Anda di halaman 1dari 24

REFRAT

Glaukoma Tekanan Rendah

Pembimbing
dr. Harie Basoeki Soedjono, Sp.M
Disusun oleh
William Djauhari (2014-061-050)
Arviana Laurensia Cahyadi Putri (2015-061-078)
Denish Gunawan (2015-061-079)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA
PERIODE 30 MEI 2016 2 JULI 2016
RSUD R. SYAMSUDIN, SH - SUKABUMI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberi kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan ini ditandai
oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus
dan pengecilan lapangan pandang. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi

mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa
ekstravasasi (penggaungan/cupping) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat
berakhir dengan kebutaan.(1)
Secara global saat ini diperkirakan terdapat 60 juta orang dengan neuropati
optikus glaukomatosa dan sekitar 8.4 juta orang mengalami kebutaan karena
glaukoma. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 80 juta dan 11.2 juta
pada tahun 2020. Glaukoma merupakan penyebab kedua utama penyebab kebutaan
secara global. Glaukoma sudut terbuka primer (primary open angle glaucoma/POAG)
paling sering terjadi pada etnis Afrika, sedangkan glaukoma sudut tertutup primer
(primary angle closure glaucoma/PACG) paling sering terjadi pada ras Inuit. (2) Secara
umum, di Asia glaukoma dengan prevalensi terbanyak adalah PACG. Namun
epidemiologi glaukoma pada asia dibagi pula berdasarkan daerah, dimana PACG
lebih sering terjadi di Asia Timur. PACG juga lebih sering terjadi di daerah pedesaan
sedangkan POAG lebih sering terjadi pada daerah perkotaan(3) Meskipun di Asia
sendiri lebih sering terjadi PACG, namun POAG lebih sering menyebabkan
komplikasi karena seringkali bersifat asimtomatik dan lebih sering menyebabkan
gangguan penglihatan bahkan sampai kebutaan dibandingkan PACG, terutama pada
glaukoma tekanan rendah (low tension glaucoma/normal tension glaucoma/NTG).(4)
Tekanan intraokular (TIO) yang tinggi tanpa adanya gangguan lapangan
pandang (LP) atau kelainan diskus disebut juga hipertensi okular (ocular
hypertension/OHT). Kejadian OHT yang berkembang menjadi glaukoma hanya
sebesar 1-2%, yang menandakan bahwa peningkatan TIO tidak selalu menyebabkan
glaukoma, namun merupakan salah satu faktor risiko dari glaukoma, dan sepertiga
dari pasien glaukoma memiliki tekanan normal sehingga mempersulit para petugas
medis unuk mendiagnosa glaukoma.(4)
Karena alasan diatas maka refrat ini perlu dibuat dan diharapkan dapat
membantu dalam mendiagnosis dan penatalaksanaan NTG.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Anatomi Bilik Mata Depan dan Fisiologi Humor Akueous


Aqueous humor adalah cairan jernih yang memenuhi bilik mata anterior dan
posterior dengan kekuatan refreaksi 1,336 dioptri. Volume dari aqueous humor adalah
sekitar 250 L dengan kecepatan produksinya sekitar 2,5L/menit. Volume aqueous
humor pada bilik mata anterior lebih banyak dibanding posterior, yaitu 0,25 mL pada
bilik mata anterior dan 0,06 mL pada bilik mata posterior. Aqueous humor terdiri
dari 99,9% air dan 0,1% konstituen berupa protein (koloid), asam amino, komponen
non-koloid (glukosa, urea, askorbat, piruvat, asam laktat, inositol, Na+, K+, CL-, HCO-

), serta oksigen. Komposisi aqueous humor tersebut mirip dengan plasma, namun

kadar askorbat, piruvat, dan laktat pada aqueous humor lebih tinggi, sedangkan kadar
protein, urea, dan glukosa pada aqueous humor lebih rendah.(4,5)
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Produksi aqueous humor melalui
dua mekanisme, yaitu:(4,6)
1. Sekresi aktif oleh epitel siliar tidak berpigmen dengan bergantung pada
sistem pompa Na+/K+ ATPase yang mensekresikan senyawa-senyawa
tertentu ke bilik posterior. Senyawa yang ditransportasikan secara aktif
meliputi ion sodium, klorida, potassium, asam askorbat, asam amino, dan
bikarbonat.(5,6)
2. Sekresi pasif melalui ultrafiltrasi dan difusi yang bergantung pada tekanan
hidrostatik kapiler, tekanan onkotik, dan tekanan intraokuler. Senyawa
yang paling berperan dalam perpindahan air ke bilik posterior adalah ion
sodium.(5,6)

Gambar 2.1. Anatomi dan fisiologi aliran humor akueous(4)


Aqueous humor mengalir dari bilik mata posterius menuju bilik mata anterior
melalui pupil, kemudian mengalir keluar melalui dua rute, yaitu:
1. Trabecular meshwork (trabekulum). Trabekulum merupakan struktur
berjaring-jaring yang berada di sudut bilik mata anterior. Sebanyak 90%
aqueous humor keluar dari mata melalui jaringan ini. Trabekulum sendiri
terdiri dari 3 bagian yaitu uveal meshwork, corneoschleral meshwork, dan
juxtacanalicular (cribriform) meshwork. Setelah melalui trabekulum,
aqueous humor akan mengalir melalui kanal Schlemm dan masuk ke vena
episkleral. Mekanisme transportasi aqueous humor ke dalam kanal
Schlemm masih belum terlalu dimengerti, namun ada sebuah teori yang
disebut vacuolation theory yang menyatakan bahwa terdapat sistem
vakuola dan pori-pori pada dinding dalam kanal Schlemm yang respon
terhadap tekanan dan mentranspor aqueous humor dari jaringan
penyambung juxtacanalicular ke dalam kanal. Aliran aqueous humor dapat
meningkat apabila pori-pori pada trabekulum membesar karena adanya
kontraksi dari otot siliar yang berinsersi di trabekulum. Aqueous humor
mengalir dari kanal Schlemm melalui kanal eferen yang terdiri dari 30
kanal kolektor langsung menuju sistem vena episkleral.(46)

Gambar 2.2. Teori vakuolisasi transport humor akueous. (1) Tahap non-vakuolisasi;
(2) tahap lipatan awal dari permukaan basal dari sel endotel; (3) tahap
makrovakuolisasi pembentukan struktur; (4) tahap pembentukan kanal vakuolar
transelular; (5) tahap oklusi lipatan basal.(5)
2. Uveoscleral. Sekitar 10% aqueous humor keluar dari mata melalui jalur
uveoskleral. Aqueous humor melalui badan siliar menuju ruang
suprakoroidal dan masuk ke sirkulasi vena di badan siliar, koroid, dan
sclera.(46)

Gambar 2.3. Flow chart menggambarkan drainase humor akueous.(5)


2.2.

Glaukoma
Glaukoma adalah suatu kondisi neuropati optic kronis yang ditandai dengan
adanya cupping dari diskus optikus dan penurunan lapang pandang. Kondisi ini biasa
disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler. Tekanan intraokuler merupakan
faktor risiko yang paling umum terhadap terjadinya glaukoma, namun ada pula
glaukoma yang memiliki TIO normal (glaukoma tekanan normal). Terjadinya
glaukoma juga diketahui berhubungan dengan adanya endothelial leucocyte adhesion
molecule-1 (ELAM-1) yang mengaktivasi respon stress pada sel trabecular meshwork.
(46)

Klasifikasi glaukoma dapat dibagi menurut 2 hal, yaitu etiologi dan


mekanisme peningkatan TIO.

2.2.1. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi(4)


Tabel 2.1. Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi
A. Primary glaucoma
4. Due to uveal tract changes
1. Open-angle glaucoma
a. uveitis
a. Primary open-angle glaucoma (chronic
b.
posterior
synechiae
open-angle glaucoma, chronic simple
(seclusion pupillae)
glaucoma)
b. Normal-tension glaucoma (low-tension
c. Tumor
glaucoma)
2. Agnle-closure glaucoma
d. Ciliary body swelling
a. Acute
5. Iridocorneoendothelial (ICE)
syndrome
b. Subacute
6. Trauma
c. Chronic
a. Hyphema
d. Plateau iris
b. Angle contusion/recession
B. Congenital glaucoma
c. Peripheral
anterior
synechiae
1. Primary congenital glaucoma
7. Postoperative
2. Glaucoma
associated
with
other
developmental ocular abnormalities
a. Anterior chamber cleavage syndromes
a. ciliary block glaucoma
(Axenfelds
syndrome,
Reigers
(malignant glaucoma)
syndrome, Peters syndrome)
b. Aniridia
b. Peripheral anterior
synechiae
3. Glaucoma associated with extraocular
c. Epithelial downgrowth
developmental abnormalities
a. Sturge-Weber syndrome
d. Following corneal graft
surgery
b. Marfans syndrome
e. Following retinal
detachment surgery
c. Neurofibromatosis
8. Neovascular glaucoma
d. Lowes syndrome
a. DM
e. Congenitaal rubella
b. Central retinal vein
occlusion
C. Secondary glaucoma
c. Intraocular tumor
1. Pigmentary glaucoma
9. Raised episcleral venous
pressure
2. Exfoliation syndrome
a. Carotid-cavernous fistula
3. Due to lens changes (phacogenic)
b. Sturge-weber syndrome
a. Dislocation
10. Steroid-induced
b. Intumescence
D. Absolute Glaucoma: The end
result
of
an
uncontrolled
c. Phacolytic
glaucoma is a hard, sightless, and
often painful eye

2.2.2. Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme Peningkatan TIO.(4)


Tabel 2.2. Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme peningkatan TIO
A. Open-angle glaucoma
B. Angle-closure glaucoma
1. Pretrabecular membranes: all of
1. Pupilarry block (iris bombe)
these may progress to anglea. Primary angle-closure glaucoma
closure
glaucoma
due
to
b. Seclusion
pupillae
(posterior
contraction of the pretrabecular
synechiae)
membranes
c. Intumescent lens
d. Anterior lens dislocation
a. Neovascular glaucoma
e. hyphema
b. Epithelial downgrowth
2. Anterior lens displacement
c. ICE syndrome
a. Ciliary block blaucoma
3. Trabecular abnormalities
b. Central retinal vein occlusion
a. Primary open-angle glaucoma
c. Posterior scleritis
b. Congenital glaucoma
d. Following retinal detatchment
surgery
c. Pigmentary glaucoma
3. Angle crowding
d. Exfoliation syndrome
a. Plateu iris
e. Steroid-induced glaucoma
b. Intumescent lens
f. Hyphema
c. Mydriasis for fundal examination
g. Angle contusion or recession
4. Peripheral anterior synechiae
h. Iridocyclitis (uveitis)
a. Chronic angle closure
i. Phacolytic glaucoma
b. Secondary to flat anterior chamber
5. Pottrabecular abnormalities
c. Secondary to iris bombe
a. Raised episcleral venous
d. Contraction
of
pretrabecular
pressure
membrances
2.3.

Tekanan Intra Okular (TIO)


Tekanan intraokuler (TIO) normal berkisar antara 10 21 mmHg dengan ratarata 16 2,5 mmHg. Tekanan 21 mmHg merupakan batas atas TIO normal, namun
kerusakan glakumatous pada mata dapat timbul pula pada TIO di bawah 21 mmHg
(pada glaukoma tekanan normal). Di sisi lain, beberapa penderita TIO tinggi > 21
mmHg dapat tidak mengalami kelainan pada mata. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kerusakan glaucomatous tidak hanya bergantung pada TIO melainkan terdapat faktorfaktor lain yang mempengaruhi.(5,6)
TIO dapat mengalami fluktuasi pada waktu-waktu tertentu, seperti pagi hari,
dan mengalami kecenderungan untuk menurun pada siang dan sore hari. Dengan
adanya kecenderungan tersebut, pemeriksaan TIO dianjurkan lebih baik dilakukan
antara pukul 8 pagi sampai 12 siang dimana TIO sedang mencapai fluktuasi
maksimal. Variasi TIO pada mata yang normal tidak melebihi 5 mmHg.(6)

TIO dipertahankan dalam batas normalnya dengan keseimbangan dinamis


antara pembentukan dan pembuangan aqueous humor. Beberapa faktor yang
mempengaruhi TIO adalah:(5)
1. Faktor lokal
a. Kecepatan pembentukan aqueous humor yang bergantung pada banyak faktor,
seperti permeabilitas kapiler badan siliar dan tekanan osmotic darah.
b. Resistensi drainase aqueous humor. Sebagian besar kejadian resistensi terdapat
pada trabecular meshwork.
c. Peningkatan tekanan vena episkleral, misalnya akibat adanya maneuver
valsava.
d. Dilatasi pupil yang menyebabkan sudut bilik mata anterior menyempit
sehingga menyumbat jalur pembuangan aqueous humor oleh iris.
2. Faktor umum
a. Herediter
b. Usia. Rata-rata TIO pada usia 40 tahun ke atas mengalami peningkatan diduga
akibat penurunan kemampuan pembuangan aqueous humor.
c. Jenis kelamin. TIO pada wanita berusia > 40 tahun cenderung lebih tinggi
dibandingkan pria.
d. Variasi diurnal. TIO pada pagi hari cenderung lebih tinggi akibat adanya
variasi diurnal kortisol plasma. Fluktuasi mata normal < 5 mmHg, sedangkan
mata yang glaucomatous > 8 mmHg.
e. Variasi postural. TIO dapat meningkat ketika mengubah posisi dari duduk
menjadi supinasi.
f. Tekanan darah. Prevalensi terjadinya glaukoma lebih tinggi pada penderita
hipertensi.
g. Tekanan osmotic darah. Peningkatan osmolaritas plasma berhubungan dengan
menurunnya TIO, sedangkan penurunan osmolaritas plasma berhubungan pula
dengan meningkatnya TIO.
h. Anestesi total dan obat-obat lainnya seperti alcohol, rokok, kafein, dan steroid.
2.4.

Glaukoma Sudut Terbuka Primer


Glaukoma sudut terbuka primer (primary open angle glaucoma/POAG)
merupakan glaukoma primer, dimana tidak terdapat penyebab sistemik atau okular
yang jelas yang dapat menjelaskan peningkatan TIO. Hal ini terjadi dengan sudut
bilik mata depan yang terbuka. POAG juga dapat disebut sebakan glaukoma kronik
simpleks onset dewasa dan biasanya memiliki karakteristik progresivitas lambat dari
peningkatan TIO yang diasosiasikan dengan cupping dari diskus dan defek lapangan
pandang. Faktor risiko dari POAG sendiri terdiri dari beberapa hal, yaitu:(5)

Herediter. Risiko dari mendapatnya penyakit ini adalah 10% pada saudara

kandung, dan 4% pada anak apabila pasien memiliki POAG


Usia. Meningkatnya risiko POAG meningkat seiring dengan bertambahnya

usia, teruatama pasien usia 50-70 tahun


Ras. POAG lebih sering terjadi pada ras afrika-amerika
Miopia. Merupakan faktor predisposisi dibandinng mata normal
Diabetes. Memiliki prevalensi lebih tinggi dari non-diabetes
Rokok
Hipertensi. Bukan merupakan penyebab dari tingginya TIO, namun

prevalensi POAG lebih tinggi pada pasien hipertensi dari normotensi


Tirotoksikosis. Bukan merupakan penyebab tingginya TIO, namun

prevalensi POAG lebih tinggi


Faktor peningkatan TIO
Kortikosteroid

Hal ini paling tepat dideskripsikan sebagai sebuah proses kompleks yang
ditandai dengan cedera jaringan okular dengan karakteristik tersendiri. Proses dimulai
dengan perubahan jaringan dan faktor risiko awal yang kemudian akan menghasilkan
manifestasi klinis dari cedera glaukomatosa (degenerasi sel ganglion retina dan
perubahan morfologi pada kepala nervus optikus), dan terakhir disabilitas visual dan
ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari. Melihat POAG sebagai sebuah
proses merupakan hal yang penting karena hal tersebut mendeskripsikan alur atau
perkembangan dari penyakit kronis ini.(7)

Gambar 2.4. Proses glaukomatosa. Kecepatan dari keempat tahapan ini sangat
bervariasi, dapat terjadi sangat cepat sampai sangat lama.(7)

Gambar 2.5. Gambaran histologis (pewarnaan H&E) dari atrofi lapisan serabut nervus
retina (panah hijau) dan lapisan sel ganglion (panah kuning).(7)

Gambar 2.6. Gambaran histologis (pewarnaan H&E) dari cupping diskus yang
diinduksi oleh glaukoma, beserta atrofi lapisan serat nervus retina.(7)
Seringkali proses glaukoma ini mirip pada POAG atau NTG karena keduanya
dianggap merupakan wujud yang kurang lebih sama. Namun diagnosis dari POAG
memerlukan riwayat TIO yang lebih tinggi dari rata-rata TIO normal.
2.5.

Glaukoma Tekanan Rendah


Pada tahun 1857, seorang ophthalmologis asal German von Graefe
mendeskripsikan diskus optikus glaukomatosa dengan TIO yang normal dengan
palpasi digital, dan disebut sebagai amaurosis and nerve head excavation. Saat itu
glaukoma sudut terbuka dengan TIO normal dianggap langka. Pada tahun 1980,
levene, dalam makalahnya merevisi definisi dan disebut sebagai low tension
glaucoma (LTG) dengan definisi:(1)
1.
2.
3.
4.

Cupping yang didapat pada nervus optikus,


Bersamaan dengan defek lapangan pandang,
Sudut bilik mata depan (BMD) yang terbuka,
TIO 24 mmHg.

Saat ini pengertian tentang POAG adalah terdapat neuropati optikus dengan
karakteristik cedera nervus optikus struktural dan penurunan LP fungsional, yang
tidak berhubungan dengan TIO.(1)
Setelah diperkenalkan metode tonometri aplanasi Goldmann pada tahun 1950
untuk mengukur TIO dengan lebih akurat, serta penelitian epidemiologi berbasis
populasi didapatkan batas atas dari TIO normal adalah < 22 mmHg. Saat ini diyakini
bahwa neuropati optik glaukomatosa dengan TIO normal terdapat pada 30-50%
pasien dengan POAG.(1)

2.5.1. Definisi
NTG, seperti yang telah dibahas sebelumnya, merupakan neuropati optikus
primer dengan causa yang belum diketahui, berkarakteristik:(1)
1. TIO dalam batas normal secara statistik < 22 mmHg secara diurnal atau
pengukuran lebih dari 1 hari.
2. Cupping diskus optikus dan asosiasi hilangnya lapisan serat nervus retina,
seringkali berbentuk seperti api (flame-shaped), perdarahan lapisan serat
nervus, mirip dengan POAG dengan peningkatan TIO.
3. Defek LP yang konsisten dengan tampakan cedera nervus optikus, seperti
defek berkas serat nervus seperti skotoma arkuata atau skotoma parasentral
4. Sudut BMD terbuka tanpa bukti adanya kemungkinan peningkatan TIO
sebelumnya, seperti sinekia anterior perifer karena uveitis atau penutupan
sudut BMD atau resesi sudut karena trauma
Tidak adanya penyebab lain dari defek LP atau cedera nervus optikus yang
dapat memimik glaukoma, seperti kelainan diskus kongenital, myopic tilted disc,
tumor nervus optikus atau pituitari/kiasma, riwayat iskemik neuropati optikus, syok
kardiogenik atau kelaunan vaskular lain dimana cedera diskus biasanya nonprogresif.
2.5.2. Faktor Risiko Terkait TIO
2.6.1. Faktor terkait TIO
a. Variasi diurnal-nokturnal dan fluktuasi TIO
The Collaborative Normal Tension Glaucoma Study (CNTGS)
merupakan penelitian randomisasi dengan membandingkan tatalaksana
penurunan TIO sebanyak 30% dengan observasi progresifitas pasien NTG.
Didapatkan bahwa penurunan TIO yang agresif dapat memperlambat
progresifitas dari penyakit diskus glaukomatosa dari 35% menjadi 12%
pada follow up selama 5 tahun. Didapatkan juga terjadi fluktuasi TIO pada
siang hari (variasi diurnal) dan saat tidur malam hari (variasi nokturnal),
sehingga sangat memungkinkan pasien dengan penampakan NTG
memiliki TIO yang tinggi di luar pemeriksaan di rumah sakit, atau
peningkatan TIO pada posisi supinasi saat tidur. Hal ini harus menjadi
pertimbangan saat mendiagnosa seseorang sebagai NTG atau HTG.(1)

Beberapa penelitian memaparkan bahwa TIO mungkin mencapai


puncaknya saat diukur diluar jam kerja. Yagami et al menunjukan bahwa
pada pasien NTG, variasi TIO diurnal adalah 4.9 mmHg dan puncak TIO
biasanya pada pukul 10 AM, namun 55% puncak TIO terjadi diantara
pukul 6 PM dan 8 AM, diluar dari jam klinik. Pada penelitian lain
dikatakan bahwa rata-rata TIO 24 jam dapat diprediksi dengan
pemeriksaan TIO sebanyak 6 kali pada jam klinik (8 AM sampai 5 PM).
TIO paling tinggi pada pagi hari untuk pasien NTG, POAG dan pasien
dengan suspek glaukoma. Variasi TIO > 5 mmHg didapatkan pada 35%
subjek, dan pada grup NTG, terdapat kolerasi yang signifikan antara
penurunan LP dengan puncak dan rentang TIO, sehingga memberikan
kesan pentingnya faktor variasi dan puncak TIO terdapat progresifitas
NTG.(1)
b. Asimetri penyakit dan TIO
Beberapa penelitian pada 25 tahun terakhir menunjukan cedera
lapangan pandang dan nervus optikus yang asimetris antara kedua mata
pada pasien NTG, dimana mata yang lebih terpengaruh memiliki TIO yang
lebih tinggi. Namun perlu diketahui bahwa pada TIO 24 jam pada pasien
HTG didapatkan kesamaan variasi TIO pada kedua mata, bila terdapat
perbedaan biasanya sebanyak 2 mmHg dengan kemungkinan 68-90% dan
perbedaan 3 mmHg dengan kemungkinan 78-95%. Pada penelitian pasien
suspek glaukoma (glaucoma suspect/GS) dan mata NTG, dilakukan 6 kali
pengukuran TIO diantara pukul 7 AM sampai 10 PM untuk mengevaluasi
kesamaan TIO diantara 2 mata. Perbedaan TIO diantara kedua mata adalah
1.4 1.9 mmHg pada mata GS dan 1.3 1.5 mmHg pada mata NTG.(1)
2.5.3. Faktor Risiko Tidak Terkait TIO
1. Faktor terkait nervus optikus
a. Ukuran diskus optikus
Nervus optikus mentransmisikan ke otak akson sel ganglion retina
yang berkumpul dari luas total retina yang lebih dari 1000 mm 2, yang
berkonsentrasi ke daerah 2 3 mm2. Walaupun secara anatomis kecil dalam
ukuran, namun diskus optikus merupakan kunci dari struktur intraokular yang

diteliti untuk membantu membedakan normal dan abnormal dalam hal


mendiagnosis dan mengikuti perkembangan pasien glaukoma. Jumlah akson
pada setiap orang kurang lebih sama, dan tidak tergantung pada ukuran dari
diskus optikus. Diskus optikus sendiri dapat sangat bervariasi, yaitu dari 0.8
mm sampai 6 mm. Terdapat hipotesa bahwa semakin besar diskus optikus
maka semakin rentan terhadap cedera akibat perubahan TIO.(1)
Terdapat hubungan antara NTG dan pasien dengan aksial bola mata
yang lebih panjang dengan CDR yang meningkat, dibandingkan dengan aksial
bola mata normal dan HTG menurut penilitan oleh Tomlinson et al (1972).
Mereka juga menemukan asosiasi area diskus optikus yang besar diasosiasikan
dengan TIO yang lebih tinggi dan defek LP yang lebih besar.(1)
2. Faktor risiko progresivitas defek LP pada NTG
Melalui penelitian retrospektif dari NTG awal dan belum ditatalaksana
yang dilakukan di jepang, didapatkan progresivitas defek LP definitif pada 48%
dari semua responden pada follow up bulan ke 42 dengan perhitungan
progresifitas 80% pada bulan ke 65. Faktor risiko progresivitas meliputi
peningkatan CDR, meningkatnya area atrofi peripapilar, diluar dari meningkatnya
TIO. Para peneliti merasa risiko dari progresivitas defek LP terasosiasi dengan
meningkatnya CDR yang bergantung pada TIO seperti halnya pada HTG, namun
meningkatnya risiko bersamaan dengan meningkatnya area atrofi peripapilar
(peripapillar

atrophy/PPA)

menandakan

adanya

risiko

vaskular

yang

mempengaruhi koroid peripapilar dan patogenesis dari cedera nervus optikus.


Penurunan TIO sebanyak 3 mmHg dapat menurunkan angka progresivitas
sebanyak 37%. Penelitian retrospektif lain dari jepang didapatkan penggunaan
calciun channel blocker (CCB) sebagai agen protektif untuk progresivitas dari
defek LP, sehingga mengacu pada vasodilatasi yang diakibatkan dari obat ini
menjadi faktor protektif nervus optikus yang dapat menyebabkan cedera nervus
optikus atau defek LP.(1)
3. Usia, jenis kelamin dan kelainan refraksi
Asosiasi dari miopia dan glaukoma memiliki hubungan kuat. Ditemukan
bahwa insidensi miopia adalah sebesar 27.4% pada pasien HTG, dibandingkan

dengan 22.4% pada pasien NTG dan 6.9% pada populasi normal. Selain itu usia
tua dan jenis kelamin perempuan lebih sering terkena NTG.(1)
4. Faktor sistemik
Penyakit kardiovaskular, hipotensi nokturnal, autoimun, anemia, diabetes
merupakan faktor risiko dari NTG namun perlu penelitian lebih lanjut untuk
menentukan prevalensi dan hubungan dari faktor sistemik ini dengan NTG.(1)
5. Migrain dan fenomena Raynaud
Mendukung konsep iskemia dan vasospasme sebagai penyebab dari cedera
nervus optikus pada glaukoma, penelitian di Amerika Serikat (AS) mendapatkan
prevalensi tinggi dari sakit kepala (migrain secara lebih spesifik) pada pasien
NTG (86%) dibandingkan pasien tanpa nyeri kepala (64%).(1)
2.5.4. Etiopatogenesis
Penyebab dari NTG masih belum jelas, namun ada beberapa mekanisme yang
dipostulasi yakni, kelainan fungsi vaskular lokal dan sistemik, kelainan nervus
optikus, dan penyakit autoimun. Ditemukan juga pada pasien NTG memiliki Central
Corneal Thickness (CCT) yang kecil dibandingkan dengan pasien POAG. Sejumlah
kecil pasien NTG juga memiliki lonjakan TIO nocturnal yang besar yang kadangkadang dideteksi pada posisi supine.(6)
Mekanisme terjadinya NTG dipercaya disebabkan oleh karena perfusi
vaskular yang rendah secara kronis sehingga menyebabkan terjadinya kerentanan
diskus nervus optikus terhadap TIO normal. Hal tersebut didukung oleh keterkaitan
beberapa hal yang ditemukan pada NTG lebih banyak dibanding POAG.(5)
1. Fenomena Raynauld, misalnya spasme vaskular perifer pada keadaan
dingin
2. Migraine
3. Hipotensi sistemik nocturnal dan hipertensi sistemik yang diobati
berlebihan
4. Penurunan kecepatan aliran darah pada arteri oftalmik (diketahui dengan
USG Doppler transcranial)
Peningkatan kadar endothelin-1 (ET-1) berkaitan dengan glaucoma. ET-1
merupakan protein vasoregulator berasal dari endothelium yang bekerja sebagai
vasokonstriktor endogen poten terutama pada pembuluh darah kecil dan pada mata

dihasilkan oleh prosesus siliaris dan berperan dalam modulasi aliran darah ocular.
Peningkatan ET-1 ini berkaitan dengan terjadinya hiporperfusi diskus nervus optikus
dan juga apoptosis sel ganglion retina pada percobaan injeksi intravitreal. Oleh karena
itu, peningkatan regulasi ET-1 dikatakan berperan dalam pathogenesis NTG, di mana
terjadi disregulasi vaskular.(8)
Faktor lain yaitu peningkatan sitokin inflamasi TNF- yang dihasilkan akibat
sel glia yang mengalami iskemik dan penekanan dapat menyebabkan kematian sel
ganglion retina. Hal tersebut memberi kesan adanya hubungan antara proses inflamasi
local dengan terjadinya neuropati optik glaucomatous. Tak jarang juga dipostulasikan
adanya hubungan antara disfungsi autoimun dengan NTG.(8)
2.5.5. Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi klinis NTG mirip dengan POAG, tetapi TIO secara
konstan nilainya < 21 mmHg. Karakteristik lain juga telah disebutkan di
etiopatogenesis.(6)
a. Gejala:(6)
Penyakit ini timbul secara diam-diam dan umumnya asimptomatik
sampai nantinya menyebabkan kehilangan lapang pandang (perlu
pemeriksaan mata berkala pada usia paruh baya)
o Defek pada lapang pandang
o Sakit kepala ringan dan sakit mata
o Membaca dan pekerjaan jarak dekat menjadi lebih sulit akibat
kegagalan akomodasi yang disebabkan oleh tekanan konstan pada otot
siliaris dan suplai nervusnya, karenanya pasien akan mengeluhkan
perubahan sering pada kacamata presbiopi
o Adaptasi gelap yang terhambat (terjadi pada tahap lanjut)
b. Tanda:(6,9)
o Segmen anterior mata:
Pemeriksaan slit-lamp biomicroscopy menunjukkan segmen anterior
mata yang normal
o TIO:
TIO yang diukur selalu < 21 mmHg
o Perubahan diskus optikus:
Terjadi peningkatan cup/disc ratio secara progresif, asimetrik, dan
muncul dengan berbagai pola. Terjadinya perdarahan splinter juga
tampak lebih sering pada NTG
o Defek lapang pandang:

Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan defek lapang pandang yang


lebih terfiksasi, dalam, curam, dan lebih terlokalisasi dibandingkan
POAG.
2.5.6. Diagnosis
Cara melakukan anamnesis dan pemeriksaan secara umum sama untuk POAG,
namun ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan.
a. Anamnesis(6)
1. Gejala visual:
Biasanya tidak ada, kecuali kerusakan sudah pada tingkat lanjut.
Kadang-kadang muncul gejala defek lapang pandang sentral disertai
lapang pandang perifer yang relative normal.
2. Riwayat oftalmik sebelumnya:
o Kelainan refraksi seperti myopia meningkatkan risiko terjadinya
POAG. Sedangkan hipermetropia meningkatkan risiko terjadinya
PACG
o Penyebab glaucoma sekunder seperti, trauma ocular atau inflamasi,
operasi mata sebelumnya termasuk operasi refraksi yang dapat
mempengaruhi pembacaan TIO
3. Riwayat penyakit keluarga
o POAG atau kondisi lain terkait seperti OHT
o Penyakit mata lain di anggota keluarga lain
4. Riwayat penyakit dahulu
o Asthma, gagal jantung atau block jantung, peripheral vascular disease:
kontraindikasi penggunaan beta blocker
o Cedera kepala, penyakit intracranial misal stroke yang dapat
menyebabkan atrofi nervus optik atau defek lapang pandang
o Vasospasme: migraine dan fenomenon Raynaud
o Diabetes, hipertensi sistemik, dan penyakit kardiovaskular yang
meningkatkan risiko POAG
5. Pengobatan sekarang:
o Steroid, termasuk krim kulit ataupun inhalan
o Beta-blocker oral yang dapat menurunkan TIO
6. Riwayat sosial:
o Merokok, minum alkohol terutama bila

neuropati

optik

nutritional/toxic dicurigai
7. Alergi:
o Terutama pada obat yang digunakan untuk pengobatan glaucoma,
terutama sulfonamide

8. Riwayat yang penting ditanya terutama untuk NTG:


o Migraine dan fenomenon Raynaud
o Episode shock
o Cedera kepala
o Sakit kepala dan gejala neurologic lain
o Pengobatan misal steroid sistemik dan obat hipotensif termasuk betablocker
b. Pemeriksaan(6)
1. Visus:
o Umumnya normal kecuali pada glaukoma tahap lanjut
2. Pupil:
o Mengeksklusikan relative afferent pupillary defect (RAPD); bila tidak
ada lalu kemudian berkembang selanjutnya merupakan indicator
progresivitas yang besar
3. Penilaian penglihatan warna:
o Menggunakan Ishihara chart untuk mengetahui apakah ada kelainan
neuropati optik lain selain glaukoma
4. Pemeriksaan slit-lamp
o Mengeksklusikan glaucoma sekunder
5.
6.
7.
8.
o

seperti

pigmentary

dan

pseudoexfoliative
Tonometry
o Pada NTG hasilnya selalu < 21 mmHg
Pachymetry
o Untuk pemeriksaaan CCT
Gonioskopi
o Pemeriksaan sudut bilik mata depan dengan hasil normal
Pemeriksaan diskus optikus:
o Dilakukan pada pupil yang berdilatasi,
Penggunaan cahaya bebas merah dapat mendeteksi kelainan Retinal Nerve

Fiber Layer (RNFL)


9. Perimetri:
o Dilakukan sebelum pemeriksaan klinis untuk melihat adanya defek
lapang pandang
10. Pemeriksaan yang perlu diperhatikan untuk NTG:
o TIO: umumnya pada angka belasan yang tinggi tetapi kadang dapat
juga pada angka belasan yang rendah. Pada penyakit yang asimetrik
kerusakan diskus lebih berkaitan dengan mata yang TIO-nya lebih
tinggi
o Diskus nervus optikus:
- Diskus optik pada NTG mungkin lebih besar dibanding POAG,
-

namun cupping glaucomatous mirip


Optic disc pits yang didapat lebih sering pada NTG

- Atrofi peripapiler lebih sering pada NTG


- Perdarahan splinter lebih sering pada NTG dibandingkan POAG
o Defek lapang pandang
Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan defek lapang pandang yang
lebih terfiksasi, dalam, curam, dan lebih terlokalisasi dibandingkan
POAG.
o Pemeriksaan lainnya:
- Penilaian factor risiko vaskular sistemik
- Monitoring tekanan darah ambulatory selama 24 jam untuk
-

mengkesklusikan hipotensi sistemik nocturnal


Pemeriksaan darah untuk penyebab lain dari neuropati optikus nongranulomatous seperti, vitamin B12, folat sel darah merah,
pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan LED, CRP, serologis
treponemal termasuk Lyme disease, serum level ACE, elektroforesis

protein plasma, dan screening autoantibody


MRI cranial
Nail-fold capillaroscopy dengan provokasi dingin untuk mendeteksi
abnormalitas aliran darah. Bila ada, calcium channel blocker dapat
berguna

2.5.7. Diagnosis Banding(5,6,9)


POAG, yang memiliki TIO > 21 mmHg
Glaukoma pigmentary yang sembuh dengan sendirinya, yang mana pemeriksaan

khas pada tipe ini akan menjadi kurang jelas seiring bertambahnya umur
Episode peningkatan TIO sebelumnya, yang dapat munucl akibat trauma ocular,

uveitis, terapi local atau sistemik steroid


Defek serat saraf retinal progresif yang bukan karena glaucoma, misal degenerasi

myopia dan drusen diskus optik


Kelainan diksus kongenital, misal disc pits dan koloboma
Lesi neurologis yang menyebabkan kompresi dari nervus optikus atau kiasma
optikus yang menyebabkan gangguan lapang dan terjadi misintepretasi adanya

glaucoma
Anterior Ischemic

Optic

Neuropathy

(AION)

sebelumnya

yang

dapat

menyebabkan perubahan diskus dan defek lapang pandang yang mirip dengan

glaucoma
Kerusakan nervus optikus akut sebelumnya, seperti oleh karena syok
hipovolemik, syok sepsis, atau cedera kepala

2.5.8. Tatalaksana(5,6,8)
1. Terapi pengobatan untuk menurunkan TIO. Tujuan dari pengobatan yaitu untuk
menurunkan TIO sebesar 30%, misalnya untuk mencapai TIO pada level 12-14
mmHg. Beberapa obat yang berguna yaitu:
- Betaxolol: sebagai drug of choice karena selain dapat menurunkan TIO juga
-

dapat meningkatkan aliran darah nervus optikus.


Penggunaan prostaglandin analog (misal latanoprost) sekarang merupakan
gold standard untuk terapi glaucoma karena merupakan obat tunggal paling

efektif dalam menurunkan TIO dengan kontrol diurnal yang baik.


Beta blocker lain dan obat adrenergic (misal dipiverafrine) sebaiknya
dihindari karena dapat menyebabkan hipotensi sistemik nocturnal dan dapat

berdampak buruk perfusi nervus optikus.


- Obat dengan efek neuroprotektif seperti brimonidine dapat dipakai.
- Pengobatan lain yang diusulkan:
o Antagonis glutamate seperti memantine (obat Alzheimer) yang bekerja
dengan memblok reseptor NMDA dikatakan dapat berperan sebagai agen
neuroprotektif karena glutamate yang merupakan neurotransmitter
eksitatorik di SSP dan retina bersifat excitotoxic pada kadar tinggi di
ekstraseluler yang dikaitkan dengan kematian sel ganglion retina.
o Unoprostone yang merupakan prostanoid dan docosanoid sintetis dapat
menurunkan TIO pada POAG dan OHT dengan meningkatkan aliran
keluar aqueous melalui trabecular meshwork. Studi akhir-akhir ini juga
mengatakan bahwa unoprostone dapat meningkatkan kelangsungan hidup
neuron akibat kemampuan untuk menurunkan TIO dan sebagian
dikarenakan perbaikan dari aliran darah ocular dengan kerjanya yang
antagonis terhadap ET-1.
o Antikolestrol HMG-CoA reductase inhibitor yang dikenal dengan
golongan statin dapat digunakan karena selain efeknya yang menurunkan
kadar lipid, statin juga daoat bekerja sebagai antiapoptosis dan memiliki
efek neuroprotektif sehingga diperkirakan penggunaan jangka panjang
dapat menurunkan risiko glaucoma.
o Penggunaan suplemen dan fotokemikal dapat berguna sebagai terapi
tambahan untuk glaucoma. Ekstrak dari daun Ginkgo biloba mengandung
flavonoid dan terpenoid yang berperan sebagai antioksidan sudah lama
digunakan sebagai nootropic (meningkatkan memori dan fungsi kognitif)
melalui efek vasorelaksannya. Efek vasorelaksannya ini diteliti dapat
memperbaiki aliran darah peripapiler. Selain itu Ginkgo biloba juga

diketahui berperan sebagai neuroprotektif pada model hewan yang


mengalami cedera SSP, sedangkan pada manusia memiliki efek
peningkatan lapang pandang pada pasien NTG yang mengkonsumsi
Ginkgo biloba. Selain Ginkgo biloba, fotokemikal lain yang sedang diteliti
yaitu resveratrol yang dapat ditemukan pada buah beri, kacang-kacangan,
dan kulit anggur merah dikatakan memiliki efek antioksidan dan
antiinflamasi yang dapat berguna untuk penyakit yang berhubungan
dengan penuaan seperti glaucoma. Salah satu efeknya yaitu efek
vasoprotektifnya dengan menginhibisi sintesis ET-1 dan efek lainnya yaitu
mencegah kerusakan sel trabecular meshwork pada kondisi stress
oksidatif.
2. Trabeculectomy yang mungkin dilakukan bila progresivitas kehilangan lapang
pandang terjadi meski TIO pada angka belasan yang rendah.
3. Laser trabeculoplasty dapat berguna untuk membantu aliran aqueous humor.
4. Calcium channel blocker sistemik (misal nifedipine), dapat berguna pada pasien
yang memiliki vasospasme perifer.
5. Kontrol penyakit vaskular sistemik

seperti

diabetes,

hipertensi,

dan

hyperlipidemia dapat berguna karena secara teori dapat mengoptimalkan perfusi


nervus optikus.
6. Pemantauan tekanan darah sistemik yang sebaiknya dilakukan 24 jam. Bila
penurunan tekanan darah pada malam hari terdeteksi, perlu dicegah untuk
menggunakan dosis malam hari pengobatan anti hipertensi.
2.6.

Perbandingan NTG dan HTG


Dalam artikel komprehensif mengenai NTG pada tahun 1980 oleh Levene et
al meneliti 767 kasus NTG dan menyimpulkan bahwa terdapat beberapa karakteristik
lebih sering dijumpai pada NTG dibandingkan dengan HTG. Karakteristik tersebut
adalah:(1)

Defek LP yang lebih awal yang menyebar dalam 5o dari fiksasi


Kehilangan LP mendadak
Fiksasi lebih awal
Progresifitas defek LP yang lebih lambat
Disproporsi antara cupping diskus yang tampak dengan defek LP yang

terbatas dan terletak sentral


Kasus monookular yang tinggi

Lebih sering pada wanita


Sensitivitas terbatasa dari defek lapangan pandang walaupun diikuti
dengan penurunan TIO

Pemeriksaan mata oleh Caprioli dan Spaeth didapatkan kehilangan lapangan


pandang yang lebih cepat dan didapatkan tepi diskus optikus pada mata NTG lebih
tipis di daerah inferior dan infero-temporal dibandingkan mata HTG dengan rata-rata
TIO lebih tinggi 15 mmHg dibandingkan mata NTG. Namun tidak ditemukan
perbedaan pada warna diskus, atrofi peripapilar, perdarahan diskus.(1)

DAFTAR PUSTAKA
1. Shacknow PN, Samples JR. The Glaucoma Book. 1st ed. New York: Springer; 2010.
2. Cook C, Foster P. Epidemiology of glaucoma: whats new? Can J Ophthalmol J Can
Ophtalmol. 2012 Jun;47(3):2236.
3. Chan EW, Li X, Tham Y-C, Liao J, Wong TY, Aung T, et al. Glaucoma in Asia: regional
prevalence variations and future projections. Br J Ophthalmol. 2015 Jun 25;bjophthalmol
2014306102.
4. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17th ed. New
York: Lange Medical Books/McGraw-Hill Medical Pub. Division; 2008.
5. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New Delhi: New Age
International; 2007.
6. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systematic approach. 7th ed. Windsor:
Elsevier; 2011.
7. Choplin NT, Traverso CE. Atlas of Glaucoma. 3rd ed. Florida: Taylor & Francis Group;
2014.
8. Caprioli J, Song B. New directions in the treatment of normal tension glaucoma. Indian J
Ophthalmol. 2014;62(5):529.
9. Anderson D. Normal-tension glaucoma (Low-tension glaucoma). Indian J Ophthalmol.
2011;59(7):97.

Anda mungkin juga menyukai