Anda di halaman 1dari 21

Intususepsi/Invaginasi 1.1.

Definisi Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi. Umumnya bagian yang proksimal (intususeptum)masuk ke bagian distal (intususepien). 1.2.Insidensi Insidens penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing masing penulis mengajukan jumlah penderita yang berbeda beda. Kelainan ini umumnya ditemukan pada anak anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak. Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak laki laki, dengan perbandingan antara laki laki dan perempuan tiga banding dua. Insidens pada bulan Maret Juni meninggi dan pada bulan September Oktoberjuga meninggi. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan musim kemarau dan musim penghujan dimana pada musim musim tersebut insidens infeksi saluran nafas dan gastroenteritis meninggi. Sehingga banyak ahli yangmenganggap bahwa hypermotilitas ususmerupakan salah satu faktor penyebab. 1.3.Etiologi Terbagi dua : I. Idiophatic Menurut kepustakaan 90 95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai infatile idiphatic intussusceptions. Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dari dinding ileum terminal berupa hyperplasia jaringan follikel submukosa yang diduga sebagai akibat infeksi virus. Penebalan ini merupakan titik awal (lead point)terjadinya invaginasi. II. Kausal Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya kelainan usus sebagai penyebab invaginasi seperti : inverted Meckels diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma, duplikasi usus. Gross mendapatkan titik awal invaginasi berupa : divertikulum Meckel, polip,duplikasi usus dan lymphoma pada 42 kasus dari 702 kasusinvaginasi anak. Eins dan Raffensperger, pada pengamatannya mendapatkan Specific leading points berupa eosinophilik, granuloma dari ileum, papillary lymphoid hyperplasia dari ileum hemangioma dan perdarahan submukosa karena hemophilia atau Henochs purpura. Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak yang berusia diatas enam tahun. Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal initerjadi akibat gangguan peristaltik usus, disebabkanmanipulasi usus yang kasar dan lama, diseksiretroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal. 1.4.Faktor faktor yang dihubungkan dengan terjadinya invaginasi Penyakit ini sering terjadi pada umur 3 12 bulan, di mana pada saat itu terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai sebagai penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi kadang kadang terjadi setelah / selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata kuman rota virus adalah agen penyebabnya, pengamatan 30 kasus invaginasi bayi ditemukan virus ini dalam fesesnya sebanyak 37 %. Pada beberapa penelitian terakhirini didapati peninggian insidens adenovirus dalam feses penderita invaginasi.

1.5.Jenis Invaginasi Jenis invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang terlibat, pada Ileum dikenal sebagai jenis ileo ileal. Pada kolon dikenal dengan jenis colo colica dan sekitar ileo caecal disebut ileocaecal, jenis jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan invaginasi tunggal dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan. Jika dijumpai dindingnya terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih lanjut disebutjenisinvaginasi ganda,sebagai contoh adalah jenis jenisileo ileo colica atau colo colica. Suwandi J. Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (1981 1983) pada pengamatannya mendapatkan jenisinvaginasisebagi berikut: Ileo ileal 25%, ileo colica 22,5%, ileo ileo colica 50% dan colo colica 22,5%. 1.6.Patologi Pada invaginasi dapat berakibat obstruksi strangulasi. Obstruksi yang terjadi secara mendadak ini, akan menyebabkan bagiian apex invaginasi menjadi oedem dan kaku, jika hal ini telah terjadi maka tidak mungkin untuk kembali normalsecara spontan. Pada sebagian besar kasusinvaginasi keadaan initerjadi pada daerah ileo caecal. Apabila terjadi obstruksi system limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk kedalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus. 1.7.Gambaran Klinis Secara klasik perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai berikut: Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Diluar serangan, anak / bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi proses invaginasi. Serangan nyeri perut datangnya berulang ulang dengan jarak waktu 15 20 menit, lama serangan 2 3 menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung,sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali. Proses invaginasi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses biasa, kemudian feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses. Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi sebagai suatu massa tumor berbentuk bujur di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah. Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut dances sign ini akibat caecum dan kolon naik ke atas, ikut proses invaginasi. Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus, ini memperlihatkan gejala berak darah dan lendir, tanda ini baru dijumpai sesudah 6 8 jam serangan sakit yang pertama kali, kadang kadang sesudah 12 jam. Berak darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus ke kasus, ada juga yang dijumpai hanya pada saatmelakukan colok dubur. Sesudah 18 24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah, sehingga pasien dijumpai dengan tanda tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas,muntah warna hijau dan dehidrasi. Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi hanya berupa

darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri, pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus, ganggren, perforasi, peritonitis umum,shock dan kematian. Pemeriksaan colok dubur didapati: Tonus sphincter melemah,mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti portio Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir. Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala gejala invaginasi tidak khas, tanda tanda obstruksi usus berhari hari baru timbul, pada penderita initidak jelastanda adanya sakit berat, defekasi tidak ada darah, invaginasi dapat mengalami prolaps melewati anus, hal ini mungkin disebabkan pada pasienmalnutrisitonus yangmelemah,sehingga obstruksitidak cepattimbul. Suatu keadaan disebut dengan invaginasi atipikal, bila kasus itu gagal dibuat diagnosa yang tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi karena ketidaktahuan dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada penderita. 1.8.Diagnosis Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratoriumdan radiologi. TRIAS INVAGINASI : 1. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki (Craping pain), bila lanjut sakitnya kontinyu 2. Muntah warna hijau (cairan lambung) 3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) yi currant jelly stool Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari : 1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba tiba, nyeri bersifat serang serangan., nyeri menghilang selama 10 20menit, kemudian timbul lagiserangan baru. 2. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas. 3. Buang air besar campur darah dan lendir Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias invaginasi. Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak anak yangmulai berjalan danmulai bermain sendirimaka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari / malam, ada muntah, buang air besar campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan invaginasi. 1.9.Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis (leukosit>10.000/mm3.). 1.10. Pemeriksaan Radiologi Photo polos abdomen : didapatkan distribusi udara didalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda tanda obstruksi usus dengan gambaran air fluid level. Dapat terlihat free air bilah terjadi perforasi. Barium enema : dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila gejala gejala klinik meragukan, pada barium enema akan tampak gambaran cupping, coiled spring appearance. 1.11. Diagnosa Banding Gastro enteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai perubahan rasa sakit,muntah dan perdarahan. -Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.

Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut,tenesmus dan demam. Enterokolitis,tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah. 1.12. Penatalaksanaan Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang lebih baik. Penatalaksanaan penanganan suatu kasusinvaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua tindakan penanganan yang dinilai berhasil dengan baik : 1. Reduksi dengan barium enema 2. Reduksi dengan operasi Sebelum dilakukan tindakan reduksi,maka terhadap penderita : dipuasakan,resusitasi cairan, dekompressi dengan pemasangan pipa lambung. Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase usus dan hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai peninggian dari jumlah leukosit maka saat ini antibiotika berspektrum luas dapat diberikan. Narkotik seperti Demerol dapat diberikan (1mg/ kg BB) untuk menghilangkan rasa sakit. Reduksi Dengan Barium Enema Telah disebutkan pada bab terdahulu bahwa barium enema berfungsi dalam diagnostik dan terapi. Bariumenema dapat diberikan bila tidak dijumpai kontra indikasiseperti : Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinismaupun pada foto abdomen Dijumpaitanda tanda peritonitis Gejala invaginasis udah lewat dari 24 jam Dijumpai tanda tanda dehidrasi berat. Usia penderita diatas 2 tahun Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak menangis atau gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatifsangatmembantu. Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum dan difiksasi dengan plester, melalui kateter bubur barium dialirkan dari kontainer yang terletak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran bubur bariumdideteksi dengan alatfloroskopisampaimeniskusintussusepsi dapat diidentifikasi dan dibuat foto. Meniskus sering dijumpai pada kolon transversum dan bagian proksimal kolon descendens. Bila kolom bubur barium bergerak maju menandai proses reduksi sedang berlanjut, tetapi bila kolom bubur barium berhenti dapat diulangi 2 3 kali dengan jarak waktu 3 5 menit. Reduksi dinyatakan gagal bila tekanan bariumdipertahankan selama 10 15menittetapitidak dijumpai kemajuan. Antara percobaan reduksi pertama, kedua dan ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih dahulu. Reduksi barium enema dinyatakan berhasil apabila : Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan disertai massa feses dan udara. Pada floroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan sebagian usus halus, jadi adanya refluks ke dalamileum. Hilangnya massa tumor di abdomen. Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anakmenjaditertidurserta norittest positif. Penderita perlu dirawat inap selama 2 3 hari karena sering dijumpai kekambuhan selama 36 Jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung kepada beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya gejala

pertama, penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan teknis pelaksanaannya, Reduksi Dengan Tindakan Operasi 1. Memperbaiki keadaan umum Tindakan ini sangat menentukan prognosis, janganlah melakukan tindakan operasi sebelum terlebih dahulu keadaan umum pasien diperbaiki. Pasien baru boleh dioperasi apabila sudah yakin bahwa perfusi jaringan telah baik, hal ini di tandai apabila produksi urine sekitar 0,5 1 cc/kg BB/jam. Nadi kurang dari 120x/menit, pernafasan tidak melebihi 40x/menit, akral yang tadinya dingin dan lembab telah berubah menjadi hangat dan kering, turgor kulit mulai membaik dan temperature badan tidak lebih dari 38oC. Biasanya perfusi jaringan akan baik apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah masuk, sisanya dapat diberikan sambil operasi berjalan dan pasca bedah. Yang dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum adalah : a. Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi(resusitasi). b. Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan sonde lambung. c. Pemberian antibiotika dan sedatif. Suatu kesalahan besar apabila buru buru melakukan operasi karena takut usus menjadi nekrosis padahal perfusi jaringan masih buruk. Harus diingat bahwa obat anestesi dan stress operasi akan memperberat keadaan umum penderita serta perfusi jaringan yang belum baik akanmenyebabkan bertumpuknya hasil metabolik di jaringan yang seharusnya dibuang lewat ginjal dan pernafasan, begitu pula perfusi jaringan yang belum baik akan mengakibatkan oksigenasi jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan kelainan kelainan itu akan irreversible. 2. Tindakan untuk mereposisi usus Tindakan selama operaasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan cara milking dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung pada keterampilan dan pengalaman operator. Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan secara transversal (melintang), pada anak anak dibawah umur 2 tahun dianjurkan insisitransversalsupraumbilikal oleh karena letaknya relatif lebih tinggi. Ada juga yang menganjurkan insisi transversal infraumbilikal dengan alasan lebih mudah untuk eksplorasimalrotasi usus,mereduksi invaginasi dan tindakan apendektomi bila dibutuhkan. Tidak ada batasan yang tegas kapan kita harus berhentimencoba reposisimanual itu. Reseksi usus dilakukan apabila : pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atauditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomosis end to end, apabila hal ini memungkinkan, bila Tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi. 1.13. Perawatan Pasca Operasi Pada kasus tanpa reseksi Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi pada saluran cerna selama 1 2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah oedem dari intestine menghilang, pasase dan peristaltik akan segera terdengar. Kembalinya fungsi intestine ditandai dengan menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube. Abdomen menjadi lunak, tidak distensi. Dapatjuga didapati peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan turun secara perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan reduksi. Pada kasus dengan reseksi perawatan menjadi lebih lama.

HIRSCHSPRUNGS DISEASE II.1. Anatomi Usus Besar Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar lebih besar daripada usus kecil. Ratarata sekitar 2,5 inchi (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil.5 Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Rektum terbebtang dari kolon sigmoid sampai dengan anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah 5,9 inci.5 Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu tunika serosa, muskularis, tela submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar mempunyai gambaran-gambaran yang khas berupa: lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli yang bersatu pada sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek daripada usus sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustra. Pada taenia melekat kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak yang disebut apendices epiploika. Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus lieberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada usus halus. Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan inferior. Arteri mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan (mulai dari sekum sampai dua pertiga proksimal kolon transversum). Arteri mesenterika superior mempunyai tiga cabang utama yaitu arteri ileokolika, arteri kolika dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan arteri mesenterika inferior memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal kolon transversum sampai rektum bagian proksimal). Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis superior, dan arteri sigmoidea. Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur oleh arteria sakralis media dan arteria hemorroidalis inferior dan media. Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior serta vena hemorroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemorroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Ada anastomosis antara vena hemorroidalis superior, media, dan inferior sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan hemorroid. Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria regional ke limfenodi preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Aliran balik pembuluh limfe melalui sistrna kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada sambungan vena subklavia dan jugularis sinistra. Hal ini menyebabkan metastase karsinoma gastrointestinal bisa ada dalam kelenjar limfe leher (kelenjar limfe virchow). Aliran balik pembuluh limfe rektum mengikuti aliran pembuluh darah hemorroidalis superior dan pembuluh limfe kanalis ani menyebar ke nodi limfatisi iliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis.6 Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter eksternus yang diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars torasika dan lumbalis medula spinalis melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion yang mengikuti aliran arteri utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan submukosa (meissner).6 Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan

saraf parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah aktivitas refleks lokal yang diperantarai oleh pleksus nervosus intramural (Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya. Jadi pasien dengan kerusakan medula spinalis maka fungsi ususnya tetap normal, sedangkan pasien dengan penyakit hirschsprung akan mempunyai fungsi usus yang abnormal karena pada penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach dan meissner. II.2. Fisiologi Usus Besar Fungsi usus besar yang utama adalah absorbsi air dan elektrolit. Setiap hari kolon mengabsorbsi 600 ml air. Kapasitas absorbsi usus besar adalah sekitar 2000 ml / hari, jika kapasitas ini terlampaui maka akan terjadi diare. Berat akhir feses normal yang dikeluarkan sekitar 200 gr dengan komposisi terdiri dari 75% berupa air dan sisanya berupa residu makanan yng tidak diabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas dan mineral yang tidak diabsorbsi. Proses pencernaan makanan yang terjadi di usus besar dilakukan dengan bantuan bakteri di usus besar. Bakteri ini berfungsi mensintesis vit. K dan beberapa vit. B dan membantu pembusukan beberapa zat makanan seperti protein dan karbohidrat, serta membentuk berbagai gas yang dapat membantu pembentukkan flatus di kolon. Gas-gas tersebut adalah NH3, CO2, H2, H2S, dan CH4. Beberapa gas ini dikeluarkan dalam feses dan sisanya diabsorbsi dan diangkut ke hati untuk diubah menjadi senyawa kurang toksik dan diekskresikan melalui saluran kemih. Pencernaan makanan di usus besar berlangsung karena adanya gerakan peristaltic yang propulsif. Ada dua jenis gerakan peristaltik yang propulsif yaitu: pertama adalah kontraksi lamban dan tidak teratur yang berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan menghambat beberapa haustra. Kedua adalah gerakan peristaltik massa yaitu kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan ini mengerakkan massa ke depan yang akhirnya merangsang defekasi Adanya gerakan propulsi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter ani eksterna bersifat voluntar sedangkan sfingter ani interna dikendalikan sistem saraf otonom. Saat rektum yang mengalami distensi berkontraksi, otot levator ani relaksasi sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter ani eksterna dan interna relaksasi waktu anus tertarik ke atas melebihi tinggi massa feses. Defekasi dapat dipercepat dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen. Defekasi juga dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara betahap akan relaks dan keinginan defekasi menghilang. II.3. Definisi Penyakit Hirschsprung Penyakit Hirschprung adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus Aurbachii maupun pleksus Meissner pada kolon yang mengakibatkan hambatan gerakan peristaltik, sehingga akan terjadi ileus fungsional.1 II.4. Etiologi Penyakit Hirschprung terjadi saat perkembangan fetus dimana terjadi kegagalan perkembangan serabut saraf, kegagalan migrasi serabut saraf, atau terhentinya perkembangan serabut saraf pada segmen usus. Faktor genetik juga berperan dalam menyebabkan penyakit Hirschprung. 10% anak dengan Down syndrome (abnormalitas kromosom) menderita penyakit Hirschprung. Tahun 2001 teknik diagnostik molekuler menemukan 6 gen yang terlibat sebagai penyebab seseorang rentan menderita penyakit Hirscprung. Enam gen tersebut adalah gen RET, gen sel glial yang berperan sebagai neurotropik, gen reseptor B-Endothelin, enzim pengubah endothelin, gen Endothelin-3, SRY berhubungan dengan faktor transkripsi SOX 10.3 II.5. Epidemiologi Angka kejadian penyakit Hirschprung di Amerika Serikat adalah 1 kasus diantara 5400-7200 kelahiran hidup.4 Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kelainan tersebut yaitu: 1. Mortalitas / morbiditas

Angka kematian bayi dengan megacolon aganglionik yang tidak dirawat sebesar 80%, sedangkan angka kematian bayi yang mendapat tindakan pembedahan sangat rendah. 30% kematian penyakit Hirschprung disebabkan oleh enterocolitis. Komplikasi tindakan pembedahan adalah 5% karena kebocoran anastomosis, 5-10% karena striktura anastomosis, 5% karena obstruksi intestinum, 5% karena abses pelvis, 8% karena infeksi luka.4 2. Ras Penyakit ini tidak berhubungan dengan ras. 3. Jenis kelamin Penyakit ini lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada wanita, dengan rasio perbandingan 4:1. Namun jika segmen usus yang aganglionosis lebih panjang maka insidensi pada wanita lebih besar daripada laki-laki.4 4. Usia Penyakit Hirschprung tidak didapatkan pada bayi premature. Awal 1900an penyakit ini terjadi pada anak usia 2-3 tahun. Tahun 1950-1970 terjadi pada usia 2-6 bulan. Saat ini hampir 90% penyakit Hirschprung terjadi pada periode neonatus.4 II.6. Klasifikasi Penyakit Hirschsprung Klasifikasi penyakit Hirschsprumg adalah sebagai berikut: 2 1. Hirschsprung segmen pendek Pada morbus hirschsprung segmen pendek daerah aganglionik meliputi rektum sampai sigmoid, ini disebut penyakit hirschsprung klasik. Penyakit ini terbanyak (80%) ditemukan pada anak laki-laki, yaitu lima kali lebih banyak daripada perempuan. 2. Hirschsprung segmen panjang Pada hirschsprung segmen panjang ini daerah aganglionik meluas lebih tinggi dari sigmoid. 3. Hirschsprung kolon aganglionik total Dikatakan Hirschsprung kolon aganglionik total bila daerah aganglionik mengenai seluruh kolon. 4. Hirschsprung kolon aganglionik universal Dikatakan Hirschsprung aganglionosis universal bila daerah aganglionik meliputi seluruh kolon dan hampir seluruh usus halus. II.7. Patofisiologi Motilitas normal saluran cerna secara primer diatur oleh serabut saraf intrinsik. Serabut saraf intrinsik terdiri dari pleksus Meissner, pleksus Aurbachii, dan pleksus mukosa kecil. Ganglia ini berfungsi mengatur kontraksi dan relaksasi otot halus (lebih dominan relaksasi). Ganglia ini juga berintegrasi dan terlibat dalam semua kerja usus, yaitu absorbsi, sekresi, dan motilitas. Serabut saraf ekstrinsik terdiri dari serabut kolinergik dan adrenergik. Serabut kolinergik berperan dalam kontraksi usus, sedangkan serabut adrenergik berperan dalam menghambat kontraksi usus. Walaupun begitu jika inervasi serabut saraf ekstrinsik hilang, namun fungsi usus tetap adekuat karena yang lebih berperan dalam mengatur fungsi usus adalah serabut saraf intrinsik. Pada penyakit ini terdapat absensi ganglion Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari sfingter ani ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi. 70-80% terbatas di daerah rectosigmoid, 10% sampai seluruh kolon dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus Aganglionosis mengakibatkan usus yang bersangkutan tidak bekerja normal. Peristaltik tidak mempunyai daya dorong, tidak propulsif, sehingga usus bersangkutan tidak ikut dalam evakuasi feses ataupun udara. Obstruksi yang terjadi secara kronis akan menampilkan gejala klinis berupa gangguan pasae usus. Tiga tanda yang khas adalah mekonium keluar >24 jam, muntah hijau dan distensi abdomen. 8 Penampilan makroskopik yaitu bagian kolon yang aganglionik terlihat spastik, lumen kolon kecil, kolon tidak dapat mengembang sehingga tetap sempit dan defekasi terganggu. Gangguan defekasi ini berakibat kolon proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk megakolon.8 II.8. Diagnosis

Penyakit Hirschprung pada neonatus harus dibedakan dengan penyakit obstruksi saluran cerna lainnya. Diagnosis penyakit ini ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta disertai dengan pemeriksaan penunjang. Anamnesis - Adanya keterlambatan pengeluaran mekonium yang pertama, biasanya keluar >24 jam. - Adanya muntah berwarna hijau. - Adanya obstipasi masa neonatus, jika terjadi pada anak yang lebih besar obstipasi semakin sering, perut kembung, dan pertumbuhan terhambat.9 - Adanya riwayat keluarga sebelumnya yang pernah menderita keluhan serupa, misalnya anak lakilaki terdahulu meninggal sebelum usia 2 minggu dengan riwayat tidak dapat defekasi.6 Pemeriksaan Fisik - Pada neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami obstipasi - Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan kemudian tampak perut anak sudah kempes lagi. Pemeriksaan penunjang A. Biopsi Biopsi yang dilakukan dapat dengan dua cara yaitu biopsy rectal dengan pengambilan sample yang tebal dan biopsy rectal dengan penyedotan sederhana. Keuntungan cara yang pertama adalah hasil PA yang didapatkan mempunyai gambaran yang khas namun cara ini agak rumit karena sebelum biopsy dilakukan prosedur seperti operasi dengan anastesi umum, serta resiko perdarahan lebih besar. Cara yang kedua mempunyai keuntungan berupa prosedurnya yang tidak rumit, resiko perdarahan lebih sedikit, akan tetapi gambaran PA tidak khas. Hasil PA penyakit Hirschprung pada umumnya didapatkan dinding rectum dari lapisan mukosa sampai muskularis tidak didapatkan adanya ganglion Meissner dan Aurbachii. B. Foto Rontgent Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas : 1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi; 2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi; 3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi .9 II.9. Diagnosis Banding 1. Meconium plug syndrome Riwayatnya sama seperti permulaan penyakit Hirscprung pada neonatus, tapi setelah colok dubur dan mekonium bisa keluar, defekasi selanjutnya normal. 2. Akalasia recti Keadaan dimana sfingter tidak bisa relaksasi sehingga gejalanya mirip dengan Hirschprung tetapi pada pemeriksaan mikroskopis tampak adanya ganglion Meissner dan Aurbach. 3. Konstipasi psikogenik Pada anak-anak berusia 4-5 tahun dimana mereka malas defekasi (sering 1 minggu sekali) sehingga perut tampak kembung dan pertumbuhan tubuh buruk. Biasanya pada anak-anak ini ada sebabnya, misalnya ketakutan, tidak puas, merasa terasing, dan lain-lain. II.10. Terapi 1. Tindakan pertama pada neonatus Dibuat kolostomi sementara pada bagian usus yang sudah mengandung ganglion; biasanya dibuat sigmoidostomi one loop, yaitu anus dan ujung paling proksimal dari bagian usus yang aganglioner dijahit rapat / ditutup kemudian bagian sigmoid yang mengandung ganglion ini dimuarakan pada kulit.9 2. Tindakan definitif Adalah membuang bagian yang aganglioner, tapi tetap mempertahankan anus. bermacam-macam teknik operasi, yaitu:

- Swenson - Rehbein / David State - Duhamel - Soave a. Metode Swenson Dibuang bagian yang aganglioner dan bagian sisa di rektum dibalikkan keluar, kemudian bagian yang sehat ditarik dan ditembuskan keluar anus dan dilakukan anastomosis di luar. Setelah selesai kembali didorong ke dalam. Cara ini disebut juga metode pull through Swenson.9 Operasi ini memerlukan waktu lama dan dapat dilakukan setelah anak berusia 2-3 tahun dengan berat badan 12-13 kg. Sekarang ternyata banyak anak laki-laki yang menjalani opersi dengan teknik ini mengalami impoten karena operasi ini merusak saraf-saraf yang menuju genital, terutama yang melekat pada prostat.9 b. Metode Rehbein / State Anastomosis tetap dilakukan dengan rektum sisa berada di dalam; ini berarti bagian yang ditinggalkan itu harus lebih panjang untuk memungkinkan penjahitan yang berarti pula bahwa ada bagian aganglioner yang ditinggalkan. Menurut Rehbein walaupun cara ini tidak sehebat Swenson tapi cukup memadai karena anak dapat defekasi 2-3 hari sekali dan tidak timbul kelainan impotensi, akan tetapi cara ini mudah terjadi residif. c. Metode Duhamel Bagian yang aganglioner tidak dibuang, hanya pada bagian proksimal dari bagian ini dijahit. Bagian yang hipertrofi dibuang sampai pada bagian yang berdiameter normal dan ini kemudian ditarik ke arah anal disambungkan tepat di atas muskulus sfingter ani eksternus pada sisi belakang dari rektum. Jadi dilakukan colo rectostomy end to side, dengan ini sfingter ani eksternus tetap dipakai, sedangkan bagian yang aganglioner tidak dipakai. Menurut metode Duhamel ini, saraf-saraf yang melekat pada prostat tidak diganggu gugat, trauma operasi kecil sehingga dapat dilakukan pada bayi-bayi usia 8-9 bulan, bahkan ada yang berani pada bayi usia 4 bulan. Malah pada bayi-bayi yang datang terlambat, misalnya telah berusia 3-4 bulan dapat langsung dikerjakan metode Duhamel tanpa mengadakan kolostomi dahulu.9 d. Metode Soave Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung. Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut 3. Terapi medikamentosa Digunakan antibiotik yang potensial yang dapat membunuh berbagai jenis bakteri seperti bakteri gram positif dan negatif serta bakteri anaerob. Sebaiknya sebelum menentukan jenis antibiotik yang dipilih dilakukan kultur sensitivitas sehingga terapi yang diberikan efektif.4 - Ampicilin inj 25mg / kg BB 4 x 1 untuk membunuh bakteri gram positif - Gentamicin inj 2,5mg / kg BB 3 x 1 untuk membunuh bakteri gram negatif - Metronidazole inj 7,5mg / kg BB 4 x 1 untuk membunuh bakteri anaerob 4. Terapi non medikamentosa - Diet : sebelum operasi pasien dinjurkan untuk puasa, setelah dilakukan operasi dan fungsi usus dapat bekerja optimal dapat diberikan ASI atau susu formula melalui NGT, dan untuk beberapa pasien dapat diberikan diet tinggi serat seperti buah dan sayuran - Selama 6 minggu pasien dianjurkan untuk membatasi aktivitas agar luka operasi dapat sembuh baik.4 II.11. Komplikasi 1. Enterocolitis

- Enterocolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan usus halus. Semakin berkembang penyakit hirschprung maka lumen usus halus makin dipenuhi eksudat fibrin yang dapat meningkatkan resiko perforasi. Proses ini dapat terjadi pada usus yang aganglionik maupun ganglionik. Enterokolitis terjadi pada 10-30% pasien penyakit Hirschprung terutama jika segmen usus yang terkena panjang.4 - Gejala klinis berupa: diare eksplosif, distensi abdomen, demam, muntah, dan lethargy.4 - Cara mengatasinya yaitu dengan pemberian antibiotik dosis tinggi secara intravena dan irigasi yang agresif. Beberapa ahli menyebutkan dapat dilakukan enterostomi pada bagian proksimal dari zona transisi.4 2. Komplikasi pada saluran pencernaan akibat prosedur pembedahan - Peningkatan resiko enterokolitis setelah operasi dengan metode Swenson - Peningkatan resiko konstipasi setelah operasi dengan metode Duhamel - Peningkatan resiko diare dan inkontinensia dengan metode Soave 3. Komplikasi umum berupa: kebocoran anastomosis, striktura anastomosis, obstruksi usus, abses pelvis dan infeksi luka operasi.4 II. 12. Prognosis Secara umum prognosisnya baik, 90% pasien dengan penyakit hirschprung yang mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien yang masih mempunyai masalah dengan saluran cernanya sehingga harus dilakukan kolostomi permanen. Angka kematian akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%. DAFTAR PUSTAKA 1. Komite Medik RSUP DR Sardjito, (1997), Standar Pelayanan Medis RSUP DR Sardjito, Bagian 3, Bab XVII, hal. 144-5, Medika FK UGM, Yogyakarta 2. Sjamsuhidajat dan Wim de jong, (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Tindakan Bedah: organ dan sistem organ, usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum, Kelainan bawaan, Bagian 3, Bab 29, hal. 908-10, EGC, Jakarta 3. Anonim, (2004), Hirschprungs disease, http://www.caremark.com/wps/portal/_s.155/5522/.cmd/ad/.pm//.c/1703/.ce/5535/.p/3711/_s.155/5522?pc_3711_docid=CMS-2-MM000659 4. Lee, Steven L, (2005), Hirschprung disease, http://www.emedicine.com/med/topic 1016. htm 5. Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, (1995), Patofisiologi :Konsep Klinis, Proses-Proses Penyakit, Bab 26, hal. 409-12, EGC, Jakarta 6. Sabiston, (1994), Buku Ajar Bedah bagian 2, Penyakit kolon dan rektum, Bab 26, hal. 14-18, EGC, Jakarta 7. Richard E. Behrman dan Victor C. Vaughan, (1993), Nelson: Ilmu Kesehatan Anak bagian 2, Bab 29, hal. 426-29, EGC, Jakarta 8. Staf Pengajar FK UI Bagian Bedah, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bedah anak, Bab 3, hal. 139-41, binarupa Aksara, Jakarta 9. Anonim, (1987), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Bedah khusus anak: Penyakit Hirschprung, Bab IV, hal. 140-6, Aksara Medisina, Jakarta sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2009/10/hirschprung-diseasemegacolon.html#ixzz2RZlcTK3C Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial

Apendisitis Akut Apendisitis Akut adalah inflamasi pada dari vermiform appendiks dan ini merupakan kasus operasi intraabdominal tersering yang memerlukan tindakan bedah.1 Penyebab pasti dari appendisitis belum diketahui pasti. Beberapa studi menyampaikan bahwa ada tendensi keturunan. Belakangan diketahui itu disebabkan oleh kesamaan kebiasaan makan, resistensi genetik dari flora bakteri. Kebiasaan makan rendah serat, tinggi gula dan lemak juga merupakan predisposisi terjadi buang air besar yang tidak banyak, waktu transit makanan di usus jauh lebih lama, dan peningkatan tekanan di dalam lumen usus. 2,3

Gambar 4. Perjalanan Penyakit Apendisitis4

Penegakkan Diagnosis Karakter klinis dari appendisitis dapat bervariasi, namun umumnya ditampikan dengan riwayat sakit perut yang samar-samar, dimana dirasakan pertama kali di ulu hati. Mungkin diikuti mual dan muntah, demam ringan. Nyeri biasanya berpindah dari fossa ilaka kanan setelah beberapa jam, sampai dengan 24 jam. Titik maksimal nyeri adalah pada sepertiga dari umblikus ke fossa ilaka kanan, itu disebut titik Mc Burney. Nyeri biasanya tajam dan diperburuk dengan gerakan (seperti batuk dan berjalan). Nyeri pada titik Mc Burney juga dirasakan pada penekanan iliaka kiri, yang biasa disebut tanda Rovsing. Posisi pasien dipengaruhi oleh posisi dari apendiks. Jika apendiks ditemukan di posisi retrosekal (terpapar antara sekum dan otot psoas) nyeri tidak terasa di titik Mc Burney, namun ditemukan lebih ke lateral pinggang. Jika apendiks terletak retrosekal nyeri jika

ilaka kiri ditekan tidak terasa. Ketika apendiks dekat dengan otot psoas, pasien datang dengan pinggul tertekuk dan jika kita coba meluruskan maka akan terjadi nyeri pada lokasi apendiks (tanda psoas). Ketika apendiks terletak retrosekal maka bisa menyebabkan iritasi pada ureter sehingga darah dan protein dapat ditemukan dalam urinalisis. Jika apendiks terletak di pelvis, maka tanda klinik sangat sedikit, sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal, menemukan nyeri dan bengkak pada kanan pemeriksaan. Jika apendiks terletak di dekat otot obturator internus, rotasi dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien ( tanda obturator). Hiperestesia kutaneus pada daerah yang dipersarafi oleh saraf spinal kanan T10,T11 dan T12 biasanya juga mengikuti kejadian appendisitis akut. Jika apendiks terletak di depan ileum terminal dekat dengan dinding abdominal, maka nyeri sangat jelas. Jika apendiks terletak di belakang ileum terminal maka diagnosa sangat sulit, tanda-tanda yang ada samar dan nyeri terletak tinggi di abdomen. 5-6 Rovsings sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan. Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian Obraztsovas sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah. Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina. Dunphys sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda spermatic kanan Kocher (Kosher)s Nyeri pada awalnya pada daerah sign epigastrium atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah. Sitkovskiy Nyeri yang semakin bertambah pada perut (Rosenstein)s sign kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri BartomierNyeri yang semakin bertambah pada Michelsons sign kuadran kanan bawah pada pasien dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi terlentang Aure-Rozanovas Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit sign trianglekanan (akan positif ShchetkinBloombergs sign) Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba Tabel 1. Sign of Appendicitis6-7

Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.6 The Modified Alvarado Score Skor Gejala Perpindahan nyeri dari ulu 1 hati ke perut kanan bawah Mual-Muntah 1 Anoreksia 1 Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2 Nyeri lepas 1 Demam diatas 37,5 C 1 Pemeriksaan Leukositosis 2 Lab Hitung jenis leukosit shift to 1 the left Total 10 Interpretasi dari Modified Alvarado Score: 1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut 5-7 : sangat mungkin apendisitis akut 8-10 : pasti apendisitis akut

Tabel 2. The Modified Alvarado score6 Pemeriksaan laboratorium didapati peningkatan sel darah putih. Pemeriksaan kehamilan harus di kerjakan pada pasien wanita untuk menyingkirkan kasus-kasus kebidanan. Pemeriksaan USG dikerjakan jika tanda-tanda klinik tidak jelas, pemeriksaan USG mempunyai sensitivitas 80% dan spesifitas 100%. 8

Tabel 3. Diagnosa banding pada Appendisitis5 Tatalaksana Appendisitis Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian 9 perforasi. Penggunaan ligasi ganda pada setelah appendektomi terbuka dilakukan dengan jahitan yang mudah diserap tubuh. Ligasi yang biasa dilakukan pada apendektomi adalah dengan purse string (z-stich atau tobacco sac) dan ligasi ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan purse string. Ligasi ganda digunakan pada saat pembalikkan tunggul tidak dapat dicapai dengan aman, sehingga yang dilakukan adalah meligasi ganda tunggul dengan dua baris jahitan. Dengan peningkatan penggunaan laparoskopi dan peningkatan teknik laparoskopik, apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita. Beberapa studi mengatakan bahwa laparoskopi meningkatkan kemampuan dokter bedah untuk operasi. 10

Insisi Grid Iron (McBurney Incision)11 Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot oblikus eksternal, melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang menghubungkan spina liaka anterior superior kanan dan umbilikus.

Lanz transverse incision12 Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis miklavikula-midinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari pada insisi grid iron.

Rutherford Morissons incision (insisi suprainguinal)13 Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan terfiksir.

Low Midline Incision13 Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi perforasi dan terjadi peritonitis umum.

Insisi paramedian kanan bawah13 Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah umbilikus sampai di atas pubis.

Tabel 4. Macam-macam Insisi untuk apendektomi PEMBAHASAN Pasien dengan keluhan nyeri perut kanan bawah pada laki-laki mempunyai diagnosis banding apendisitis, kolik saluran kemih, kelainan pada saluran pencernaan seperti divertikulitis, ileokolitis, typhoid, serta keganasan. Demam pada pasien ini didahului oleh nyeri sehingga kemungkinan typhoid dapat disingkirkan. Gejala buang air kecil dan besar tidak ada kelainan maka kolik saluran kemih, divertikulitis, ileokolitis, maupun keganasan dapat disingkirkan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskular pada region abdomen kanan bawah, dengan tanda psoas dan rovsing yang positif, maka kemungkinan letak apendiks di daerah retrosekal. Nilai Modified Alvarado Scoring System adalah 9 dari 10 sehingga pasien pasti didiagnosis apendisitis dan dilakukan apendektomi. Diagnosis kerja pada pasien adalah apendisitis kronis eksaserbasi akut melihat adanya riwayat nyeri perut kanan bawah sejak dua tahun yang lalu. Pada saat operasi ditemukan apendiks yang terletak retrosekal retroperitoneal sesuai dengan tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik. Didapatkan pula appendiks yang gangrenosa sehingga diagnosis post operasi adalah apendisitis gangrenosa. Apendisitis gangrenosa merupakan stadium akhir dari apendisitis dimana terjadi nekrosis jaringan akibat adanya gangguan aliran darah pada apendiks sehingga dapat terjadi perforasi. Terapi antibiotic spektrum luas pada apendisitis sederhana dan supuratif hanya dilakukan profilaksis preoperatif. GLOSSARY Appendektomi (atau apendisektomi)14 : Operasi pengangkatan usus buntu Apendiks 15 : Usus buntu, umbai cacing, kantong berbentuk cacing yang melekat pada sekum, awal dari usus besar. Peritonitis16 : Radang pada peritoneum, selaput lapisan dinding perut dan panggul. DAFTAR PUSTAKA 1. Williams B A, Schizas A M P, Management of Complex Appendicitis. Elsevier. 2010. Surgery 28:11. p544048. 2. Andersson N, Griffiths H, Murphy J, et al. Is appendicitis familial? Br Med J 1979 Sep 22; 2: 697e8. 3. Heaton KW. In: Br Med J, Res Clin, eds. Aetiology of acute appendicitis 1987 Jun 27; 294:1632e3.

4.

Bewes P. Appendicitis. [Internet] April 2003. [cited April 2011] E-Talc Issue 3. Available from: http://web.squ.edu.om/medLib/MED_CD/E_CDs/health%2520development/html/clients/beweshtml/bewes_01. htm 5. Soybel D. Appendix. In: Norton JA, Barie PS, Bollinger RR, et al. Surgery Basic Science and Clinical Evidence. 2nd Ed. New York: Springer. 2008. 6. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartzs Principles of Surgery. th 9 Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010. 7. Appendicitis [Internet] [updated September 2010; cited April 2011]. Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/Appendicitis 8. Puylaert JB, Rutgers PH, Lalisang RI, et al. A prospective study ofultrasonography in the diagnosis of appendicitis. N Engl J Med 1987 Sep 10; 317: 666e9. 9. Temple CL, Huchcroft SA, Temple WJ. The natural history of appendicitis in adults. A prospective study. Ann Surg 1995 Mar; 221: 278-81. 10. Birnbaum BA, Wilson SR. Appendicitis at the millennium. Radiology 2000 May; 215: 337e48. 11. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Editors. Skandalakis Surgical Anatomy. USA: McGrawHill. 2004. 12. Russell RCG, Williams NS, Bulstrode CJK. Editors. Bailey and Loves Short Practice of Surgery. 24th Ed. London: Arnold. 2004. 13. Patnalk VG, Singla RK, Bansal VK. Surgical Incisions-Their Anatomical Basis. J Anat. Soc. India 50(2) 170-178 (2001) 14. Appendectomy. [Internet] [cited April 2011] Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/Appendectomy 15. Vermiform Appendix. [Internet] [cited April 2011] Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/vermiform_appendix 16. Peritonitis. [Internet] [cited April 2011] Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/peritonitis

Burn injuries
Burn injuries can be caused by fire, exposure to high temperature such as the sun, electrocution, chemicals and radiation. Most of burn injuries admitted to RSCM are caused by fire with 56% of the total case, 40% of boiling water, 3% of electrocution and 1% of chemicals.5 I. PATHOPHYSIOLOGY Areas of burn wounds are divided into three zones, which are coagulation zone, stasis zone and hyperemic zone.1,2

a. Coagulation zone The tissue in this zone is irreversibly damaged during traumatic burn. b. Stasis zone There are moderate perfusion disturbances in the area surroundingthe necrotic zone. In the stasis zone, there is vascular damage thus causes vascular leakage. c. Hyperemic zone The character of the hyperemic zone is vasodilatation due to inflammation process. Burn Injury Phases5 Acute Phase / shock phase. The patients may experience disturbance in the airway, breathing and circulation. Sub-acute phase, which takes place after the shock phase is resolved. Lost or damaged tissue resulting from contact with the heat source will cause inflammatory process with exudation of plasma protein and infection that can cause sepsis. Late Phase occurred after wound closure until maturation. The problem that arises during this phase are scarring, contractures and deformities due to the fragility of tissue or structured organ. II. DIAGNOSIS a. Total burn surface area can be evaluated with: i. Palmar surface method : the patients palmar (including the fingers) measured as 1% of Total Body Surface Area (TBSA). ii. Wallaces Rule Of Nine iii. Lund and Browder charts: to measure body shape differences in patient age and asses precise score in burn children. b. Age : Infant, children, and adult c. Burn Wound Depth d. Circumferential Grade II and III Burn Injury cause blood flow restriction at extremities, disturb respiration process if located at chest, therefore escharotomy is needed.

Table 1. Classification of Burn Wound Depth in United States.3

III.

BURN INJURY MANAGEMENT.4,6 Burn injury wound care could be divided into 3 major steps, which are emergency/resuscitation phase, acute phase, and rehabilitation phase.

Table 2. Categorization of Burns.

1.

Acute/shock phase : to protect patient from the source of burn injury, ABC evaluation, evaluation of any other trauma, fluid resuscitation, urine catheter, nasogastric tube, vital sign and laboratory, pain management, tetanus prophylaxis, administration of antibiotics and wound care. 2. Sub acute phase started when patient is hemodinamically stable. Management for acute phases: to prevent infection, wound care, and nutrition. 3. Phase rehabilitation : to increase self-sufficiency through the achievement of improved full functionality. III.1. Fluid resuscitation.5,6 III.2. Indication for fluid therapy

Grade 2 or 3 > 25% in adult, burn injury in the face with inhalation trauma and if the patient can not drink. Whereas in children and elderly burn injury grade II or III >15%, the intravenous fluid resuscitation is generally required. Baxter formula First day : TBSA x body weight (kg) x 4 cc (RL) Second day : coloid : 500-2000cc + glucose 5% to maintain the fluid. Half the fluid volume is given in the first 8 hours and another halfis given in the next 16 hours.

III.3. Indications for hospitalization Grade 2 over 15% in adults and over 10% in children Grade 2 on the face, hands, feet and perineum Grade 3 more than 2% in adults and every grade 3 in children Burns with viscera trauma, bones and airway III.4. Wound management.5,7 First burn wound should be washed with a solution of dilute detergent (baby soap), debride the skin that has been damaged. Dry the wound and apply mecurochrom or silver sulfa diazine. In handling the wound required protective material to create an optimal environment for wound healing, protect the wound from bacteria, from the friction and absorb the exudat, this is what we called dressing. There are many kinds of dressings, starting from the traditional (honey) conventional/passive occlusive dressing (opened: mebo cream, silversulfadiazine cream; closed: wet gauze, dry gauze, pembebatan) modern dressing/active occlusive dressing (absorbent cellulosic material, tulle grass dressing and film dressing)

Anda mungkin juga menyukai