Anda di halaman 1dari 19

TUGAS

RADIOLOGI
CHEST TUBE
KOASS RADIOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA DAN UNIVERSITAS KATOLIK ATMAJAYA
PERIODE SEPTEMBER 2021
PENDAHULUAN

■ Pemasangan kateter interkostal (chest tube) atau yang dikenal juga sebagai prosedur tube


thoracostomy bertujuan untuk melakukan drainase udara atau cairan dari kavum interpleura. Tindakan
ini sering dilakukan pada kasus pneumothorax, hemothorax, efusi pleura, empiema, dan chylothorax.

■ Adanya udara atau cairan dalam kavum interpleura dapat menghambat ekspansi paru saat bernapas,
sehingga pasien dapat mengalami sesak napas atau bahkan hipoksia.

■ Pemasangan kateter interkostal dapat mengembalikan tekanan negatif intrapleura, sehingga paru dapat
kembali mengembang dengan leluasa.
INDIKASI PEMASANGAN KATETER
INTERKOSTAL

■ prosedur tube thoracostomy adalah untuk mendrainase cairan atau udara dari kavum


interpleura.

■ Contohnya adalah pada kasus pneumothorax, hemothorax, efusi pleura, empiema, dan
chylothorax.
KONTRAINDIKASI PEMASANGAN KATETER
INTERKOSTAL

pasien yang
ABSOLUT perlu emergent
thoracotomy
KONTRAINDIK
ASI koagulopati,
infeksi lokal pada
RELATIF area insersi
kateter, dan
adhesi pleura.
TEKNIK PEMASANGAN KATETER
INTERKOSTAL

■  Tahap persiapan pasien dan persiapan alat (kit bedah minor, kateter, dan botol water seal
drainage) yang tepat.

■ Setelah itu, pasien diminta memposisikan diri berbaring supinasi dengan kepala disangga
bantal 30–45 derajat atau diminta duduk 90 derajat.

■ Hingga saat ini, teknik pemasangan kateter interkostal yang direkomendasikan adalah
dengan melakukan insersi pada daerah safety triangle, yakni pada intercostal space 4–5,
tepat di sisi anterior dari linea axillaris media.
Persiapan Pasien

1. Sebelum melakukan prosedur pemasangan kateter interkostal, perhatikan ada tidaknya


kontraindikasi pada pasien

2. Pastikan pasien sudah menjalani pemeriksaan radiografi toraks sebelumnya

3. Informed consent 

4. Pasangkan monitor pada pasien.


Persiapan Alat
 Kateter interkostal dengan ukuran yang sesuai
 Botol water seal drainage atau WSD
 Nacl 0,9% sebanyak 500 mL untuk membuat sistem katup searah WSD
 Alat ultrasonografi (termasuk operator dan ultrasound sheath steril) untuk prosedur
yang butuh dipandu USG
 Sarung tangan steril, gown, masker, dan duk steril
 Povidone iodine 10% atau chlorhexidine 2% dalam alkohol 70%
 Anestesi berupa 4 mL lidcoaine 1–2%, jarum 25 G dan 19 G, serta spuit 5 mL
 Kit bedah minor, yaitu skalpel, klem, alat jahit, benang non-absorbable hitam silk 0/1–0
atau benang nilon dengan ukuran jarum 3.0
 Kasa steril
Pemilihan Ukuran Kateter Interkostal

■ Ukuran kateter dibedakan menjadi ukuran kecil atau small bore (≤20F) dan ukuran besar
atau large bore (>20F), di mana French (F) adalah unit standar yang melambangkan
diameter terluar dari kateter dan ekuivalen dengan 0,333 mm.
■ Diameter internal (bore) kateter merupakan faktor utama yang memengaruhi aliran cairan
dari pleura (baik darah atau pus) melalui kateter, sehingga ukuran kateter harus disesuaikan
dengan jenis cairan yang akan didrainase dari kavum interpleura. Semakin kental cairan
yang didrainase (viskositas tinggi), semakin besar diameter internal yang diperlukan.[1,3]
■ Kateter interkostal ukuran kecil umum digunakan untuk drainase udara. Sementara itu,
kateter interkostal yang berukuran lebih besar umum digunakan untuk drainase cairan.
Ukuran yang biasanya dianjurkan adalah 28–32F untuk pria dewasa, 28F untuk wanita
dewasa, 12–28F untuk anak-anak, 12–16F untuk bayi, dan 10–12F untuk neonatus
Posisi Pasien

Sebelum pemasangan kateter interkostal, pasien perlu diposisikan terlebih dahulu. Pada
dasarnya, terdapat tiga macam posisi yang dapat digunakan untuk insersi kateter interkostal,
yaitu:
■ Posisi berbaring supinasi
ditambah dengan posisi lengan ipsilateral diangkat ke atas, dengan atau tanpa tangan
ipsilateral diletakkan di belakang kepala. Posisi ini adalah posisi yang umum digunakan.
■ Duduk 90 derajat
■ Lateral dekubitus.
Prosedural

1. Siapkan peralatan dan konstruksi sistem WSD. Ujung selang harus berada 2 cm di
bawah air dan tidak menempel ke dasar botol. Berikan label tanggal dan jam pada
ketinggian air di botol
2. Perhatikan kembali hasil radiologi thorax pasien, auskultasi, dan perkusi dinding toraks
pasien. Pastikan posisi kateter yang direncanakan sudah tepat lalu cuci tangan sesuai
protokol
3. Tandai lokasi insersi di safety triangle, yaitu area dengan batas-batas sebagai berikut:
1) batas anterior oleh sisi lateral dari sisi lateral otot pektoralis mayor; 2) batas lateral
oleh sisi anterior otot latissimus dorsi; 3) batas inferior dari garis horizontal
sejajar intercostal space ke-5; 4) batas superior atau apeks tepat di bawah axilla
Prosedural

4. Palpasi intercostal space 4–5 di sisi anterior linea axillaris media, tepat inferior dari
rambut axilla dan segaris dengan puting. Posisi ini penting untuk mencegah pungsi
diafragma (di sisi inferior) dan pungsi nervus thoracicus longus (yang berjalan di sisi
posterior) secara tidak sengaja
5. Lakukan prosedur asepsis dan antisepsis, lalu administrasikan anestesi secara infiltrasi ke
jaringan subkutan menuju pleura. Saat melakukan pungsi, arahkan ke batas superior dari
iga bawah untuk menghindari neurovascular bundle yang berjalan pada batas inferior iga
6. Pilih kateter interkostal dengan ukuran yang sesuai, kemudian klem ujungnya
7. Insisi kulit ±3 cm pada lokasi pungsi yang ditandai secara sejajar dengan batas superior
iga bawah dari intercostal space yang dipilih. Lakukan insisi hingga ke fascia
Prosedural

8. Insersi kateter interkostal dapat dilakukan dengan beberapa cara: menggunakan guide


wire dan/atau introducer sheath, menggunakan trokar, atau dengan diseksi tumpul
(blunt dissection). Namun, cara perkutan dengan diseksi tumpul lebih diminati saat
kateter interkostal dipasang secara blind (tanpa bantuan USG) karena memberikan
kontrol yang lebih baik bagi operator saat insersi. Selain itu, studi menunjukan bahwa
insersi menggunakan trokar memiliki rasio komplikasi tertinggi
9. Lakukan diseksi tumpul hingga ke pleura dan perlebar lubang yang dibuat secara
tumpul dengan klem
10. Gunakan jari untuk menelusuri lubang ke kavum pleura, perlebar lubang, dan dorong
paru menjauhi lubang (hanya dapat dilakukan pada remaja, hati-hati agar tidak
terjadi fraktur iga)
Prosedural

11. Jepit ujung kateter dengan klem, masukkan ke kavum pleura, dan arahkan kateter ke sisi posterior
dan superior. Masukkan hingga semua lubang dari selang masuk ke kavum pleura dan lubang paling
perifer (sentinel hole) sudah tidak terlihat

12. Sambungkan selang tersebut ke botol WSD yang terletak di bawah (ketinggian harus lebih rendah
dari ketinggian dada pasien) dan periksa patensi kateter yang dipasang

13. Jahit untuk fiksasi kateter pada dinding dada dan tempelkan kasa. Sebaiknya, lakukan jahitan “u-
stitch” di sekeliling selang kateter interkostal di lokasi insersi karena jenis jahitan ini akan mengikat
dan menutup insisi kulit saat kateter dilepas nantinya
Prosedural

14. Pada kasus pneumothorax, perhatikan undulasi cairan (naik dan turunnya cairan pada
selang kateter) seiring dengan pernapasan dan perhatikan adanya gelembung di botol saat
ekspirasi. Pada kasus hemothorax atau efusi pleura, darah atau cairan harus mengalir
keluar dari kateter

15. Buang peralatan sekali pakai ke tempat sampah medis dan cuci tangan

16. Lakukan pemeriksaan rontgen toraks ulang untuk mengonfirmasi posisi kateter
interkostal setelah insersi dan menilai ekspansi paru
Follow-up
Komponen Observasi yang Dilakukan

•Frekuensi dan pola pernapasan


Pasien
•Saturasi oksigen, pulsasi, dan tekanan darah
•Kenyamanan pasien (ada tidaknya nyeri)

•Adanya lipatan atau sumbatan pada selang kateter


Selang Kateter •Adanya penyempitan pada selang kateter
•Perubahan posisi selang (bergeser dari tempat semula; longgar)
•Adanya kebocoran drainase dari lokasi insersi selang

•Undulasi cairan seiring respirasi (bila tidak ada undulasi, curigai


Sistem WSD kemungkinan selang kateter tersumbat, terlipat, atau malposisi)
•Gelembung
•Karakteristik, warna, dan volume drainase
KOMPLIKASI PEMASANGAN KATETER
INTERKOSTAL

Perdarahan, trauma,
EARLY malposisi, sindrom
Terjadi dalam waktu 24– Horner, sindrom
48 jam setelah tindakan Boerhaave, dan emfisema
subkutis.
KOMPLIKASI
LATE re-expansion pulmonary
terjadi >48 jam oedema (RPO), infeksi,
pascatindakan. dan empiema.
EDUKASI PASIEN PEMASANGAN KATETER
INTERKOSTAL

■ Edukasi pasien tentang pemasangan kateter interkostal (chest tube) atau yang dikenal


juga sebagai prosedur tube thoracostomy harus dilakukan dengan cermat. Pasien perlu
diinformasikan untuk segera memberitahukan petugas medis bila muncul nyeri dada
atau merasa semakin sesak napas.
■ Pasien tidak boleh mengubah posisi kateter interkostal setelah pemasangan, baik dengan
mendorong masuk atau melepas sendiri. Apabila terasa longgar atau terasa posisi
berubah, segera laporkan ke petugas medis.
■ Dokter juga perlu menjelaskan rencana kapan kateter akan dilepas, menjelaskan
kemungkinan terjadinya sumbatan atau malposisi pada kateter interkostal dan perlunya
reposisi ulang bila hal itu terjadi, serta menjelaskan risiko komplikasi prosedu

Anda mungkin juga menyukai