Basuki Rachmad
Pembimbing
dr Prananda Surya Airlangga Sp.An. Mkes. KIC
Fellow KIC
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr soetomo
Surabaya
2015BAB I
RESUME PASIEN
Anak laki laki berumur 8 tahun BB= 32 kg pada hari sabtu, pukul 13.00 WIB
tanggal 4 juli 2014 mengalami kecelakaan lalu lintas, terjatuh saat di gonceng sepeda
motor kemudian terlindas truk kontainer dari arah depan. Pasien di rujuk ke RS Yapalis
dan mendapatkan resusitasi cairan RL 1000 cc, anti nyeri, anti tetanus, dan kemudian
pasien di rujuk ke RSUD Dr Soetomo. Setelah dilakukan pemeriksaan primary survey,
secondary survey dan pemeriksaan penunjang di dapatkan diagnosis :
-
bradikardi
PENDAHULUAN
Di Amerika Utara kecelakaan pada anak masih menjadi perhatian kesehatan
masyarakat, lebih dari 70 % kecelakaan menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang
semestinya dapat dilakukan pencegahan.
trauma berat
anggota
Walaupun ketepatan
definisi masih belum sempurna namun masih dapat digunakan menilai viabilitas dan
evaluasi fungsi nya. Pedoman ini dipakai untuk melakukan evaluasi, pengobatan di
UGD dan managemen prehospital.7
merupakan
sebagai pasien emergensi dengan intervensi pembedahan dalam 4-8 jam setelah
terjadinya injury, memang terkadang menjadi pilihan yang sulit
menyelamatkan fungsi ekstremitas atau menyelamatkan pasien nya.
apakah mau
Sayangnya,
1,3,5,6
Antibiotik yang diberikan disesuaikan terapi empiris pada awal pasien datang dengan
trauma degloving kaki kanan dengan diberikan cefazoline. 8
The Mangled Extremity Severity Score (MESS) adalah skala obyektif membantu
pengambilan keputusan secara cermat untuk keberhasilan penyelamatan ekstremitas
atau akan dilakukan amputasi.2 Banyak penelitian dengan MESS sudah digunakan
pada orang dewasa atau kombinasi secara serial pada sebagian kecil anak anak.
Pada tabel diatas, menunjukkan Mangled Extremity Severity Score (MESS) yang dinilai
skor < 6 atau lebih kecil : diselamatkan ekstremitas nya
Skor > 7 atau lebih
SEVERE SEPSIS
: dilakukan amputasi
pneumonia,
malaria, morbili, sepsis dan diare. Intervensi termasuk immunisasi, vitamin dan
tambahan mineral, antibiotik, resusitasi cairan dan support inotropik akan menurunkan
mortalitas. 11,12
Sepsis di definisikan sebagai systemic inflamatory respon syndrome
(SIRS)
yang dicetuskan oleh keberadaan kuman pathogen yang apabila tidak diketahui secara
dini dan diobati maka akan menjadi penyebab utama mordibitas dan mortalitas pada
anak. Pendekatan terapi yang utama pada sepsis adalah supportif, prinsip fisiologi dari
critical care medicine dan memerlukan 4 target penting : 4
-
Initial resusitation
Eradikasi kuman patogen
Maintenance oksigen delivery
Mengubah respon inflamasi
Initial Resusitasi menjadi target utama terapi jam pertama dari gambaran klinis untuk
mempertahankan oksigenasi jaringan, ventilasi serta mencapai perfusi yang normal.
Parameter klinis yang penting untuk merefleksikan perfusi normal adalah :
capillary refill < 2 detik, pulsasi yang normal dengan tidak ada perbedaan diantara
kualitas dari perifer dan pulsasi sentral, perfusi eksremitas hangat, status mental
normal, normal tekanan darah sesuai umur dan kecukupan urin output sesuai umur
Definisi sepsis, severe sepsis, sepsis shock dan multiple organ dysfunction syndrome
sama dengan dewasa tetapi tergantung pada umur, spesifik heart rate, respiratory rate
dan nilai sel darah putih.13
A. Initial resusitation7
1) Pemberian oksigen lewat face mask diperlukan high flow oksigen nasal canul
atau nasopharing CPAP apabila terjadi respiratori distress dan hipoksia.
Akses intravena perifer atau intraosseus dapat digunakan untuk resusitasi
cairan dan infus inotropik ketika akses sentral tidak dapat digunakan. Apabila
dan mencapai capillary refill normal, pulse perifer dan level kesadaran tanpa
menyebabkan hepatomegali atau rales. Pada anak anemia hemolitik yang berat
( malaria berat atau sickle sel krisis ) dimana tidak hipotensi, tranfusi darah lebih
di pertimbangkan di banding kristaloid atau albumin. ( grade 2C ).
D. Inotropik / vasopressor / vasodilator.7
1. Disarankan dimulai support inotropik perifer sampai akses central vena
didapat pada anak yang tidak respon dengan resusitasi cairan. (grade 2C).
2. Pada pasien dengan low cardiak output dan kenaikan sistemik vaskuler
resisten dengan tekanan darah normal di berikan terapi inotropik (grade 2C).
E. ECMO ( Extracorporeal Membran Oxygenation )7
Disarankan pada anak dengan refrakter syok sepsis atau gagal nafas refrakter
respiratory di sebabkan oleh sepsis ( grade 2C ).
F. Kortikosteroid 7
Disarankan diberikan secara tepat dengan syok sepsis yang refrakter cairan,
katekolamin resisten syok dan suspek adrenal insufficiensi ( grade I A ).
G. Produk darah dan plasma terapi.7
Disarankan target Hb pada anak dan dewasa adalah sama. Selama resusitasi
syok vena cava superior SCVO2 < 70%, Hb level 10 gr/dl. Setelah stabilisasi
dari pemulihan syok dan hipoksemia kemudian target > 7 gr/dl ( grade 1B ).
H. Mekanikal ventilasi7
Disarankan lung protektif strategi selama mekanikal ventilasi ( grade 2C ).
I. Sedasi /analgesi/ toksisitas obat7
Direkomendasikan penggunaan sedasi dengan target sepsis dengan mekanikal
ventilasi ( grade1 D)
J. Kontrol glukosa 7
kontrol hiperglikemia menggunakan target seperti dewasa ( 180 mg/dl ).
Infus glukosa disertai terapi insulin pada bayi dan anak ( grade 2 C )
K. Diuretics and Renal Replacement Therapy7
Penggunaan diuretik saat overload cairan setelah syok diatasi dan jika tidak
berhasil dilakukan continous venovenous hemofiltration atau dialisis (grade 2 C)
L. DVT profilaksis.7
Tidak direkomendasikan pada prepubertas.
M. Profilaksis stress ulcer7
Tidak ada grade rekomendasi pada stress ulcer propilaksi pada studi
menunjukkan angka kejadiannya sama dengan dewasa.
N. Nutrisi7
Nutrisi enteral harus diberikan bila dapat ditoleransi dan bila tidak ditoleransi
diberikan lewat parenteral (grade 2C)
Dalam menangani pasien sepsis yang kritis harus difahami secara benar seperti pada
tabel diatas
resusitasi cairan merupakan awal kunci keberhasilan selain source kontrol dan terapi
antibiotik. Resusitasi cairan harus dilakukan
hipoperfusi jaringan sebagai akibat dari vasodilatasi apabila diperlukan pemberian obat
vasoaktif dan pemberian transfusi darah seperti EGDT.
Patofisiologi
Apabila kuman patogen
masuk
Akibat yang
paling
patofisiologi hasil dari sepsis syndrome adalah ketidakseimbangan diantara pro dan
antiinflamatori mediator dengan di kombinasi toksin kuman. Pada anak severe sepsis
muncul dari aktivasi respon immun innate. Respon ini di trigger oleh kuman patogen
yang berbeda, respon akan mensekresi pro dan anti-inflamatori sitokin, meng aktivasi
dan
memobilisasi
meningkatkan
lekosit,
apoptosis.
aktivasi
Proses
koagulasi,
inflamasi
menghambat
innate
akan
fibrinolisis
merugikan
dan
dengan
10
Salah satu yang komplikasi pasien criticall ill adalah stress related mucosal disease
(SRMD). Terapi prophylaksis secara rutin diberikan pada pasien kritis yang dirawat di
ICU yang resiko tinggi, yang merupakan proses erosive dari gastroduodenal mukosa
yang secara fisiologis abnormal. Resiko tinggi SRMD termasuk :
14
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Komplikasi gastrointestinal sering terjadi pada pasien di ICU, tentu saja ulkus dan
perdarahan dikaitkan dengan SRMD dapat memperpanjang masa rawat inap di rumah
sakit dan meningkatkan mortalitas sebanyak 4 kali dibanding yang tanpa komplikasi.
Insiden secara klinis penting yang dapatmenyebabkan komplikasi ketidakstabilan
hemodinamik, penurunan Hb dan memerlukan transfusi. Pada tipe ulcer dan bleeding
dapat meningkatkan long of stay
dibanding tanpa komplikasi ini.14
PEMBAHASAN
kondisi syok
infeksi,
reaksi/respon inflamasi yang luas (SIRS), sepsis, severe sepsis sampai multiorgan
dysfunction syndrome (MODS), menghadapi operasi dari multidisiplin (orthopedi, TKV,
bedah plastik, bedah anak) yang berkali-kali dan lebih kompleks, banyak pemakaian
obat antibiotik, analgetik, obat protektif ulcer dan lama lebih lama perawatan di Rumah
Sakit dibanding yang langsung dilakukan amputasi secara primer.
Pasien dilakukan operasi I, dilakukan tindakan : debridement, orif pinning patella dan
femur, eksternal fiksasi femur ke cruris, trombektomi a femoralis sampai dengan pedis
posterior, jahit luka primer, colotranversotomi (stoma) dan post operasi dirawat di ROI
(ruang observasi intensif).
Antibiotik yang diberikan sudah disesuaikan terapi empiris pada awal pasien datang
dengan trauma degloving kaki kanan dengan diberikan cefazoline 3 x 500 mg.
Kemudian hari ke 3 diganti dengan sefosulbactam 2 x 750 mg di sesuaikan dengan
kultur (diberikan selama 7 hari), kemudian diganti dengan dilanjutkan dengan
pemberian meropenem 3 x 600 mg.
Pemberian nutrisi yang adekuat merupakan tantangan yang utama, apalagi pada
pasien severe sepsis. Pasien ini hari ke-3 dari NGT berwarna kehijauan dan produk
aktif, Hb turun menjadi 7,46, hematokrit 23, albumin 2,63 dan APTT memanjang > 2 x
(62,70/24,30), nadi : 130-148 x/mnt, t = 37,4-39 0 C disebabkan karena kenaikan
metabolik rate karena febris, kecemasan serta dihubungkan dengan sepsis nya.
Hipoperfusi intestinal dikombinasi dengan ketidakcukupan nutrisi lokal enterocyte dapat
menyebabkan
endotoksin dari usus ke dalam darah. Nutrisi enteral tetap diupayakan sebelum
parenteral dengan alasan tropik efek pada intestinal villus sehingga menurunkan
translokasi bakteri, men support jaringan limfoid, lebih murah, lebih minimal resiko
infeksi.
Pencapaian
nitrogen
balance
adalah
penting
untuk
recovery
dan
febris, takikardi,
didukung penurunan Hb dari 10,7 menjadi 4,6 gr/dl, PTT dan APTT memanjang > 2x
nya, NGT hematin dengan tetap dilakukan tindakan debridement luka.
Mulai hari ke- 8-9, kondisi pasien sadar, ikterik, febris 37,5-40
C, takikardi 150-
162x/mnt, SGOT= 95, SGPT= 55, Bil Dir= 3,97, bil total= 7,69, laktat= 2,7, PCT= 62,
merupakan biokimia marker dari inflamasi, sehingga pasien sudah terjadi gangguan
fungsi organ di hepar.
Hari ke- 10, di lakukan operasi ke-4, dilakukan amputasi (disartikulasi hip d/) untuk
source kontrol (keputusan hasil conference)
Hari ke -11,
C, lab :
Hb= 8,5, Hmt= 24,4 , leko= 12.000, SGOT= 113, SGPT= 40, Bil tot= 4,6 Bil direct= 3,38,
CRP= 116,
lekositosis, artinya masih terdapat gangguan pada fungsi liver , didukung biomarker
CRP masih tinggi.
Pada hari ke-12,
dengan kondisi sadar, nafas spontan, tensi stabil, nadi 115 x/mnt, temp = 36,6-37,5 ,
urin output sudah mulai menurun, disini pasien sudah mengalami gangguan fungsi
renal walaupun jumlah total dalam satu hari urin masih baik,
tetapi pasien
direncanakan untuk debridement di OK UGD. Pada saat pkl 18.00 terjadi perdarahan
lewat stoma 100 cc, kemudian 300 cc, kemudian tensi = 98/58 mmHG, nadi =156
x/mnt, HB= 6,5, t= 36,6 , akhirnya diberikan PRC 200 cc dan Wb 350 cc, dan pkl 23.00
diberikan WB lagi 350 cc, kemudian pkl 4.30 naik ke kamar operasi, pada saatdi
kamar operasi kondisi mengalami penurunan, terjadi perdarahan lewat stoma sampai
700 cc, pasien syok, hemodinamik T= 75/35, n= 177 x/m, t= 36,6 0 C,
dilakukan
diberikan
bradikardi, cardiac arrest di lakukan RJPO tetapi tidak ROSC. Disini sudah terjadi syok
sepsis walaupun sudah diberikan resusitasi cairan, darah dan dukungan vasopressor,
tidak memberikan respon tetapi yang berlanjut ke MODS. Dari respon tubuh akibat
inflamasi dan infeksi walaupun sudah diberikan pengobatan dengan antibiotik dan
perawatan yang cermat dengan mortalitas rate sekitar 30-60 %.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Lucian Fodor, Raluca Sobec, Laura Sita-Alb, Marius Fodor Constantin Ciuce.
Mangled Lower Extremity : Can we thrust the amputation scores ?. Int J Burn
Trauma ; 2(1) 51-58.
2. Wolinsky PR, Webb LX, Harvey EJ, Tejwani NC. The mangled limb: salvage
versus amputation. Instr Course Lect. 2011;60:2734.
3. Sapan D. Gandhi , Joshua M. Abzug, and Martin J. Herman. The Mangled
Extremity in Children Chapter 2. New York 2012.
4. Limb de fi ciencies. In: Herring JA, editor. Tachdjians pediatric orthopaedics. 4th
ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.
5. Oakes R, Urban A, Levy PD. The mangled extremity. J Emerg Med.
2008;35:43744.
6. Patzakis MJ, Wilkins J. Factors in fl uencing infection rate in open fracture
wounds. Clin Orthop Relat Res. 1989;243:3640.
7. R. Phillip Delinger, Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for
Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012.
8. Sara E, Edina, Kate. Antibiotic Guidelines. Treatment Recomendations for Adult
Inpatients. Johns Hopkins. 2014-2015 : 97
9. Thomas M et all, Western Trauma Association Critical Decision in Trauma
Management of the mangled extremity. J Trauma, 2002; 72 : 86-93.
10. Goldstein B, Giroir B, Randolph A, International pediatric sepsis consensus
conference: definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Pediatric
Critical Care Med. 2005 : 6 : 2-8
11. Kissooon N. Sepsis Guideline implementation : benefits, pitfalls and possible
solutions. The Annual Update in Intensive Care and Emergency Medicine, 2014
12. Kissoon N et all. World Federation of Pediatric Intensive Care and Critical Care
Societies : Global Sepsis Initiative. Pediatric Critical Care Med 2012, Vol. 12,
no.5
13. Nidal el, Timothy, T Cornell, Nranjany Kissoon, Thomass : Management and
Treatment Guideline for Sepsis in Pediatric Patients. Open Inflamm J. 2011
14. Neil stollman, Patofisiology & prophylaxis of stress ulces in intensive care unit
patients. Journal of critical care 2005, 20 ; 35-45
15. Kumar MK.et al, Salvage versus amputation : utility of mangled extremity severity