diagnosis epilepsi oleh karena sebelum pengobatan dimulai diagnosis epilepsi harus
ditegakkan dulu.
- Diagnosis dan pengobatan epilepsi tidak dapat dipisahkan sebab pengobatan yang
sesuai dan tepat hanya dapat dilakukan dengan diagnosis epilepsi yang tepat pula
- Diagnosis epilepsi berdasarkan atas gejala dan tanda klinis yang karakteristik. Jadi
membuat diagnosis tidak hanya berdasarkan dengan beberapa hasil pemeriksaan
penunjang diagnostik saja, justru informasi yang diperoleh sesudah melakukan
wawancara yang lengkap dengan pasien maupun saksi mata yang mengetahui
serangan kejang tersebut terjadi dan kemudian baru dilakukan pemeriksaan fisik &
neurologi .
- Begitu diperkirakan diagnosis epilepsi telah dibuat barulah dilanjutkan pemeriksaan
tambahan untuk memastikan diagnosis dan mencari penyebabnya, lesi otak yang
mendasari , jenis serangan kejang dan sindrom epilepsi.
DIAGNOSIS AWAL.
Langkah awal adalah menentukan untuk membedakan apakah ini serangan kejang atau
bukan , dalam hal ini memastikannya biasanya dengan melakukan wawancara baik
dengan pasien, orangtua atau orang yang merawat dan saksi mata yang mengetahui
alamat Korespondensi. Beberapa pertanyaan yang perlu diajukan adalah untuk
menggambarkan kejadian sebelum , selama dan sesudah serangan kejang itu berlangsung.
Dengan mengetahui riwayat kejadian serangan kejang tersebut biasanya dapat
memberikan informasi yang lengkap dan baik mengingat pada kebanyakan kasus, dokter
tidak melihat sendiri serangan kejang yang dialami pasien
Riwayat sosial.
Ada beberapa aspek sosial yang langsung dapat mempengaruhi pasien epilepsi dan ini
penting sebagai bagian dari riwayat penyakit dahulu dan sekaligus untuk bahan evaluasi.
1. Apa latar belakang pendidikan pasien? Tingkat pendidikan pasien epilepsi
mungkin dapat menggambarkan bagaimana sebaiknya pasien tersebut dikelola
dengan baik. Dan juga dapat membantu mengetahui tingkat dukungan masyarakat
terhadap pasien dan bagaimana potensi pendidikan kepada pasien tentang cara
menghadapi penyakit yang dialaminya itu.
2. Apakah pasien bekerja? Dan apa jenis pekerjaannya? Pasien epilepsi yang
seragan kejangnya terkendali dengan baik dapat hidup secara normal dan
produktif. Kebanyakan pasien dapat bekerja paruh waktu atau penuh waktu.
Tetapi bila serangan kejangnya tidak terkendali dengan baik untuk memperoleh
dan menjalankan pekerjaan adalah merupakan suatu tantangan tersendiri. Pasien
sebaiknya dianjurkan memilih bekerja dikantoran, sebagai kasir atau tugas - tugas
yang tidak begitu berisiko, tetapi bagi pasien yang bekerja di bagian konstruksi,
mekanik dan pekerjaan yang mengandung risiko tinggi diperlukan penyuluhan
yang jelas untuk memodifikasikan pekerjaan itu agar supaya tidak membahayakan
dirinya.
3. Apakah pasien mengemudikan kendaraan bermotor? Pasien dengan epilepsi
yang serangan kejangnya tidak terkontrol serta ada gangguan kesadaran
sebaiknya tidak mengemudikan kendaraan bermotor. Hal ini bisa membahayakan
dirinya maupun masyarakat lainnya. Dibeberapa negara mempunyai peraturan
sendiri tentang pasien epilepsi yang mengemudikan kendaraan bermotor.
4. Apakah pasien menggunakan kontrasepsi oral? Apakah pasien merencanakan
kehamilan pada waktu yang akan datang? Pasien epilepsi wanita sebaiknya diberi
penyuluhan terlebih dahulu tentang efek teratogenik obat-obat anti epilepsi,
demikian juga beberapa obat anti epilepsi dapat menurun efeknya bila pasien juga
menggunakan kontrasepsi oral seperti fenitoin, karbamasepin dan fenobarbital.
Dan bagi pasien yang sedang hamil diperlukan obat tambahan seperti asam folat
untuk mengurangi risiko terjadinya “ neural tube defects“ pada bayinya.
5. Apakah pasien peminum alkohol? Alkohol merupakan faktor risiko terjadinya
serangan kejang umum, sebaiknya tidak dianjurkan minum-minuman alkohol.
Selain berinteraksi dengan obat-obat anti epilepsi tetapi dapat juga menimbulkan
ekstraserbasi serangan kejang khususnya sesudah minum alkohol .
Riwayat keluarga.
Mengetahui riwayat keluarga adalah penting untuk menentukan apakah ada sindrom
epilepsi yang spesifik atau kelainan neurologi yang ada kaitannya dengan faktor genetik
dimana manifestasinya adalah serangan kejang. Sebagai contoh “Juvenile myoclonic
epilepsy (JME)“,“ familial neonatal convulsion“,“ benign rolandic epilepsy“ dan sindrom
serangan kejang umum tonik klonik disertai kejang demam plus.
Riwayat allergi.
Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan seperti antiepilepsi, perlu dibedakan
apakah ini suatu efek samping dari gastrointestinal atau efek reaksi hipersensitif. Bila
terdapat semacam ”rash“ perlu dibedakan apakah ini terbatas karena efek fotosensitif
yang disebabkan eksposur dari sinar matahari atau karena efek hipersensitif yang sifatnya
lebih luas
Riwayat pengobatan.
Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan antiepilepsi, perlu ditanyakan
bagaimana kemanjuran obat tersebut, berapa kali diminum sehari dan berapa lama sudah
diminum selama ini, berapa dosisnya, ada atau tidak efek sampingnya.
Pemeriksaan fisik harus menapis sebab sebab terjadinya serangan kejang dengan
menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada pasien yang berusia
lebih tua sebaiknya dilakukan auskultasi didaerah leher untuk mendeteksi adanya
penyakit vaskular. pemeriksaan kardiovaskular sebaiknya dilakukan pada pertama kali
serangan kejang itu muncul oleh karena banyak kejadian yang mirip dengan serangan
kejang tetapi penyebabnya kardiovaskular seperti sinkop kardiovaskular. Pemeriksaan
kulit juga untuk mendeteksi apakah ada sindrom neurokutaneus seperti “ café au lait
spots “ dan “ iris hamartoma” pada neurofibromatosis, “ Ash leaf spots” , “shahgreen
patches” , “ subungual fibromas” , “ adenoma sebaceum” pada tuberosclerosis, “ port -
wine stain “ ( capilarry hemangioma) pada sturge-weber syndrome. Juga perlu dilihat
apakah ada bekas gigitan dilidah yang bisa terjadi pada waktu serangan kejang
berlangsung atau apakah ada bekas luka lecet yang disebabkan pasien jatuh akibat
serangan kejang, kemudian apakah ada hiperplasi ginggiva yang dapat terlihat oleh
karena pemberian obat fenitoin dan apakah ada “dupytrens contractures” yang dapat
terlihat oleh karena pemberian fenobarbital jangka lama.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM.
PEMERIKSAAN ELEKTROENSEFALOGRAFI.
Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan
elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman
pada wktu sadar dalam keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan stimulasi fotik dan
hiperventilasi. Pemeriksaam EEG ini adalah pemeriksaan laboratorium yang penting
untuk membantu diagnosis epilepsi dengan beberapa alasan sebagai berikut
1. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk mengevaluasi pasien
dengan serangan kejang yang jelas atau yang meragukan. Hasil pemeriksaan EEG
akan membantu dalam membuat diagnosis, mebgklarifikasikan jenis serangan
kejang yang benar dan mengenali sindrom epilepsi.
2. Dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik dan neurologi, pola epileptiform
pada EEG (spikes and sharp waves) sangat mendukung diagnosis epilepsi.
Adanya gambaran EEG yang spesifik seperti “3-Hz spike-wave
complexes“ adalah karakteristik kearah sindrom epilepsi yang spesifik.
3. Lokalisasi dan lateralisasi fokus epileptogenik pada rekaman EEG dapat
menjelaskan manifestasi klinis daripada“aura“ maupun jenis serangan kejang.
Pada pasien yang akan dilakukan operasi, pemeriksaan EEG ini selalu dilakukan
dengan cermat.
Sebaliknya harus diketahui pula bahwa terdapat beberapa alasan keterbatasan dalam
menilai hasil pemeriksaan EEG ini yaitu :
1. Pada pemeriksaan EEG tunggal pada pertama kali pasien dengan kemungkinan
epilepsi didapat sekitar 29-50 % adanya gelombang epileptiform, apabila
dilakukan pemeriksaan ulang maka persentasinya meningkat menjadi 59-92 %.
Sejumlah kecil pasien epilepsi tetap memperlihatkan hasil EEG yang normal,
sehingga dalam hal ini hasil wawancara dan pemeriksaan klinis adalah penting
sekali.
2. Gambaran EEG yang abnormal interiktal bisa saja tidak menunjukkan adanya
epilepsi sebab hal demikian dapat terjadi pada sebagian kecil orang-orang normal
oleh karena itu hasil pemeriksaan EEG saja tidak dapat digunakan untuk
menetapkan atau meniadakan diagnosis epilepsi.
3. Suatu fokus epileptogenik yang terlokalisasi pada pemeriksaan EEG mungkin saja
dapat berubah menjadi multifokus atau menyebar secara difus pada pasien
epilepsi anak.
4. Pada EEG ada dua jenis kelainan utama yaitu aktivitas yang lambat dan
epileptiform, bila pada pemeriksaan EEG dijumpai baik gambaran epileptiform
difus maupun yang fokus kadang-kadang dapat membingungkan untuk
menentukan klasisfikasi serangan kejang kedalam serangan kejang parsial atau
serangan kejang umum.
PEMERIKSAAN VIDEO-EEG
Pemeriksaan ini dilakukan bila ada keraguan untuk memastikan diagnosis epilepsi
atau serangan kejang yang bukan oleh karena epilepsi atau bila pada pemeriksaan rutin
EEG hasilnya negatif tetapi serangan kejang masih saja terjadi, atau juga perlu dikerjakan
bila pasien epilepsi dipertimbangkan akan dilakukan terapi pembedahan. Biasanya
pemeriksaan video-EEG ini berhasil membedakan apakah serangan kejang oleh karena
epilepsi atau bukan dan biasanya selama perekaman dilakukan secara terus-menerus
dalam waktu 72 jam, sekitar 50-70% dari hasil rekaman dapat menunjukkan gambaran
serangan kejang epilepsi
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) kepala adalah untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural diotak
Indikasi CT Scan kepala adalah:
- Semua kasus serangan kejang yang pertama kali dengan dugaan ada kelainan
struktural di otak.
- Perubahan serangan kejang.
- Ada defisit neurologis fokal.
- Serangan kejang parsial.
- Serangan kejang yang pertama diatas usia 25 tahun.
- Untuk persiapan operasi epilepsi.
CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi namun demikian
pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi
dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh karena
dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan
hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi
pembedahan. Pemeriksaan MRI kepala ini biasanya meliputi:T1 dan T2
weighted“ dengan minimal dua irisan yaitu irisan axial, irisan coronal dan irisan saggital.
PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGI
Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan
pertimbangan akan dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya
memperhatikan apakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian juga dengan
pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dugaan serangan kejang yang bukan epilepsi
ETIOLOGI
1. Idiopatik epilepsi : biasanya berupa epilepsi dengan serangan kejang umum,
penyebabnya tidak diketahui. Pasien dengan idiopatik epilepsi mempunyai
inteligensi normal dan hasil pemeriksaan juga normal dan umumnya predisposisi
genetik.
2. Kriptogenik epilepsi : Dianggap simptomatik tapi penyebabnya belum diketahui.
Kebanyakan lokasi yang berhubungan dengan epilepsi tanpa disertai lesi yang
mendasari atau lesi di otak tidak diketahui. Termasuk disini adalah sindroma West,
Sindroma Lennox Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis berupa
ensefalopati difus.
3. Simptomatik epilepsi : Pada simptomatik terdapat lesi struktural di otak yang
mendasari, contohnya oleh karena sekunder dari trauma kepala, infeksi susunan
saraf pusat, kelainan kongenital, proses desak ruang di otak, gangguan pembuluh
darah diotak, toksik (alkohol, obat), gangguan metabolik dan kelainan
neurodegeneratif.
KLASIFIKASI ILAE 1981
Untuk tipe serangan kejang/bangkitan epilepsi
Serangan parsial
• Serangan parsial sederhana (kesadaran baik).
- Motorik
- Sensorik
- Otonom
- Psikis
• Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)
- Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran.
- Gangguan kesadaran saat awal serangan.
• Serangan umum sekunder
- Parsial sederhana menjadi tonik klonik.
- Parsial kompleks menjadi tonik klonik
- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik klonik.
• Serangan umum.
- Absans (lena)
- Mioklonik
- Klonik
- Tonik
- Atonik.
• Tak tergolongkan.
Umum
• Idiopatik (primer)
- Kejang neonatus familial benigna
- Kejang neonatus benigna
- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
- Epilepsi absans pada anak
- Epilepsi absans pada remaja
- Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga.
- Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak.
• Kriptogenik atau simptomatik.
- Sindroma West (Spasmus infantil dan hipsaritmia).
- Sindroma Lennox Gastaut.
- Epilepsi mioklonik astatik
- Epilepsi absans mioklonik
• Simptomatik
- Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik neonatal
- Sindrom Ohtahara
- Etiologi / sindrom spesifik.
- Malformasi serebral.
- Gangguan Metabolisme.
Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum.
• Serangan umum dan fokal
- Serangan neonatal
- Epilepsi mioklonik berat pada bayi
- Sindroma Taissinare
- Sindroma Landau Kleffner
• Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
• Epilepsi berkaitan dengan situasi
- Kejang demam
- Berkaitan dengan alkohol
- Berkaitan dengan obat-obatan
- Eklampsi.
- Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi)
KESIMPULAN