Anda di halaman 1dari 12

EFUSI PLEURA

1. Definisi

Efusi pleura adalah kondisi yang ditandai oleh penumpukan cairan di antara dua
lapisan pleura. Pleura merupakan membran yang memisahkan paru-paru dengan dinding dada
bagian dalam. Cairan yang diproduksi pleura ini sebenarnya berfungsi sebagai pelumas yang
membantu kelancaran pergerakan paru-paru ketika bernapas. Namun ketika cairan tersebut
berlebihan dan menumpuk, maka bisa menimbulkan gejala-gejala tertentu (PDPI, 2017).
Cairan biasanya bersumber dari pembuluh darah atau pembuluh limfe, kadang juga
disebabkan karena adanya abses atau lesi yang didrainase ke cavitas pleuralis (Dwianggita P,
2016).

2. Epidemiologi

Beberapa studi menuliskan bahwa estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 dari
100.000 kasus di negara industri di mana persebaran etiologi tergantung dari prevalensi
penyakit yang mendasarinya. Frekuensi penyebab efusi pleura juga beragam di bagian
tertentu di dunia. Di negara-negara yang sedang berkembang, efusi pleura akibat tuberculosis
dan parapneumonic sering ditemukan. Sedangkan, di negara-negara maju efusi pleura banyak
diakibatkan oleh gagal jantung, malignansi, dan pneumonia. Di Amerika Serikat sendiri,
insiden efusi pleura diestimasi mencapai 1,5 juta per tahun.

Di Indonesia, belum ada data nasional yang menggambarkan prevalensi efusi pleura.
Namun, beberapa studi telah dilakukan oleh beberapa rumah sakit. Hasil catatan medis di RS
Dokter Kariadi Semarang jumlah prevalensi penderita efusi pleura untuk wanita 66,7.% dan
laki-laki 33,3%. Studi lain di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011 dengan 136
kasus menunjukan prevalensi wanita 34,6% dan laki-laki 65,4%. (Dwianggita P, 2016).

3. Etiologi

Efusi pleura umumnya dibagi menjadi dua, yaitu transudatif dan eksudatif. Efusi
pleura transudatif disebabkan oleh meningkatnya tekanan dalam pembuluh darah atau
rendahnya kadar protein dalam darah. Hal ini mengakibatkan cairan merembes ke lapisan
pleura. Sedangkan efusi pelura eksudatif disebabkan oleh peradangan, cedera pada paru-paru,
tumor, dan penyumbatan pembuluh darah atau pembuluh getah bening.

Efusi pleura sering kali terjadi sebagai komplikasi dari beberapa jenis penyakit lainnya,
seperti:

- Kanker paru-paru.

- Tuberkulosis (TBC).

- Pneumonia.

- Emboli paru.

- Sirosis atau penurunan fungsi hati.

- Penyakit ginjal.

- Gagal jantung

- Penyakit lupus.

- Rheumatoid arthritis.

(PDPI, 2017).

4. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat
sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan
osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial
masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar
pleura. Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan.
Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi
empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemotoraks.
Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura perietalis
sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma
dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema
paru.

Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer
paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum,
hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis
paru dan pneumotoraks.

Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas
kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau
kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis
eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai
pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba,
paragonimiosis, ekinokokkus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, fever,
legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid,
sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat
radiasi.

(Hadi H, 2007)

5. Klasifikasi

Ada dua tipe penyebab utama dari efusi pleura, yaitu efusi pleura transudatif dan
eksudatif. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh beberapa kombinasi dari peningkatan
tekanan hidrostatik atau berkurangnya tekanan onkotik kapiler; misalnya gagal jantung,
sirosis, dan sindrom nefrotik. Efusi pleura eksudatif disebabkan oleh proses lokal yang
mengakibatkan perubahan pada pembentukan dan penyerapan cairan pleura; peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan eksudasi cairan, protein, sel, dan komponen serum
lainnya Penyebab yang paling sering terjadi, yaitu pnemonia, malignansi, dan pulmonary
embolism, infeksi virus, dan tuberculosis (Dwianggita P, 2016).
6. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika paru
terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, berupa rasa penuh dalam dada atau
dispneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak, berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri
tumpul. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk,
banyak riak. Berat badan menurun pada neoplasma, ascites pada sirosis hepatis. Deviasi
trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang
signifikan

7. Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan klinis

Ada tiga gejala yang paling umum dijumpai pada efusi pleura yaitu nyeri dada, batuk,
dan sesak napas. Nyeri dada yang disebabkan efusi pleura oleh karena penumpukan cairan di
dalam rongga pleura. Nyeri dada yang ditimbulkan oleh efusi pleura bersifat pleuritic pain.
Nyeri pleuritik menunjukkan iritasi lokal dari pleura parietal, yang banyak terdapat serabut
saraf. Karena dipersarafi oleh nervus frenikus, maka keterlibatan pleura mediastinal
menghasilkan nyeri dada dengan nyeri bahu ipsilateral. Nyeri juga bisa menjalar hingga ke
perut melalui persarafan interkostalis. Sedangkan batuk kemungkinan akibat iritasi bronkial
disebabkan kompresi parenkim paru. (Roberts JR et al, 2014).

Efusi pleura dengan ukuran yang besar dapat mengakibatkan peningkatan ukuran
hemitoraks serta menyebabkan ruang interkostal menggembung pada sisi yang terjadi efusi.
Pada palpasi akan didapati taktil fremitus berkurang atau menghilang sama sekali disebabkan
cairan tersebut memisahkan paru – paru dari dinding dada dan menyerap getaran dari paru –
paru. Pada perkusi didapati beda, dan akan berubah saat pasien berubah posisi jika cairan bisa
mengalir bebas. Pada auskultasi akan didapati suara napas yang menghilang tergantung
ukuran efusi. Egofoni dapat terdengar di batas paling atas dari efusi sebagai akibat dari
penyebab jaringan paru yang atelektasis. Gesekan pleura dapat dijumpai jika terjadi iritasi di
pleura, tetapi kadang juga sulit dijumpai dari auskultasi sampai cairan terevakuasi. (Roberts
JR, et al 2014)

Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).

Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

2) Radiologis

a. Foto Toraks

Karena cairan bersifat lebih padat daripada udara, maka cairan yang mengalir bebas
tersebut pertama sekali akan menumpuk di bagian paling bawah dari rongga pleura, ruang
subpulmonik dan sulkus kostofrenikus lateral. Efusi pleura biasanya terdeteksi pada foto
toraks postero anterior posisi tegak jika jumlah cairan sampai 200 – 250 ml. Foto toraks
lateral dapat mendeteksi efusi pleura sebesar 50 – 75 ml.

Tanda awal efusi pleura yaitu pada foto toraks postero anterior posisi tegak maka
akan dijumpai gambaran sudut kostofrenikus yang tumpul baik dilihat dari depan maupun
dari samping. Dengan jumlah yang besar, cairan yang mengalir bebas akan menampakkan
gambaran meniscus sign dari foto toraks postero anterior. Ketinggian efusi pleura sesuai
dengan tingkat batas tertinggi meniskus. Adanya pneumotoraks atau abses dapat mengubah
tampilan meniskus menjadi garis yang lurus atau gambaran air fluid level. (Roberts JR et al,
2014)

Efusi pleura lebih sulit teridentifikasi pada foto toraks dengan posisi terlentang. Jika
ukuran efusi cukup besar, bayangan kabur yang menyebar dapat dimaklumi. Gambaran lain
yang dapat ditemui antara lain tertutupnya bagian apikal, obliterasi hemidiafragma, gambaran
opasitas sebagian di hemitoraks, dan fisura minor yang melebar.

Foto toraks lateral dekubitus bisa dilakukan ketika dicurigai adanya efusi pleura. Efusi
pleura sederhana akan mengikuti gravitasi dan akan terbentuk lapisan antara paru yang
mengambang dengan dinding dada. Gambaran yang tidak seperti biasa mencerminkan adanya
lakulasi, abses atau massa. Foto toraks lateral dekubitus terbalik akan menarik cairan ke arah
mediastinum dan memungkinkan untuk melihat parenkim paru untuk melihat apakah ada
infiltrat atau massa yang ada di balik perselubungan tersebut. Dengan adanya penyakit dan
scar paru, perlengketan jaringan dapat menyebabkan cairan terperangkap di permukaan
pleura parietal, visceral atau interlobar. Karena perlengketan ini menyebabkan penumpukan
cairan, maka bentuk efusi terlokalisir sering digambarkan sebagai D-shape, sedangkan cairan
yang terlokalisir di daerah fisura akan berbentuk lentikular. (Roberts JR et al, 2014)

b. Ultra Sonografi

USG dapat mengidentifikasi efusi yang terlokalisir, membedakan cairan dari


penebalan pleura, dan dapat membedakan lesi paru antara yang padat dan cair. USG juga
dapat digunakan untuk membedakan penyebab efusi pleura apakah berasal dari paru atau dari
abdomen. Selain itu USG dapat dilakukan di tempat tidur pasien yang sangat berguna untuk
identifikasi cepat lokasi diafragma dan tingkat interkostal untuk menentukan batas atas efusi
pleura. (Roberts JR et al, 2014)

c. CT-Scan

Meskipun tindakan torakosentesis biasanya dilakukan berdasarkan temuan foto


toraks, tetapi CT scan toraks lebih sensitif dibandingkan dengan foto toraks biasa untuk
mendeteksi efusi pleura yang sangat minimal dan mudah menilai luas, jumlah, dan lokasi dari
efusi pleura yang terlokalisir. Lesi lokulasi bisa tampak samar – samar pada foto toraks biasa.
Pada gambaran CT scan toraks, cairan yang mengalir bebas akan membentuk seperti bulan
sabit dapa daerah paling bawah, sedangkan penumpukan cairan yang terlokalisir akan tetap
berbentuk lenticular dan relatif tetap berada dalam ruang tersebut. Selain itu, CT scan toraks
dapat digunakan untuk menilai penebalan pleura, ketidakteraturan, dan massa yang mengarah
keganasan dan penyakit – penyakit lain yang menyebabkan efusi pleura eksudatif. Dengan
menggunakan zat kontras intra vena, CT scan toraks dapat membedakan penyakit parenkim
paru, seperti abses paru. Emboli paru juga dapat terdeteksi dengan menggunakan zat kontras
intra vena. CT scan toraks juga berguna dalam mengidentifikasi patologi mediastinum dan
dalam membedakan ascites dari efusi pleura subpulmonik yang terlokalisir. (Roberts JR et al,
2014)

d. Torakosintesis

Suatu tindakan pengambilan cairan plaura untuk membedakan cairan tersebut


transudat, eksudat, atau pas. (Tucker, 1998). Jika warna cairan sangat keruh atau seperti susu
maka sentrifugasi dapat dilakukan untuk membedakan empiema dari kilotoraks atau
pseudokilotoraks. Pada empiema, cairan yang berada di bagian atasakan bersih sedangkan
debris – debris sel akan mengendap di bagian bawah, sedangkan pada kilotoraks ataupun
pseudokilotoraks warna cairan akan tetap sama karena kandungan lipid yang tinggi dalam
cairan pleura. Cairan yang berwarna kecoklatan atau kehitaman dicurigai disebabkan oleh
abses hati oleh infeksi amuba dan infeksi aspergillus. Setelah dilakukan torakosintesis, cairan
harus langsung dikirim untuk analisis biokimia, mikrobiologi dan pemeriksaan sitologi.
Analisis biokimia cairan pleura meliputi menilai kadar protein, pH, laktat dehydrogenase
(LDH), glukosa, dan albumin cairan pleura. Karena rongga pleura terisi oleh cairan, maka
protein menjadi penanda yang penting untuk membedakan apakah cairan pleura termasuk
transudat atau eksudat. (McGrath E, Anderson PB, 2011)

Analisis cairan

Volume cairan pleura dan hubungannya dengan pemeriksaan fisik (Klopp M, 2013)
Tampilan cairan pleura untuk membantu diagnosis (Light RW, Lee YCG, 2008)
Biokimia

e. Blood gas Analysis.

Variabel tergantung dari derajat fungsi paru dipengaruhi oleh gangguan


mekanik pernafasan dan kemampuan mengkompensasi P4CO2 kadang meningkat,
P4CO2 mungkin normal atau menurun. Saturasi O2 biasanya menurun (Tucker,
1998).

f. Sitologi.

Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis
atau dominasi sel-sel tertentu.
 Sel neutrofil: pada infeksi akut

 Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma


maligna).

 Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru

 Sel mesotel maligna: pada mesotelioma

 Sel giant: pada arthritis rheumatoid

 Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik


 Sel maligna: pada paru/metastase.

g. Bakteriologi.

Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung mikroorganisme
berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering Pneumokokus, E.coli, klebsiela,
pseudomonas, enterobacter.

h. Biopsi

Jika penyebab efusi adalah Ca untuk menunjukkan adanya keganasan.

8. Tatalaksana

Karena efusi pleura timbul sebagai komplikasi dari penyakit-penyakit lain, maka
pengobatan yang harus dilakukan pun adalah dengan cara menyembuhkan kondisi-kondisi
yang menyebabkannya. Contoh yang bisa diambil di sini adalah pengobatan kanker dengan
radioterapi dan kemoterapi, atau pengobatan pneumonia dengan antibiotik.

Apabila cairan pada efusi pleura sudah terlalu banyak atau sudah terdapat infeksi,
maka dokter akan menggunakan sejumlah prosedur guna mengeluarkan cairan yang
menumpuk, di antaranya:

- Prosedur thoracocentesis atau punksi pleura selain untuk mengambil sampel cairan pleura
untuk dianalisis, juga dapat untuk mengeluarkan cairan pleura dengan volume besar.

- Pemasangan selang plastik khusus (chest tube) selama beberapa hari ke dalam rongga
pleura melalui bedah torakotomi.

- Pemasangan kateter secara jangka panjang lewat kulit ke dalam ruang pleura (pleural drain),
untuk efusi pleura yang terus muncul.

- Penyuntikan zat pemicu iritasi (misalnya talk, doxycycline, atau bleomycin) ke dalam ruang
pleura melalui selang khusus guna mengikat kedua lapisan pleura, sehingga rongga pleura
tertutup. Prosedur yang dinamakan pleurodesis ini biasanya diterapkan untuk mencegah efusi
pleura yang kerap kambuh.
Selain prosedur-prosedur yang bertujuan mengeluarkan dan mencegah cairan pleura
terakumulasi kembali, prosedur untuk mengangkat jaringan-jaringan yang tidak sehat atau
telah mengalami peradangan juga bisa dilakukan apabila dampak kerusakan efusi pleura telah
mencapai tahap tersebut. Pengangkatan jaringan ini bisa dilakukan melalui bedah torakoskopi
(tanpa membuka rongga dada) atau torakotomi (dengan membuka rongga dada) (PDPI,
2017).

9. Komplikasi

1. Infeksi
2. Fibrosis paru

(Mansjoer, 2001)

Anda mungkin juga menyukai