Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KEPERAWATAN KRITIS

Disusun Oleh:
1. Anwar Sihabudin (1801052)
2. Dwy Meisaro (1801059)
3. Evita Cahya Nengse (1801060)
4. Fitri Ayu Anggraeni (1801062)
5. Hide Sampurna (1801064)
6. Mathlubi Thoriq Zuhdi (1801070)
7. Natasya Lady Cerella (1801077)
8. Nurul Ida Milyati (1801080)
9. Rizka Aliyah Jannah (1801085)
10. Safira Nurus Saidah (1801086)
11. Syrah Nabawiyah (1801091)

AKADEMI KEPERAWATAN KERTA CENDEKIA SIDOARJO


Jl. KH Mansyur No.207, Tembokrejo, Purworejo
Kota Pasuruan Jawa Timur 67118, Telp. (0343) 426730
TAHUN AJARAN 2020-2021
A. Pendahuluan
Dekompresi jarum, atau dikenal dengan nama lain torakostomi jarum,
merupakan suatu prosedur gawat darurat yang dilakukan dalam kondisi
seperti tension pneumothorax. Biasanya tindakan dekompresi jarum dilakukan
sebelum pemasangan chest tube atau kateter interkostal yang merupakan terapi
definitif pada kasus tension pneumothorax. Dekompresi jarum dilakukan untuk
memberikan pertolongan pertama yang sifatnya sementara, namun menyelamatkan
nyawa.
Pada pneumothorax terjadi suatu gangguan dari fungsi kardiorespirasi, yang
diawali dengan peningkatan tekanan intrapelura pada rongga dada, yang kemudian
menyebabkan penekanan pada struktur di sekitarnya seperti vena kava superior,
inferior dan atrium kanan. Akibatnya, pasien akan mengalami sesak napas hingga
hipoksia, serta akan mengalami gangguan curah jantung (cardiac output). Jika tidak
ditangani segera, kondisi ini dapat menyebabkan kematian. Dekompresi jarum
bertujuan untuk mendekompresi cukup tekanan dalam ruang intrapleural, sehingga
mengembalikan arus balik vena ke atrium kanan sebagai tindakan sementara
hingga chest tube dapat dimasukkan.
Meskipun tindakan ini bisa menyelamatkan nyawa, namun jika dilakukan
dengan tidak tepat dan benar maka juga bisa menimbulkan komplikasi. Komplikasi-
komplikasi yang bisa terjadi akibat tindakan dekompresi jarum adalah perdarahan
akibat cedera pada pembuluh darah di sekitar lokasi insersi, hemothorax, cedera pada
saraf atau neuralgia pada lokasi tusukkan, cardiac tamponade, pneumonia, hingga
empiema. 

B. Indikasi
Indikasi tindakan dekompresi jarum yaitu upaya untuk mengeluarkan gas atau
dekompresi udara pada ruang intrapleura. Dekompresi jarum dilakukan terutama pada
kasus tension pneumothorax. Dekompresi jarum yang berhasil akan
mengubah tension pneumothorax menjadi simple pneumothorax.
Selain pada kasus tension pneumothorax, pada pasien-pasien dengan simple
pneumothorax yang akan dirujuk ke fasilitas kesehatan lain yang menggunakan
transportasi lewat jalur udara, perlu dilakukan dekompresi jarum terlebih dahulu
karena perubahan tekanan di dalam kabin bisa menyebabkan ekspansi dan perburukan
dari pneumothorax.
C. Kontraindikasi
Kontraindikasi tindakan dekompresi jarum yang bersifat absolut sebetulnya
tidak ada. Tension pneumothorax adalah kondisi yang mengancam nyawa, sehingga
tindakan yang bertujuan menyelamatkan nyawa pasien harus diutamakan.
Walaupun demikian, sebaiknya diusahakan lokasi dekompresi jarum tidak
pada area kulit yang mengalami infeksi seperti selulitisatau abses. Tindakan juga
perlu berhati-hati pada pasien dengan gangguan koagulasi karena dapat terjadi
komplikasi pasca tindakan. Pasien-pasien yang baru menjalani torakotomi,
pneumonektomi, dan pleurodesis perlu diperiksa dengan seksama karena kondisi-
kondisi tersebut bisa menyebabkan hilangnya suara napas yang
menyerupai pneumothorax. 

D. Teknik / prosedur

Teknik dekompresi jarum adalah dengan memasukan gauge besar


pada intercostal space (ICS) 5 di sisi anterior dari linea midaksila atau ICS 2 linea
midklavikula. Tujuan dari tindakan ini adalah menurunkan tekanan intrapleura
sehingga fungsi kardiorespirasi kembali baik sembari menunggu tindakan definitif.

1. Persiapan Pasien
Sebelum melakukan tindakan dekompresi jarum, persiapan pasien yang perlu
dilakukan sebagai berikut :

a. Lakukan informed consent pada pasien dan atau keluarga pasien mengenai


tindakan yang akan dilakukan, tujuan, manfaat, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi selama proses atau pasca tindakan dekompresi jarum
b. Pasien harus mengetahui bahwa tindakan dekompresi jarum merupakan
pertolongan pertama yang sifatnya sementara, dan setelahnya akan diikuti dengan
pemasangan chest tube atau kateter interkostal. Pastikan pasien atau keluarga
pasien menandatangani lembar persetujuan tindakan dan informed consent
c. Pastikan pasien sudah terpasang monitor beserta pulse oximetry, berikan oksigen
100% high flow  dan berikan ventilasi jika diperlukan
Perlu dicatat bahwa tindakan ini sering dilakukan dalam setting gawat darurat
untuk menyelamatkan nyawa. Oleh karena itu, tindakan persiapan
(termasuk informed consent) bisa ditunda dan dilakukan setelah tindakan.

2. Peralatan
Peralatan yang harus disiapkan untuk tindakan dekompresi jarum yakni :

a. Alat pelindung diri (sarung tangan steril, gown, dan masker)

b. Larutan povidone iodine 10% atau chlorhexidine 2%

c. Spuit 5 cc dengan needle 25G, isi dengan lidocaine 1-2% sebanyak 4 cc untuk


tindakan anestesi lokal
d. Large bore needle (ukuran 14-16G), dan kateter over-the-needle  dengan panjang
setidaknya 5–8 cm
e. Gauze tape

3. Posisi Pasien
Posisi pasien saat tindakan dekompresi jarum disesuaikan dengan lokasi
insersi jarum. Jika insersi jarum dilakukan di second intercostal space (ICS 2) linea
midklavikula, maka pasien diposisikan dalam kondisi terlentang. Namun, jika insersi
jarum dilakukan di ICS 4 atau 5 anterior dari linea midaksila, maka sebaiknya pasien
dalam posisi terlentang dengan tangan diabduksi, atau pasien bisa dalam posisi duduk
atau lateral dekubitus. Tujuannya adalah untuk memudahkan proses
pemasangan chest tube  atau kateter interkostal setelahnya.

4. Prosedural
Sebelum melakukan tindakan dekompresi jarum, pasang monitor dan pulse
oximetrypada pasien, berikan oksigen 100% high flow dan berikan ventilasi jika
diperlukan. Pastikan posisi pasien sudah tepat dan nyaman, dan peralatan sudah siap.
Prosedur dari tindakan dekompresi jarum adalah :

a. Cuci tangan kemudian gunakan alat pelindung diri

b. Berikan tanda pada lokasi untuk insersi. Pada anak-anak, dilakukan di linea
midklavikula ICS 2. Sedangkan pada orang dewasa, bisa dilakukan pada linea
midklavikula di ICS 2 atau pada sisi anterior dari linea midaksila di ICS 5
c. Lakukan prosedur aseptik dan antiseptik

d. Lakukan tindakan anestesi jika waktu dan kondisi memungkinkan

e. Lakukan insersi large bore needle ukuran 14–16G atau kateter over-the-


needle (dengan panjang setidaknya 5–8 cm) dengan terpasang spuit 10 cc Luer-
Lok  yang sudah diisi dengan 3 cc cairan normal saline, gunanya untuk identifikasi
udara yang teraspirasi. Insersi jarum dilakukan tepat di atas tulang iga ke-3 (jika
lokasi insersi dilakukan pada ICS 2), atau tepat di atas tulang iga ke-6 (jika lokasi
insersi dilakukan pada ICS 5)
f. Pada saat penusukan jarum, usahakan posisi jarum tegak lurus dengan dinding
dada

g. Setelah jarum menembus pleura parietal, lihat apakah tampak gelembung saat
dilakukan aspirasi. Jika ya, lepaskan spuit, kemudian dengarkan bunyi udara yang
keluar dari jarum (hissing sound)

h. Cabut jarum dengan meninggalkan kateter masih berada di dalam rongga pleura,
lakukan fiksasi dan stabilisasi kateter

i. Setelah tindakan dekompresi jarum, cek kembali status airway,


breathing dan circulation (ABC) pada pasien

j. Selanjutnya, segera persiapkan alat dan bahan untuk dilakukan pemasangan chest


tube atau kateter interkostal

Terdapat perbedaan lokasi insersi pada dekompresi jarum yang diperbarui yakni
yang pada mulanya dianjurkan dilakukan pada linea midklavikula di ICS 2 menjadi
penusukan pada sisi anterior dari linea midaksila di ICS 5. Alasan dari perubahan
lokasi ini karena penusukan di ICS 5 diduga lebih aman (risiko perdarahan lebih
rendah), dan sama dengan lokasi pemasangan chest tube  atau kateter interkostal pada
tindakan selanjutnya.

5. Follow Up
Setelah dilakukan dekompresi jarum, pastikan status dari ABC pasien stabil.
Pemeriksaan ABC yakni berupa pemeriksaan patensi jalan nafas, frekuensi dan pola
pernafasan, saturasi oksigen, pulsasi, dan tekanan darah. Setelah itu, segera lakukan
pemasangan chest tube atau kateter interkostal yang terhubung dengan water seal
drainage (WSD).

Follow up selanjutnya yang perlu dilakukan adalah rontgen toraks setelah


pemasangan chest tube atau kateter interkostal, untuk menilai kembali ekspansi paru-
paru, posisi kateter interkostal dan menilai kembali deviasi mediastinum
akibat tension pneumothorax.

E. Komplikasi

Komplikasi tindakan dekompresi jarum dapat sebatas laserasi pada lokasi


insersi, hingga perforasi pada organ lain di rongga dada.

Hemothorax
Dekompresi jarum bersifat invasif, sehingga tentu ada risiko perdarahan
dan hemothorax. Struktur pembuluh darah yang ada di sekitar lokasi insersi antara
lain arteri internal mammary beserta cabang-cabangnya, pembuluh darah subklavia,
pembuluh darah interkostal, dan arteri pulmoner. Selama proses insersi jarum, jika
tampak ada darah yang mengalir balik dari kateter, maka kemungkinan besar telah
terjadi trauma pada pembuluh darah. Namun, pada beberapa kasus, hemothorax baru
terdeteksi setelah evaluasi lanjutan melalui pemeriksaan rontgen toraks.

F. Edukasi pasien

Edukasi pasien mengenai tindakan dekompresi jarum harus mencakup


prosedur tindakan yang akan dilakukan, tujuan, manfaat, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi selama proses atau pasca tindakan dekompresi jarum.

Selama proses tindakan dekompresi jarum berlangsung, jika pasien dalam


kondisi sadar, pasien harus segera memberitahu operator jika ada rasa nyeri, tidak
nyaman, atau perburukan gejala. Perlu juga dijelaskan bahwa setelah proses
penusukan pasien akan mengalami batuk-batuk. Hal ini artinya paru-paru sudah
kembali mengembang.
Jelaskan kepada pasien bahwa dekompresi jarum hanya tindakan sementara
atau pertolongan pertama. Selanjutnya harus dilakukan pemasangan chest
tube atau kateter interkostal sebagai terapi definitif dari pneumothorax.

G. Pedoman klinis
Pedoman klinis tindakan dekompresi jarum adalah suatu upaya untuk
mengeluarkan udara atau dekompresi udara pada ruang intrapleura, terutama pada
kasus tension pneumothorax. Smith, et al menjelaskan bahwa terdapat indikasi absolut
dari tindakan dekompresi jarum yaitu apabila saturasi oksigen pasien di bawah 92%
meskipun telah diberikan oksigen high-flow, tekanan darah sistolik di bawah 90
mmHg, laju napas yang sebelumnya cepat lebih dari 35 kali per menit menjadi
lambat, dan penurunan kesadaran.

Tindakan ini bersifat menyelamatkan nyawa sehingga secara umum tidak ada
kontraindikasi dari tindakan ini. Namun, perlu diingat bahwa penusukan jarum
sebaiknya tidak dilakukan pada kulit yang infeksi atau mengalami abses. Penusukan
juga perlu hati-hati pada pasien dengan gangguan koagulasi.

Terdapat perubahan lokasi anatomis insersi pada dekompresi jarum menurut


pedoman Advanced Trauma Life Support edisi ke-10. Penusukan direkomendasikan
dilakukan pada sisi anterior dari linea midaksila di intercostal space (ICS) 5, karena
secara anatomis lebih aman, risiko perdarahan lebih rendah, dan sama dengan lokasi
pemasangan chest tube  atau kateter interkostal.

Anda mungkin juga menyukai