GLAUKOMA
Dosen Pembimbing:
dr. Hasri Darni, Sp.M
Oleh:
Mirsalina Sukma Prabowo
201630131
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT, dengan rahmat dan
hidayah-Nya tugas tutorial tentang Glaukoma ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari terselesaikannya tugas Tutorial ini tidak lepas dari bimbingan dan
dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada dr. Hasri Darni, Sp.M yang telah membimbing penulis hingga tugas ini dapat
selesai, serta kedua orang tua dan teman-teman yang selalu mendukung dan memberi
semangat.
Penulis menyadari tugas laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kekurangan. Sehingga dengan segala kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki tugas ini.
Penulis berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, serta semoga Allah
Subhanallahu Wata’ala membalas semua kebaikan dengan balasan yang terbaik. Aamiin Ya
Robbal Alamin.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................3
BAB II.......................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................4
2.1. DEFINISI.......................................................................................................................4
2.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI.....................................................................................4
2.3. PATOFISIOLOGI.........................................................................................................6
2.5. EPIDEMIOLOGI..........................................................................................................9
2.6. KLASIFIKASI.............................................................................................................11
2.7. PEMERIKSAAN GLAUKOMA...............................................................................20
2.8. PROGNOSIS................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................25
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Glaukoma berasal dari kata Yunani, glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata
glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi pupil saraf optik,
dan menciutnya lapang pandang.
Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat
lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta
degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini, disebabkan:
a. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
b. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di
celah pupil
4
mengecil ketika mendekati kanal Schlemm. Bagian dalam anyaman ini, yang
menghadap ke bilik mata depan dikenal sebagai anyaman uvea; bagian luar yang
berada dekat kanal Schlemm disebut anyaman korneoskleral. Serat-serat longitudinal
otot siliaris menyisip ke dalam anyaman trabekula tersebut.
Taji sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di antara corpus ciliare
dan kanal Sclemm, tempat iris dan kanal Schlemm menempel. Kanal Sclemm
merupakan kapiler yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapis sel,
diameter nya 0,5 mm. Pada dinding sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2 U,
sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanal Schlemm. Dari kanal
Sclemm, keluar saluran kolektor 20-30 buah yang menuju ke pleksus vena di dalam
jaringan sklera dan episklera dan vena siliaris anterior di badan siliar.
Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akueous dan
tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor akueous adalah suatu cairan jernih
yang mengisi camera oculi anterior dan camera oculi posterior. Volumenya adalah
sekitar 250 µL, dan kecepatan pembentukannya memiliki variasi diurnal adalah 2,5
µL/menit. Tekanan osmotiknya lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi humor
akueous serupa dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat,
piruvat dan laktat yang lebih tinggi serta protein, urea dan glukosa yang lebih rendah.
Cairan bilik mata (humor akueous) dibentuk oleh epitel tak berpigmen corpus
ciliare, masuk ke dalam bilik mata belakang (camera oculi posterior) kemudian melaui
pupil masuk ke bilik mata depan (camera oculi anterior), ke sudut camera oculi anterior
melalui trabekula ke kanal Sclemm, saluran kolektor, kemudian masuk ke dalam
pleksus vena di jaringan sklera dan episklera juga ke dalam vena siliaris anterior di
corpus ciliare. Saluran yang mengandung cairan camera oculi anterior dapat dilihat di
daerah limbus dan subkonjuntiva yang dinamakan aqueos veins.
5
2.3. PATOFISIOLOGI
6
mengurangi ukuran pori dan berkurangnya jumlah sel trabekula pembatas. Juga
termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan endotel
kanalis Schlemm. Hal ini berbeda dengan proses penuaan normal. Akibatnya adalah
penurunan drainase humor akueous yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler.
Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil
saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada
papil saraf optik.
Cairan aqueus diproduksi dari korpus siliaris, kemudian mengalir melalui pupil
ke kamera okuli posterior (COP) sekitar lensa menuju kamera okuli anterior (COA)
melalui pupil. Cairan aqueus keluar dari COA melalui jalinan trabekula menuju kanal
Schlemm’s dan disalurkan ke dalam sistem vena. Gambar dari aliran normal cairan
aqueus dapat dilihat pada gambar
7
Glaukoma sudut terbuka ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka,
dan kemampuan jalinan trabekula untuk mengalirkan cairan aqueus menurun.
Glaukoma sudut tertutup ditandai dengan tertutupnya trabekulum oleh iris perifer,
sehingga aliran cairan melalui pupil tertutup dan terperangkap di belakang iris dan
mengakibatkan iris mencembung ke depan. Hal ini menambah terganggunya aliran
cairan menuju trabekulum.
Gambar : A) Aliran humor akuos pada sudut terbuka B) Aliran humor akuos pada sudut
tertutup
2.5. EPIDEMIOLOGI
8
Prevalensi glaukoma meningkat dengan cepat seiring dengan pertumbuhan populasi
penduduk dan pertambahan usia. Pada tahun 2010, jumlah penderita glaukoma mencapai
60,5 juta individu. Pada penelitian Prevalensi Global Glaukoma dan Proyeksi Beban
Glaukoma hingga 2040 di tahun 2014 menunjukkan kumpulan prevalensi dan perkiraan
jumlah glaukoma untuk populasi berusia 40 hingga 80 tahun, dan prevalensi global
glaukoma secara keseluruhan adalah 3,54%.
Sebanyak 2,78% gangguan penglihatan di dunia disebabkan oleh glaukoma. Dalam
kasus kebutaan di dunia, glaukoma menjadi penyebab terbesar, setelah katarak.
Di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2007 prevalensi glaukoma didapatkan sebesar
0,46%, artinya sebanyak 4 sampai 5 orang dari 1000 penduduk Indonesia menderita
glaukoma. Berdasarkan data aplikasi rumah sakit online (SIRS online), jumlah kunungan
glaukoma pada pasien rawat alan di RS selama tahun 2015 sampai tahun 2017 mengalami
peningkatan. Pada tahun 2017, jumlah kasus baru glaukoma pada pasien rawat jalan di
rumah sakit di Indonesia sebanyak 80.548 kasus. Berdasarkan jenis kelamin, penderita
glaukoma lebih banyak didapatkan pada wanita dibandingkan dengan laki-laki. Pada
pasien rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit pada tahun 2017, glaukoma mayoritas
diderita pada pasien kelompok usia 44-64 tahun.
Faktor Risiko
Faktor risiko glaukoma primer sudut tertutup meliputi ras, biometri mata, jenis
kelamin, riwayat keluarga, dan status refraksi. Prevalensi glaukoma primer sudut tertutup
pada pasien di atas umur 40 tahun tertinggi ada pada ras Asia, Afrika, dan Inuit. Beberapa
ras sering muncul kejadian glaukoma primer sudut tertutup akut. Sedangkan ras Afrika
dan Asia lebih sering muncul kejadian glaukoma primer sudut tertutup yang kronik.
Secara biometrik, risiko glaukoma sudut tertutup meningkat pada COA yang dangkal,
lensa yang tebal, peningkatan kurvatura anterior lensa, panjang axial yang pendek, dan
diameter serta jari-jari kurvatura kornea yang kecil. Prevalensi glaukoma sudut tertutup
meningkat mulai usia 40 tahun ke atas, dikarenakan lensa yang semakin menebal dan
semakin maju ke depan yang memicu kontak lensa dengan margo pupil (kontak
iridolentikular). Kejadian glaukoma sudut tertutup primer 2 sampai 4 kali lebih banyak
terjadi pada wanita dibandingkan pria. Riwayat keluarga juga meningkatkan risiko
terjadinya glaukoma primer sudut tertutup, bahkan sampai 6 kali lipat pada ras Cina. Dan
kejadian glaukoma primer sudut tertutup lebih sering terjadi pada mata dengan
hipermetropi/rabun dekat
9
Hubungan Miopia dengan Kejadian Glaukoma
Myopia merupakan suatu bentuk kelainan refraksi yang disebabkan oleh karena
panjang bola mata anteroposterior yang terlalu besar atau karena kekuatan pembiasan media
refraksi yang terlalu kuat. Myopia menjadi salah satu faktor risiko peningkatan terjadinya
penyakit glaukoma kronis sudut terbuka oleh karena adanya deformasi diskus yang ditandai
dengan kemiringan dan pergeseran diskus serta pembesaran membran Bruch.
Keterkaitan antara myopia derajat tinggi dan glaukoma sudut terbuka sudah terbukti.
Pasien dengan myopia >-6 Dioptri mempunyai faktor resiko yang lebih besar terhadap
terjadinya glaukoma. Hal ini serupa pada pasien dengan myopia derajat sedang (-3 Dioptri),
ditemukan perubahan yang serupa pada pasien dengan myopia derajat berat.
Dengan terbukti keterkaitan faktor risiko glaukoma pada myopia, maka diperlukan
pemeriksaan mata secara berkala pada pasien dengan myopia derajat sedang maupun berat.
Pada pemeriksaan berkala dianjurkan untuk mendokumentasikan nervus optikus untuk
melihat perubahan sepanjang pemeriksaan. Dan pengukuran tekanan intraokuler untuk
memonitor terjadinya glaukoma pada myopia
Semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh semakin menurun, terutama pada
gangguan pembuluh darah, hal ini disebabkan oleh terjadinya perubahan-perubahan pada
elastisitas dinding aorta, katub jantung yang menebal sehingga menjadi kaku, kemampuan
jantung memompa darah yang menurun 1% setiap tahun setelah usia 20 tahun sehingga
menyebabkan menurunnya kontraksi beserta volume, dan peningkatan resistensi pembuluh
darah perifer.
Kondisi peningkatan tekanan darah akan meningkatkan aliran darah pada mata
(dengan asumsi bahwa penderita telah mengalami hipertensi dalam jangka waktu yang lama).
Setelah peningkatkan tekanan darah berlangsung dalam jangka waktu yang lama, terjadilah
kerusakan pembuluh darah kecil dan meningkatnya resistensi aliran dan pengurangan dari
aliran darah pada mata disertai hilangnya sel-sel ganglion yang akan mengakibatkan
penahanan aliran dan terjadi penumpukan cairan sehingga terjadi peningkatantekanan
intraokuli.
10
Peningkatan tekanan darah dikaitkan dengan peningkatan TIO, yang menyebabkan
peningkatan risiko glaukoma. Selain itu, mikroangiopati hipertensi dapat mengakibatkan
kerusakan organ akhir termasuk retina dan saraf optik.
2.6. KLASIFIKASI
Klasifikasi glaukoma menurut Vaughen, yaitu:
A. Glaukoma primer
Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)
B. Glaukoma kongenital
Primer atau infantil
Menyertai kelainan kongenital lainnya
C. Glaukoma sekunder
Adanya Perubahan lensa
Kelainan uvea
Trauma
Bedah
11
Rubeosis
Steroid dan lainnya
D. Glaukoma absolute
A. Glaukoma Primer
Terdiri dari glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks) dan glaukoma
sudut tertutup. Glaukoma primer adalah glaukoma yang penyebabnya tidak
diketahui, sifatnya bilateral. Glaukoma didapatkan pada orang yang memiliki
riwayat bawaan glaukoma, seperti:
1. Berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan anatomis
bilik mata yang menyempit
2. Mungkin disebabkan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan
(goniodisgenesis), berupa trabekulodisgenesis, iridodisgenesis dan
korneodisgenesis. Kelainan paling sering yaitu trabekulodisgenesis dan
goniodisgenesis.
Trabekulodisgenesis adalah:
Barkan menemukan membran yang persisten menutupi permukaan
trabekula
12
Iris dapat berinsersi pada permukaan trabekula tepat pada skleral spur
atau agak lebih ke depan
Goniodisgenesis
13
Setelah itu bisa diberikan gliserol diberikan peros 1 g/kgBB dalam larutan 50%.
Lalu IV juga dapat diberikan mannitol 1.5-2mg/kgBB dalam larutan 20% atau
urea IV mg/KgBB tetapi hati-hati kelainan ginjal. Pada pengobatan ini TIO turun
sesudah 30 menit atau beberapa jam kemudian.
Tindakan pembedahan pada glaucoma sudut sempit adalah iridektomi atau
suatu pembedahan filtrasi. Tindakan dilakukan setelah TIO sudah terkontrol,
mata tenang, dan persiapan pembedahan sudah cukup.
Glaukoma Simpleks
Glaukoma simpleks adalah glaukoma yang penyebabnya tidak diketahui.
Merupakan suatu glaukoma primer yang ditandai dengan sudut bilik mata
terbuka. Biasanya ditemukan pada usia >40 tahun, kadang ditemukan diusia
muda, diturunkan secara dominan atau resesif kira-kira 50% pada penderita.
Faktor risiko pada glaukoma simpleks adalah Diabetes Melitus, Hipertensi,
kulit bewarna dan Miopia.
Mulai timbulnya gejala glaukoma simpleks ini agak lambat dan kadang
tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan.
Tanda dan gejala dari glaukoma simpleks yaitu ditemukan tekanan bola mata
sehari-hari tinggi >20 mmHg, mata tidak merah atau tidak ada keluhan,
tekanan tinggi akan membentuk atrofi papil disertai eksavasio glaukomatosa,
gangguan saraf optik, keluhan pasien sedikit seperti mata seblah terasa berat,
kepala pening sebelah, kadang penglihatan kabur, tidak mengeluh adanya halo
dan memerlukan kaca mata koreksi untuk presbipia lebih kuat dibanding
usianya.
14
Tujuan pengobatan pada glaucoma simpleks adalah untuk memperlancar
pengeluaran cairan air mata (akuos humor) atau usaha untuk mengurangi
produksi cairan air mata. Diberikan pilocarpine tetes mata 1-4% dan bila perlu
dapat ditambah dengan asetazolamide 3x satu hari. Bila dengan pengobatan
TIO belum terkontrol atau kerusakan papil saraf optic berjalan terus disertai
dengan penciutan lapang pandang maka dilakukan pembedahan.
Golongan obat diberikan dengan tujuan mengatasi kemungkinan
penyebabnya
1. Mengurangi masuknya akuos humor kedalam mata.
Beta blocker
Beta 1:
Betaxolol larutan 0,5%, suspension 0,25%, 2 hari, 12-18 jam
Beta 1 dan Beta 2:
Timolol larutan 0,25%, 0,5%, gek 0,25%, 0,5%, 1-2/hari, 12-24 jam
Karbonik anhidrase inhibitor sistemik:
Acetazolamide, 250mg tablet, ½-4 tablet/hari, 6-12 jam
Topical carbonic anhydrase inhibitor
Dorzolamide, larutan 2%, 2-3/hari, 8-12 jam
Brinzolamide suspension 1%, 2-3/hari, 8-12 jam.
15
4. Dua jalur pengaliran akuos dimana penghambatan masuk dan
meningkatkan keluarnya akuos uveosklera
Dual action (aqueous inflow inhibition and uveoscleral outflow
enhancment)
Alpha2 agonis
Brimonidine, 0,2%, 8-12 jam
5. Gabungan Tetap
Timolol/dorzolamide 0,5%/2%, 2/hari, 12 jam
Timolol/ latanoprost 0,5%/0,005%, 1x/hari, 24 jam
6. Neuroprotektor
7. Obat Lainnya untuk glaucoma
Hyperosmotic gilserin dan mannitol.
Bila sudah dibuat diagnosis glaucoma dimana TIO diatas 21 mmHg dan
terdapat kelainan pada lapang pandang dan papil maka, Beri pilokarpin 2% 3x
sehari, bila pada kontrol tidak ada perbaikan, tambah :Timolol 0,25% 1-2dd
sampai 0,5%, Asetazolamida, 3-4 x 250 mg, Epinefrin 1-2%, 2dd.
B. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital merupakan gangguan yang ditandai dengan tekanan
intraokular yang tinggi disebabkan oleh abnormalitas saat perkembangan sudut
mata depan, sumbatan pada drainase atau aliran aqueous humor. Glaukoma
kongenital umumnya dijumpai pada tahun pertama kehidupan bayi, pada beberapa
kasus dapat dijumpai pada usia dua tahun atau setelah beberapa tahun kehidupan.
Kategori berdasarkan onset usia : saat lahir hingga <1 bulan disebut
glaukoma primer onset neonatal, jika >2 tahun disebut onset lambat.
16
Goniotomi
Goniotomi lebih disukai oleh beberapa ahli bedah ketika kornea cukup jelas
untuk memungkinkan visualisasi struktur segmen anterior. Tidak ada data untuk
menyarankan teknik yang dimodifikasi ini melakukan lebih baik daripada
goniotomi atau trabekulotomi. Komplikasi meliputi hyphema, anterior chamber
dangkal, synechiae anterior perifer, dan jarang, iridodialisis, cyclodialysis,
katarak, perforasi sklera, ingrowth epitel, dan ablasi retina.
Trabekulotomi
Ketika kornea tidak cukup jelas untuk memungkinkan visualisasi sudut,
pilihan yang dapat dilakukan adalah trabekulotomi. Akses ke kanal Schlemm
diperoleh secara eksternal melalui flap skleral parsial untuk memungkinkan 13
kanulasi kanal Schlemm. Komplikasi meliputi hyphema, siklodialisis,
iridodialisis, cedera lensa, dan infeksi.Goniotomi dan trabekulotomi (insisi 2
kuadran) memiliki tingkat keberhasilan berkisar antara goniotomi 30-65% dan
untuk trabekulotomi 40-80%, dengan keberhasilan dilaporkan 10% hingga 94%
C. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder dapat diklasifikasikan berdasarkan peningkatan
tekanan intraokuler (TIO) dan berdasarkan penyebab primer penyakit.
Klasifikasi didasarkan oleh ada tidaknya pupillary block. Berdasarkan
penyebab penyakit intraokuler lain terdiri dari :
Glaukoma sekunder dapat disebabkan oleh perubahan di dalam lensa,
kelainan uvea, akibat trauma, pasca tindakan bedah atau operasi, dan pemakaian
kortikosteroid topikal. Glaukoma sekunder karena perubahan dalam lensa
(glaukoma fakolitik dan dislokasi lensa).
Dislokasi lensa, lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat
trauma atau secara spontan, misalnya pada sindrom Marfan.
Dislokasi dapat terjadi kedepan dengan mendorong iris ke kornea
bagian belakang dan menghambat aliran keluar cairan mata, atau
kebelakang. Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan pada
apertura pupil yang menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut.
Dislokasi posterior ke dalam vitreus juga berkaitan dengan
17
glaukoma meskipun mekanismenya belum jelas. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kerusakan sudut pada waktu dislokasi traumatik
atau kerusakan trabekel yang terjadi pada saat cedera. Pada dislokasi
anterior, terapi definitifnya adalah ektraksi lensa segera setelah
tekanan intraokular terkontrol secara medis. Pada dislokasi
posterior, lensa biasanya dibiarkan dan glaukoma diobati sebagai
glaukoma sudut terbuka primer.
Glaukoma fakolitik, pada proses terjadinya katarak, korteks lensa
bisa mencair dan merembes keluar melalui kapsul lensa, adanya
produk protein dari lensa dapat menyebabkan reaksi radang didalam
mata. Akan terjadi uveitis dengan akibat debris protein dan sel-sel
radang tersangkut dalam sistem saluran keluar membendung aliran
cairan mata, dapat juga berkaitan dengan sembab trabekel.
Menyebabkan kemampuan pengaliran cairan mata keluar menjadi
berkurang. Tindakan yang dapat dilakukan dengan ekstraksi lensa.
18
intraokular1 Dapat pula terjadi peningkatan tekanan intraokular melalui
beberapa mekanisme yang berlainan. Anyaman trabekular dapat
tersumbat oleh sel-sel radang dari bilik mata depan, disertai edema
sekunder, atau kadang-kadang dapat terlibat dalam proses peradangan
yang secara spesifik mengenai sel-sel trabekular (trabekulitis). Salah
satu penyebab meningkatnya tekanan intraokular pada individu dengan
uveitis adalah penggunaan steroid topikal. Uveitis kronik atau rekuren
menyebakan gangguan fungsi trabekula yang permanen, sinekia
anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut; semua
kelainan tersebut meningkatkan kemungkinan glaukoma sekunder.
Seklusio pupilae akibat sinekia posterior 360 derajat menimbulkan iris
bombe dan glaukoma sudut tertutup akut. Terapi terutama ditujukan
untuk mengontrol uveitis disertai pemberian terapi glaukoma sesuai
keperluan; miotik dihindari karena dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya sinekia posterior. Latanoprost mungkin juga harus
dihentikan karena dilaporkan menimbulkan eksaserbasi dan reaktivitasi
uveitis. Terapi jangka panjang, diantaranya tindakan bedah, sering
diperlukan karena kerusakan anyaman trabekular bersifat ireversibel.
Penutupan sudut akut akibat seklusi pupil dapat dipulihkan dengan
midriasis intensif, tetapi sering memerlukan iridotomi perifer dengan
laser atau iridektomi bedah. Setiap uveitis dengan kecenderungan
pembentukan sinekia posterior harus diterapi dengan midriatik selama
uveitisnya aktif untuk mengurangi resiko seklusi pupil.
Glaukoma sekunder karena cedera, benturan atau luka tembus pada
bola mata dapat menyebabkan robekan iris atau badan siliar yang
menyebabkan perdarahan masif ke dalam bilik mata depan. Tekanan
intraokular meninggi dan pecahan darah maupun gumpalan darah
menyumbat mekanisme pengaliran cairan mata keluar.
Glaukoma sekunder pasca bedah
Pasca bedah katarak, pinggiran luka mungkin kurang baik
penyembuhannya sehingga epitelnya tumbuh kedalam bilik mata depan
yang akhirnya melapisi dinding-dinding bilik mata depan, menghambat
aliran keluar cairan mata. Jika hal ini terjadi, dapat dilakukan
19
pengelupasan epitel yang baru saja terbentuk pada dinding-dinding
sudut.
Glaukoma sekunder karena pemakaian kortikosteroid (topikal,
periokular ataupun intraocular).
D. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit / terbuka) di
mana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut.
Pada glaucoma absolut kornea terlihat keruh,bilik mata dangkal, papil atrofi
dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.
Sering mata dengan but aini mengakibatkan pembuluh darah tersumbat
sehingga menimbulkan neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa
sakit sekali akibat timbulnya glaucoma hemoragik.
Pengobatan glaucoma absolut dappat dengan memberikan sinar beta pada
badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alkhol retrobulbar atau
melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan
memberikan rasa sakit.
20
Penderita diminta melihat ke bawah disuruh melirik ke arah kaki, karena
akibat fenomena Bell pada saat mata ditutup biasanya kornea akan menggulir ke
atas. Pemeriksa dengan kedua tekunuk menekan dan merasakan tekanan balik
pada telunjuk kanan dan kiri. Dengan pengalaman dapat merasakan besarnya
tekanan yang diduga berasa di dalam mata tersebut.
Penilaian terhadap tekanan bola mata dengan interpretasi
• N (normal)
• N+1, N+2, N+3 : Tekanan lebih tinggi dari normal
• N-1, N-2, N-3 : Tekanan lebih rendah dari normal
Cara ini pemeriksaan yang sangat subjektif dan memerlukan pengalaman yang
banyak, sehingga kurang dapat dipercaya. Ini adalah cara yang buruk dan tidak
dibenarkan oleh dokter ahli sebagai cara rutin pada pengamatan seorang penderita
dengan glaukoma.
Tonometri alat
Tonometri digunakan untuk mengukur tekanan intra okuler pada pasien-pasien
dengan glaukoma, dimana alat yang paling banyak digunakan adalah Goldmann
aplanation tonometer yang merupakan alat yang dipasang pada slit lamp dan
mengukur tekanan yang diperlukan untuk mendatarkan kornea. Pengukuran
tekanan intra okuler dipengaruhi ketebalan dari kornea.
21
Pneumatotonometer : digunakan pada mata dengan kornea yang tidak
rata, dengan contact lens yang terpasang
Schiotz tonometer : ringkas dan mampu mengukur TIO dari beban yang
diberikan
Mata memiliki tekanan normal yang berkisar antara 10-21 mmHg, dengan
batas atas yaitu 24 mmHg pada lansia. Pada pasien-pasien dengan glaukoma
sudut terbuka, memiliki TIO dalam batas normal pada beberapa pengukuran awal,
sehingga perlu adanya evaluasi secara berkala terhadap TIO, kondisi dari diskus
optikus, dan lapang pandang, perlu dilakukan untuk mendiagnosa glaukoma.
Gonioskopi
Bilik mata depan dibentuk dari tepi dari kornea dan iris, dengan trabecular
meshwork diantaranya. Pengukuran dari BMD dilakukan dengan penyinaran
dengan menggunakan senter penlight atau dengan menggunakan slitlamp, namun
pengukuran terbaik adalah dengan menggunakan gonioskopi karena mampu
melihat bilik mata secara jelas dan langsung. Terlihatnya trabecular meshwork,
scleral spurs, dan iris processes, menandakan terbukanya sudut mata. Sebaliknya,
jika hanya mampu melihat schwalbe’s line atau sebagian kecil dari trabecular
meshwork, sudut mata dalam atau cenderung tertutup.
22
perubahan posisi dari pembuluh retina ke arah nasal, dengan gambaran akhir
berupa “bean pot cup”, dimana jaringan saraf tepi yang terlihat kurang jelas.
Cup-disk ratio merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat
dan mencatat ukuran dari diskus optikus pada pasien glaukoma dengan
menggunakan oftalmoskopi langsung atau dengan pemeriksaan dengan
menggunakan lensa 78-diopter atau lensa kontak kornea khusus yang
memberikan tampilan tiga dimensi. Pada pasien dengan peningkatan TIO ataupun
gangguan lapang pandang dengan adanya Cup-disk ratio > 0,50 dan asimetris
yang jelas dari kedua mata, menandakan adanya glaukoma. Bukti klinis lain dari
kerusakan saraf pada glaukoma adalah atrofi saraf retina, yang dapat dideteksi
dengan oftalmoskopi atau fundal photography.
23
Uji Lain Pada Glaukoma
1. Uji Kopi
Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola
mata naik 15-20 mmHg setelah minum 20-40 menit menunjukkan
adanya glaukoma.
2. Uji Minum Air
Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian
pasien disuruh minum dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata
diukur setiap 15 menit. Bila tekanan bola mata naik 8-15 mmHg
dalam waktu 45 menit pertama menunjukkan pasien menderita
glaukoma.
3. Uji Steroid
Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan
riwayat glaukoma simpleks pada keluarga, diteteskan betametason
atau deksametason 0,1% 3-4 kali sehari. Tekanan bola mata diperiksa
setiap minggu. Pada pasien berbakat glaukoma maka tekanan bola
mata akan naik setelah 2 minggu.
4. Uji Variasi Diurnal
Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari
penuh, selama 3 hari biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada
mata normal adalah antara 2-4 mmHg, sedang pada glaukoma sudut
terbuka variasi dapat mencapai 15-20 mmHg. Perubahan 4-5 mmHg
sudah dicurigai keadaan patologik.
2.8. PROGNOSIS
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani
dengan baik secara medis. Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat
berkembang secara perlahan sehingga akhirnya menimbulkan kebutaan total.
Apabila obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol tekanan intaokular pada mata
24
yang belum mengalami kerusakan glaumatosa luas, prognosis akan baik
(walaupun penurunan lapangan pandang dapat terus berlanjut).
DAFTAR PUSTAKA
Chung, Hye Jin, Hwang, Hyung Bin, Lee, Na Young (2015). The Association between
Primary Open-Angle Glaucoma and Blood Pressure: Two Aspects of Hypertension and
Hypotension - BioMed Research International Hindawi Publishing Corporation.
https://doi.org/10.1155/2015/827516,
Fraser, S., Wormald R., Hitchings R., 1999. Blood pressure and glaucoma. Moorfields
Eye Hospital: 858-859
Ilyas, Sidarta. Yulianti, Sri Rahayu. 2015. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.
Ilyas S. Pemeriksaan Anatomi dan Fisiologi Mata Serta Kelainan Pada Pemeriksaan
Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin; 2007.
Riordan, P., Whitcher, J. P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. EGC.
Jakarta. 2010.
Zhao, Y. X., & Chen, X. W. (2017). Diabetes and risk of glaucoma: systematic review
and a Meta-analysis of prospective cohort studies. International journal of
ophthalmology, 10(9), 1430–1435. https://doi.org/10.18240/ijo.2017.09.16
25