tonometer Schiotz dan tonometer aplanasi

14
Goldman. Pemeriksaan tekanan bola mata juga dapat dilakukan tanpa alat disebut
dengan tonometer digital, dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan lenturan
bola mata (ballotement) dilakukan penekanan bergantian dengan kedua jari tangan.1,7

2.2.6.2 Gonioskopi
Tes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan patologik sudut bilik
mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda
asing.1,7
Tes ini juga dipakai untuk membedakan antara glaukoma sudut terbuka dan
glaukoma sudut tertutup. Sudut kamera anterior dibentuk oleh taut antara kornea
perifer dan iris, yang diantaranya terdapat jalinan trabekula. Konfigurasi sudut ini,
yakni apakah lebar (terbuka), sempit atau tertutup, menimbulkan dampak penting pada
aliran keluar humor akueous. Dengan gonioskopi ini juga dapat dilihat apakah terdapat
perlekatan iris di bagian perifer ke depan (peripheral anterior sinechia)

Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di


dataran depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat digunakan
untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.1

Pemeriksaan lapang pandang

Penurunan lapang pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik, karena
gangguan ini dapat terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada
semua penyakit saraf optikus, tetapi pola kelainan lapangan pandang, sifat
progresivitasnya dan hubungannya dengan kelainan-kelainan diskus optikus adalah
khas untuk penyakit ini.2

2.2.7 Diagnosis

Diagnosis glaukoma neovaskular ditegakkan berdasarkan anamnesa,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang jelas dan teliti. Dari anamnesa
ditemukan keluhan seperti mata merah, nyeri, lakrimasi dan penglihatan kabur yang
berlangsung mendadak. Evaluasi riwayat medis terhadap faktor resiko seperti DM,

15
hipertensi dan PJK sangat penting untuk membantu menegakkan diagnosis. Dari
pemeriksaan fisik khususnya pemeriksaan fisik mata dengan menggunakan slit-lamp
dan gonioscopy dapat terlihat adanya injeksi silier, edema kornea, flare, hifema, pupil
miosis dan neovaskularisasi di iris dan COA. Pemeriksaan penunjang yang dipakai
seperti pemeriksaan laboratorium kimia darah untuk melihat profil gula darah dan
lipid.6
Pemeriksaan dengan fluorescent angiography dan fluorophotometry dapat
melihat gambaran neovaskularisasi iris dan COA yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah di batas pupil dan terlihatnya pembuluh darah di
permukaan iris dan COA akibat terhambatnya aliran darah sekitar pupil oleh pigmen
hitam iris. Perlahan pembuluh darah iris akan melintasi corpus ciliare dan sklera dan
menutup trabekulum yang menyebakan terjadinya hambatan aliran cairan aquos
humour dan peningkatan TIO.6,9
Diagnosis sebaiknya cepat ditegakkan untuk mencegah terjadinya komplikasi
lebih lanjut seperti terbentuknya keratopathy bula, glaukoma, iris bombe, uvea
ektropion, dekomensasio kornea, katarak dan ptisis bulbi yang berakibat dengan
kebutaan.9

2.2.8 Diagnosis Banding

1. Glaukoma sudut tertutup sekunder karena uveitis; dalam keadaan ini didapatkan
sinekia posterior total, dan tidak didapatkan neovaskularisasi pada iris.

Gambar 3.7 Glaukoma sudut tertutup sekunder karena uveitis

16
2. Fuchs’ Heterochormic Iridocyclitis; atau Fuchs’ Uveitis Syndrome didapatkan
kelainan seperti sudut terbuka dengan tekanan intraokuler yang meningkat tapi
tidak disertai neovaskularisasi iris.

Gambar 3.8 Fuchs’ Heterochormic Iridocyclitis

3. Glaukoma fakolitik; proses fakolitik pada lensa yang keruh jika kapsulnya menjadi
rusak, substansi lensa yang keluar akan diresorpsi oleh serbukan fagosit atau
makrofag yang banyak di COA, serbukan ini sedemikian banyaknya sehingga
dapat menyumbat sudut COA dan menyebabkan glaukoma. Penyumbatan dapat
terjadi pula oleh karena substansi lensa sendiri yang menmpuk di sudut COA
terutama bagian lensa dan menyebabkan eksfoliasi glaukoma tanpa disertai
neovaskularisasi

Gambar 3. Glaukoma fakolitik

2.2.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan dari glaukoma neovaskular yaitu untuk mengontrol
faktor resiko, mencegah terjadinya perburukan dan komplikasi lebih lanjut serta

17
mengurangi rasa tidak nyaman jika terjadi serangan yang akut dan bila telah terjadi
penurunan daya penglihatan. Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan terapi
farmakologik dan bedah.6,9
Terapi farmakologik yang diberikan seperti kortikosteroid topikal dan
midriatikum/sikloplegik dipakai untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada mata
terutama pada serangan yang akut, mencegah terjadinya sinekia dan melepaskan
perlengketan jika telah tejadi sinekia. Penggunaan ß-blocker, α-agonis dan inhibitor
untuk mengurangi produksi dari cairan aquos. Terapi farmakologik lain diberikan
untuk mengontrol faktor resiko seperti pemberian obat hipoglikemia dan
hipolipodemik.6,9
Terapi pembedahan yang dipakai antara lain PRP (Panretinal
Photocoagulation) untuk mengurangi pembentukan neovaskularisasi di iris dan
mencegah terjadinya sinekia anterior dan posterior serta untuk menurunkan TIO yang
meningkat, Panretinal criotheraphy dipakai jika teknik PRP tidak memberikan hasil
yang memuaskan dan jika media penglihatan keruh, goniophotocoaglation jika terjadi
neovaskularisasi iris dan sebelum terbentuknya sinekia anterior.6,9
Teori terbaru menyebutkan digunakannya agen farmakologik anti-angiogenik
yang bertujuan mengurangi atau mencegah terjadinya neovaskularisasi, seperti
bevacizumab (avastin, genentech). Pemberian obat diaplikasikan secara topikal.
Pemberian obat dilaporkan memiliki onset kerja cepat (48 jam), namun obat ini
memiliki waktu paruh yang singkat sehingga gejala kekambuhan besar terjadi.6

2.2.10 Prognosis
Prognosis glaukoma neovaskular ditentukan berdasarkan derajat berat
ringannya penyakit yang mendasarinya, waktu pengenalan penyakit (diagnosis) dibuat,
riwayat operasi dan respon terhadap agen farmakologik yang diberikan. Prognosis
glaukoma neovaskular pada umumnya buruk. Kontrol yang tidak baik terhadap
penyakit yang mendasarinya, diagnosis yang terlambat dibuat, tidak responnya
terhadap terapi farmakologik dan bedah akan memperburuk prognosis dari glaukoma
neovaskular.9

18
BAB IV

KESIMPULAN

Glaukoma neovaskular memiliki banyak sebutan yang menjelaskan penyebab


kondisi ini seperti glaucoma trombotik, glaucoma hemoragik, glaucoma hemoragik
diabetic, glaucoma kongestif, dan glaucoma rubeotik yang mana disebabkan oleh
membran fibrovaskler yang terbentuk pada permukaan iris dan sudut kamera anterior.
Awalnya membrane hanya menutupi struktur sudut kamera anterior tapi kemudian
membrane ini mengkerut membentuk synechia anterior perifer. Namun secara umum ada
tiga kondisi klinis yang sering dianggap sebagai pemicu terjadinya glaucoma neovaskuler
yaitu retinopati diabetic, oklusi vena retina sentral, an penyakit obstruksi karotis.

Keadaan ini jarang terjadi secara primer, sering dipengaruhi oleh factor
angiogenesis yang meningkat pada kondisi hipoksia yang mengakibatkan pertumuhan
pembuluh darah yang baru.

Prognosis dan tata laksana bergantung pada penyakit yang mendasari. Umumnya
prognosis buruk.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Longe JL (2006) The Gale Encyclopedia of Medicine, 3rd edn., USA: Gale
2. Mosby (2008) Mosby's Medical Dictionary, 8th edn., USA: Elsevier.

3. Vaughan & Asbury s, Glaucoma Neovascular. Glaukoma. Dalam Oftalmologi


Umum. Ed 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007. Hal 212-29
4. Kingman S (2004) Glaucoma is second leading cause of blindness globally,
Available at:
http://www.who.int/bulletin/volumes/82/11/feature1104/en/index1.html
5. Cook C, Foster P (2012) 'Epidemiology of glaucoma: what's new?', Can J
Ophthalmol, 47(3), pp. 223-6 [Online]. Available at:
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22687296

6. Ilyas S, Tanzil m, editor. Glaukoma. Dalam Sari Ilmu Penyakit mata. Ed 3.


Jakarta: balai Penerbit FKUI. 2006. Hal 212-18
7. Wijaya N, editor. Glaukoma Sekunder. Glaukoma. Dalam Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta. Hal 219-44.
8. Bertamian M. Glaucoma Neovascular in Clinical Guide to Glaucoma
Management. Elsevier lnc. 2004 : 263 - 269.
9. Ghanem AA, El-Kannishy AM, El-Wehidy AS, El-Agamy AF. Intravitreal
Bevacizumab (Avastin) as an Adjuvant Treatment in Cases of Neovascular
Glaucoma. 2009. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2813584/
10. Yan MO, Duker JS. Opthalmology, 3rd edition. England: Mosby Elsevier,
2009.1178-81
11. Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV. Diagnosis and Therapy of the
Glaucomas, 7th edition. San Fransisco: Mosby Elsevier,2009. 255-58.
12. Krupin T. Manual of Glaukoma Diagnosis and Management. USA: Churchill
Livingstone. 1988. 161-63
13. SU, Suhardjo, Nurini Agni Angela. Buku kesehatan ilmu mata edisi 3.
Departemen ilmu kesehatan mata. Universitas Gajah Mada.2017
14. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 8th ed. China: Elsevier
: 2016.
15. Rodrigues et al. neovascular glaucoma: a review. International Journal of Retina
and Vitreous (2016) 2:26

20

Anda mungkin juga menyukai