Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

MACAM OPERASI GLAUKOMA

Disusun untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik Madya


Lab/KSM Ilmu Kesehatan Mata RSD dr. Soebandi Jember

Disusun Oleh:

Imelda Nafa P 192011101013


Helmiati 18710138

Pembimbing:
dr. Bagas Kumoro, Sp. M

KSM ILMU KESEHATAN MATA RSD dr. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2020

1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
BAB I. PENDAHULUAN 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Anatomi Fisiologi 4
2.1 Anatomi Sudut Filtrasi 4
2.2 Fisiologi Humor Aqueous 5
2.3 Macam- macam Operasi Glaukoma 7
2.3.1 Iridektomi Perifer 9
2.3.2 Trabekulektomi 9
2.3.3 Sklerotomi dari Scheie 21
2.3.4 Cryotherapy Surgery 21
2.3.5 Laser Iridotomi 22
2.3.6 Laser Peripheral Iridotomy 25
2.3.7 Laser Trabeculoplasty 25
2.3.8 Neodymium: YAG laser cyclophotocoagulation 26
2.3.9 Pintasan Pipa Glaukoma 26
3.3.1 Komplikasi pada Bedah Glaukoma 27
BAB IV. KESIMPULAN 31
DAFTAR PUSTAKA 33

2
BAB I. PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua terbanyak setelah


katarak di seluruh dunia. Kasus kebutaan pada glaukoma bersifat irreversible
sehingga memerlukan perhatian khusus. World Health Organization (WHO) pada
tahun 2015 mengungkapkan bahwa glaukoma merupakan penyebab kebutaan
paling banyak kedua dengan prevalensi sekiar 4,4 juta (sekitar 12,3% dari jumlah
kebutaan di dunia). Pada tahun 2020 jumlah kebutaan akibat glaukoma
diperkirakan meningkat menjadi 11,4 juta. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, prevalensi glaukoma di Indonesia adalah 4,6%.5

Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan.1
Glaukoma sendiri didefinisikan sebagai neuropati optic yang ditandai dengan
adanya perubahan diskus optikus dan defek lapang pandang irreversible yang
sering kali, namun tidak selalu berhubungan dengan peningkatan tekanan
intraokular (TIO). Tujuan umum dari pengobatan glaukoma adalah untuk
menurunkan tekanan intraokular (TIO) ke tingkat yang aman untuk kepala saraf
optik agar tidak terjadi kerusakan. Penanganan bedah diperlukan ketika
pengobatan topikal dan / atau prosedur laser tidak ditoleransi dan / atau tidak
cukup menurunkan TIO..6

3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Sudut Filtrasi

Gambar 2.1 Anatomi Sudut Filtrasi


Sumber : https://www. documents%2Fanatomi-dan-fisiologi-bilik-mata-
depan.html

Pada Bola mata dibagi menjadi 3 yaitu bilik mata depan (BMD / anterior
chamber) yang terletak di antara iris dan kornea, bilik mata belakang (posterior
chamber) yang terletak di antara lensa dan iris posterior dan rongga viterous yang
terletak di posterior lensa yang mengisi volume okular. Pada Bilik mata depan
(BMD) terdapat sudut yang dinamakan sudut filtrasi. Sudut filtrasi berperan
penting dalam kejadian glaukoma. Sudut ini dibentuk oleh dasar dari iris, badan
siliar, scleral spur (SS), trabecular meshwork (TM) dan Schwalbe’s line
(penonjolan pada akhir membran Descemet kornea). Struktur ini pada bagian
superior berikatan pada kornea, pada bagian inferior dengan iris dan trabecular
meshwork dan pada bagian apeks berikatan dengan otot siliar. Kanal Schlemm
berada pada apeks dari sudut BMD, di luar dari TM dan dinding dalamnya

4
berkelanjutan pada dinding luar dari TM. Sudut filtrasi merupakan bagian yang
penting dalam pengaturan cairan bilik mata..1,3,7

Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabecular, yang terdiri dari:
1. Trabekula korneoskleral
Serabutnya berasal dari lapisan stroma kornea, menuju ke belakang
mengelilingi Schlemm untuk berinsersi pada sclera.
2. Trabekula uveal
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral spur
(insersi dari m. silliaris) dan sebagian ke m. silliaris meridional.
3. Serabut yang berasal dari akhir membrane descement (garis Schwalbe)
Serabut ini menuju ke jaringan pengikat m. silliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter
Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekula.9

Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogeny, elastis dan seluruhnya


diliputi oleh endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang,
sehingga bila ada darah di dalam kanalis Schlemm, dapat terlihat dari luar.
Kanalis Schlemm merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi
kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0,5mm. Pada dinding
sebelah dalam, terdapat lubang-lubang sehingga terdapat hubungan langsung
antara trabekula dan kanalis Schlemm. Dari kanalis Schlemm keluar saluran
kolektor, 20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sclera dan
episklera dan vena siliaris anterior di badan siliar.8,9

5
2.2 Fisiologi Humor Aqueous
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor aqueous
dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor aqueous adalah suatu
cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior dan posterior. Volumenya adalah
sekitar 250 µL/menit. Tekanan osmotic sedikit lebih tinggi daripada plasma.
Komposisi humor aqueous serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini
memiliki konsentrasi askrobat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi dan protein,
urea dan glukosa yang lebih rendah.10

Gambar 2.2 Fisiologi aliran humor aqueous


Sumber : https://www.google.Fisiologi+aliran+humor+aqueous&tbm

Humor aqueous diproduksi oleh korpus siliaris. Ultrafiltrat plasma yang


dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan
prosessus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera okuli posterior,
humor aqueous mengalir melalui pupil ke kamera okuli anterior lalu ke trabecular
meshwork di sudut kamera okuli anterior. Selama periode ini, terjadi pertukaran
diferensial komponen-komponen dengan darah di iris. Humor aqueous dapat
menutrisi jaringan yang ada disekitarnya.10
Drainase humor aqueous dapat melalui dua jalur yaitu aliran trabekular
(konvensional) dan aliran uveoskleral (nonkonvensional). Sekitar 70-80% humor

6
aqueous dialirkan melalui trabekular dengan mekanisme pasif maupun aktif di
mana humor aqueous akan berakhir pada saluran kolektor melalui kanal Schlemm.
Trabekula meshwork terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastic yang
dibungkus oleh sel-sel trabekula yang membentuk suatu saringan dengan ukuran
pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot
siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-
pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase humor aqueous juga
meningkat. Aliran humor aqueous ke dalam kanalis Schlemm bergantung pada
pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen
dari kanalis Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous)
menyalurkan aliran ke dalam saluran kolektor kemudian ke dalam sistem vena.1
Berbeda dengan aliran konvensional, aliran uveoskleral membuat humor
aqueous memasuki badan siliar untuk kemudian dialirkan menuju ruang
suprakoroidal lalu drainase dilakukan oleh vena-vena pada badan siliar, koroid
dan sklera. Proses nonkonvensional ini berperan pada drainase 20-30% cairan
akuos.4
Gangguan drainase atau aliran pada humor (contohnya karena adanya
hambatan pada kanal drainase) dapat menyebabkan terjadinya kelebihan cairan
pada rongga anterior sehingga tekanan pada bola mata meningkat. Kondisi ini
dikenal sebagai glaukoma. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kebutaan
apabila kondisi ini tidak ditangani

2.3 Macam Operasi Glaukoma

Sasaran utama pengobatan glaukoma adalah untuk menurunkan tekanan


intraokuler sehingga dapat mencegah terjadinya penurunan lapangan pandang dan
ketajaman penglihatan lebih lanjut yang berujung pada kebutaan dengan cara
mengontrol tekanan intraokuler supaya berada dalam batasan normal. Indikasi
terapi pembedahan:

7
 TIO tidak dapat dipertahankan dibawah 22 mmHg, TIO normal (10-21
mmHg) dengan obat-obatan
 Lapang pandang terus mengecil
 Pasien yang tidak dapat dipercaya pengobatannya
 Tidak mampu membeli obat seumur hidup
 Tidak tersedianya obat yang diperlukan

Prinsip operasi: fistulasi, membuat jalan baru untuk mengeluarkan humor


aqueous, karena jalan yang normal tidak dapat digunakan lagi. Pada glaukoma
akut, setelah pengobatan medikamentosa berhasil, dapat dilakukan iridektomi
perifer. Teknik pembedahan ini digunakan untuk glaukoma dalam fase prodormal,
glaukoma akut yang baru terjadi, atau untuk tindakan pencegahan pada mata
sebelahnya yang masih sehat (iridektomi perifer preventif). Pada glaukoma
kronis, setelah diobati seperti halnya glaukoma akut, dapat dilakukan pembedahan
filtrasi. Pembedahan filtrasi ini termasuk trabekulektomi, trepanasi Elliot, dan
sklerotomi Scheie. Pembedahan filtrasi dilakukan apabila glaukoma akut sudah
berlangsung lama (glaukoma kongestif kronik) dan pada glaukoma sudut terbuka
(glaukoma kronik). Beberapa jenis pembedahan glaukoma antara lain:

2.3.1 Iridektomi Perifer


Iridektomi perifer dengan laser lebih disarankan dibandingkan dengan
iridektomi secara bedah. Indikasi dari tindakan ini yaitu sebagai terapi untuk
semua kondisi glaukoma sudut tertutup primer. Pada tindakan ini dibuat celah
kecil dengan insisi 4 mm pada kornea bagian perifer dengan insisi di daerah
limbus. Pada tempat insisi ini, iris dipegang dengan pinset dan ditarik keluar. Iris
yang keluar digunting sehingga akan didapatkan celah untuk mengalirnya cairan
aquos secara langsung tanpa harus melalui pupil dari bilik mata belakang ke bilik
mata depan. Setelah itu dilakukan reposisi iris dan kemudian dilakukan penutupan
luka jahitan dengan 1-2 jahitan menggunakan benang nylon 10.0. Kemudian
injeksikan dexamethasone 0.25ml dan gentamicin 0.5ml pada subkonjungtiva.

8
Teknik ini biasanya dilakukan pada glaukoma sudut tertutup, sangat efektif dan
aman, namun waktu pulihnya lama 6.

Gambar 2.3 Iridektomi perifer.


Sumber: http://www.surgeryencyclopedia.com/Fi-La/Iridectomy.html

2.3.2 Trabekulektomi
Trabekulektomi pertama kali dikenalkan oleh Carain pada tahun 1980
hingga saat ini merupakan teknik bedah filtrasi yang paling sering digunakan dan
dapat digunakan pada semua jenis glaukoma baik sudut tertutup maupun sudut
terbuka. Pada teknik ini, bagian kecil trabekula yang terganggu diangkat
kemudian dibentuk bleb dari konjungtiva sehingga terbentuk jalur drainase yang
baru. Lubang ini akan meningkatkan aliran keluar cairan aquous sehingga dapat

9
menurunkan tekanan intraokuler. Operasi ini diindikasikan ketika terapi
medikamentosa yang paling maksimal untuk ditoleransi dan terapi laser
mengalami kegagalan atau tidak cukup untuk mencegah kerusakan progresif.
Meskipun komplikasi potensial adalah terjadinya glaukoma insisional, prosedur
trabekulektomi ini masih boleh dilakukan pada mata yang mengalami hipertensi
okular.14

Indikasi utama untuk operasi adalah progresi kerusakan lapang pandang dan
TIO yang tidak terkontrol. Pemeriksaan lapang pandang berbagai cara mungkin
dibutuhkan untuk mengkonfirmasi progresi. Pada beberapa kasus keputusan untuk
operasi dibuat meskipun tidak tercatat adanya progresi penyakit dan dibuat
berdasarkan klinis bahwa TIO terlalu tinggi pada tahap ini. TIO 25 mmHg
bukanlah indikasi untuk operasi pada mata dengan hipertensi okuler namun TIO
bisa menjadi indikasi untuk operasi pada kasus glaukoma optik neuropati awitan
dini. LTP (Laser Trabeculoplasty) tidak selalu diperlukan sebelum prosedur
trabekulektomi.27
Pada glaukoma sudut terbuka primer yang sudah stadium lanjut membutuhkan
target TIO yang sangat rendah maka dilakukan trabekulektomi. Trabekulektomi
akan dilakukan jika laser tidak dapat dikerjakan seperti pada pasien yang tidak
kooperatif atau trabekulum tidak dapat dilihat dengan jelas misalnya pada sudut
sempit atau kekeruhan kornea.27
Pada glaukoma sudut tertutup primer akut trabekulektomi diindikasikan bila
sudah terdapat PAS (Peripheral anterior synechia) lebih dari 70%, sedangkan
apabila PAS yang terjadi masih 50% iridektomi masih mungkin dilakukan dan
bila pasca episode akut dengan medikamentosa maksimal sudut mata masih
tertutup lebih dari 75% dengan gonioskopi indentasi dan atau TIO masih lebih
dari 45 mmHg. Karena komplikasi durante dan pasca trabekulektomi maka
biasanya trabekulektomi tidak dilakukan pada keadaan akut, akan tetapi
trabekulektomi dapat disarankan bila serangan terjadi lebih dari 36-72 jam. 27

Kontraindikasi relatif untuk trabekulektomi bisa kontraindikasi okuler dan


sistemik. Mata yang buta tidak dipertimbangkan untuk operasi insisional.

10
Cyclodestruction adalah alternatif yang lebih baik untuk menurunkan TIO pada
mata tersebut. Risiko oftalmia simpatif harus selalu diwaspadai ketika melakukan
prosedur pada mata yang buta atau mata yang mengalami gangguan visus berat.
Kondisi yang menjadi predisposisi kegagalan trabekulektomi adalah
neovakularisasi aktif segmen anterior (rubeosis iridis) atau uveitis anterior aktif
adalah kontraindikasi relatif. Kondisi tadi harus ditangani lebih dahulu jika perlu
implantasi selang pintas harus dipertimbangkan. Keberhasilan trabekulektomi
sangat sulit dicapai apabila terjadi trauma konjungtiva ekstensif (contoh: pasca
operasi retinal detachment atau trauma kimia). Pada beberapa kasus angka
keberhasilan operasi diturunkan oleh peningakatan risiko pementukan jaringan
ikat (scarring). 27
Prosedur trabekulektomi dapat dibagi menjadi beberapa langkah dasar: 29
a. Eksposur
Jahitan traksi kornea atau limbus dapat merotasi bola mata ke arah bawah
dan memberkan eksposur sulkus superior dan limbus yang cukup sehingga
memudahkan proses flap konjungtiva dengan dasar limbus. Teknik lain
yang bisa dilakukan adalah jahitan kekang rektus superior namun teknik
ini lebih sering menimbulkan ptosis setelah operasi dan perdarahan
subkonjungtiva.

Gambar 2.4 Eksposur untuk trabekulektomi (A) jahitan traksi kornea (B)
jahit kekang rektus superior. 29

11
b. Insisi konjungtiva
Secara tradisional trabekulektomi diposisikan pada jam 12 atau dimana
pun pada kuadran superior tergantung pada preferensi dokter bedah.. Flap
konjungtiva dengan dasar forniks maupun limbus dapat dilakukan. Setiap
29
teknik memiliki keuntungan dan kerugian. Teknik dengan fornix lebih
mudah dilakukan namum membutuhkan proses penjahitan di akhir
prosedur yang sangat hati-hati untuk mencegah kebocoran akuos humor.
Keuntungan teknik dasar forniks adalah pembentukan parut
subkonjungtiva di atas flap sklera sehingga mendorong aliran akuos ke
arah posterior. 2

Gambar 2.5 Konjungtiva flap dasar forniks.


A. Gambar menunjukkan insisi inisisal melalui konjungtiva pada limbus dan
insersi kapsul tenon. Panjang insisi inisial sekitar 6-7 mm. Jaringan di sekitar
insisi dirusak dengan gunting tumpul sebelum flap sklera disiapkan. B. Insisi
ditutup dengan jahitan terputus, jahitan purse-string atau dengan jahit
jelujur.2

Teknik dasar limbus secara teknik lebih menantang namun akan


mengamankan penutupan karena jauh dari limbus. Insisi harus dilokasikan
8-10 mm posterior limbus dan perlu perawatan untuk menghindari tendon

12
otot rektus superior. Keuntungan dari teknik limbus adalah berkurangnya
risiko kebocoran akuos post operasi. Kerugian yang mungkin muncul
adalah timbulnya parut subkonjungtiva posterior dari flap sklera sehingga
aliran akuos posterior terhenti dan menyebabkan pembentukan bleb lokal
dekat dengan limbus.29

Gambar 2.6 Flap konjungtiva dengan dasar limbus.


A. Gambar menunjukkan insisi inisial melalui konjungtiva dan kapsul tenon. B.
Foto klinis yang menunjukkan bagian A, insisi inisial untuk membuat flap
konjungtiva dengan dasar limbus. C. Insisi tenon 8-10 mm posterior dari limbus.
D. Diseksi interior konjungtiva-flap tenon dengan eksisi adhesi episkleral tenon.
29

C. Flap sklera
Teknik yang sering digunakan adalah membuat flap triangular,
trapezoidal, atau rektangular sepanjang 3-4 mm. Apabila flap konjungtiva
dengan dasar forniks digunakan, sebaiknya menghindari diseksi flap sisi
anterior dari kornea. Hal itu karena diseksi anterior dapat memicu
kebocoran luka lebih dini.29

13
Gambar 2.7 Proses pembuatan flap sklera.
Persiapan flap sklera selebar 4 mm dan 2-2,5 mm depan ke belakang dengan
kedalaman 50-75%. A. Margin posterior diiris dengan pisau kecil B. Pisau sabit
untuk membuat terowongan sklera dengan ketebalan parsial C. Sisi terowongan
dibiarkan terbuka untuk mebuat flap D. Hasil akhir prosedur. 29

Terdapat beberapa macam bentuk flap sklera yang bisa dibuat yaitu
segitiga, persegi panjang, persegi, dan busur. Variasi bentuk ini
mengakibatkan variasi hasil operasi. Menurut penelitian flap bentuk
persegi panjang dan persegi dapai mencapai penurunan TIO yang lebih
besar dibandingkan flab segitiga. Hal ini dipengaruhi oleh luas permukaan
flap. Ditemukan pula bahwa semakin tebal flap maka aliran akuos humor
akan menurun sedangkan semakin besar ukuran flap menyebabkan aliran
akuos yang lebih kencang.21

14
Gambar 2.8 Ilustrasi bentuk flap sklera.
A. Bentuk busur B. Segitiga C. Persegi panjang D. Trapezoid. 21

D. Parasintesis
Agar dokter bedah dapat mengotrol bilik mata depan, parasintesis harus
dilakukan setelahnya. Dengan dilakukannya prosedur ini salt ophtalmic
solution atau viscoelastic dapat dimasukkan. BSS (Balanced Salt
ophthalmic Solution) dimasukkan melalui insisi parasintesis dan tekanan
jahitan dapat ditirunkan sampai aliran minimal. Apabila setelah operasi
bilik mata menjadi datar maka dapat dilakukan pembentukan bilik mata
ulang melalui parasintesis yang sudah ada.29

Gambar 2.9 Parasentesis dibuat melalui kornea jernih, radial terhadap


limbus.29

E. Keratektomi
Keratektomi biasa dilakukan dengan sebuah alat pembuat lubang (punch),
meskipun sumbatan juga bisa dipotong dengan pisau. Drainase cairan
akuos secara umum tidak dipengaruhi dengan ukuran lubang. Lubang yang
kecil bisa mendrainase akuos melebihi yang diinginka untuk menurunkan

15
TIO. Meskipun begitu keratektomi harus cukup besar untuk mencegah
oklusi oleh iris, namun cukup kecil sehingga dapat tertutup oleh flap
sklera.29

Gambar 2.10 Ahli bedah dapat melakukan keratektomi dengan cara A) Memasukkan
alat pembuat lubang (punch) di bawah flap sklera; (B) memrangkap bibir posterior dari
jalan masuk bilik mata depan; dan (C) memindah punch (0,75-1 mm) kornea perifer
posterior. Iridektomi perifer dilakukan dengan menggunakan gunting iridektomi (D). 29

F. Iridektomi
Iridektomi dilakukan untuk menurunkan risiko iris menutup sklerotomi,
khususnya pada mata dengan bilik mata dangkal dan untuk mencegah blok
pupil. Iridektomi tidak selalu diperlukan pada mata pseudofakia dengan
bilik mata dalam. Apabila titanium shunt sudah dipasang maka iridektomi
tidak perlu dilakukan.29

G. Penutupan flap sklera


Flap didekatkan dengan alasnya menggunakan nilon 10-0 atau 9-0.
Banyak ahli bedah menutup flab dengan kencang untuk meminimalisasi
pendangkalan bilik mata depan pos operasi. Sangat penting untuk
mengecek integritas flap sklera sebelum menutup konjungtiva. Ketika

16
MMC digunakan, tekanan dan jumlah jahitan harus disesuaikan ampai
aliran spontan yang optimal dapat dilihat. 29

Gambar 2.11 Pada trabekulektomi dengan MMC, flap sklera ditutub


dengan erat agar aliran spontan berlangsung minimal. Penutupan bisa
dilakukan dengan benang yang jahitan releasable suture yang bisa dilepas
nanti dengan slit lamp untuk meningkatkan aliran atau dengan jahitan
terputus yang bisa dilepas dengan laser setelah operasi. 29

H. Penutupan konjungtiva
Banyak teknik yang telah dikembangkan untuk menutup konjungtiva.
Untuk flap dengan dasar forniksn konjungtiva ditutup pada limbus.
Banyak teknik yang bisa dilakukan termasuk jahitan episklera terputus
pada tiap ujung insisi dengan atau tanpa jahitan matras diantaranya. Untuk
flap dengan dasar limbus, konjungtiva dan kapsul tenon ditutup secara
terpisah atau bersamaan pada satu lapis dengan jahitan jelujur
menggunakan nilon 9-0 atau poliglaktin 910 pada jarum vaskular. Teknik
ini meminimalisasi kebocoran luka pada prosedur dimana MMC
dipergunakan.29

Komplikasi trabekulektomi:
- Bilik mata depan dangkal

17
BMD yang dangkal pasca trabekulektomi disebakan oleh blok pupil,
filtrasi berlebihan atau glaukoma maligna. Pada sebagian besar kasus
tidak berlangsung berat dan BMD dapat kembali terbentuk secara spontan.
Meskipun demikian hal ini tidak akan berkembang menajdi komplikasi
yang berat seperti sinekia anterior perifer, kerusakan endotel kornea dan
katarak.
- Blok pupil
Ditandai oleh TIO yang tinggi dan bleb yang datar,siedel tes negatif dan
iris bomban dengan non paten iridektomi.
- Filtrasi berlebihan
Ditandai dengan rendahnya TIO dengan flap sklera yang terbentuk baik
dan flap konjungtiva yang datar, siedel tes negatif pada flap sklera dan
positif pada flap konjungtiva, hipotonus kornea dan choroidal detachment.
- Glaukoma maligna
Kelainan ini sangat jarang namun serius yang disebabkan karena rotasi
anterior prosesus siliaris dan akat ikir biasanya karena blok siliolentikular
pada aliran aqueous sehingga berbalik pada viterous. Ditandai dengan TIO
tinggi dan tidak adanya bleb dan siedel tes negatif.

Gambar 2.12 Bilik mata depan dangkal.17


A: aposisi iris-kornea perifer, B: aposisi tepi kornea, C:
apoisisi lentikulokorneal dengan edema kornea, D: katarak
dengan BMD dangkal.

18
Gambar 2.13 A: Siedel tes positif, B: tampak choroidal detachment.6

- Kegagalan filtrasi
Ditandai dengan meningkatnya TIO dan flap yang datar tanpa
vaskularisasi, flap dengan vaskularisasi karena fibrosis episklera, dan
encapsulated flap (kista tenon) yang berbentuk kubah terisi dengan cairan
dan hipertrofi kapsul tenon seringkali dengan membengkaknya permukaan
vaskular.

-
Gambar 2.14 Bentukan Flap. A: Normal, B: flap tidak berfungsi (datar
tanpa vaskularisasi), C: flap dengan vaskularisasi karena fibrosis episklera,
D: kista tenon.28
- Fibrosis pada jaringan episklera
Berkaitan dengan menutupnya jalur filtrasi yang baru.
- Blebitis

19
Blebitis merupakan infeksi pada bleb tanpa adanya kaitan dengan cairan
vitreus yang ditandai dengan rasa nyeri, fotofobia, mata lengket dan
merah. Gejalanya tampak bleb warna putih dengan material inflamasi,
uveitis anterior dapat juga muncul hipopion.
- Endoftalmitis
Endoftalmitis sangat jarang terjadi. Insidensinya berkaitan dengan fistula
yang berdampak pada kebutaan. Gejala yang muncul berupa bleb dengan
warna putih susu mirip dengan blebitis namun lebih parah, injeksi atau
hiperemi berlebih, anterior uveitis berat khas dengan hipopion, serta vitrits
dan tidak adanya reflex fundus.
- Hifema
Katarak karena trauma ada lensa yang tidak disengaja

o
Gambar 2.15 Infeksi bakteri pasca trabekulektomi. A: Blebitis, B:
Pthisis, C: Endoftalmitis dengan hipopion luas.19

2.3.3 Sklerotomi dari Scheie

20
Pada Operasi Scheie diharapkan terjadi pengaliran cairan aquos di bilik
mata depan langsung ke bawah konjungtiva. Pada operasi ini dilakukan
pembuatan flep konjungtiva di limbus atas (arah jam 12) dan dibuat insisi
korneoskleral ke dalam bilik mata depan. Untuk mempertahankan insisi ini tetap
terbuka, dilakukan kauterisasi di tepi luka insisi. Kemudian flep konjungtiva ini
ditutup. Dengan operasi ini diharapkan terjadinya filtrasi cairan aquos melalui
luka korneoskleral ke subkonjungtiva. 6

2.3.4 Cyclo-destructive Procedure (Cyclocryotherapy Surgery)


Pada glaukoma absolut badan siliar berfungsi normal memproduksi cairan
akuous, tetapi arus keluar humor aqueous terhambat. Sehingga tekanan
intraokular yang tinggi menyebabkan rasa sakit kepada pasien dan menyebabkan
mata buta yang menyakitkan. Karena itu, dilakukan dengan cara menghancurkan
badan siliar dengan cyclocryotherapy mengarah pada mengurangi pembentukan
cairan akuos, menurunkan tekanan intraokular dan mengurangi rasa sakit. 6
Caranya terlebih dahulu menginjeksikan obat anestesi dibawah permukaan
retrobulbar dan injeksi 2% Xylocain, melingkar dan mencembung dari retina
(cryo-probe) . Dilakukan pemisahan dengan palpebra menggunakan spekulum
atau spreader. Cryo diaplikasikan dengan retinal probe langsung pada permukaan
konjungtiva utuh, pusat ujung menjadi 3 mm dari limbus, selama 1 menit pada
suhu -80°, secara langsung di atas tubuh ciliary pada area 180° dari bola mata.
Dalam semua kasus, probe diaplikasikan sedemikian rupa sehingga margin es-
kawah menyentuh satu sama lain pada setiap aplikasi, dan aplikasi yang diberikan
di sekeliling limbus, kecuali dalam dua belas pertama matanya di mana ia
diterapkan di bagian atas saja. Setelah cryosurgery mata yang empuk selama 24
jam, dengan menggunakan salep mata chloromphenical yang kemudian
dilanjutkan 4 kali sehari. Tidak ada obat anti-inflamasi digunakan baik secara
lokal atau sistemik. Hanya analgesik diberikan. Pasca-operasi tekanan intraokular
diperiksa setelah 24 jam, pada hari ke 7, hari ke 14, 6 minggu dan 3 bulan setelah
operasi.Keunggulan melakukan cyclocryotherapy karena memiliki keunggulan

21
cyclodiathermy suhu subfreezing kurang merusak struktur lain mata, dapat dengan
aman diulang beberapa kali, dapat dilakukan sebagai prosedur rawat jalan.6

Gambar 2.16 Cyclocryopexy.6

2.3.5 Laser Iridotomi


Teknik ini biasa digunakan sebagai terapi pencegahan yang aman dan
efektif untuk glaukoma sudut tertutup. Dilakukan dengan membuat celah kecil di
iris perifer dan mengangkat sebagian iris yang menyebabkan sempitnya sudut
bilik mata depan. Beberapa keadaan yang tidak memungkinkan dilakukannya
laser iridektomy, diantaranya kekeruhan kornea, sudut bilik mata depan yang
sangat sempit dengan jaringan iris yang sangat dekat dengan endotel kornea,
penderita yang pernah menjalani operasi ini sebelumnya namun gagal dan pada
penderita yang tidak bisa diajak bekerja sama.Pada teknik laser, operator akan
mengarahkan sebuah lensa pada mata kemudian sinar laser diarahkan ke lensa itu
yang akan memantulkan sinar ke mata. Risiko yang dapat terjadi pada teknik ini
yaitu tekanan intraokuler yang meningkat sesaat setelah operasi. Namun hal
tersebut hanya berlangsung untuk sementara waktu. 6

22
Gambar 2.17 Laser iridoktomi 6

Indikasi iridotomi :
- Adanya blok pupil dan kebutuhan untuk menentukan adanya blok pupil.
- Mencegah adanya blok pupil pada orang yang beresiko tinggi untuk terkena
glaucoma yang ditentukan dengan pemeriksaan gonioskopik atau karena
adanya serangan sudut tertutup pada mata yang lain

Kontra indikasi iridotomi :


- Mata dengan rubeosis iridis aktif karena dapat berdarah setelah dilakukan
iridektomi laser
- Resiko perdarahan juga meningkat pada pasien yang mengkonsumsi
antikoagulasi sistemik, termasuk aspirin

Komplikasi laser iridotomi:


- Perdarahan dapat terjadi pada 50% kasus namun biasanya ringan dan dapat
berhenti dalam beberapa detik. Perdarahan berlanjut dapat diatasi dengan
meningkatakn tekanan lensa kontak.
- Menigkatnya tekanan intraokular. Biasanya akut dan sementara tapi dapat
juga peristen.

23
- Iritis. Utamanya jika laser diaplikasikan berlebihan atau terapi steroid pasca
laser tidak adekuat.
- Kornea terbakar dapat terjadi jika lensa kontak tidak digunakan atau jika
BMD dangkal. Hal ini biasanya dapat diatasi dengan cepat tanpa adanya
sekuel.
- Katarak. Katarak senilis dapat terbentuk lebih cepat dengan iridotomi.
Kejernihan lensa yang terlokalisir dapat berkembang pada lokasi terapi.

Iridotomi tidak bermanfaat untuk penutupan sudut yang tidak disebabkan oleh
mekanisme blok pupil, kadang-kadang iridotomi laser diperlukan untuk
memastikan bahwa tidak terjadi blok pupil (indikasi diagnostic). Beberapa teknik
yang digunakan yaitu:
a. Iridotomi laser Argon
Laser argon dapat dipergunakan untuk melakukan iridotomi pada sebagian
besar mata. Namun, iris yang sangat gelap atau sangat terang
menimbulkan kesalahan teknis. Dengan menggunakan lensa kontak yang
dipadatkan, pengaturan laser awal yang khas adalah berdurasi 0.02-0.1
detik. Ukuran bintik 50 µm. dan kekuatan 800-1000 mW. Terdapat
berbagai variasi teknik dan warna iris menentukan teknik yang dipakai.
Komplikasi meliputi opasitas lensa terlokalisir, peningkatan TIO yang
akut (yang dapat merusak nervus optikus), iritis sementara atau menetap,
penutupan awal dari iridektomi dan terbakarnya kornea dan retina.
b. Laser Nd: YAG Q-switched
Laser ini umumnya membutuhkan pulsasi yang lebih kecil dan energy
yang lebih sedikit dibandeng laser argon untuk membuat iridektomi
menetap dan merupakan teknik yang disukai pada sebagian besar mata.
Efektivitas laser ini tidak mempengaruhi laser iris. Dengan lensa kontak
yang dipadatkan, pengaturan laser awal yang khas adalah 2-8 mJ.

24
2.3.6 Laser Peripheral Iridotomy (LPI)
Laser peripheral iridotomy (LPI) diindikasikan yaitu untuk mencegah atau
mengatasi dugaan blok pupil relatif dengan membuat jalur alternatif untuk
aliran air. Dilakukan pada glaukoma sudut tertutup. Pada teknik ini dibuat
lubang kecil di iris perifer sehingga iris terdorong ke belakang lalu sudut
bilik mata depan akan terbuka.

Gambar 2.18 Laser Peripheral Iridotomy (LPI) 6

2.3.7 Laser Trabeculoplasty


Laserasi trabeculoplasty dilakukan pada glaukoma sudut terbuka.
Menggunakan Sinar laser (biasanya argon) ditembakkan ke anyaman
trabekula sehingga sebagian anyaman mengkerut. Kerutan ini dapat
mempermudah aliran keluar cairan aquos. Pada beberapa kasus, terapi
medikamentosa tetap diperlukan. Tingkat keberhasilan dengan Argon laser
trabeculoplasty mencapai 75%. Karena adanya proses penyembuhan luka
maka kerutan ini hanya akan bertahan selama 2 tahun 21.

25
Gambar 2.19 Laser Trabeculoplasty

Sumber: http://www.palopticlub.com/vb/showthread.php?t=2911

2.3.8 Neodymium: YAG laser cyclophotocoagulation (YAG CP)


digunakan pada glaukoma sudut tertutup. Caranya dengan merusak
sebagian corpus siliar sehingga produksi cairan aquos berkurang.

Gambar 2.20 YAG CP.22

2.3.9 Pintasan Pipa Glaukoma


Ada Beberapa tipe alat telah diciptakan untuk membantu filtrasi dengan
memintas aqueous ke tempat di sebelah posterior limbus. Alat pintasan
atau drainase umumnya ditempatkan pada bilik anterior atau melewati pars
plana yang mengalir ke penampungan ekstraokular yang ditempatkan di

26
ekuator sclera. Indikasi atau keadaan klinis yang dapat dipertimbangakan
untuk melakukan pintasan pipa glaucoma adalah:
a. Kegagalan trabekulektomi
b. Kegagalan trabekulektomi dengan antifibrotik
c. Uveitis akut
d. Glaucoma neovaskuler
e. Konjungtiva yang tidak adekuat
f. Kebutuhan yang mengancam untuk dilakukannya keratoplasti
penetrasi (PK)
g. Kandidat pasien yang buruk untuk dilakukan trabekulektomi
h. Pontensial untuk memperbaiki tajam penglihatan
i. Kebutuhan TIO yang lebih rendah

Operasi ini merupakan kontraindikasi relative pada mata dengan potensi


penglihatan yang sangat buruk atau pada pasien yang tidak dapat menuruti
petunjuk perawatan pribadi pada periode post operasi. . fungsi endotel
kornea yang terbatas merupakann kontraindikasi relative dilakukannya
penempatan pipa pada bilik anterior.

3.3.1 KOMPLIKASI PADA BEDAH GLAUKOMA

a. KOMPLIKASI SEBELUM BEDAH PADA GLAUKOMA

Tekanan intraokular sebelum operasi diketahui tidak memiliki hubungan


yang signifikan dengan kesuksesan operasi maupun timbulnya komplikasi setelah
operasi. Penelitian yang membandingkan tekanan intraokular sebelum operasi <21
mmHg dan >21 mmHg diketahui pada follow up 2 tahun setelah operasi memiliki
perbedaan tekanan intraokular yang tidak berbeda signifikan. Komplikasi sebelum
tindakan operasi berhubungan dengan anestesi yang diberikan. Perdarahan
retrobulbar akut ditunjukkan dengan terjadinya proptosis, pengerasan mata,
perubahan warna dan perdarahan subkonjungtiva setelah dilakukan injeksi
anestesi. Pada kondisi ini, pemberian manitol (dosis 1 gram/kgBB pada sediaan

27
20%) dan canthotomy lateral dapat dilakukan. Pemberian anestesi topikal
memiliki manfaat untuk mencegah komplikasi ini.

b. KOMPLIKASI SAAT BEDAH PADA GLAUKOMA

Pada tindakan trabekulektomi, dapat terjadi komplikasi selama operasi


antara lain perdarahan bilik mata depan, lubang konjungtiva, hipotonia,
komplikasi pada flap sklera dan kegagalan mempertahankan posisi bilik mata
depan. Komplikasi yang paling sering timbul adalah perdarahan bilik mata depan.
Komplikasi ini terjadi pada pasien glaukoma yang menderita hipertensi dan
diabetes melitus. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi komplikasi ini adalah
dengan injeksi intravitreal Avastin (Bevacizumab) dan iridektomi. Perdarahan saat
operasi merupakan komplikasi pada pasien yang sedang mengonsumsi
antikoagulan oral, hipertensi dan peningkatan kerapuhan kapiler. Perdarahan ini
terjadi pada subkonjungtiva bersifat sementara dan biasanya berhenti secara
spontan.

c. KOMPLIKASI SETELAH BEDAH PADA GLAUKOMA

Trabekulektomi pada operasi glaukoma dapat menimbulkan komplikasi


jangka pendek dan jangka panjang seperti hipotoni, bleb leaks, peningkatan
progesifitas katarak, efusi koroid dan perdarah serta hendaya penglihatan
permanen dan berkepanjangan karena hipotoni makulopati. Komplikasi ini dapat
meningkat dengan adanya penggunaan antifibrotik (disebut juga antimetabolit)
seperti 5-fluorouracil atau mitomicyn C (MMC) di mana tanpa penggunaan zat ini
tingkat kegagalan jangka pendek setelah trabekulektomi dapat meningkat.

Komplikasi setelah operasi dapat timbul dalam jangka pendek dan jangka
pendek. Pada penelitian Ramona dkk tahun 2018 didapatkan pada hari pertama
setelah operasi didapatkan adanya hifema (21% pasien), retinopati dekompresi
(4%) dan choroidal detachment (5%). Komplikasi yang timbul pada follow up
satu bulan setelah operasi antara lain tekanan intraokular tinggi (14%), choroidal
detachment (5%) dan hifema (4%). Komplikasi lebih dari satu bulan setelah
operasi akan semakin menurun karena menunjukkan keberhasilan dari operasi.

28
Komplikasi yang muncul setelah 1 bulan operasi adalah tingginya tekanan
intraokular dan gangguan penutupan scleral flap.

Komplikasi bedah laser trabekuloplasty jenis Selective Laser


Trabeculopasty (SLT) dilaporkan pada beberapa jurnal. Menurut Food and Drugs
Administration Amerika Serikat, komplikasi segera setelah dilakukan tindakan
SLT adalah inflamasi pada bilik mata depan (89%), nyeri (5%), mata merah (5%)
dan peningkatan tekanan intraokular (6%).Studi lain menunjukkan bahwa pada
jangka panjang dan jangka pendek komplikasi yang dapat timbul adalah
peningkatan tekanan intraokular, iritis, efusi koroidal, hifema, edema makular,
foveal burns, edema kornea, diffuse lamellar keratitis dan gangguan refraksi
(hipermetropia dan miopia). Diketahui penggunaan SLT memiliki kelemahan
karena ukuran titik yang digunakan cukup besar sehingga dapat menyebabkan
inflamasi jaringan sekitar.

Komplikasi bedah non penetrasi dapat timbul berdasarkan dari jenis


operasi. Visculoanastomy dapat memicu ketidakmampuan untuk menemukan
kanal Schlemm, terjadi mikroperforasi, atau perforasi full thickness ke arah bilik
mata depan sehingga perlu dilakukan trabekulektomi. Komplikasi deep
sklerotomy antara lain adalah perforasi, ektasia sklera, inkarserasi iris, detachment
membran Descement dan perdarahan bilik mada depan selama gonioskopi.

Penggunaan laser jenisYAG diketahui memiliki luaran lebih baik dalam


mengontrol tekanan intraokular dibandingkan teknik lain. Meskipun demikian,
data yang menunjukkan komplikasi dari teknik ini masih belum banyak
didapatkan.

Penggunaan alat drainase juga memiliki komplikasi. Alat ini diketahui


tidak dapat digunakan pada glaukoma kronis. Hipotoni setelah operasi dapat
dihindari dengan ligasi pada alat atau menggunakan alat yang memiliki katup.
Gangguan pergerakan bola mata dilaporkan dapat terjadi karenya adanya
keterlibatan m. Obligus superior. Hipertensi okular juga dapat terjadi tiga bulan
setelah tindakan operasi karena adanya fibrosis kapsular antara konjungtiva dan

29
akuos humor. Manajemen yang diberikan meliputi pemberian steroid topikal dan
supressan akuos. Apabila diperlukan, pengambilan alat yang gagal perlu
dilakukan. Pada beberapa penelitian, insidensi komplikasi penggunana alat
drainase dilaporkan lebih banyak dibandingkan kelompok yang dilakukan
trabekulektomi.

Penggunaan teknik laser iridiotomi perifer lebih aman digunakan


dibandingkan trabekulektomi pada kasus glaukoma sudut tertutup. Dibandingkan
dengan trabekulektomi, komplikasi yang dapat muncul adalah terjadinya bilik
mata depan dangkal sementara dan hipotoni. Meskipun demikian, tindakan
trabekulektomi pada jurnal ini memiliki manfaat lebih dalam menurunkan tekanan
intraokular setelah dilakukan operasi.

30
BAB IV. KESIMPULAN

Glaukoma merupakan sekelompok penyakit neurooptik yang


menyebabkan kerusakan serat optik (neuropati optik), yang ditandai dengan
kelainan atau atrofi papil nervus opticus yang khas, adanya ekskavasi
glaukomatosa, serta kerusakan lapang pandang dan biasanya disebabkan oleh
efek peningkatan tekanan intraokular sebagai faktor resikonya.
Sasaran utama penatalaksanaan glaukoma adalah untuk menurunkan tekanan
intraokuler sehingga dapat mencegah terjadinya penurunan lapangan pandang dan
ketajaman penglihatan lebih lanjut yang berujung pada kebutaan dengan cara
mengontrol tekanan intraokuler supaya berada dalam batasan normal.
Penatalaksanaan glaukoma terdiri dari dua macam, yaitu medikamentosa
dan non medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa terdiri dari
pembedahan dan laser. Pembedahan dan laser dilakukan jika obat-obatan tidak
mampu mengontrol tekanan intraokuler.
Terapi bedah pada glaukoma terdiri dari terapi bedah insisi dan laser. Untuk
terapi bedah insisi dapat dilakukan dengan trabekulektomi ataupun dengan
iridektomi perifer. Terapi laser terdiri dari laser iridektomi, laser iridotomi, laser
trabekuloplasti dan juga YAG laser cyclophotocoagulation.
Pembedahan ditujukan untuk memperlancar aliran keluar cairan aquos di
dalam sistem drainase atau sistem filtrasi sehingga prosedur ini disebut teknik
filtrasi. Pembedahan dapat menurunkan tekanan intraokuler jika dengan
medikamentosa tidak berhasil. Pembedahan merupakan terapi definitif namun
walaupun telah dilakukan tindakan pembedahan, penglihatan yang sudah hilang
tidak dapat kembali normal, terapi medikamentosa juga tetap dibutuhkan, namun
jumlah dan dosisnya menjadi lebih sedikit.
Komplikasi yang timbul sebelum bedah berkaitan dengan pemberian
anestesi yang dapat menyebabkan perdarahan. Komplikasi yang timbul saat bedah
antara lain adalah perdarahan bilik mata depan, lubang konjungtiva, hipotonia,
komplikasi pada flap sklera dan kegagalan mempertahankan posisi bilik mata
depan. Komplikasi yang timbul setelah bedah, jangka pendek maupun panjang
antara lain hipotoni, bleb leaks, peningkatan progesifitas katarak, efusi koroid dan
perdarah serta hendaya penglihatan permanen dan berkepanjangan karena
hipotoni makulopati.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, EVA RP, Asbury T. 2018. Oftalmologi Umum. Edisi 16. Jakarta:
Penerbit Widya Medika
2. American Health Assistance Foundation. 2018. How The Build Up of Aqueous
Humor Can Damage The Optic Nerve. Available at:
http://www.ahaf.org/glaucoma/about/understanding/build-up-of-aqueous.html.
[Diakses 10 Maret 2020].
3. Kanski J J. 2017. Atlas Bantu Oftalmologi. Jakarta: Hipokrates.
4. World Health Organization. 2015. Glaucoma. Available at :http://who.int.
[diakses 8 Maret 2020].
5. Ilyas, Sidarta. 2016. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
6. Epstein, DL. Chandler and Grant’s. 2018. Glaucoma 5 ed. Philadelphia: Lea &
Febiger.
7. Ilyas S, Tanzil M, Salamun, Azhar Z. 2016. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
8. Ilyas, Sidarta. 2015. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Sagung Seto.
9. Ilyas, Sidarta. 2015. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
10. James B, Chew C, Bron A. 2016. Lecture Notes Oftalmologi ed 10. Jakarta: EMS.
11. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 5 tahun 2014 tentang Panduang Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Depkes RI.

12. Khaw T, Shah P, Elkington AR. 2017. ABC of Eyes.6th Edition. London: BMJ
Publishing Group.
13. Gleadle, Jonathan. 2015. At A Glance: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
EGC Medical Series

33
14. AAO (American Academy of Ophthalmology). 2018. Glaucoma: American
Academy of Ophthalmology Basic and clinical science course. San Fransisco:
American Academy of Ophthalmology. p. 3-16.
15. Ilyas S. 2016. Glaukoma dalam ilmu penyakit mata. Ed 5. Cetakan ke 2. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
16. James B, Chew C, Bron A. 2015. Anatomi dalam Oftalmologi. Edisi X. Jakarta:
Penerbit Erlangga. p. 1-17
17. American Academy of Ophthalmology. 2017. Basic And Clinical Science Course.
San Fransisco: American Academy of Ophthalmology.
18. Kanski JJ. 2017. The Glaucomas, in Clinical Ophthalmology. Fifth edition.
London: Butterworth Heineann. p. 233-279
19. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. 2016. Ophtalmology a short textbook.
Second edition. New York: Thieme Stuttgart.
20. Khaw PT, Elkington AR. 2018. AC Of Eyes. Edisi ke-5. London: BMJ Book.
21. Laser Trabeculoplasty. [online] Available at
http://www.palopticlub.com/vb/showthread.php?t=2911 [diakses 9 Maret 2020].
22. Laser cyclophotocoagulation. [online] Available at
http://biomed.brown.edu/Courses/2018/108websites/group02glaucoma.html
[diakses 8 Maret 2020].
23. Berisha, F., Schmetterer, K., Vass, C., Dallinger, S., Rainer, G., Findl, O., Kiss,
B., and Schmetterer, L. 2016. Effect of Trabeculectomy on Ocular Blood Flow. Br
J Ophthalmol; 89: p.185–188.
24. American Academy Of Ophthalmology. 2017. Surgical therapy for glaucoma.
San Frasisco: American Academy of Ophthalmology. p. 179-212.
25. Hosoda S, Yuki K, Ono T, Tsubota K. 2018. Ophthalmic viscoelastic device
injection for the treatment of flat anterior chamber after trabeculectomy. San
Fransisco: American Academy of Ophthalmology. p. 254-274.
26. Nesaratnam N, Sarkies N, Martin KR, Shahid H. Pre-operative intraocular
pressure does not influence outcome of trabeculectomy surgery: a retrospective
cohort study. BMC Ophthalmol. 2015; 15:17. Published 2015 Mar
5.doi:10.1186/s12886-015-0007-1

34
27. Rulli E, Biagioli E, Riva I, et al. Efficacy and Safety of Trabeculectomy vs
Nonpenetrating Surgical Procedures: A Systematic Review and Meta-analysis.
JAMA Ophthalmol. 2013;131(12):1573–1582.
28. Ramona B, Monica P, Paul-Eduard S, Speranta S, Calin-Petru T. Intraoperative
and postoperative complications in trabeculectomy, Clinical study. Rom J
Ophthalmol. 2015;59(4):243–247.
29. Krishnadas R. Current management options in primary angle closure disease.
Indian J Ophthalmol. 2019;67(3):321–323. doi:10.4103/ijo.IJO_1932_18
30. Chen YY, Fan SJ, Liang YB, et al. Laser Peripheral Iridotomy versus
Trabeculectomy as an Initial Treatment for Primary Angle-Closure Glaucoma. J
Ophthalmol. 2017; 2017:2761301. doi:10.1155/2017/2761301

35

Anda mungkin juga menyukai