Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN NIFAS DAN MENYUSUI

“Perubahan Fisiologi dan Psikologi Masa Nifas dan Menyusui”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3:

1.DEVI NURCAHYANI (105019004)

2. VENI ARSANTI YUATI (105019023)

3. JEIN CHRISTANTI SIRRI (105019008)

4. KOMANG AYU MAHARTA GA VELI


(105019011)

YAYASAN PENDIDIKAN CENDRAWASIH

AKADEMI KEBIDANAN PALU

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya
mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.Shalawat dan
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi
Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
“Perubahan Fisiologi dan Psikologi Masa Nifas dan Menyusui”
Materi ini kami sajikan berdasarkan pengamat dari berbagai sumber.
Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar.Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas
kepada pembaca.Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penyusun masih tetap membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun.Terimakasih.

Palu,2 September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................................2
BAB II TINJAUAN MATERI DAN PEMBAHASAN
2.1 Perubahan fisiologi pada masa nifas dan menyusui......................3
2.2 Perubahan psikologis pada masa nifas dan menyusui..................17

BAB II PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................25
3.2 Saran.................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................26
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asuhan kebidanan pada masa nifas dan menyusui merupakan
bagian dari kompetensi utama seorang bidan. Masa nifas dan menyusui
merupakan komponen dalam daur hidup siklus reproduksi seorang
perempuan. Bidan mempunyai peran penting dalam memfasilitasi dan
memberikan asuhan yang aman dan efektif termasuk memfasilitasi agar
proses fisiologis perubahan-perubahan fisik ini mampu diadaptasikan
dengan baik, memberikan pendidikan kesehatan dan konseling serta
melakukan penatalaksanaan asuhan kebidanan.
Masa nifas atau postpartum adalah periode dalam minggu-minggu
pertama setelah kelahiran. Lamanya periode ini tidak pasti, sebagian besar
menganggapnya antara 4 sampai 6 minggu walaupun merupakan masa
yang relatif tidak kompleks dibandingkan dengan kehamilan, nifas
ditandai oleh banyak perubahan fisiologis. Pada masa ini perubahan yang
terjadi tidak hanya secara fisiologis maupun sosiokultural, tetapi juga
psikologi. Perubahan kompleks pada ibu postpartum atau setelah proses
persalinan memerlukan penyesuaian terhadap diri dengan pola hidup dan
kondisi setelah proses tersebut (Prawihardjo, 2013).
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,
plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ
kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu
(Saleha, 2015)
Pada masa nifas ini ibu akan mendapati beberapa perubahan pada
tubuh maupun emosi. Bagi yang belum mengetahui hal ini tentu akan
merasa khawatir akan perubahan yang terjadi, oleh sebab itu penting bagi
ibu memahami apa saja perubahan yang terjadi agar dapat menangani dan
mengenali tanda bahaya secara dini.
Pada masa nifas ini, terjadi perubahan-perubahan anatomi dan
fisiologis pada ibu. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas,
walaupun dianggap normal, di mana proses-proses pada kehamilan
berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk tingkat energi, tingkat
kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta dorongan
semangat yang diberikan oleh tenaga kesehatan, baik dokter, bidan
maupun perawat ikut membentuk respon ibu terhadap bayinya selama
masa nifas ini.
Untuk memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap ibu,
bayi dan keluarganya, seorang bidan atau perawat harus memahami dan
memiliki pengetahauan tentang perubahan-perubahan anatomi dan
fisiologis dalam masa nifas ini dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja perubahan fisiologi pada masa nifas dan menyusui pada
sistem reproduksi, sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem
muskuloskletal, sistem endokrin dan tanda – tanda vital?
2. Apa saja perubahan psikologis pada masa nifas dan menyusui ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui perubahan fisiologi pada masa nifas dan menyusui.
2. Untuk mengetahui perubahan psikologis pada masa nifas dan
menyusui.
BAB II

TINJAUAN MATERI DAN PEMBAHASAN

2.1 Perubahan Fisiologi Pada Masa Nifas dan Menyusui.

Masa nifas atau postpartum adalah periode dalam minggu-minggu


pertama setelah kelahiran. Lamanya periode ini tidak pasti, sebagian besar
menganggapnya antara 4 sampai 6 minggu walaupun merupakan masa
yang relatif tidak kompleks dibandingkan dengan kehamilan, nifas
ditandai oleh banyak perubahan fisiologis.
Masa nifas merupakan suatu keadaan fisiologis dimana
berlangsungnya pemulihan kembali yang dimulai dari persalinan selesai
sampai kembali seperti sebelum hamil. Sebagian besar organ-organ tubuh
ibu mengalami involusi dan penyesuaian dari masa kehamilan, bersalin
dan kesiapan untuk menyusui.Berikut ini beberapa sistem yang mengalami
perubahan fisiologis pada masa nifas dan menyusui.

A. Sistem Reproduksi
1) Uterus Involusi adalah sebuah proses kembalinya uterus pada
keadaan sebelum hamil. Perubahan itu dapat kita diketahui dengan
melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana TFU-nya
(Tinggi Fundus Uteri).
2) Lokhea Lokhea merupakan ekskresi cairan Rahim yang ada
selama masa nifas. Lokhea berbau amis dan anyir dengan volume
yang berbeda-beda pada setiap seorang wanita. Lokhea yang
berbau tidak sedap bisa menandakan adanya infeksi. Lokhea
mempunyai beberapa perubahan warna dan volume karena adanya
proses involusi. Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis yaitu
berdasarkan warna dan waktu keluarnya.
a. Lokhea rubra Lokhea yaitu keluar pada hari pertama sampai
hari ke-4 masa postpartum. Cairan yang keluar ini berwarna
merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta,
dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan
mekonium.
b. Lokhea sanguinolenta yaitu Lokhea ini berwarna merah
kecokelatan dan berlendir, serta berlangsung dari hari ke-4
sampai hari ke-7 post partus.
c. Lokhea serosa yaitu Lokhea ini berwarna kuning dan
kecokelatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan
atau laserasi plasenta. Lokhea keluar pada hari ke-7 sampai
hari ke-14.
d. Lokhea alba yaitu Lokhea ini mengandung leukosit, sel
desidua, sel epitel, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan
yang mati. Lokhea alba ini dapat berlangsung selama 2-6
minggu pada masa post partum. Lokhea yang menetap pada
awal periode post partum menunjukkan adanya tanda-tanda
perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan oleh
tertinggalnya sisa maupun selaput plasenta. Lokhea alba atau
serosa yang berlanjut dapat menandakan adanya endometritis,
terutama bila disertai dengan nyeri pada abdomen atau
demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau
busuk yang sering disebut dengan “lokhea purulenta”. Apabila
pengeluaran lokhea yang tidak lancar disebut “lokhea statis”.
3) Perubahan Vagina 15 Vulva dan vagina mengalami penekanan,
dan peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi.
Dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua
organ ini tetap dalam keadaan yang kendur. Setelah 3 minggu,
vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae
dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali,
sementara labia menjadi lebih menonjol.
4) Perubahan Perineum Segera setelah melahirkan, perineum
menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi
yang bergerak maju. Pada post natal hari ke-5, perinium sudah
mendapatkan kembali sebagian tonusnya, walaupun tetap lebih
kendur dari pada keadaan sebelum hamil

B. Sistem Pencernaan
Perubahan Sistem Pencernaan seorang ibu biasanya akan mengalami
konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena pada saat
melahirkan alat pencernaan mendapatkan tekanan yang akan
menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang
berlebihan pada waktu persalinan, kurangnya asupan makan, hemoroid
dan kurangnya aktivitas tubuh.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem
pencernaan, antara lain:
1. Nafsu Makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga
diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu
makan diperlukan waktu 3–4 hari sebelum faal usus kembali
normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan,
asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua
hari.Wanita mungkin kelaparan dan mulai makan satu atau dua jam
setelah melahirkan. Kecuali ada komplikasi kelahiran, tidak ada
alasan untuk menunda pemberian makan pada wanita pasca partum
yang sehat lebih lama dari waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan pengkajian awal.
2. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan
analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus
dan motilitas ke keadaan normal.
3. Pengosongan Usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini
disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan
awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, kurang makan,
dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan
pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal
4. Konstipasi
Konstipasi mungkin menjadi masalah pada puerperium awal
karena kurangnya makanan padat selama persalinan dan karena
wanita menahan defekasi. Wanita mungkin menahan defekasi
karena perineumnya mengalami perlukaan atau karena ia kurang
pengetahuan dan takut akan merobek atau merusak jahitan jika ia
melakukan defekasi. Jika penderita hari ketiga belum juga buang
air besar, maka diberi obat pencahar, baik peroral atau pun
supositoria.

C. Sistem Perkemihan
Perubahan Sistem Perkemihan setelah selesainya proses persalinan
berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24
jam pertama. Penyebab dari keadaan tersebut yaitu karena terdapat
spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih setelah mengalami
kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama
persalinan berlangsung. Kadar hormon estrogen yang besifat menahan
air 16 akan mengalami penurunan yang sedikit mencolok. Keadaan ini
disebut dengan“diuresis”

D. Sistem Muskuloskletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah persalinan.
Pembuluh-pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot
uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah
placenta dilahirkan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia
yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur
menjadi pulih kembali ke ukuran normal. Pada sebagian kecil kasus
uterus menjadi retrofleksi karena ligamentum retundum menjadi
kendor. Tidak jarang pula banyak wanita yang mengeluh dengan
kandungannya turun. Setelah melahirkan karena ligamen, fasia, dan
jaringan penunjang alat genitalia yang menjadi kendor. Stabilitasi
secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah selesainya
persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat kulit dan distensi yang
berlangsung lama akibat besarnya uterus pada waktu hamil, dinding
abdomen masih agak lunak dan kendor untuk sementara waktu. Untuk
memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genitalia, serta
otot-otot dinding perut dan dasar panggul, dianjurkan untuk melakukan
latihan dan senam nifas, yang bisa dilakukan sejak 2 hari post partum.
1) Dinding perut dan Peritoneum
a. Setelah persalinan, dinding perut longgar karena direnggang
begitu lama, tetapi biasanya pulih kembali dalam waktu 6
minggu
b. Hari pertama abdomen mononjol masih seperti pada saat
mengandung 2 minggu menjadi rilex, setelah 6 minggu
kembali seperti sebelum hamil.
c. Kadang-kadang pada wanita yang terjadi diastasis pada otot-
otot rectus abdominis sehingga sebagian dari dinding perut di
garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fascia tipis dan
kulit. Tempat yang lemah ini menonjol kalau berdiri maupun
mengejan.
d. Bila kekuatan otot dinding perut tidak dicapai kembali, maka
tidak ada kekuatan otot yang menyokong kehamilan
berikutnya, sulitnya penurunan bagian terendah janin saat
mengandung dan partus.
e. Pengembalian tonus otot dengan cara latihan fisik dan
ambulasi dini, secara alami dengan menurunnya progesteron.

2) Diastasis Recti Abdominis      


Pada sebagian wanita yang kehamilan dapat menyebabkan
pemisahan perut (diastasis recti), suatu kondisi dimana kedua sisi
kanan dan kiri dari M. rektus abdominis “The Six-Pack” otot-
otot menyebar terpisah di garis tengah tubuh, linea alba.
Pemisahan terjadi karena tanggapan terhadap kekuatan rahim
menekan dinding perut ketika hamil dan hormon melunakkan
jaringan ikat. Diastasis recti mengurangi integritas dan kekuatan
fungsional dinding perut serta dapat memperburuk nyeri
punggung bagian bawah dan ketidakstabilan pelvis.
3) Kulit Abdomen      
Kulit abdomen yang melebar selama masa kehamilan terlihat
melonggar dan mengendur sampai berminggu-minggu dan
bahkan berbulan-bulan yang di namakan strie. Melalui latihan
postnatal, otot-otot dari dinding abdomen seharusnya dapat
normal kembali dalam beberapa minggu.
4) Striae      
Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna
melainkan membentuk garis lurus yang samar. Ibu postpartum
memiliki tingkat diastasis sehingga terjadi pemisahan muskulus
rektus abdominishal tersebut dapat dilihat dari pengkajian
keadaan umum, aktivitas, paritas, jarak kehamilan yang dapat
menentukan berapa lama tonus otot kembali normal
5) Perubahan Ligamen      
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang
meregang sewaktu waktu kehamilan dan partus, setelah janin
lahir, berangsur-angsur menciut kembali seperti sedia kala. Tidak
jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang
mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi. Tidak jarang
pula wanita mengeluh dengan “kandungannya turun” setelah
melahirkan oleh karena ligamen, fasia, jaringan penunjang alat
genetalia menjadi agak kendor.
6) Simfisis Pubis      
Meskipun relatif jarang, tetapi simfisis pubis yang terpisah ini
merupakan penyebab utamaterjadinya morbiditas maternal dan
kadang-kadang penyebab ketidakmampuan jangka panjang. Hal
ini biasanya di tandai dengan rasa nyeri tekan signifikan pada
pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur
atau saat berjalan. Pemisahan simfisis dapat di palpasi. Sering
kali klien tidak mampu berjalan tanpa bantuan. Sementara pada
kebanyakan wanita gejala menghilang setelah beberapa minggu
atau bulan, pada beberapa wanita lain gejala dapat menetap
sehingga diperlukan kursi roda.

E. Sistem Endokrin
Setelah selesai melahirkan, sistem endokrin akan kembali kepada
kondisi seperti sebelum hamil. Hormon kehamilan mulai menurun
segera setelah plasenta lahir. Penurunan hormone estrogen dan
progesteron menyebabkan peningkatan prolaktin dan menstimulasi air
susu. Perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu setelah melahirkan
melibatkan perubahan yang progresif atau pembentukan jaringan-
jaringan baru. Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat
perubahan pada sistem endokrin, terutama terjadi pada hormon-
hormon yang berperan dalam proses tersebut. Berikut ini perubahan
hormon dalam sistem endokrin pada masa postpartum.
1. Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar hipofisis posterior. Pada tahap
kala III persalinan, hormon oksitosin berperan untuk pelepasan
plasenta dan juga mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah
terjadinya perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI
dan meningkatkan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu
uterus kembali ke bentuk yang normal.
2. Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen dapat menimbulkan terangsangnya
kelenjar hipofisis posterior untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon
ini berperan dalam pembesaran payudara yang berperan dalam
merangsang produksi ASI. Pada ibu yang menyusui bayinya, kadar
prolactin tetap tinggi sehingga dapat memberikan umpan balik
negatif, yaitu pematangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada
wanita yang tidak menyusui tingkat sirkulasi prolaktin menurun
dalam 14 sampai 21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang
kelenjar gonad pada otak yang mengontrol ovarium untuk
memproduksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan
folikel, maka terjadilah ovulasi dan menstruasi.
3. Estrogen dan progesterone
Selama hamil volume darah normal meningkat, diperkirakan bahwa
tingkat kenaikan hormon estrogen yang tinggi dapat memperbesar
hormon antidiuretik yang meningkatkan volume darah. Disamping
itu, progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah yang sangat
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar
panggul, perineum dan vulva, serta vagina.
4. Hormon plasenta
Human chorionic gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat
setelah persalinan dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga
hari ke 7 postpartum. Enzyme insulinasi berlawanan efek
diabetogenik pada saat Penurunan hormon human placenta lactogen
(HPL), estrogen dan kortisol, serta placenta kehamilan, sehingga
pada masa postpartum kadar gula darah menurun secara yang
bermakna. Kadar estrogen dan progesteron juga menurun secara
perlahan setelah plasenta lahir, kadar terendahnya dicapai kira-kira
satu minggu postpartum. Penurunan kadar estrogen berkaitan
dengan dieresis ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama
masa hamil. Pada wanita yang tidak menyusui, kadar estrogen mulai
meningkat pada minggu ke 2 setelah melahirkan dan lebih tinggi
dari ibu yang menyusui pada postpartum hari ke 17.
5. Hormon hipofisis dan fungsi ovarium
Waktu mulainya ovulasi dan menstruasi pada ibu menyusui dan
tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada
wanita menyusui berperan dalam menekan ovulasi karena kadar
hormon FSH terbukti sama pada ibu menyusui dan tidak menyusui,
di simpulkan bahwa ovarium tidak berespon terhadap terjadinya
stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat. Kadar prolaktin
meningkat secara pogresif sepanjang masa hamil. Pada ibu
menyusui kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu ke 6
setelah melahirkan. Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh
intensitas menyusui, durasi menyusui dan seberapa banyak
makanan tambahan yang diberikan pada bayi, karena menunjukkan
efektifitas menyusui. Untuk ibu yang menyusui dan tidak menyusui
akan mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Sering
kali menstruasi pertama itu bersifat anovulasi yang dikarenakan
rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Di antara wanita laktasi
sekitar 15% memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45%
setelah 12 minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita
laktasi, 80% mengalami menstruasi pertama anovulasi dan untuk
wanita yang tidak laktasi, 50% siklus pertama anovulasi.

F. Perubahan Tanda-Tanda Vital


Tanda vital ibu, memberikan tanda-tanda terhadap keadaan umum
seorang ibu. Tindakan melakukan observasi terhadap tanda vital ibu
yang meliputi nadi, suhu, pernapasan dan tekanan darah merupakan
tindakan non invasif dan merupakan indikator kesehatan ibu secara
keseluruhan. Selain itu dengan melakukan observasi tanda vital ibu
mampu menciptakan hubungan positif antara bidan dan ibu postpartum
dan pada saat yang bersamaan juga diperoleh informasi klinis yang
penting. Saat melakukan observasi frekuensi nadi, terutama jika
dilakukan pada satu menit penuh, bidan dapat mengamati sejumlah
tanda kesejahteraannya, seperti frekuensi pernapasan, suhu tubuh, serta
keadaan umum ibu yang lain, dan juga mendengarkan apa yang
dikatakan ibu. Frekuensi nadi ibu secar fisiologis pada kisaran 60-80
kali permenit. Perubahan nadi yang menunjukkan frekuensi bradikardi
(<60 kali permenit) atau takhikardi (>100 kali permenit) menunjukkan
adanya tanda shock atau perdarahan pada ibu. Frekuensi dan intensitas
nadi adalah tanda vital yang sensitif terhadap adanya perubahan
keadaan umum ibu. Perubahan suhu secara fisiologis terjadi pada masa
segera setelah persalinan, yaitu :
a. Suhu    
Suhu tubuh wanita inpartus tidak lebih dari 37,20C. Sesudah partus
dapat naik kurang lebih 0,50C dari keadaan yang normal, namun
tidak akan melebihi 80C. 24 jam post partus suhu badan akan naik
sedikit (37,50C-380C) sebagai akibat kerja keras waktu
melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan, apabila keadaan
normal suhu badan akan biasa lagi. Pada hari ketiga suhu badan
akan naik lagi karena ada pembentukan ASI, buah dada akan
menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila
suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium,
mastitis, traktus urogenitalis atau sistem lain. Kita anggap nifas
terganggu kalau ada demam lebih dari 380C pada dua hari berturut-
turut pada 10 hari yang pertama post partus, kecuali hari pertama
dan suhu harus diambil sekurang-kurangnya 4x sehari.

b. Nadi      
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit.
Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi ibu itu akan lebih cepat.
Setiap denyut nadi yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini
mungkin disebabkan oleh infeksi atau perdarahan postpartum yang
tertunda. Sebagai wanita mungkin saja memiliki apa yang disebut
bradikardi nifas (puerperal bradycardia). Hal ini terjadi segera
setelah kelahiran dan bisa berlanjut sampai beberapa jam setelah
kelahiran anak. Wanita semacam ini bisa memiliki angka denyut
jantung serendah 40-50 detak per menit. Sudah banyak alasan-
alasan yang diberikan sebagai kemungkinan penyebab, tetapi
belum satupun yang sudah terbukti. bradycardia semacam itu
bukanlah satu alamat atau indikasi adanya penyakit, akan tetapi
sebagai satu tanda keadaan kesehatan.
c. Pernapasan     
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan
denyut nadi. Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal pernafasan
juga akan mengikutinya keadaan tersebut kecuali ada gangguan
khusus pada saluran pernafasan. Pernafasan akan sedikit meningkat
setelah partus kemudian kembali seperti keadaan semula. Bila ada
respirasi cepat postpartum(>30x/menit)mungkin karena adanya
syok.
d. Tekanan Darah      
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah
setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan setelah melahirkan .
Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan
terjadinya pre-eklamsi postpartum.

2.2 Perubahan Psikologis Pada Masa Nifas dan Menyusui

Secara psikologis, setelah melahirkan seorang ibu akan merasakan


gelaja-gejala perubahan psikologis, demikian juga pada masa menyusui.
Meskipun demikian, ada pula ibu yang tidak mengalami hal ini. Karena
kepekaan dan ambang psikologis setiap orang berbeda-beda. Sehingga
proses perubahan psikologis pada ibu postpartum ini sebenarnya peristiwa
yang normal (fisiologis).

Kondisi psikologis ibu postpartum mengalami perubahan yang


bersifat kondisi kejiwaan maupun adanya perubahan atau transisi peran.
Dari yang semula belum memiliki anak, adanya kehadiran bayi, maka
terjadi masa transisi peran menjadi orang tua, antara lain; peran menyusui
dan peran pengasuhan serta perawatan bayi. Menjadi orangtua merupakan
suatu krisis tersendiri dan ibu harus mampu melewati masa transisi. Upaya
dan kemampuan melalui masa transisi inilah yang disebut adaptasi. Bidan
sebagai pemberi asuhan kebidanan mempunyai peran untuk memfasilitasi
ibu postpartum menghadapi perubahan-perubahan psikologis yang terjadi
pada masa postpartum.

A. Konsep dasar perubahan psikologis pada masa nifas dan menyusui


1. Perubahan peran
Terjadinya perubahan peran, yaitu menjadi orang tua
setelah kelahiran anak. Sebenarnya suami dan istri sudah
mengalami perubahan peran mereka sejak masa kehamilan.
Perubahan peran ini semakin meningkat setelah kelahiran anak.
Contoh, bentuk perawatan dan asuhan sudah mulai diberikan oleh
si ibu kepada bayinya saat masih berada dalam kandungan adalah
dengan cara memelihara kesehatannya selama masih hamil,
memperhatikan makanan dengan gizi yang baik, cukup istirahat,
berolah raga, dan sebagainya. Selanjutnya, dalam periode
postpartum atau masa nifas muncul tugas dan tanggung jawab
baru, disertai dengan perubahan-perubahan perilaku. Perubahan
tingkah laku ini akan terus berkembang dan selalu mengalami
perubahan sejalan dengan perkembangan waktu cenderung
mengikuti suatu arah yang bisa diramalkan.
Pada awalnya, orang tua belajar mengenal bayinya dan
sebaliknya bayi belajar mengenal orang tuanya lewat suara, bau
badan dan sebagainya. Orang tua juga belajar mengenal kebutuhan-
kebutuhan bayinya akan kasih sayang, perhatian, makanan,
sosialisasi dan perlindungan.
Periode berikutnya adalah proses menyatunya bayi dengan
keluarga sebagai satu kesatuan/unit keluarga. Masa konsolidasi ini
menyangkut peran negosiasi (suami-istri, ayah-ibu, orang tua-anak,
anak dan anak).

2. Peran menjadi orang tua setelah melahirkan


Selama periode postpartum, tugas dan tanggung jawab baru
muncul dan kebiasaan lama perlu diubah atau ditambah dengan
yang baru. Ibu dan ayah, orang tua harus mengenali hubungan
mereka dengan bayinya. Bayi perlu perlindungan, perawatan dan
sosialisasi. Periode ini ditandai oleh masa pembelajaran yang
intensif dan tuntutan untuk mengasuh. Lama periode ini bervariasi,
tetapi biasanya berlangsung selama kira-kira empat minggu.
Periode berikutnya mencerminkan satu waktu untuk
bersama-sama membangun kesatuan keluarga. Periode waktu
meliputi peran negosiasi (suami-istri, ibu-ayah, saudara-saudara)
orang tua mendemonstrasikan kompetensi yang semakin tinggi
dalam menjalankan aktivitas merawat bayi dan menjadi lebih
sensitif terhadap makna perilaku bayi. Periode berlangsung kira-
kira selama 2 bulan.

3. Tugas dan tanggung jawab orang tua


a. Orang tua harus menerima keadaan anak yang sebenarnya dan
tidak terus terbawa dengan khayalan dan impian yang
dimilikinya tentang figur anak idealnya. Hal ini berarti orang
tua harus menerima penampilan fisik, jenis kelamin,
temperamen dan status fisik anaknya.
b. Orang tua harus yakin bahwa bayinya yang baru lahir adalah
seorang pdibadi yang terpisah dari diri mereka, artinya
seseorang yang memiliki banyak kebutuhan dan memerlukan
perawatan.
c. Orang tua harus bisa menguasai cara merawat bayinya. Hal ini
termasuk aktivitas merawat bayi, memperhatikan gerakan
komunikasi yang dilakukan bayi dalam mengatakan apa yang
diperlukan dan member respon yang cepat
d. Orang tua harus menetapkan criteria evaluasi yang baik dan
dapat dipakai untuk menilai kesuksesan atau kegagalan hal-hal
yang dilakukan pada bayi.
e. Orang tua harus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir
di dalam keluarga. Baik bayi ini merupakan yang pertama atau
yang terakhir, semua anggota keluarga harus menyesuaikan
peran mereka dalam menerima kedatangan bayi.

B. Keadaan abnormal pada psikologis ibu hamil dan menyusui


1. Baby Blue (Post Partum Blues)
Post Partum Blues merupakan suatu fenomena psikologis yang
dialami oleh ibu dan bayinya. Biasanya tejadi pada hari ke-3 sampai
ke-5 post partum. Angka kejadiannya 80% dari ibu post partum
mengalaminya, dan berakhir beberapa jam/hari.
Merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan,
biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua hari
hingga dua minggu sejak kelahiran bayi yang ditandai dengan
gejala-gejala sebagai berikut :
1) Sedih
2) Cemas tanpa sebab
3) Menangis tanpa sebab
4) Tidak sabar
5) Tidak percaya diri
6) Sensitif
7) Mudah tersinggung (iritabilitas)
8) Merasa kurang menyayangi bayinya
Post partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan
mental yang ringan. Oleh sebab itu, sering tidak diperdulikan
sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditindak lanjuti sebagaimana
seharusnya. Jika hal ini dianggap enteng, keadaan ini bisa menjadi
serius dan bisa bertahan dua minggu sampai satu tahun dan akan
berlanjut menjadi depresi dan psikosis post partum. Banyak ibu yang
berjuang sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka
merasakan ada hal yang salah namun mereka sendiri tidak
mengetahui penyebabnya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan
post partum blues, antara lain :
1. Faktor hormonal
Perubahan kadar estrogen dan progesterone yaitu terjadi fluktuasi
hormonal dalam tubuh. Kadar hormone kortisol (hormone
pemicu stress) pada tubuh ibu naik hingga mendekati kadar
orang yang mengalami depresi. Disaat yang sama, hormone
laktogen dan prolaktin yang memicu produksi ASI sedang
meningkat. Sementara pada saat yang sama kadar progesterone
sangat rendah. Pertemuan kedua hormone ini akan menimbulkan
keletihan fisik pada ibu dan memicu depresi.

2. Faktor psikologis
Berkurangnya perhatian keluarga, terutama suami karena semua
perhatian tertuju pada anak yang baru lahir. Padahal usai
persalinan si ibu yang merasa lelah dan sakit pasca persalinan
membuat ibu membutuhkan perhatian. Kecewa terhadap
penampilan fisik bayi karena tidaksesuai dengan harapannya juga
bisa memicu baby blues.
3. Faktor fisik
Kelelahan fisik karena aktifitas mengasuh bayi, menyusui,
memandikan, mengganti popok, dan menimang sepanjang hari
bahkan tidak jarang di malam buta sangatlah menguras tenaga.
Apalagi jika tidak ada bantuan dari suami atau anggota keluarga
yang lain.
4. Faktor sosial
ibu merasa sulit menyesuaikan dengan peran baru sebagai ibu.
Apalagi kini gaya hidupnya akan berubah drastis. Ibu merasa
dijauhi oleh lingkungan dan merasa kaan terasa terikat terus pada
si kecil.Dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik dalam
penanganan ibu post partum blues. Secara garis besar dapat
dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku,
emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-
sama dengan melibatkan lingkungannya, yaitu suami, keluarga
dan teman dekatnya. 

2. Depresi postpartum
Depresi postpartum dialami 20% ibu yang baru melahirkan,
menurut Boback & Jensen (1993). Depresi dapat digambarkan
sebagai perasaan sedih, galau, tak bahagia, susah atau kehilangan
semangat hidup. Kebanyakan dari kita merasakan hal seperti ini
pada suatu periode singkat di dalam suatu waktu. Biasanya gejala
akan tampak pada bulan pertama setelah melahirkan, bisa hingga
bayi berumur satu tahun.
1) Penyebab Depresi
Faktor yang dapat menyebabkan depresi :
1. Kelelahan setelah melahirkan, berubahnya pola tidur dan
kurang istirahat, seringkali menyebabkan ibu yang baru
melahirkan belum kembali ke kondisi normal meskipun
setelah berminggu-minggu dari saat melahirkan
2. Kegalauan dan kebingungan dengan kelahiran bayi yang
baru, perasaan tidak percaya diri dengan kemampuan diri
untuk dapat merawat bayi yang baru sementara masih
merasa bertanggung jawab dengan semua pekerjaan yang
ada.
3. Perasaan stress dari perubahan dalam pekerjaan maupun
kerutinan dalam rumah tangga. Sementara banyak
perempuan yang merasa berkewajiban untuk menjadi super
women yang tidak realistis dan sulit dicapai, malahan akan
menambah stress yang ada
4. Perasan kehilangan akan identitas diri, akan kemampuan
diri akan figure tubuh sebelum kehamilan, akan perasaan
dapat mengontrol diri sebelum kehamilan, akan perasaan
menjadi kurang menarik
5. Kurangnya waktu untuk diri sendiri, tidak dapatnya
mengontrol waktu sebagaimana yang dapat dilakukan
sebelum dan selama kehamilan, harus tinggal di dalam
rumah dalam jangka waktu yang lama, juga kekurangan
waktu probadi dengan orang yang dicintai selain dari bayi
yang baru lahir
Gejala depresi
1. Perasaan sedih, tidak berdaya dan galau
2. Sering menangis
3. Tidak ada energy dan motivasi hidup
4. Makan terlalu banyak atau terlalu sedikit
5. Tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit
6. Sulit untuk fokus, mengingat atau mengambil
keputusan
7. Rasa tidak berharga dan bersalah
8. Kehilangan semangat atau kenyamanan dalam
beraktifitas
9. Menjauhkan diri dari teman atau keluarga
10. Sakit kepala, nyeri di dada, jantung berdebar-debar
dan nafas cepat

Setelah melahirkan, gejala lain dari depresi dapat termasuk


ketakutan untuk menyakiti bayi dan dirinya sendiri (rasa ingin
bunuh diri) dan tidak ada ketertarikan pada bayi.

 Dampak depresi pada bayi

Stress serta sikap tidak tulus ibu yang terus menerus diterima oleh
bayi kelak bisa membuatnya tumbuh menjadi anak yang mudah
menangis, cenderung rewel, pencemas sekaligus pemurung.
Dampak lain yang juga merugikan adalah anak cenderung mudah
sakit.

Depresi pasca melahirkan mempengaruhi kemampuan


seseorang untuk merawat bayinya. Ia dapat kurang tenaga, tidak
dapat berkonsentrasi, gusar terus menerus dan tidak dapat
memenuhi kebutuhan bayi akan cinta dan perhatian yang tidak
putus. Akibatnya penderita akan merasa bersalah dan kehilangan
rasa percaya diri akan kemampuannya sebagai ibu, dimana perasan
ini dapat memperburuk kondisi depresinya.

Pendapat para ilmuwan bahwa ini dapat mempengaruhi


kemampuan bayi dalam perkembangan bahasanya, dalam
kedekatan emosionalnya dengan orang lain, dalam masalah
bersikap, tingkat aktifitas yang lemah, masalah tidur dan distress.
Adanya gangguan pemberian ASI sehingga pemberian nutrisi bayi
menjadi terganggu. Jika menyusui di jam-jam pertama kelahiran
tidak dapat dilakukan, alternatif terbaik berikutnya adalah
memerah ASI selama 10-20 menit tiap 2 hingga 3 jam sekali.

3. Post Partum Psikosis


Sangat jarang terjadi, 1 atau 2 dalam setiap 1000 kelahiran
dan biasanya dimulai pada minggu ketiga dalam 6 minggu setelah
melahirkan. Para wanita yang rentan terhadap depresi postpartum
yang lebih berat adalah mereka yang kehamilannya tidak
diharapkan, atau mereka yang mempunyai masalah-masalah yang
sulit dihadapi, beresiko untuk terkena postpartum psikosis.
Gejalanya adalah Halusinasi, Gangguan saat tidur, Perilaku
yang kurang wajar Sering dialami Ibu yang mengalami
abortus( Kematian bayi dalam kandungan, kematian bayi setelah
lahir).
 

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada masa nifas ini, terjadi perubahan-perubahan fisiologi
dan psikologis pada ibu. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat
jelas, walaupun dianggap normal, di mana proses-proses pada
kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk tingkat
energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir dan
perawatan serta dorongan semangat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan, baik dokter, bidan maupun perawat ikut membentuk
respon ibu terhadap bayinya selama masa nifas ini. Adapun
perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut :sistem reproduksi,
sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem muskuiloskletal,
sistem endokrin, dan perubahan tanda – tanda vital.
Perubahan psikologi pada masa nifas dang menyusui juga
sering terjadi . Secara psikologis, setelah melahirkan seorang ibu
akan merasakan gelaja-gejala perubahan psikologis, demikian juga
pada masa menyusui. Meskipun demikian, ada pula ibu yang tidak
mengalami hal ini. Karena kepekaan dan ambang psikologis setiap
orang berbeda-beda. Sehingga proses perubahan psikologis pada
ibu postpartum ini sebenarnya peristiwa yang normal (fisiologis).

3.2 Saran

Mahasiswa kebidanan diharapkan mengetahui dan


memahami perubahan fisiologis dan psikologis masa nifas dan
menyusui pada sistem reproduksi, sistem pencernaan, sistem
perkemihan, sistem musculoskeletal, sistem endokrin, tanda-tanda
vital, karena merupakan salah satu ilmu yang harus dikuasai
karena berkaitan dengan profesinya nanti. Dengan memahaminya
tentu akan lebih mudah dalam menerapkannya dalam kehidupan
secara nyata.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kebidanan : Teori dan Asuhan . Nifas Normal. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC ; 2018

2. Sukma, Feby.,dkk. 2017. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas.
Jakarta : Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

3. Saleha, S. 2015. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba


Medika

4. Wahyuni,Elly Dwi. 2018. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta :


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai