Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Mata4
Anatomi sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang
dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran descement dan membran
Bowman, lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian ke dalam mengelilingi kanal schlemn dan
trabekula sampai ke bilik mata depan. Akhir dari membran descement disebut garis schwalbe.
Limbus terdiri dari 2 lapisan, epitel dan stroma. Epitelnya 2 kali setebal epitel kornea.
Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari a. siliaris anterior. Bagian
terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang terdiri dari:
1. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari dalam stroma kornea dan menuju ke
belakang, mengelilingi kanal schlemn untuk berinsersi pada sklera.
2. Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke skleral
spur (insersi dari m. siliaris) dan sebagian ke m. siliaris meridional.
3. Serabut berasal dari akhir membran descement (garis schwalbe), menuju jaringan
pengikat m. siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter, berasal dari dataran depan iris menuju depan
trabekula.
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis dan seluruhnya
diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga ada darah
di dalam kanal schlemn, dapat terlihat dari luar.
Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi kornea.
Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0.5 mm. Pada dinding sebelah dalam
terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula
dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor 20-30 buah, yang menuju ke
pleksus vena didalam jaringan sklera dan episklera dan v. siliaris anterior di badan siliar.
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akueus dan
tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata.
1. Komposisi humor akueus
Humor akueus adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior dan
posterior mata, yang berfungsi memberikan nutrisi dan oksigen pada kornea dan
lensa. Volumenya adalah sekitar 250 µL, dan kecepatan pembentukannya, yang
bervariasi diurnal, adalah 1,5 – 2 µL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi

2
daripada plasma. Komposisi humor akueus serupa dengan plasma kecuali bahwa
cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan
protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.
2. Pembentukan dan Aliran Humor Akueus
Humor akueus diproduksi oleh badan siliar. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan di
stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel
siliaris. Setelah masuk ke kamera okuli posterior, humor akueus mengalir melalui
pupil ke kamera okuli anterior lalu ke jalinan trabekular di sudut kamera anterior
(sekaligus, terjadi pertukaran diferensial komponen – komponen dengan darah di iris),
Melalui jalinan trabekular ke kanal schlemn menuju saluran kolektor, kemudian
masuk kedalam pleksus vena, ke jaringan sklera dan episklera juga ke dalam v.siliaris
anterior di badan siliar. Saluran yang mengandung cairan camera oculi anterior dapat
dilihat di daerah limbus dan subkonjungtiva, yang dinamakan aqueus veins.
Peradangan atau trauma intraokular menyebabkan peningkatan konsentrasi protein,
sehingga disebut humor akueus plasmoid dan sangat mirip dengan serum darah.
Pada dasarnya, terdapat 2 rute dalam pengeluaran humor akueus, yaitu 1) melalui
jaringan trabekular, sekitar 90% humor akueus dikeluarkan melalui jaringan
trabekular, kemudian akan disalurkan ke kanal schlemm hingga berakhir di vena
episklera, 2) melalui jaringan uveoskleral, mempertanggung jawaban 10% dari
pengeluaran akueus.

Gambar 1. Rute Pengeluaran Humour Aqueos

3
2.2 Glaukoma
2.2.1 Definisi
Glaukoma bukan merupakan proses penyakit tunggal, melainkan sekelompok
gangguan yang ditandai oleh optic neuropathy progressive ditandai gambaran optic disc dan
pola spesifik dari defek lapang pandang. Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh
trias glaucoma, yang terdiri dari peningkatan tekanan intraokular, perubahan patologis pada
diskus optik (ekskavasi), dan defek lapang pandang yang khas.5
2.2.2 Epidemiologi
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan ketiga terbesar di dunia. Diperkirakan 13.5
juta orang menderita glaukoma dan 5.2 juta diantaranya mengalami kebutaan. Menurut
World Health Organization (WHO), diperkirakan sebanyak 5,9 dan 5,3 juta orang akan
mengalami kebutaan sekunder akibat dari glaucoma sudut terbuka dan glaukoma sudut
tertutup pada tahun 2020.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi kebutaan
di Indonesia adalah sebanyak 0,9%.2 Dua tipe glaukoma yang paling sering adalah Primary
Open Angle Glaucoma (POAG) atau glaukoma sudut terbuka dan Acute/chronic closed angle
glaucoma atau glaukoma  sudut tertutup.1 Di Indonesia, glaukoma menjadi penyebab lebih
dari 500.000 kasus kebutaan di Indonesia dan kebutaan yang disebabkan oleh glaukoma
bersifat permanen.3
2.2.3 Klasifikasi4
1. Glaukoma Primer
Glaukoma dengan etiologi tidak pasti, dimana tidak didapatkan kelainan yang
merupakan penyebab glaukoma. Glaukoma ini didapatkan pada orang yang telah
memiliki bakat bawaan glaukoma seperti:
 Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan
anatomi bilik mata yang menyempit.
 Mungkin disebabkan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan
(goniodisgenesis), berupa trabekulodisgenesis, irisdogenesis dan korneodisgenesis
dan yang paling sering berupa trabekulodisgenesis dan goniodisgenesis.
Glaukoma bersifat bilateral, yang tidak selalu simetris dengan sudut bilik mata
terbuka ataupun tertutup, pengelompokan ini berguna untuk pelaksanaan dan
penelitian.
Glaukoma sudut primer dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Glaukoma primer sudut tertutup (sempit)

4
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit
sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan
menghambat humor aqueos mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke
depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang
posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari
penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang
berat, penglihatan yang kabur dan terlihat halo. Penempelan iris menyebabkan
dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang
hebat. Glaukoma sudut tertutup adalah glaukoma primer yang ditandai dengan
sudut bilik mata depan yang tertutup, bersifat bilateral dan herediter. Sudut sempit
dengan hipermetropia dan bilik mata dangkal berbahaya memakai obat
antihistamin dan antispasme.
Pembagian Glaukoma sudut tertutup: 
a. Fase prodorma (fase nonkongestif)
Pada stadium ini terdapat penglihatan kabur, melihat halo (gambar
pelangi) sekitar lampu atau lilin, disertai sakit kepala, sakit pada mata dan
kelemahan akomodasi. Keadaan ini berlangsung 0,5-2 jam. Bila serangannya reda,
mata menjadi normal kembali.
b. Akut (fase kongestif)
Glaukoma akut mudah terjadi pada mata yang mempunyai bakat sudut
bilik matanya tetutup, seperti pada hipermetropia. Glaukoma primer dengan
sudut mata depan sempit atau tertutup bersifat bilateral dan herediter.
Serangan glaukoma akut dapat datang dengan tiba-tiba dan penglihatan
akan sangat turun, disertai dengan sakit yang berat di belakang kepala, mual
dan muntah terutama di malam hari. Pasien terlihat sakit, dan kadang-kadang
akibat adanya gejala yang disertai dengan muntah, maka sering disangkal
penderita sakit perut.
Mata pasien dengan kongestif akut sangat merah, konjungtiva sangat
kemotik, dengan injeksi siliar, kornea keruh, pupil setengah lebar dengan reaksi
terhadap sinar yang kurang atau sama sekali tidak ada. Bilik mata depan
dangkal dan di dalam bilik mata terdapat efek Tyndal yang positif. Mata pada
perabaan terasa keras seperti kelereng akibat tekanan bola mata yang sangat
tinggi. Tekanan bola mata sangat tinggi dan tidak jarang samapai mencapai 60-
70 mmHg. Bila tekanan bola mata tidak diturunkan segera, maka akan terjadi

5
penurunan tajam penglihatan yang menetap.
Glaukoma ini terjadi apabila terbentuk iris bombe yang menyebabkan
sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer dan akibat pergeseran
diafragma lensa-iris ke anterior disertai perubahan volume di segmen posterior
mata. 

Gambar 2. Patofisiologi Glaukoma Sudut Tertutup


b. Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ), yang meliputi kedua
mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut
terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular.
Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran
schlemm, dan saluran yang berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi.
Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan
sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan
nyeri mata yang timbul.
Glaukoma sudut terbuka primer adalah glaukoma yang penyebabnya tidak
ditemukan dan ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka.
Mekanisme glaukoma sudut terbuka ini lain daripada mekanisme
glaukoma sudut tertutup. Kalau yang terkahir ini diakibatkan jaringan trabekulum
tertutup oleh iris, hambatan pada glaukoma sudut terbuka terletak di dalam
jaringan trabekulum sendiri. Akuos humor dengan leluasa mencapai lubang-
lubang trabekulum, tetapi sampai di dalam terbentur celah-celah trabekulum yang
sempit hingga akuos humor tidak dapat keluar dari bola mata dengan bebas.

6
Gambaran kliniknya yaitu
 Glaukoma sudut terbuka tidak memberi tanda-tanda dari luar
 Perjalanan penyakit perlahan-lahan dan progresif dengan merusak papil saraf
optik (ekskavasi)
 Biasanya penderita baru sadar bila keadaan telah lanjut
 Diagnosis sering baru dibuat kalau dilakukan tonometri rutin pada penderita
yang misalnya datang hanya untuk ganti kaca mata. Sifat glaukoma jenis ini
adalah bilateral, tetapi biasanya yang satu mulai lebih dahulu. Kebanyakan
ditemukan pada penderita umur 40 tahun ke atas.
 Tajam penglihatan umumnya masih baik kalau keadaan belum lanjut. Tetapi
tajam penglihatan tidak boleh menjadi patokan akan adanya glaukoma atau
tidak. Tekanan bola mata lebih dari 24 mmHg dan tidak terlalu tinggi seperti
pada glaukoma kronik.
 Pada funduskopi ditemukan ekskavasi apabila glaukoma sudah berlangsung
lama. Pemeriksaan lapangan pandang perifer tidak menunjukkan kelainan
selama glaukoma masih dini, tetapi lapang pandangan sentral sudah
menunjukkan skotoma parasentral.
 Apabila glaukoma sudah lebih lanjut, lapang pandangan perifer pun akan
menunjukkan kerusakan. Pada gonioskopi akan ditemukan sudut bilik mata
depan yang lebar.

Gambar 3. Patofisiologi Glaukoma Sudut Terbuka


2. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang

7
menimbulkannya. Peningkatan TIO yang terjadi sebagai suatu manifestasi dari penyakit
mata lain disebut glaucoma sekunder. Kelainan mata lain dapat menimbulkan
meningkatnya tekanan bola mata. Glaukoma timbul akibat kelainan di dalam bola mata,
yang dapat disebabkan:
 Kelainan lensa, katarak imatur, hipermatur dan dislokasi lensa.
 Kelainan uvea, uveitis anterior.
 Trauma, hifema dan inkarserasi iris.
 Pascabedah,blokade pupil, goniosinekia.
Terapinya ialah pengontrolan TIO dengan cara-cara medis dan bedah, serta
mengatasi penyakit yang mendasari apabila mungkin.
A. Glaukoma akibat kelainan lensa
 Dislokasi lensa
Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara spontan,
misalnya pada sindrom Marfan. Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan
pada aperture pupil yang menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut. Dislokasi
posterior ke dalam vitreus juga berkaitan dengan glaucoma meskipun
mekanismenya belum jelas. Hal ini mungkin disebabkn oleh kerusakan sudut pada
waktu dislokasi traumatik.
 Intumesensi Lensa
Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami perubahan-
perubahan katarak sehingga ukurannya membesar secara bermakna. Lensa ini
kemudian dapat melanggar batas bilik mata depan, menimbulkan sumbatan pupil
dan pendesakan sudut, serta menyebabkan glaucoma sudut tertutup. Terapi berupa
ekstraksi lensa, segera setelah tekanan intraocular terkontrol secara medis.
 Glaukoma fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocran kapsul lensa
anterior dan memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk ke dalam
bilik mata depan. Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan, anyaman
trabekular menjadi edema dan tersumbat oleh protein-protein lensa, dan
menimbulkan peningkatan TIO akut. Ekstraksi lensa merupakan terapi definitive,
dilakukan segera setelah TIO terkontrol secara medis dan terapi steroid topical telah
mengurangi peradangan intraocular.
B. Glaukoma akibat trauma

8
Cedera kontusio bola mata dapat disertai dengan peningkatan dini TIO
akibat perdarahan ke dalam bilik mata depan (hifema). Darah bebas menyumbat
anyaman trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera. Terapi awal
dilakukan dengan obat-obatan, tetapi mungkin dilakukan tindakan bedah bila
tekanannya tetap tinggi, yang kemungkinan besar terjadi bila ada episode
perdarahan kedua.
Cedera kontusio berefek lambat pada tekanan intraocular; efek ini timbul
akibat kerusakan langsung pada sudut.Selang waktu antara cedera dan timbulnya
glaucoma mungkin menyamarkan hubungan tersebut. Secara klinis, bilik mata
depan tampak lebih dalam daripada mata yang satunya, dan gonioskopi
memperlihatkan resesi sudut. Terapi medis biasanya efektif, tetapi mungkin
diperlukan tindakan bedah.
Laseradi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior sering disertai
dengan hilangnya ilik mata depan. Apabila bilik mata tidak segera dibentuk kembali
setelah cedera-baik secara spontan, dengan inkasersarsi iris ke dalam luka, atau
secara bedah- akan terbentuk sinekia anterior perifer dan menyebabkan penutupan
sudut yang ireversibel.
3. Glaukoma kongenital
Keadaan TIO yang meninggi, yang akan menimbulkan kerusakan pada mata
dan memburuknya tajam penglihatan pada masa bayi atau anak-anak. Glaukoma yang
muncul antara saat lahir sampai umur 3-4 tahun. TIO yang meningkat sudah dimulai
saat lahir.
Pencekungan diskus optikus akibat glaucoma merupakan kelainan yang terjadi
relative dini dan yang terpenting. Temuan-temuan lanjut meliputi peningkatan diameter
kornea (melebihi 11,5 mm dianggap bermakna), edema epitel, robekan membrane
Descement, dan peningkatan kedalaman bilik mata depan (yang disertai pembesaran
generalisata segmen anterior mata), serta edema dan kekeruhan stroma kornea.
Pengobatan pada glaukoma kongenital adalah pembedahan. Pada anomali
perkembangan segmen anterior, angka keberhasilan goniotomi jauh lebih rendah, dan
mungkin dianjurkan trabekulotomi atau trabekulektomi. Paada kasus aniridia (iris tidak
berkembang), dilakukan tindakan bedah drainase glaukoma.
4. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolute merupakan stadium akhir glaukoma, dimana sudah terjadi
kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada

9
glaukoma absolute, kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
eksvakasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering mata
dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan
penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali
akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolute dapat dengan memberikan sinar beta badan
siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan
pengankatan bola mata karena telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
2.2.4 Patofisiologi6,7
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler yang dapat disebabkan
oleh bertambahnya produksi humor akueus oleh badan siliar ataupun berkurangnya
pengeluaran humor akueus di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.
Tekanan intraokuler adalah keseimbangan antara produksi humor akueus,
hambatan terhadap aliran akueous dan tekanan vena episklera. Ketidakseimbangan antara
ketiga hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler, akan tetapi hal ini
lebih sering disebabkan oleh hambatan terhadap aliran humor akueus.
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus
dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus berkurang
sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan
terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang
pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada
akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
2.2.5 Diagnosis8,9
1. Anamnesis
Glaukoma akut/ glaukoma sudut tertutup :
 Sakit mata yang hebat.
 Penglihatan kabur.
 Penglihatan tidak jelas dan terdapat tanda halo (bulatan cahaya pada sekeliling
cahaya lampu).
 Mata merah, keras, dan sensitif.
 Pupil membesar.
 Terasa sakit pada dahi atau kepala.
 Pusing, mual, dan muntah7.
Glaukoma kronis/ glaukoma sudut terbuka

10
- Biasanya asimptomatis.
- Penglihatan menurun perlahan-lahan. Biasanya pasien sering menukar
kacamata namun, tidak ada yang sesuai.
- Penglihatan berkabut.
- Sakit kepala minimal namun berkepanjangan.
- Melihat warna pelangi di sekeliling sinar lampu7.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Tonometri Palpasi
Adalah pemeriksaan umtuk menentukan tekanan bola mata dengan cepat, yaitu
dengan memakai ujung jari pemeriksa tanpa alat khusus (tonometer). Dengan
menekan bola mata dengan jari pemeriksa diperkirakan besarnya tekanan didalam
bola mata.
Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang dapat menyatakan
tekanan mata N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang menyatakan tekanan mata
lebih tinggi atau lebih rendah daripada normal.

Gambar 4. Pengukuran Tekanan Intraokular dengan Palpasi


b. Tonometer Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan
kornea dengan beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Pada tonometer
Schiotz bila tekanan rendah atau bolamata empuk maka beban akan dapat
mengidentasi lebih dalam dibanding bila tekanan bola mata tinggi atau bola mata
keras.
Bila tekanan lebih tinggi 20 mmHg dicurigai adanya glaukoma, bila tekanan
lebih dari pada 25 mmHg pasien menderita glaukoma.

11
Gambar 5. Pemeriksaan Tonometri Schiotz
c. Oftalmoskopi
Untuk melihat fundus bagian mata dalam, yaitu retina. Dengan oftalmoskop
dapat dilihat saraf optik didalam mata dan akan dapat ditentukan apakah tekanan bola
mata telah mengganggu saraf optik.

Gambar 6. Diskus Optikus Normal

Gambar 7. Lesi Glaukomatosa pada Nervus Opticus


d. Tonografi
Tonografi bertujuan untuk mengukur daya kemampuan pengaliran aquous
humor atau daya pengosongan cairan mata pada sudut bilik mata.
Dengan mempergunakan tonometer Schiotz elektrik dihubungkan dengan alat
pencatat untuk mengetahui hasil tekanan yang menurunkan tekanan bola mata bila
diberi tekanan berkesinambungan. Pencatatan pada kertas yang berkesinambunganm
akan memberikan gambaran tonogram.
e. Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata dengan

12
goniolens. Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung keadaan patologik
sudut mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada susut bilik mata seperti
benda asing. Dengan gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita dan
malahan dapat menerangkan penyebab suatu glaukoma sekunder.
f. Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi
sentral)-cawan fisiologik-yang ukurannya tergantung pada jumlah relative serat
penyusun nervus optikus terhadap ukuran lubang sclera yang harus dilewati oleh
serat-serat tersebut. Pada mata hiperopia, lubang skleranya kecil, sehingga cawan
optic juga kecil; pada matamiopia hal yang sebaliknya terjadi. Atrofi optikus akibat
glaucoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang terutama ditandai oleh
berkurangnya substansia diskus yang terdeteksi sebagai pembesaran cawan diskus
optikus disertai dengan pemucatan diskus di daerah cawan. Bentuk-bentuk lain atrofi
optikus menyebabkan pemucatan luas tanpa peningkatan pencekungan diskus optikus.
Pada glaucoma, mungkiin terdapat pembesaran kosentrik cawan optic atau
pencekungan (cupping) superior dan inferior dan disertai pembentukan takik
(notching) fokal di tepi diskus optikus. Kedalaman cawan optic juga meningkat
karena lamina kribrosa tergeser ke belakang. Seiring dengan pembentukan cekungan,
pembuluh retina di diskus tergeser kea rah hidung. Hasil akhir proses pencekungan
pada glaucoma adalah apa yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian
tepinya.
Rasio cawan-diskus adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus
optikus pada pasien glaucoma. Besaran tersebut adalah perbandingan antara ukuran
cawan optic terhadap diameter diskus, misalnya cawan kecil-rasionya 0,1 dan
cawanbesar-0,9. Apabila terdapat kehilangan lapangan pandang atau peningkatan
tekanan intraocular, rasio cawan-diskus lebih dari 0,5 atau terdapat asimetri yang
bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa.
Penilaian klinis diskus optikus dapat dilakukan dengan optalmoskopi langsung
atau dengan pemeriksaan menggunakan lensa 78 dioptri atau lensa kontak kornea
khusus yang member gambaran tiga dimensi.
Bukti klinis lain adanya kerusakan neuron pada glaucoma adalah atrofi lapisan
serat saraf retina, yang mendahului timbulnya kelainan diskus optikus. Kerusakan ini
dapat terdeteksi dengan oftalmoskopi atau foto fundus, keduanya dilengkapi dengan
cahaya bebas-merah, optical coherence tomography, scanning laser polarimetry, atau

13
scanning laser tomography.
g. Pemeriksaan Lapangan Pandang (Perimetri)
Perimetri dilakukan untuk mencari batas luar persepsi sinar perifer dan melihat
kemampuan penglihatan daerah yang sama dan dengan demikian dapat dilakukan
pemeriksaan defek lapangan pandang.
h. Pachymetry
Adalah suatu tes yang relatif baru digunakan untuk managemen glaucoma.
Pachymetry menentukan ketebalan dari kornea. Setelah mata dibuat mati rasa dengan
obat-obat tetes bius, ujung dari pachymeter disentuhkan dengan ringan pada
permukaan depan mata (kornea). Studi-studi terakhir menunjukkan bahwa ketebalan
kornea pusat dapat mempengaruhi pengukuran tekanan intraocular. Kornea yang lebih
tebal dapat memberikan pembacaan tekanan mata yang tinggi secara salah dan kornea
yang lebih tipis dapat memberikan pembacaan tekanan yang rendah secara salah.
Lebih jauh, kornea-kornea tipis mungkin adalah suatu faktor risiko tambahan untuk
glaucoma.
i. Tes Provokasi
Tes ini dilakukan pada keadaan yang meragukan.
- Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam. Kemudian
disuruh minum 1 L air dalam 5 menit. Lalu tekanan intraokular diukur setiap 15 menit
selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8 mmHg atau lebih, dianggap mengidap glaukoma.
- Pressure congestive test
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg, selama 1 menit. Kemudian
ukur tensi intraokularnya. Kenaikan 9 mmHg, atau lebih mencurigakan, sedang bila
lebih dari 11 mmHg pasti patologis.
- Tes steroid
Diteteskan larutan deksametason 3-4 dd g 1, selama 2 minggu. Kenaikan tensi
intraokular 8 mmHg menunjukkan glaukoma.
- Uji kopi
Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola mata naik 15-
20 mmHg setelah minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma.
- Uji kamar gelap
Pada uji ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan kemudian pasien
dimasukkan ke dalam kamar gelap selama 60-90 menit. Pada akhir 90 menit tekanan

14
bola mata diukur. 55% pasien glaukoma sudut tertutup akan menunjukkan hasil yang
positif, naik 8 mmHg.
2.2.6 Tatalaksana10
Prinsip dari pengobatan glaukoma yaitu untuk mengurangi produksi humor akueus
dan meningkatkan sekresi dari humor akueus sehingga dapat menurunkan tekanan intra
okuler.

Gambar 8. Pilihan Terapi Medikamentosa untuk Glaukoma

Supresi pembentukan humor akueus


Penghambat adrenergik beta adalah obat yang sekarang paling luas digunakan untuk
terapi glaukoma. Obat-obat ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain.
Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%
dan metipranolol 0,3% merupakan preparat-preparat yang sekarang tersedia. Kontraindikasi
utama pemakaian obt-obat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas menahun-terutama asma-
dan defek hantaran jantung. Untuk betaksolol, selektivitas relatif reseptor β1-dan afinitas
keseluruhan terhadap semua reseptor β yang rendah-menurunkan walaupun tidak
menghilangkan risiko efek samping sistemik ini. Depresi, kacau pikir dan rasa lelah dapat
timbul pada pemakaian obat penghambat beta topikal.

15
Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik α2 baru yang menurunkan pembentukan
humor akueus tanpa efek pada aliran keluar. Epinefrin dan dipivefrin memiliki efek pada
pembentukan humor akueus.
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah yang paling banyak
digunakan, tetapi terdapat alternatif yaitu diklorfenamid dan metazolamid- digunakan untuk
glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan dan pada glaukoma
akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera dikontrol. Obat-obat ini
mampu menekan pembentukan humor akueus sebesar 40-60%. Asetazolamid dapat diberikan
per oral dalam dosis 125-250 mg sampai tiga kali sehari atau sebagai Diamox Sequels 500
mg sekali atau dua kali, atau dapat diberikan secara intravena (500 mg). Inhibitor karbonat
anhidrase menimbulkan efek samping sistemik yang membatasi penggunaan obat-obat ini
untuk terapi jangka panjang.
Obat-obat hiperosmotik mempengaruhi pembentukan humor akueus serta
menyebabkan dehidrasi korpus vitreum.

Fasilitasi aliran keluar humor akueus


Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akueus dengan bekerja
pada jalinan trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat pilihan adalah pilokarpin, larutan
0,5-6% yang diteteskan beberapa kali sehari atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur.
Karbakol 0,75-3% adalah obat kolinergik alternatif. Obat-obat antikolinesterase ireversibel
merupakan obat parasimpatomimetik yang bekerja paling lama. Obat-obat ini adalah
demekarium bromide 0,125 dan 0,25% dan ekotiopat iodide 0,03-0,25% yang umumnya
dibatasi untuk pasien afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi kataraktogenik.
Perhatian: obat-obat antikolinesterase ireversibel akan memperkuat efek suksinilkolin yang
diberikan selama anastesia dan ahli anestesi harus diberitahu sebelum tindakan bedah. Obat-
obat ini juga menimbulkan miosis kuat yang dapat menyebabkan penutupan sudut pada
pasien dengan sudut sempit. Pasien juga harus diberitahu kemungkinan ablasio retina.
Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai meredupnya
penglihatan terutama pada pasien katarak dan spasme akomodatif yang mungkin
mengganggu pada pasien muda.
Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran keluar
humor akueus dan disertai sedikit penurunan pembentukan humor akueus. Terdapat sejumlah
efek samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi konjungtiva reflek, endapan
adrenokrom, konjungtivitis folikularis dan reaksi alergi.efek samping intraokular yang dapat

16
tejadi adalah edema makula sistoid pada afakik dan vasokonstriksi ujung saraf optikus.
Dipivefrin adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi
bentuk aktifnya. Epinefrin dan dipivefrin jangan digunakan untuk mata dengan sudut kamera
anterior sempit.

Penurunan volume korpus vitreum


Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik
keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum. Selain itu, terjadi penurunan
produksi humor akueus. Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam pengobatan
glaukoma sudut tetutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa
kristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan volume korpus vitreum atau koroid) dan
menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder).
Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kg berat dalam larutan 50% dingin dicampur sari lemon
adalah obat yang paling sering digunakan, tetapi pemakaian pada penderita diabetes harus
berhati-hati. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea atau manitol intravena.
Miotik, midriatik dan siklopegik
Kontriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut
primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan
penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior.
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, siklopegik
(siklopentolat dan atropine) dapat digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga
mengencangkan apparatus zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke belakang.

TERAPI BEDAH DAN LASER


Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara
kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara keduanya menghilang. Hal ini
dapat dicapai dengan laser neodinium:YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan
tindakan iridektomi perifer. Walaupun lebih mudah, terapi laser memerlukan kornea yang
relatif jernih dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang cukup besar,
terutama apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas. Iridotomi perifer secara bedah
mungkin menghasilkan keberhasilan jangka panjang yang lebih baik, tetapi juga berpotensi
menimbulkan kesulitan intraoperasi dan pascaoperasi. Iridotomi laser YAG adalah terapi

17
pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi serangan penutupan sudut.

Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu
goniolensa ke jaringan trabekular dapat mempermudah aliran ke luar humor akueus karena
efek luka bakar tersebut pada jaringan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya
proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jaringan trabekular. Teknik ini dapat
diterapkan untuk berbagai macam bentuk glaukoma sudut terbuka dan hasilnya bervariasi
tergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya memungkinkan
pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma. Pengobatan dapat
diulang. Penelitian-penelitian terakhir memperlihatkan peran trabekuloplasti laser untuk
terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.

Gambar 9. Argon Laser Trabeculoplasty

Bedah drainase galukoma


Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal,
sehingga terbentuk akses langsung humor akueus dari kamera anterior ke jaringan
subkonjungtiva atau orbita dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase.
Trabekulotomi telah menggantikan tindakan-tindakan drainase full-thickness (misalnya
sklerotomi bibir posterior, sklerostomi termal, trefin). Penyulit utama trabekulotomi adalah
kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan epikslera. Hal ini lebih mudah terjadi pada pasien
berusia muda, berkulit hitam dan pasien yang pernah menjalani bedah drainase glaukoma
atau tindakan bedah lain yang melibatkan jaringan episklera. Terapi ajuvan dengan
antimetabolit misalnya fluorourasil dan mitomisin berguna untuk memperkecil risiko

18
kegagaln bleb.
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen bagi
humor akueus adalah tindakan alternatif untuk mata yahg tidak membaik dengan
trabekulektomi atau kecil kemungkinannya berespon terhadap trabekulektomi. Pasien dari
kelompok terakhir adalah mereka yang mengidap glaukoma sekunder, terutama glaukoma
neovaskular, glaukoma yang berkaitan dengan uveitis dan glaukoma setelah tindakan tandur
kornea.
Sklerostomi laser holmium adalah tindakan baru yang menjanjikan sebagai alternatif
bagi trabekulektomi.
Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat mengobati glaukoma kongenital
primer yang tampaknya terjadi sumbatan drainase humor akueus di bagian dalam jalinan
trabekular.

Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan mempertimbangkan tindakan
destruksi korpous siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan intraokular.
Krioterapi, diatermik, ultrasonografi frekuensi tinggi dan yang paling mutakhir terapi laser
neodinium:YAG termalmode, dapat diaplikasikan ke permukaan mata tepat di sebelah
posterior limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris di bawahnya. Juga sedang
diciptakan energi laser argon yang diberikan secara trasnpupilar dan transvitreal langsung ke
prosesus siliaris. Semua teknik siklodestruktif tersebut dapat menyebabkan ftisis dan harus
dicadangkan sebagai terapi untuk glaukoma yang sulit diatasi.

2.2.7 Komplikasi
1. Glaukoma kronis 
Penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat menyebabkan perjalanan progresif dari
glaukoma
2. Sinekia anterior
Apabila terapi tertunda, iris perifer dapat melekat ke jalinan trabecular (sinekia
anterior), sehingga menimbulkan sumbatan sumbatan ireversibel sudut kamera anterior dan
menghambat aliran aqueous humor keluar.
3. Katarak
Pada pasien dengan glaucoma, pada keadaan tekanan bola mata yang sangat tinggi,
maka akan terjadi gangguan permeabilitas kapsul lensa sehingga terjadi kekeruhan lensa.

19
4. Kerusakan saraf
Kerusakan saraf pada glaucoma umumnya terjadi karena terjadi peningkatan tekanan
dalam bola mata. Bola mata normal memiliki kisaran tekanan antara 13-19 mmHg,
sedangkan penderita glaucoma memiliki tekanan mata yang lebih dari normal, bahkan
terkadang dapat mencapai 50-60 mmHg pada keadaan akut. Tekanan mata yang tinggi akan
menyebabkan kerusakan saraf, semakin tinggi tekanan mata akan menjadi berat kerusakan
saraf yang terjadi.
5. Kebutaan
Kontrol tekanan intraocular yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus
optic dan semakin menurunnya visus sampai terjadi kebutaan.

2.2.8 Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada diagnosa dan terapi dini. Bila tidak mendapat
pengobatan yang tepat dan cepat, maka kebutaan akan terjadi dalam waktu yang pendek
sekali. Pengawasan dan pengamatan mata yang tidak mendapat serangan diperlukan karena
dapat memberikan keadaan yang sama seperti mata yang dalam serangan.

20
BAB III
KESIMPULAN
Glaukoma mencangkup beberapa penyakit dengan etiologi yang berbeda dengan
tanda umum adanya neuropathy optik yang memiliki karakteristik adanya kelainan pada
nervus optikus dan gambaran gangguan lapang pandang yang spesifik. Penyakit ini sering
tapi tidak selalu berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokular. Stadium akhir dari
glaukoma adalah kebutaan.
Glaukoma dibagi menjadi Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronis),
glaukoma primer sudut tertutup (sempit / akut), glaukoma sekunder, dan glaukoma
kongenital (glaukoma pada bayi),dan glaukoma absolut.
Glaukoma akut merupakan kegawat daruratan mata, yang harus segera ditangani
dalam 24 – 48 jam. Jika tekanan intraokular tetap terkontrol setelah terapi akut glaukoma
sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan penglihatan progresif. Tetapi
bila terlambat ditangani dapat mengakibatkan buta permanen
Prinsip dari pengobatan glaukoma akut yaitu untuk mengurangi produksi humor
akueus dan meningkatkan sekresi dari humor akueus sehingga dapat menurunkan tekanan
intra okuler sesegera mungkin.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Sari EDY, Aditya M. Glaukoma Akut dengan Katarak Imatur Okuli


Dekstra et Sinistra. Jurnal Medula Unila. 2016;4(3):46-51

2. Sari YP. Penatalaksanaan Glaukoma Akut Primer Sudut Terbuka.


Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 2018;18(3):172-175
3. Nurmalasari Y, Hermawan MR. Karakteristik Pasien Glaukoma Berdasarkan
Faktor Instrinsik di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung.
Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan. 2017;4(2):85-90
4. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. Ophtalmology a short textbook.
Second edition. Thieme Stuttgart. 2007.
5. Japan Glaucoma Society. Guidelines for Glaucoma (2nd Edition). 2006
6. American Academy of Ophthalmology. Primary Open-Angle
Glaucoma. 2015
7. Nintyastuti IK. Glaukoma Sekunder pada Aniridia. Jurnal Kedokteran
Unram. 2017;6(1):1-6
8. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta, Widya Medika, 2002. hal.
72.
9. Tobing LM. Acute Glaucoma on Right Eye. J Agromed Unila.
2014;1(2):99-103
10. Tataru CP. Antiglaucoma pharmacotherapy. Journal of Medicine and
Life. 2012; 5(3):247-251
11. Schellack N. Glaucoma: A Brief Review. SA Pharmaceutical Journal.
2015
12. Marais A, Osuch E. The Medical Management of Glaucoma. S Afr Fam
Pract. 2017;59(2):6
13. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. 2015

22

Anda mungkin juga menyukai