Anda di halaman 1dari 49

MODUL KETERAMPILAN KLINIK

BLOK RESPIRATORY SYSTEM

PENYUSUN

Adril A Hakim
Ronald Sitohang
Emir Taris Pasaribu
Soejat Harto
M. Rusda
Cut Aria Arina
Dian Dwi Wahyuni
M Syahputra
Halomoan H
Maria M Simatupang
Yoan Carolina
Rudolf Pakpahan
R Lia Kusumawati
Amira Permatasari
Bintang Sinaga
Noni Soeroso

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014

1
SL. IV. RPS. 1 34/93
KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN (HISTORY TAKING)
PENYAKIT SISTEM RESPIRATORI
Amira Permatasari, Bintang Y Sinaga, Noni N Soeroso

I. PENDAHULUAN

Tujuan utama suatu anamnesis adalah untuk mengumpulkan semua informasi dasar yang
berkaitan dengan penyakit pasien dan adaptasi pasien terhadap penyakitnya. Kemudian dapat
dibuat penilaian keadaan pasien. Seorang pewawancara yang berpengalaman
mempertimbangkan semua aspek presentasi pasien dan kemudian mengikuti petunjuk-petunjuk
yang kelihatannya perlu mendapat perhatian yang terbesar. Pewawancara juga harus menyadari
pengaruh faktor-faktor sosial, ekonomi dan kebudayaan dalam menentukan sifat alamiah
problem pasien.
Komunikasi adalah kunci untuk berhasilnya suatu wawancara. Pewawancara harus dapat
menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien dengan bebas. Pertanyaan pertanyaan ini
harus selalu mudah dimengerti dan disesuaikan dengan pengalaman medis pasien. Jika perlu,
bahasa pasaran yang tidak baku yang melukiskan keadaan tertentu dapat dipakai untuk
mempermudah komunikasi dan menghindari kesalahpahaman.
Prinsip utama anamnesis adalah membiarkan pasien mengutarakan riwayat penyakitnya
dalam kata-katanya sendiri. Pengamatan yang cermat mengena ekspresi si wajah pasien dan
juga gerakan tubuhnya dapat memberikan petunjuk non verbal yang berharga. Dokter sebagai
pewawancara dapat pula memakai bahasa tubuh seperti tersenyum, mengangguk, berdiam diri,
gerakan tangan, atau pandangan bertanya untuk mebdorong pasien melanjutkan penuturan
riwayat penyakitnya. Mendengarkan tanpa menyela penting dan memerlukan keterampilan. Jika
diberikan kesempatan, pasien seringkali mengungkapkan masalahnya secara spontan.

Gejala utama penyakit paru yaitu :


1. Batuk
2. Batuk darah (hemoptisis)
3. Sesak napas (dispneu)
4. Nyeri dada (pleuritic pain)
5. Mengi (wheezing)

1. Batuk
Gejala penyakit paru yang paling sering ditemukan adalah batuk. Batk demikian
lazimnya sehingga sering dianggap sebagai keluhan sepele. Batuk adalah ekspirasi paksa yang
terkoordinasi , diselingi dengan penutupan glotis secara berulang-ulang. Batuk dapat volunter
atau involunter, produktif atau tidak produktif. Batuk produktif adalah batuk yang
mengeluarkan lendir atau bahan lain. Sputum atau dahak adalah bahan yang dikeluarkna dengan
batuk. Kira-kira 75-100 cc sputum disekresikan setiap hari oleh bronkus.

2. Batuk darah
Batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak yang berdarah , berasal dari saluran
napas dibawah pita suara.

3. Sesak napas
Sensasi sesak napas subjektif disebut dispneu. Dispneu merupakan manifestasi
penting penyakit kardiopulmoner, meskipun ia ditemukan pada keadaan-keadaan lain seperti
penyakit neurologik, metabolik, dan psikologik.

4. Nyeri dada
Nyeri dada yang berkaitan dengan penyakit paru umumnya disebabkan oleh
terserangnya dinding dada atau pleura parietal. Serabut syaraf banyak terdapat di daerah ini.
Nyeri pleura (pleuritic pain) adalah gejala umum peradangan pleura parietal. Nyeri ini
dilukiskan sebagai nyeri tajam seperti ditusuk-tusuk , yang biasanya terasa pada waktu inspirasi
dan terlokalisai pada asalah satu sisi tubuh. Meskipun nyeri dada dijumpai penyakit paru , nyeri
2
dada merupakan gejala utama penyakit jantung selain itu dapat juga nyeri otot, tulang, syaraf
dan gaster.

5. Mengi
Mengi merupakan suatu bunyi dengan bernada tinggi abnormal yang disebabkan oleh
obstruksi parsial pada salurann apas. Umumnya ditemukan pada fase ekspirasi . Keadaan ini
terjadi akibat bronkospasme, edema mukosa, dll. Penyebab tersering dijumpai pada penderita
Asma tetapi dapat juga disebabkan oleh obstruksi benda asing.

Gejala- Gejala lain


Disamping gejala-gejala utama pada penyakit paru yang baru saja disebutkan diatas, ada
gejala-gejala lain yang ditemukan seperti

Suara serak
Penurunan berat badan

Suara serak
Tanyakan kepada pasien jika mengalami suara serak sejak kapan itu terjadi perubahan.
Penyebab pada umumnya jika kita temukan suara serak yaitu : pada perokok berat, laringitis
akut dan penggunaan jangka waktu lama obat steroid terutama inhalasi. Tetapi dapat juga
keterlibatan syaraf laringeal yang mengalami kompresi akibat tumor paru.

Penurunan berat badan


Penurunan berat badan secara drastis sering ditemukan pada penderita yang mengarah ke
keganasan.

Seorang dokter harus mampu mengelaborasi keterangan penderita yang paling signifikan untuk
ditetapkan sebagai keluhan utama. Ada beberapa pertanyaan yang harus diingat pada
komunikasi dokter dan pasien dalam mengelaborasi keluhan penderita agar hasilnya sesuai
dengan diharapkan.

Gejala gangguan respirasi terdiri dari : batuk ( kering / produktif ), batuk darah, sesak napas
(akut, progresif, paroksimal), nyeri dada dan mengi. Disamping gejala ini, bisa juga ditemukan
gejala sistemik yang berhubungan dengan penyakit respirasi yaitu : demam, suara serak,
keringat malam dan penurunan berat badan.

II. TUJUAN KEGIATAN

II.1. TUJUAN UMUM

Setelah selesai latihan ini diharapkan mahasiswa dapat melakukan komunikasi dokter-
pasien/keluarga pasien (history taking) mengenai penyakit yang berhubungan dengan
sistem respiratori dengan baik dan benar.

II.2. TUJUAN KHUSUS


Mahasiswa mampu :
1. Mengetahui kerangka history taking pada gangguan respirasi
2. Menelusuri keluhan utama dan keluhan tambahan.
3. Menguraikan penyakit secara deskriptif dan kronologis.
4. Mendapatkan riwayat penyakit yang berhubungan dengan penyakit keluarga.
5. Mendapatkan riwayat penyakit penyerta yang berhubungan dengan penyakit utama.
6. Menerapkan dasar tehnik komunikasi dan perilaku yang sesuai dengan sosio budaya
pasien dalam hubungan dokter pasien.

III. RUJUKAN
1. Patel H, Gwilt C. Respiratory System 3rd edition. Elsevier. Philadelphia ; 2008
3
2. Talley N, Oconnor S . Respiratory system and breast examination. Clinical
examination. A systemic Guide to Physical Diagnosis 5th edition : Australia. Elsevier ;
2006

IV. PERALATAN DAN BAHAN


1. Audiovisual dan materi audiovisual
2. Pensil/pulpen
3. Formulir history taking
4. Pasien simulasi

V. SKENARIO KASUS

KASUS PNEUMONIA
Seorang laki-laki umur 20 tahun dengan keluhan batuk yang dialami sejak 3 minggu lalu.
Batuk berdahak warna hijau dengan konsistensi kental sulit untuk dikeluarkan, batuk
dirasakan terus-menerus. Jika batuk terasa nyeri dada. Nyeri dada di rasakan ketika batuk,
frekuensinya jarang dan tidak menjalar. Sesak napas dan demam dialami sejak 1 minggu ini.
Sesak napas tidak berhubungan dengan cuaca maupun aktivitas. Os sudah memakan obat
tetapi tidak mengalami perbaikan. Batuk darah dijumpai 3 hari yang lalu berupa bercak-
bercak dan saat ini tidak ada lagi. Tidak dijumpai napas berbunyi dan penurunan berat
badan. Tidak ada riwayat penyakit terdahulu dan tidak pernah dilakukan operasi
sebelumnya. Konsumsi obat hanya memakan obat penurun panas dan tidak ada alergi obat.
Pasien perokok dengan 2 bungkus/hr selama 8 tahun, jenis filter. Riwayat penyakit
keluarga : asma dijumpai, kencing manis, hipertensi, menderita tumor tidak ada. Pasien
berolahraga rutin (basket) dan tidak memelihara binatang.

Tugas : Lakukan komunikasi dokter pasien dan faktor penyebab yang berhubungan dengan
keluhannya sesuai formulir history taking. Tuliskan kemungkinan-kemungkinan yang
menjadi penyebab dari keluhannya.

VI. TEKNIK PELAKSANAAN


A. PERKENALAN

1. Sapa pasien dan perkenalkan diri dengan ramah dan sopan.


2. Posisikan pasien sesuai dengan kondisinya
- Kondisi pasien berjalan sendiri
- Pasien di kursi roda/dipapah
- Pasien diantar dengan tempat tidur sorong
3. Tanyakan identitas pasien

B. MENANYAKAN KELUHAN UTAMA


1. Tanyakan keluhan utama pasien
2. Telusuri / telaah keluhan utama lebih dalam :
- Sejak kapan mulainya?
- Dimana lokasinya ?
- Berapa lamanya ?
- Bagaimana rasanya?
- Apa yang memperberatnya, seperti : aktivitas ?
- Penyebaran/penjalarannya ?
- Pada saat kapan terutama dirasakan timbulnya?

C. MENANYAKAN KELUHAN TAMBAHAN

1. Tanyakan keluhan tambahan seperti : demam, penurunan berat badan, suara serak dan penurunan nafsu
makan.
2. Telusuri dan telaah riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, pemakaian obat sekarang dan riwayat
alergi obat.
3. Telusuri riwayat merokok
4
4. Telusuri status sosial ekonomi
5. Tanyakan tentang konsumsi alkohol
6. Tanyakan riwayat pekerjaan

D. DOKUMENTASI
1. Catat hal-hal yang penting dari komunikasi
2. Simpulkan hasil komunikasi
3. Jelaskan tindakan selanjutnya

VII. LEMBAR PENGAMATAN KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN YANG


BERHUBUNGAN DENGAN RESPIRATORY

PENGAMATAN
LANGKAH /TUGAS
Ya Tidak
A. PERKENALAN
1. Menyapa dan memperkenalkan diri dengan pasien / keluarga
pasien
2. Memposisikan pasien yang benar sesuai dengan kondisinya
- Kondisi pasien berjalan sendiri
- Pasien di kursi roda/dipapah
- Pasien diantar dengan tempat tidur sorong
3. Menanyakan identitas pasien

B. MENANYAKAN KELUHAN UTAMA


1. Menanyakan keluhan utama pada penderita atau keluarga pasien

2. Menelusuri dan menelaah keluhan utama lebih dalam :


- Sejak kapan mulainya?
- Dimana lokasinya ?
- Berapa lamanya ?
- Bagaimana rasanya?
- Apa yang memperberatnya, seperti : aktivitas ?
- Penyebaran/penjalarannya ?
- Pada saat kapan terutama dirasakan timbulnya?

C. MENANYAKAN KELUHAN TAMBAHAN


1. Menanyakan keluhan tambahan pada penderita :
Demam
Keringat Malam
Penurunan Nafsu Makan / BB menurun
Badan Lemah
Suara serak
Sakit menelan
2. Menelusuri dan menelaah riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan,
pemakaian obat sekarang dan riwayat alergi obat.
3. Menanyakan riwayat penyakit keluarga

4. Menanyakan riwayat merokok , konsumsi alkohol, paparan


biomass, penggunaan NAPZA, sex bebas

5. Menanyakan riwayat operasi, transfusi, pekerjaan, olahraga,


makan teratur, pelihara binatang

D. DOKUMENTASI
1. Mencatat hal-hal yang penting dari komunikasi

2. Menyimpulkan hasil komunikasi


5
3. Menjelaskan tindakan selanjutnya

Note : Ya = Mahasiswa melakukan


Tidak = Mahasiswa tidak melakukan
LAMPIRAN

FORMULIR HISTORY TAKING BLOK RESPIRATORY SYSTEM


MAHASISWA FK USU SEMESTER 4

Nama Mahasiswa : ..
Grup : ..
Tanggal Anamnesa: .
Instruktur : . Paraf :

INDENTITAS PASIEN

Nama Pasien :
Alamat & Tanggal lahir :
Umur :
Pekerjaan :
Jenis kelamin :
Status perkawinan :
Agama :
Tanggal masuk ke RS :

RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan Utama:

a. Batuk : Tidak ya : sejak berapa lama : ..


Frekuensi : Jarang / Sering
Batuk terutama : pagi hari ; malam hari ; terus-
menerus

- dahak : Tidak ya : sejak berapa lama:


intensitas : Ringan /Berat
Frekuensi : Jarang / Sering
Warna : .
Bau : .

b. Batuk Darah : Tidak ya : sejak berapa lama : .


intensitas : ...........................
volume : .........................
Riwayat batuk darah : ..

c. Sesak Nafas : Tidak ya : sejak berapa lama : ...........................


Sifat sesak :.............................
intensitas : Ringan /Berat
Frekuensi : Jarang / Sering/ Tiba - tiba
Mengi : Ya/ Tidak
Bertambah dimalam Hari : Ya /Tidak
Faktor pencetus :
Berhubungan : 1. Cuaca
2. Aktivitas
3. Posisi
6
4. Lain lain
Riwayat Eksaserbasi : ./ tahun
Riwayat Opname / IGD : ya/tidak

e Nyeri dada : Tidak ya : sejak berapa lama:


intensitas : Ringan /Berat
Frekuensi : Jarang / Sering
Lokasi :
Memberat :
Sifat :
Penjalaran : .

PENILAIAN NYERI (VAS)


Nyeri : ( ) tidak ( ) ya
Skala Nyeri : (intensitas 0 10)
Karakteristik :
Lokasi :
Durasi :
Frekuensi : .x/hari
(crescendo/decrescendo)
1. Keluhan Tambahan

2. Keluhan Tambahan
a. Demam : Tidak Ya : sejak berapa
lama :..........................................
Pagi/ Siang :Ya/tidak
Sore : Ya / tidak
Malam : Ya /tidak
Menggigil : Ya /tidak

b. Keringat Malam : Ya/tidak


c.Nafsu Makan / BB menurun : Ya/ tidak, Kg : .
d. Badan Lemah : Ya / tidak
e.Suara serak : Ya / tidak, sejak
f. Sakit menelan : Ya / tidak, sejak : ..

3. Riwayat penyakit terdahulu :

4. Riwayat penggunaan obat


OAT : Ya/tidak
Obat hipertensi : ya / tidak
Pil kontrasepsi : ya / tidak

5. Riwayat Pekerjaan : ......................................


Berapa lama : ..
Berhenti sejak : ..

6. Paparan:
i. Merokok : Lama ...................thn, kretek / filter
Banyak........................btg/hari
ii. Obat-obatan : Jenis......................... Lama ..........................th
iii. Biomass : Ya / tidak Lama...........................th
iv. Sex Bebas :
v. Alkohol : Ya / tidak
vi. NAPZA : Ya / tidak

7. Anamnesis Keluarga:
a. Penderita TB Paru : Ya / tidak Siapa: ..................................
b. Riwayat Asma : Ya / tidak Siapa: .................................
7
c. Faktor keturunan kanker : Ya / tidak
d. Diabetes Mellitus : Ya / tidak

RIWAYAT ALERGI Tidak Ya


Obat : Tipe reaksi :.
Makanan : Tipe reaksi:..
Lain-lain : Tipe reaksi:.

Riwayat operasi : Tidak Ya, jenis &kapan

Riwayat Transfusi : Tidak Ya Reaksi Transfusi : Tidak Ya,


reaksi yang timbul

Olahraga : Ya , jenis olahraga


tidak
Pelihara binatang : Ya , jenis binatang.
tidak
Makan teratur : Ya tidak

SL. IV. RPS. 2


KETERAMPILAN KLINIK
PEMBACAAN FOTO TORAKS
A. Afif Siregar, Rudolf H Pakpahan, Noni Soeroso

I. PENDAHULUAN

Foto toraks merupakan foto terbanyak hampir disemua Instalasi/Departemen Radiologi


termasuk di Departemen Radiologi FK USU. Selain foto toraks ada beberapa pemeriksaan
radiologis lainnya untuk toraks antara lain : CT- Scan, Ultrasonografi, MRI, Kedokteran nuklir,
Angiografi, Flouroscopi. Namun untuk pemeriksaan radiologis toraks biasanya di dahului
8
dengan foto toraks sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis lainnya. Pada saat ini foto toraks
dapat dilakukan secara konvensional/manual dan secara digtal/ computerized yang disebut
digital radiography.
Perlu diketahui gambaran radiologis normal dari sebuah foto toraks untuk dapat mengerti
kelainan yang terlihat pada sebuah foto toraks.
Beberapa penyakit/kelainan yang dapat terlihat pada sebuah foto toraks antara lain : infeksi
di paru (spesifik maupun non spesifik), tumor, kelainan kongenital di paru maupun di jantung,
kelainan jantung di dapat, kelainana akibat trauma, kelainan pada tulang maupun jaringan lunak
dinding toraks.

1. Yang dinilai pada foto toraks :


1. Jantung
Ukuran dan cara mengukurnya
Batas batas jantung kanan / kiri dan terdiri dari apa
1.2. Paru
Hitam / lusen disertai garis garis putih
Vaskular paru
Kubah diafragma
Inspirasi maksimal atau tidak
Sinus frenikokostalis, frenikokardialis
1.3. Trakea : medial atau deviasi trakea
1.4. Tulang tulang dinding toraks
Kosta depan atau belakang
Skapula
Klavikula
1.5. Jaringan lunak dinding toraks

2. Cara membaca foto toraks:


Hidupkan illuminator
Letakkan foto toraks pada illuminator dengan sisi kanan foto berhadapan dengan sisi kiri
pembaca seolah - olah orangnya berhadapan dengan pembaca foto toraks.
Apex paru foto toraks daerah cranial dan diafragma di caudal.
Periksa kualitas film foto toraks tersebut : apakah kontras terlalu hitam atau terlalu putih.
Vertebra torakalis I-V harus terlihat dan diskus intervertebralis terlihat samar-samar.
Melihat identitas foto toraks : tanggal pembuatan, nama, umur, tanda kiri dan kanan,
jenis foto AP/PA
Pada PA : letak diafragma sejajar dengan iga 9 -11 belakang kanan atau iga 5-6 depan
kanan yang memotong pertengahan diafragma kanan (inspirasi maksimal).
Penilaian jantung : CTR < 50 % : interpretasi normal
Trakea : medial (posisi ditengah)
Menilai paru dibagi atas :
- Lapangan atas (paratrakeal) : Iga 1 - 2
- Lapangan tengah (parahilar) : Iga 3 - 4
- Lapangan bawah (parakardial) : Iga 5 6
Posisi hilus kiri lebih tinggi dibandingkan dengan hilus kanan.
Menilai kedua sinus frenikus kostalis terlihat jelas
Menilai kedua sinus frenikus kardiale terlihat jelas
Menilai bentuk dome (kubah) diafragma convex (cembung) dan pinggiran licin dan
terlihat jelas. Hemidiafragma kanan lebih tinggi dari hemidiafragma kiri sekitar 2 - 3
cm.
Mengamati densitas tulang dinding toraks yaitu :
- Kosta : intact
- klavikula : simetris
- skapula : tidak menutupi kedua lapangan paru
Mengamati jaringan lunak dinding toraks terlihat homogen.

9
10
Keterangan :

1. Trakea
2. Bronkus Utama kanan 12. Hemidiafragma kanan
3. Bronkus Utama kiri 13. Sinus frenikokardialis kanan
4. Arkus aorta 14. Sinus frenikokardialis kiri
5. Arteri Interlobaris kanan 15. Lambung
6. Arteri pulmonalis kanan 16. Hemidiafragma kiri
7. Arteri pulmonalis kiri. 17. Sinus frenikokostalis kanan
8. Trunkus anterior 18. Sinus frenikokostalis kiri
9. Vena pulmonalis inferior kanan 19-20. Bayangan mammae
10. Atrium kanan 21. Klavikula kanan
11. Ventrikel kiri 22. Klavikula kiri

II. TUJUAN KEGIATAN

II.1. TUJUAN UMUM


Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat melakukan pembacaan foto
toraks secara sistematis dan benar.

II.2. TUJUAN KHUSUS


Mahasiswa mampu :
1. Membaca gambaran paru normal dan kelainan paru.
2. Membaca gambaran jantung normal dan kelainan jantung.
3. Membaca gambaran tulang tulang dinding toraks normal dan kelainan tulang
tulang dinding toraks
4. Membaca gambaran jaringan lunak dinding toraks normal dan kelainan jaringan
lunak dinding toraks.
5. Menelusuri keluhan fisik dan hubungannya dengan kelainan pada foto toraks.
6. Membuat laporan pembacaan gambaran kelainan pada foto toraks.
7. Membuat kesimpulan diagnosis serta diagnosis banding.

III. RUJUKAN

1. Sjahriar Rasad Radiologi Diagnostik


2. David Sutton A Textbook of Radiology
3. Grainger & Allison Diagnostic Radiology
4. H. Luhur S.Soeroso Mutiara paru
5. Chung, K, Edward. Quick Reference to Cardiovascular disease, third edition : William
and Wilkins ; 1987
6. Ganong, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta ;
1999
7. Isselbacher, et al, Harrisons Principles of Internal Medicine, 12 th ed, Mc Graw Hill Inc
: New York ; 1991

11
8. Rilianto, L, dkk, Buku Ajar Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta ; 1996
9. Sastroasmoro,S, Buku Ajar Kardiologi Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta ;
1994
10. Suparman, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FK UI : Jakarta ; 1994

IV. PERALATAN DAN BAHAN


1. Illuminator (viewing box)
2. Foto toraks
3. Audiovisual.
4. Spidol, pulpen dan pencil
5. Penggaris
6. Formulir pembacaan foto toraks.

V. TEKNIK PELAKSANAAN
A. PERSIAPAN PEMBACAAN FOTO TORAKS
1. Hidupkan illuminator (viewing box)
2. Letakkan foto di illuminator dengan sisi kanan foto di sisi kiri pembaca dengan apex
paru di arah cranial
3. Baca identitas foto
- Identitas foto : nama, umur, jenis kelamin
- Tanggal pembuatan foto
- Tanda kanan dan kiri
- PA / AP pa bentuk clabviculanya lebih V
4. Kualitas film terlalu hitam atau putih Tdk boleh lebih item dr yg mana?
5. (Vertebra torakalis terlihat jelas 1-5, diskus intervertebralis samar2) kalau terlihat sampai
lebih dr 5 kave terlalu tinggi bisa infiltrat tidak terlihat

B. PENILAIAN KONDISI FOTO TORAKS


1. Posisi Trakea : medial / deviasi . agak hitam krn ada udara. deviasi kalau ada
tumor,gondok
2. Klavikula : simetris / asimetris skapula diluar/didlm lapangan pandang paru
3. Foto berdiri posisi PA dengan letak diafragma sejajar dengan iga 9 -11 belakang kanan
yg spt burung merpati atau iga 5-6 depan kanan yg huruf v yang memotong pertengahan
diafragma kanan ( apakah dia inspirasi max atau tidak inspirasi maksimal)
dome 1-2 cm, datarpada emfisema.
Hilus kiri lebih tinggi dr kanan
Domenya licin. Bs tertarik kalau fibrosis.
Diafragma lebih tinggi 2-3 cm yg kanan krn ada hepar
4. Kedua sinus frenikokostalis kanan dan kiri terlihat jelas tumpul pd efusi pleura, jd putih
5. Kedua sinus frenikokardial kanan dan kiri terlihat jelas
6.
C. PENILAIAN GAMBARAN PARU
Amati lapangan paru atas, tengah dan bawah pada paru kanan dan kiri :
a. Lapangan paru ditandai dengan warna hitam dan adanya gambaran pembuluh darah
berupa garis-garis putih
b. Gambaran vaskular paru normal tampak berupa corak putih besar di tengah dan
makin ke perifer makin halus
c. Lapangan atas atau para trakeal 1-2 costa
d. Lapangan tengah atau para hilar (ada hilus) 3-4 costa
e. Lapabgan bwh paracardial
D. PENILAIAN GAMBARAN JANTUNG
1. Tentukan posisi jantung pada foto toraks kontras foto (dominsn kiri, dan apex tertanam)
pd rongga mediastinum
2. Tentukan letak / tinggi diaphragma kiri dan kanan
3. Tentukan besar jantung berdasarkan cardio thoracic ratio (CTR) :

12
a. buat garis tengah imaginer yaitu garis tengah vertebra torakalis / procecus
spinosus)
b. ukur jarak jantung kanan terjauh dari garis tengah tersebut (disebut garis A)
c. ukur jarak jantung sebelah kiri terjauh dari garis tengah tersebut (disebut garis B)
d. buat garis imaginer yang menyinggung kupula diafragma kanan (di dlm costa
krn rongga dada) (disebut garis C)
e. CTR = A +B / C
notes : 35% CTR 50%
Jantung membesar : CTR 50%
Jantung kecil : CTR 35%
(Pada anak2 dibwh 12 thn C
4. Tentukan posisi bagian-bagian jantung pada silhouette jantung (atrium kanan , pinggang
kiri), aorta , lengkung aorta, aurta descenden
5. Vena cava superior dan inferior) (atrium kiri tdk terlihat yg terlihat auricle sinistra)

E. PENILAIAN GAMBARAN DINDING TORAKS


1. Amati densitas tulang kosta (hrs homogen), tdk ada diskontinuitas) pd kasus keganasan,
krn metastasis bisa tdk ada costanya
2. Amati densitas tulang skapula baik
3. Amati densitas tulang klavikula baik
4. Amati jaringan lunak dinding toraks bisa nampak robek, atau emfisema subkutis hitam2

F. DOKUMENTASI
1. Catat hasil pembacaan foto toraks
2. Buat kesimpulan diagnosis serta diagnosis banding.
3. Jelaskan anjuran selanjutnya.

VI. LEMBAR PENGAMATAN PEMBACAAN FOTO TORAKS


PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS

Ya Tidak
A. PERSIAPAN PEMBACAAN FOTO TORAKS
1. Menghidupkan illuminator (viewing box)
2. Meletakkan foto di illuminator dengan sisi kanan foto di sisi kiri
pembaca dengan apex paru di arah cranial
3. Membaca identitas foto
- Identitas foto : nama, umur, jenis kelamin
- Tanggal pembuatan foto
- Tanda kanan dan kiri
- PA / AP
4. Kualitas film : baik/kurang baik
B. PENILAIAN KONDISI FOTO TORAKS
1. Posisi trakea : medial / deviasi
2. Klavikula : simetris / asimetris
3. Foto berdiri posisi PA dengan letak diafragma sejajar dengan
iga 9 -11 belakang kanan atau iga 5-6 depan kanan yang
memotong pertengahan diafragma kanan (inspirasi
maksimal).
4. Kedua sinus frenikokostalis kanan dan kiri terlihat jelas
5. Kedua sinus frenikokardial kanan dan kiri terlihat jelas
6. Kedua skapula tidak menutupi lapangan paru
7. Vertebra torakalis I-V harus terlihat dan diskus
intervertebralis terlihat samar-samar
C. PENILAIAN GAMBARAN PARU

13
Mengamati lapangan paru atas, tengah dan bawah pada paru
kanan dan kiri :
a. Lapangan paru ditandai dengan warna hitam dan adanya
gambaran pembuluh darah berupa garis-garis putih
b. Gambaran vaskular paru normal tampak berupa corak putih
besar di tengah dan makin ke perifer makin halus
D. PENILAIAN GAMBARAN JANTUNG
1. Tentukan posisi jantung pada foto toraks kontras foto
2. Tentukan letak / tinggi diaphragma kiri dan kanan
3. Tentukan besar jantung berdasarkan cardio thoracic ratio
(CTR) :
a. buat garis tengah imaginer yaitu garis tengah vertebra
torakalis
b. ukur jarak jantung kanan terjauh dari garis tengah tersebut
(disebut garis A)
c. ukur jarak jantung sebelah kiri terjauh dari garis tengah
tersebut (disebut garis B)
d. buat garis imaginer yang menyinggung kupula diafragma
kanan (disebut garis C)
e. CTR = A +B / C
4. Menentukan posisi bagian-bagian jantung pada silhouette jantung
E. PENILAIAN GAMBARAN DINDING TORAKS
1. Mengamati densitas tulang kosta
2. Mengamati densitas tulang skapula
3. Mengamat densitas tulang klavikula
4. Mengamat jaringan lunak dinding toraks
F. DOKUMENTASI
1. Mencatat hasil pembacaan foto toraks
2. Membuat kesimpulan diagnosis serta diagnosis banding
3. Menjelaskan anjuran selanjutnya.

14
SL. IV. RPS. 3 36/93
KETERAMPILAN KLINIK PEMERIKSAAN FISIK PARU I
(INSPEKSI, PALPASI DAN PERKUSI)
Amira Permatasari, Bintang Y Sinaga, Noni N Soeroso

I. PENDAHULUAN

Pada pertemuan ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik toraks
pada pasien sehingga mahasiswa mendapatkan informasi kelainan pada pemeriksaan fisik
pasien dan mengarahkan diagnosa sementara pasien sebagai kelainan paru.

Tata cara pemeriksaan fisik paru pada orang dewasa


1. Observasi:
Memperhatikan pasien saat masuk ruangan periksa, cara berjalan, penampilan wajah dan
penampilan fisik.

2. Inspeksi secara keseluruhan:


Mengamati mulai dari kepala (mata, hidung, mulut, dan lidah) , leher, kedua tangan dan
kedua tungkai. Kemudian memperhatikan toraks ketika istirahat (bentuk toraks) dan
pola pernapasan, pergerakan dinding dada.
Normal : diameter transversal lebih besar dari diameter anteroposterior (2;1 atau 7;5)

3. Palpasi :
- Memeriksa simetris/asimetris letak trakea
15
- Perabaan kelenjar getah bening pada daerah leher (regio coli), regio supraklavikula.
- Perabaan posisi trakea dengan menempatkan ujung jari II dan III membentuk huruf
V atau ujung jari II tangan kiri dan kanan di incisura suprasternalis dan kemudian
tentukan kedudukan gelang-gelang trakea dan hubungannya dengan sternum.
- Pergerakan dinding dada (asimetris/simetris) dengan ukuran normal < 4 cm.
- Pemeriksaan fremitus taktil toraks kiri dibanding toraks kanan dari atas , tengah
hingga bawah dengan menyuruh pasien mengucapkan 77 dan tangan pemeriksa
diletakkan didinding dada pasien sambil merasakan getaran yang dihasilkan.
- Pemeriksaan batas paru-hati.
- Pemeriksaan palpasi di kedua tangan (misalnya tes fluktuasi positif untuk jari tabuh,
nyeri), edema perifer (pitting edema) pada kedua tungkai.

4. Perkusi:
- Menentukan kondisi perkusi paru, perkusi dari toraks kanan ke toraks kiri begitu
seterusnya berpindah dari kanan ke kiri mulai lapangan atas, tengah hingga lapangan
bawah
- Menilai kondisi perkusi basis paru dari toraks kanan atas terus ke bawah dan
kemudian toraks kiri atas terus ke bawah.
- Cara perkusi jari tengah kiri melekat pada dinding toraks pasien pada sela iga dan
jari tengah kanan mengetuk berulang kali ke atas jari tengah kiri dengan
mengayunkan pergelangan tangan.

5. Auskultasi
Meletakkan stetoskop pada dinding toraks dan melakukan pemeriksaan paru secara
sistematis dari toraks kanan kemudian ke toraks kiri. Hal ini terus dilakukan dari mulai
lapangan atas toraks, tengah hingga lapangan bawah.

6. Mencatat hasil pemeriksaan fisik secara baik dan benar

INSPEKSI SECARA KESELURUHAN

Gambar 1.a kelopak mata normal Gambar 1.b ptosis pada mata kanan

16
Gambar 2 menunjukkan sianosis sentral pada lidah

Gambar 3.a Gambar 3.b

Gambar 3.c Gambar 3.d

Gambar 3.a : normal (diamond shape); b & c : clubbing finger ; d : gross clubbing (drum stick )

Gambar 4.a Gambar 4.b

Gambar 4.a dan b menunjukkan cara pengukuran tekanan vena jugularis

INSPEKSI PADA TORAKS

17
Gambar 5. Barrel chest Gambar 6. Pectus excavatum
(Funnel chest)

Gambar 7. Kiposis Gambar 8. Skoliosis

Gambar 9.a Gambar 9.b

Gambar 9.a : inspeksi pada pergerakan dinding dada untuk lobus atas ketika
Inspirasi maksimal.
Gambar 9.b : inpeksi pada pergerakan dinding dada untuk lobus atas ketika
ekspirasi.

Garis garis imajiner di dinding dada

18
Gambar 10.a : dada anterior Gambar 10.b : dada posterior

Gambar 10.c : lateral

PALPASI LEHER

Gambar 11.a

19
Gambar 11.b Gambar 11.c

Gambar 11.d Gambar 11.e

Gambar 11.f

Gambar 11. a : anatomi lymph node (b,c & d) perabaan lymph node dari depan
e & f : perabaan lymph node dari belakang pasien

PALPASI PADA TORAKS

1. Palpasi Trakea

Gambar 12.a : palpasi trakea Gambar 12.b. perabaan posisi trakea

2. Menilai pergerakan ( ekspansi ) dinding dada : simetris / asimetris

a) Anterior
Letakkan kedua ibu jari pemeriksa di prosesus sifoideus penderita dan jari-jari lain di arcus
costa. Kemudian gerakkan kedua ibu jari sedikit ke arah medial agar terdapat lipatan kulit
20
diantara kedua ibu jari. Mintalah penderita untuk melakukan inspirasi maksimal. Perhatikan
pergerakan kedua ibu jari yang menjauhi garis tengah saat dinding dada mengembang dan lihat
apakah pergerakannya simetris atau tidak.

Gambar 13.a : palpasi ketika inspirasi Gambar 13.b : palpasi ketika ekspirasi

b) Posterior
Letakkan kedua ibu jari pemeriksan di garis midspinal setinggi T 10 (karena setinggi T 10,
paru-paru paling mengembang) dan jari-jari lain di arcus costae. Kemudian gerakkan kedua ibu
jari sedikit ke arah medial agar terdapat lipatan kulit diantara kedua ibu jari. Mintalah penderita
untuk melakukan inspirasi maksimal. Perhatikan pergerakan kedua ibu jari yang menjauhi garis
tengah saat dinding dada mengembang (normal < 5 cm) dan lihat apakah pergerakannya
simetris atau tidak.

Gambar 13.c : palpasi ketika inspirasi Gambar 13.d : palpasi ketika ekspirasi

PERKUSI PADA TORAKS

21
Gambar 14.a : cara melakukan perkusi Gambar 14.b : perkusi pada toraks

Gambar 14.c lokasi perkusi di dada anterior Gambar 14.d lokasi perkusi di dada
posterior

AUSKULTASI PADA TORAKS

Gambar 15.a Auskultasi pada toraks

Gambar 15.b Gambar 15.c


lokasi auskultasi pada dada anterior lokasi auskultasi pada dada posterior

II. TUJUAN KEGIATAN

II.1 TUJUAN UMUM


Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan fisik
toraks secara sistematis dan benar.
22
II.2 TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu :
1. Melakukan pemeriksaan inspeksi pada toraks.
2. Melakukan pemeriksaan palpasi pada toraks.
3. Melakukan pemeriksaan perkusi pada toraks.
4. Melakukan pemeriksaan auskultasi pada toraks.
5. Mengenal kelainan pada toraks.

III. RUJUKAN

1. Patel H, Gwilt C. Respiratory System 3rd edition. Elsevier : Philadelphia ; 2008


2. Swartz M . Buku Ajar Diagnostik Fisik ; Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995
3. Talley N, Oconnor S . Respiratory System and Breast Examination. Clinical examination. A
systemic Guide to Physical Diagnosis 5th edition. Australia. Elsevier ; 2006
4. Prasetya E, Wijaya T, Utami S. Pemeriksaan Fisik Toraks dan Paru di Buku Panduan
Diagnosis Fisik di Klinik
5. Willms J, Schneiderman Buku Fisik Diagnostik, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ;
2005

IV. PERALATAN DAN BAHAN


1. Pensil/pulpen
2. Formulir pemeriksaan
3. Manikin/Pasien Simulasi
4. Meja
5. Tempat tidur pasien
6. Stetoskop

V. TEKNIK PELAKSANAAN

A. PERSIAPAN PASIEN
1. Sapa pasien dan observasi pasien saat masuk ruangan
2. Amati pasien saat masuk ruangan periksa, cara berjalan, penampilan wajah dan penampilan
fisik.
3. Posisikan pasien sesuai dengan kondisinya dan lepas pakaian bagian atas.
4. Tanyakan identitas pasien

B. INSPEKSI
1. Amati kepala (adakah deformitas) : wajah (adakah pembengkakan krn emfisema subkutan
atau tumor di arteri sehingga bengkak {gejala sindroma vena kava superior atau cushingoid
features}), mata (adakah ptosis, miosis, enopthalmus, conjunctiva palpebra pucat, ikterus),
hidung (adakah deviasi septum, adakah pernapasan cuping hidung), mulut (adakah sianosis
sentral, adakah mulut mencucu saluran napas makin kecil pd ppok aliran nafas lambat, dan
tekanan di alveoli jd tinggi, oksigen bisa difusi krn kekuragan o2/pursed lip breathing),
lidah (adakah sianosis sentral karena arteri yg ke lidah kurg darahnya shg sianosis4, adakah
kandidiasis oral)
2. Amati pembengkakan pada daerah leher : ada / tidak ada akalau pembengkakan lebih dr
1cm diameternya, dianggap tdk normal
3. Amati kedua tangan (adakah jari tabuh/clubbing finger, sianosis perifer, edema, tremor,
hyperthropic pulmonary osteoarthropathy, karat nikotin) dan kedua kaki (adakah pitting
edema unilateral/bilateral)
4. Amati pergerakan dada : adakah ketinggalan bernapas dan adakah bekas luka, tato,
venektasi dan vena kolateral.
5. Amati bentuk dada : simetris fusiformis atau tidak, barrel chest, pectus carinatum (pigeon
chest) , pectum excavatum (funnel chest), kifosis, skoliosis, kiposkoliosis dan gibbus.
6. Amati pola pernapasan : torakoabdominal/abdominotorakal, bradipneu/normal/takipneu,
regular/irregular, kedalaman pernapasan (normal, dangkal atau dalam), terdapat otot-otot

23
bantu pernapasan (otot sternokleidomastoideus, otot skalenus). Kelainan pola pernapasan
(hiperventilasi, cheyne stokes, biot, sigh, obstruksi, dll).

C. PALPASI
1.1. Palpasi kelenjar leher dan kelenjar supraklavikula kanan dan kiri.
- Dimulai dari daerah sub mental, sub mandibular, rantai jugular bagian atas, tengah ,
bawah, supra klavikula dan trigonum posterior leher.
- Bila ditemukan benjolan, perhatikan lokasi, jumlah, nyeri tekan, permukaan, konsistensi,
konglomerasi, batas, pergerakan dan ukuran (mm).
2. Raba posisi trakea dengan menempatkan ujung jari II dan III membentuk huruf V atau ujung
jari II tangan kiri dan kanan di incisura suprasternalis dan kemudian tentukan kedudukan
gelang-gelang trakea dan hubungannya dengan sternum. Miring, terdorong pd keganasan,
massa, darah (pneumothorax), cairan (efusi pleura) tertarik pd telektasis paru kempes,
fibrosis toharks
3. Letakkan kedua telapak tangan pada dinding toraks atas kanan dan kiri.
4. Suruh pasien mengucapkan 77 (seventy seven) berulang-ulang.
5. Pindahkan posisi telapak tangan pada seluruh dinding toraks (ke tengah fremitus menigkat
pneumoni krn byk infiltrat, menurun byk dan bawah)
6. Nilai getaran suara yang terjadi pada dinding toraks pasien apakah sama kanan dan kiri.
7. Nilai ekspansi dinding toraks (tangan pada posisi ujung skapula kiri dan kanan)
8. Raba emphysema subcutis.

IV. PERKUSI
1. Letakkan jari tengah tangan kiri diatas dinding torak pasien lalu memukul jari tersebut
dengan jari tengah tangan kanan
2. Berganti posisi dari mulai toraks atas, tengah dan bawah. Dari toraks kanan bergeser ke
toraks kiri
3. Nilai batas paru - hati. Pada lokasi sekitar diatas hepar, perkusi toraks sambil pasien disuruh
ekspirasi dan tahan napas hingga perkusi berubah dari sonor ke beda dan diberi tanda.
Kemudian sambil diperkusi pasien disuruh tarik napas dalam kemudian ditahan dan lokasi
perkusi sonor menjadi beda diberi tanda. Pd ppok peranjakannya kevil krn telektasi?
Nilai suara perkusi yang terjadi pada dinding toraks pasiensonor/bedak/redup=pekak (jaringan
padat)/ hipersonor misal pd pneumothorax/timpani spt gendang. Timpani normal pd gaster
Tension pneumothorax/ventil, udara bisa masuk tp tdk bs keluar

V. AUSKULTASI
1. Letakkan stetoskop pada dinding toraks pasien dan pasien disuruh melakukan inspirasi dan
ekspirasi dalam secara terus menerus
2. Letakkan posisi stetoskop pada seluruh dinding toraks secara sistematis lapangan atas, tengah
dan bawah dari paru kanan ke paru kiri
3. Nilai suara pernapasan dan suara tambahan yang terdengar dari stetoskop

VI. DOKUMENTASI

VI. LEMBAR PENGAMATAN PEMERIKSAAN FISIK RESPIRATORY SYSTEM

LANGKAH / TUGAS PENGAMATAN


Ya Tidak
I. PERSIAPAN PASIEN
1. Menyapa pasien, memperkenalkan diri dan mengobservasi
pasien saat masuk ruangan.
2. Memosisikan pasien yang benar sesuai dengan kondisinya
3. Menginformasikan tindakan yang akan dilakukan dan minta
persetujuan pasien
II. MELAKUKAN PEMERIKSAAN INSPEKSI
1. Kepala : deformitas : ada/tidak
Wajah : pembengkakan : ada/tidak

24
Mata (adakah ptosis, miosis, enopthalmus, conjunctiva
palpebra pucat , ikterus), hidung (adakah deviasi septum,
adakah pernapasan cuping hidung), mulut (adakah sianosis,
adakah mulut mencucu), lidah (adakah sianosis, adakah
kandidiasis oral), leher (adakah pembengkakan)
2. Adakah jari tabuh/clubbing finger, sianosis perifer, edema,
tremor, hyperthropic pulmonary osteoarthropathy, karat
nikotin) dan kedua kaki (adakah pitting edema
unilateral/bilateral).
3. Apakah ada pembengkakan pada daerah leher
4. Ketinggalan bernapas (ada/tidak ada)
5. Bekas luka, tato, venektasi pelebaran pembuluh daraj atau vena
kolateral (ada/tidak)
6. Bentuk dada : simetris fusiformis, barrel chest, pigeon chest
menonjol, funnel chest kebalikan pigeon, masuk ke dlm,
kifosis, skoliosis, kiposkoliosis dan gibbus
Normal : diameter transversal lebih besar dari diameter
anteroposterior (2;1 atau 7;5)
7. Pola pernapasan : jenis pernapasan thoracoabdominal /
abdominothoracal, bradipneu/takipneu, regular/irregular,
normal/dangkal/dalam, adakah usaha otot-otot bantu
pernapasan
III. MELAKUKAN PEMERIKSAAN PALPASI
1.1. Palpasi pada kelenjar leher dan regio supraklavikula
Kelenjar getah bening :
- Dimulai dari, daerah sub mental, sub mandibular, rantai
yugular bagian atas, tengah , bawah, supra klavikula dan
trigonum posterior leher.
- Bila ditemukan benjolan, perhatikan lokasi, jumlah, nyeri,
permukaan, konsistensi, konglumerasi, batas, pergerakan dan
ukuran (mm)
2. Perabaan posisi trakea (adakah deviasi / medial) pada org asma
trakeal tak memendek
3. Meletakkan kedua telapak tangan pada dinding toraks atas
kanan dan kiri
4. Pasien disuruh mengatakan 77 berulang-ulang
5. Memindahkan posisi telapak tangan pada seluruh dinding toraks
(atas, tengah dan ke bawah)
6. Menilai getaran suara yang terjadi pada dinding toraks pasien
7. Menilai ekspansi dinding toraks (tangan pada posisi ujung
skapula kiri dan kanan)
8. Meraba emphysema subcutis (ada/tidak)
IV. MELAKUKAN PERKUSI
1. Meletakkan jari tengah tangan kiri diatas dinding torak pasien
lalu memukul jari tsb dengan jari tengah lengan kanan
2. Berganti posisi dari mulai toraks atas, tengah dan bawah. Dari
toraks kanan bergeser ke toraks kiri
3. Menilai batas paru - hati. Pada lokasi sekitar diatas hepar,
perkusi toraks sambil pasien disuruh ekspirasi dan tahan napas
hingga perkusi berubah dari sonor ke beda dan diberi tanda.
Kemudian sambil diperkusi pasien disuruh tarik napas dalam
kemudian ditahan dan lokasi perkusi sonor menjadi beda diberi
tanda.
4. Menilai suara perkusi yang terjadi pada dinding toraks pasien
V. MELAKUKAN AUSKULTASI

25
1. Meletakkan stetoskop pada dinding toraks pasien dan pasien
disuruh melakukan inspirasi dan ekspirasi dalam secara terus
menerus
2. Meletakkan posisi stetoskop pada seluruh dinding toraks secara
sistematis lapangan atas, tengah dan bawah dari paru kanan ke
paru kiri
3. Menilai suara pernapasan dan suara tambahan yang terdengar
dari stetoskop
VI. DOKUMENTASI
1. Mencatat hasil pemeriksaan respiratori pada rekam medik
2. Membuat diagnosis/diagnosis banding berdasarkan keluhan
utama dan pemeriksaan respiratori yang dilakukan
3. Menjelaskan anjuran selanjutnya

Note : Ya = Mahasiswa melakukan


Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

LAMPIRAN

FORMULIR PEMERIKSAAN FISIK BLOK RESPIRATORY SYSTEM


MAHASISWA FK USU SEMESTER 4

Nama Mahasiswa : ..
Grup : ..
Tanggal Anamnesa: .
Instruktur : . Paraf :

VITAL SIGN :

26
1. Keadaan Umum : Baik/Sedang/ Jelek
2. Kesadaran : CM/ CM lemah/Somnolen/Soporous/Coma
3. Tekanan Darah : mmHg
4. Frekuensi Pernapasan : ............................x/menit
5. Pols/nadi :.............................x/menit
6. Suhu tubuh temp : ................... 0C
7. Saturasi Oksigen :%
8. Dispnoe : Ya/Tidak
9. Orthopnoe : Ya /Tidak
10. Odem Pretibia : Ya /Tidak
11. MMRC : 0 1- 2 3 - 4

(Dianggap sudah dikerjakan)

PEMERIKSAAN SECARA UMUM


Kepala : deformitas (+/-)
Wajah : pembengkakan (+/-)
Mata : ikterus ( +/ - ), anemia (+ / - ) , pupil ( kontriksi ), ptosis ( +/-), misosis
(+/-), enopthalmus (+/-)
Hidung : deviasi septum (+/-), pernapasan cuping hidung (+/-)
Mulut : Sianosis sentral (+/-), mulut mencucu (pursed lip breathing (+/-).
Lidah : sianosis sentral (+/-), kandidiasis oral (+/-).

Leher :
Tekanan vena jugularis (+/-)
Pembesaran kelenjar tiroid (+/-)
Pembesaran kelenjar getah bening (+/-)

Abdomen : Batas paru - hati :

Ekstremitas superior : karat nikotin (+/-), clubbing fingers (+ / - ), edema perifer (+/-),
sianosis perifer, tremor (+/- ), nyeri tekan pada sendi-sendi
tangan (hipertrophic pulmonary osteoarthropathy ) (+/-).
Ekstremitas inferior : clubbing fingers (+/-), edema perifer unilateral/bilateral (+/-)

TORAKS ANTERIOR
INSPEKSI :
Kelainan bentuk dada :
Barrel chest/ funnel chest/pigeon chest/ kifosis/ Kipokoliosis/gibbus
Bekas luka (post pemasangan WSD, operasi dada )
Venektasi (pembendungan vena-vena) dan vena kolateral
Ekspansi dada : simetris / asimetris

PALPASI :
Trakea : medial/ada deviasi
Pergerakan dinding dada : simetris / asimetris
Fremitus taktil :
Tulang tulang iga :
Emfisema subkutan :

PERKUSI :
Sonor/hipersonor/redup
AUSKULTASI :
Suara pernapasan :
Suara tambahan :
27
TORAKS POSTERIOR :

INSPEKSI :
Bekas luka ( post pemasangan WSD, operasi dada )
Ekspansi dada : simetris / asimetris

PALPASI :
Pergerakan dinding dada :
Vokal fremitus :

PERKUSI : sonor / hipersonor / redup

AUSKULTASI :
Suara pernapasan :
Vesikuler :
Bronkial :
Suara tambahan :

SL. IV. RPS. 4 37/93


KETERAMPILAN KLINIK
PEWARNAAN BAKTERI TAHAN ASAM (BTA)
DENGAN TEKNIK ZIEHL NEEHLSEN
R Lia Kusumawati

I. PENDAHULUAN

Bakteri tahan asam (BTA) sangat sukar diwarnai dengan zat warna anilin. Tetapi dengan
menggunakan larutan zat warna yang keras (umpamanya yang mengandung fenol) disertai
pemanasan (atau memasuki zat kimia tergitol), zat warna dapat memasuki sel bakteri tersebut.

28
Dan sekali zat warna sudah memasuki sel bakteri tersebut, sukar melepaskannya dengan zat
peluntur biarpun bahan pelarut lebih kuat.

II. TUJUAN KEGIATAN

II.1.TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa mampu membuat preparat Bakteri Tahan Asam (BTA)
secara langsung.

II.2.TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu :
1. Membuat preparat Bakteri Tahan Asam (BTA) dengan teknik Ziehl Neelsen.
2. Membaca preparat Bakteri Tahan Asam (BTA).

III. RUJUKAN

Penuntun Praktiukum Mikrobiologi Medik FK USU : Medan

IV. PERALATAN DAN BAHAN


1. Sputum
2. Gelas objek
3. Kain bersih
4. Lampu Bunsen
5. Pensil kaca/spidol
6. Ose/sengkelit
7. Carbol fuchsin
8. HCl Alkohol
9. Biru metilin (methylen blue)
10. Mikroskop
11. Minyak imersi
12. Penjepit kayu

V. TEKNIK PELAKSANAAN
1. Bersihkan gelas objek dengan kain bersih agar tidak berlemak, gelas objek dilayangkan di
atas nyala api.
2. Dinginkan gelas objek itu & beri tanda/label dengan pensil kaca / spidol.
3. Ose (sengkelit) dipijarkan dan setelah dingin dipakai mengambil sediaan sputum yang
akan diwarnai lalu disebarkan agar rata seluas 1-2 cm2. Jangan lupa memijarkan kembali
ose yang telah digunakan mengambil sediaan yang mengandung bakteri tadi.
4. Biarkan sediaan mengering di udara, kemudian lewatkan di atas nyala api sebanyak 3 kali
agar sediaan melekat dengan sempurna di atas permukaan gelas objek (bagian yang berisi
sediaan jangan terkena nyala api, jadi menghadap ke atas).
5. Genangi dengan larutan carbol fuchsin selama 5 menit
6. Panaskan di atas nyala api sampai menguap, jangan mendidih atau kering selama 5 menit
7. Cuci dengan air kran 5 detik
8. Lunturkan dengan HCl alkohol sehingga tak ada lagi zat warna yang luntur
9. Cuci dengan air kran 5 detik
10. Genangi dengan biru metilin (methylen blue) 30 detik
11. Cuci dengan air kran dan keringkan. Preparat siap untuk diperiksa di bawah mikroskop.
12. Baca hasil preparat BTA (skala IUATLD) : tampak berbentuk batang dan berwarna merah.
Negatif: tidak ditemukan per 100 lapangan pandang (LP)
Ditulis jumlah kuman: ditemukan1-9 BTA per 100 LP
(1+): ditemukan 10-99 BTA per100 LP
(2+): ditemukan 1-10 BTA per 1 LP
(3+): ditemukan >10 BTA per 1 LP
Pembacaan preparat BTA dilakukan dengan skala IUATLD

Catatan :
29
1. Pembacaan paling sedikit 100 lapangan pandang (1 preparat) setelah pemeriksaan kurang
lebih 10 menit, dengan cara menggeserkan sediaan menurut arah seperti gambar dibawah
ini :

2. Bila ditemukan 1-3 BTA dalam 100 lapangan pandang, pemeriksaan harus diulang dengan
spesimen dahak yang baru. Bila ditemukan tetap 1-3 BTA, hasilnya dilaporkan negatif.
Bila ditemukan 4-9 BTA, dilaporkan positif.

VI. LEMBAR PENGAMATAN PEWARNAAN BTA DENGAN TEKNIK ZIEHL


NEELSEN

PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS

Ya Tidak

1. Membersihkan gelas objek dengan kain bersih agar tidak


berlemak, gelas objek dilayangkan di atas nyala api.

2. Mendinginkan gelas objek itu dan beri tanda/label dengan pensil


kaca atau spidol
3. Memijarkan ose (sengkelit) dan setelah dingin dipakai
mengambil sediaan sputum yang akan diwarnai lalu disebarkan
agar rata seluas 1-2 cm2. Jangan lupa memijarkan kembali ose
yang telah digunakan mengambil sediaan yang mengandung
bakteri tadi.
4. Mengeringkan sediaan di udara, kemudian lewatkan di atas nyala
api sebanyak 3 kali agar sediaan melekat dengan sempurna di
atas permukaan gelas objek (bagian yang berisi sediaan jangan
terkena nyala api, jadi menghadap ke atas).

5. Menggenangi sediaan dengan larutan carbol fuchsin.

6. Memanaskan sediaan di atas nyala api sampai menguap, jangan


mendidih atau kering, selama 5 menit.

7. Mencuci sediaan dengan air kran selama 5 detik.


8. Melunturkan sediaan dengan HCl Alkohol sehingga tak ada lagi
zat warna yang luntur.
9. Mencuci sediaan dengan air kran selama 5 detik

10. Menggenangi sediaan dengan biru metilen (methylen blue)


selama 30 detik
11. Mencuci sediaan dengan air kran dan keringkan. Sediaan siap
untuk diperiksa di bawah mikroskop.
12. Membaca kuman BTA di bawah mikroskop.
13. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan
- Tanggal pembuatan sediaan
- Hasil pembacaan sediaan
- Anjuran selanjutnya

Note : Ya = Mahasiswa melakukan.


30
Tidak = Mahasiswa tidak melakukan.

SL. IV. RPS. 5 38/93


KETERAMPILAN KLINIK PEMERIKSAAN FISIK PARU II
( AUSKULTASI )
Noni N Soeroso

I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan auskultasi adalah pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan fisis paru-
paru. Aliran turbulensi udara terjadi pada trakea dan jalan udara yang besar. Penilaian pada
suara pernapasan meliputi mendengarkan kualitas suara pernapasan, intensitas suara pernapasan
dan terdapatnya suara tambahan.
31
Pada toraks normal, dapat didengar empat jenis suara napas :
1. Vesikuler normal. Ini adalah bunyi yang relatif lembut, bernada rendah, kadang kala
dideskripsikan sebagai bunyi helaan napas atau desiran lembut; suara ini terdengar pada
sebagian besar bagian perifer paru-paru. Fase inspirasi jelas lebih panjang dibandingkan fase
ekspirasi, perbandingan sekitar 3:1. Ekspirasi jauh lebih tenang dibandingkan inspirasi, dan
biasanya hampir tak terdengar. Tidak terdapat penghentian diantara inspirasi dan ekspirasi.

2. Bronkial. Suara dengan karakteristik keras dan bernada tinggi ini menyerupai suara
udara yang bertiup melewati suatu pipa kosong. Fase ekspirasinya lebih keras dan panjang
dibandingkan fase inspirasinya. Normalnya, ini hanya terdengar diatas manubrium sterni, suara
bronkial memiliki ciri lain, yakni terdapat penghentian nyata diantara fase inspirasi dan
ekspirasinya. Timbulnya suara bronkial didaerah perifer paru-paru dapat berarti terdapatnya
keadaan abnormal transmisi bunyi akibat konsolidasi jaringan paru-paru, misalnya pada
pneumonia.

3. Bronkovesikuler. Ini adalah gabungan suara bronkial dan vesikular. Fase inspirasi
maupun ekspirasinya hamper sama panjang (perbandingannya 1:1). Dalam keadaan normal
terdengar di dua tempat:

a. Di anterior, dekat bronkus utama pada sela iga pertama dan kedua, dan

b. Di posterior, antara kedua skapula (interskapulae). Bila terdengar didaerah lain,


mungkin berarti konsolidasi paru-paru atau kelainan abnormal lainnya.

4. Trakea. Suara ini, biasanya tidak didengar dalam auskultasi, terdapatnya dibagian
trakea diluar rongga toraks. Bunyinya sangat keras, nadanya sangat tinggi, berkualitas kosong
dan kasar. Fase ekspirasinya agak lebih panjang daripada fase inspirasinya.

SUARA NAPAS ABNORMAL


Banyak suara yang jelas terbentuk akibat penyakit paru. Secara kasar suara-suara ini bagi
dalam dua golongan besar :
1. Bunyi-bunyi tambahan seperti ronki basah (crackles), bunyi mengi (wheeze), bunyi
gesekan pleura (pleural friction rub); hippocrates succusion.

2. Suara yang disebarkan secara abnormal seperti amphorik, egofoni, whispered


pektoriloquy, bronkofoni, pernapasan bronkial dan suara napas yang melemah abnormal.

SUARA SUARA TAMBAHAN


Ronki basah (crackles)
Ronki basah adalah suara nonmusik yang pendek dan meledak-ledak. Selain klasifikasi kasar
dan halus, Ronki basah dapat pula dibagi berdasarkan kuantitasnya (sedikit dan banyaknya) atau
waktunya (inspirasi atau ekspirasi dan dini atau lambat).
32
Berdasarkan kuantitas terdiri dari ronki basah halus (fine crackles), ronki basah sedang
(medium crackles) dan ronki basah kasar (course crackles)
Berdasarkan waktu atau menurut siklus respirasi :
Early inspiratory crackles (ronki basah inspiratori dini) khas pada penderita obstruksi
saluran napas yang berat seperti bronkitis kronis, asma dan emfisema.
Late / pan - inspiratory crackles (ronki basah inspirasi lambat) merupakan tanda khas
penyakit paru restriktif, seperti fibrosis interstitial, asbestosis, pneumonia, kongesti
paru pada gagal jantung, sarkoidosis paru, skleroderma dan rematoid paru.
Mengi (wheeze)
Suatu mengi (bronkus) merupakan suara musik paru. Musikal ini ditentukan oleh spektrum
frekuensi yang menyusun suara tersebut. Frekuensi dasar atau terendah menentukan nada not
yang terbentuk. Mengi dapat dibagi dalam klasifikasi nada tinggi (high pitched) atau rendah
(low pitched), inspirasi atau ekspirasi, panjang atau pendek dan tunggal atau ganda. Mengi
disebut monofonik bila terdiri dari nada tunggal atau terdiri dari beberapa nada yang mulai dan
berakhir pada saat yang berbeda. Sedang mengi yang polifonik terdiri dari beberapa nada tidak
harmonis yang dimulai dan berakhir simultan, seperti paduan nada.

Pleural Friction Rub


Pleural Friction Rub adalah suara yang terdengar berkeretak (cracking) dan bergesek (grating)
yang timbul karena pergesekan pleura visceralis dan pleura parietalis selama pernapasan. Pada
keadaan normal pleura tidak menimbulkan suara saat bergesekan selama pernapasan.

Hippocrates succusion
Hippocrates succusion adalah suara cairan pada hidropneumotoraks yang terdengar bila si
pasien digoyang-goyangkan.

Amphorik
Suara pernapasan amphorik dijumpai jika terdapat kavitas besar yang letaknya perifer dan
berhubungan terbuka dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol kosong.

Stridor
Stridor terutama sekali merupakan suara musik keras, terbanyak terdapat pada saat inspirasi dan
terdengar sangat jelas pada jarak jauh dari penderita. Stridor umumnya terjadi pada saluran
napas sentral, sedang mengi pada saluran napas yang lebih perifer. Suara stridor hampir sama
dengan mengi sehingga harus dapat dibedakan antara keduanya, pada stridor suara mengi
terdengar di trakea dan umumnya dijumpai ketika inspirasi sedangkan mengi dapat dijumpai
ketika inspirasi dan ekspirasi.

33
Egofoni
Egofoni ( yang dalam bahasa Yunani artinya suara kambing ) merupakan bicara hidung atau
mengembik yang disalurkan melewati jaringan paru yang padat (misalnya pneumonia). Pasien
disuruh mengucapkan ii kemudian kita mendengarkan melalui stetoskop pada daerah yang
sakit ee seperti suara embikan.

Bronkofoni
Fremitus vokal yang terdengar lebih kuat dan lebih jelas dari normal karena suara yang
dihantarkan lebih baik melalui bronkus yang terbuka dan dikelilingi jaringan paru yang
mengalami konsolidasi (arless) . Pada saat penderita berbicara, fremitus vokal yang terdengar
seakan-akan langsung keluar dari dada penderita.

Whispered pectoriloquy
Suruh pasien untuk membisikkan 66, sementara stetoskop diletakkan pada daerah yang
dicurigai. Interpretasi : suara yang dibisikkan biasanya tidak terdengar ; kala suara kata yang
dibisikkan jelas terdengar dan dapat dipahami, daerah tersebut mengalami konsolidasi.

Tata cara melakukan auskultasi paru secara sistematis :


1. Cara meletakkan stetoskop pada telinga (bagian lengkung ke arah depan).
2. Posisi pasien dapat dalam keadaan duduk tegak atau posisi tidur (supine), harus
dilakukan auskultasi komparatif terhadap regio di atas setiap segmen pulmonalis.
3. Stetoskop harus digeser-geser antara kedua segmen pulmonalis yang sesuai di kedua
hemitoraks . Dilakukan pada dada anterior dan dada posterior
4. Jangan melakukan auskultasi dari atas ke bawah pada sisi yang sama, lalu atas ke bawah
sisi dada (hemitoraks) lainnya. Auskultasi dilakukan berurutan dengan selang seling dada kiri
dan kanan (zig-zag) (gambar 1) . Setiap regio harus didengar dengan hati-hati sambil pasien
bernapas melalui mulut secara agak cepat dan dalam.
5. Pemeriksa mula-mula memperhatikan inspirasi lebih dahulu, panjangnya dan
komponen-komponen normal maupun tambahannya (ronki basah, bising mengi, dll), kemudian
konsentrasi dipusatkan pada ekspirasi.
6. Auskultasi toraks harus dikerjakan dalam ruangan tenang tanpa ada suara dari televisi
ataupun radio.
7. Jangan meletakkan stetoskop di atas bulu-bulu dada , sebab gesekan bulu dada ini akan
menimbulkan suara tambahan (ronki basah) .
8. Mendiskripsi suara pernapasan normal : trakeal, bronkial, bronkovesikuler, vesikuler
9. Mendiskripsi suara pernapasan abnormal : egofoni, bronkofoni, Whispered pectoriloquy
10. Mendiskripsi suara tambahan : ronki basah, mengi, pleural friction rub , dll.
11. Membuat laporan tertulis dari hasil auskultasi paru

34
Gambar 1 . Urut urutan auskultasi paru

II. TUJUAN KEGIATAN


II.1. TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan
auskultasi paru secara benar dan sistematis.
II.2. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu :
1. Mendiskripsikan suara napas normal dan abnormal.
2. Menelusuri keluhan dan hubungannya dengan pemeriksaan auskultasi paru yang
dijumpai.
35
3. Melakukan dan membuat laporan pemeriksaan auskultasi paru.
4. Membuat diagnosis dan diagnosis banding klinis sehubungan dengan kelainan yang
dijumpai.
III. RUJUKAN :
1. Patel H, Gwilt C. Respiratory System 3rd edition. Elsevier. Philadelphia ; 2008
2. Swartz M. Dada dalam Buku Ajar Diagnostik Fisik ; Jakarta ; Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 1995.
3. Talley N, Oconnor S . Respiratory System and Breast Examination. Clinical
Examination. A systemic Guide to Physical Diagnosis 5 th edition. Australia.
Elsevier ; 2006
4. Prasetya E, Wijaya T, Utami S. Pemeriksaan Fisik Toraks dan Paru di Buku Panduan
Diagnosis Fisik di Klinik
5. Willms J, Schneiderman Buku Fisik Diagnostik Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta ; 2005
6. Lehrer S. Memahami Bunyi Paru dalam Praktek Sehari-hari : Tangerang Binarupa
Aksara Publisher.

IV. PERALATAN DAN BAHAN


1. Audiovisual
2. Manikin / pasien simulasi
3. Pensil / pulpen
4. Formulir laporan auskultasi paru

V. TEKNIK PELAKSANAAN

1. Posisikan pasien sesuai dengan kondisinya dan pemeriksa berada di sebelah kanan pasien
2. Pemeriksa memasang stetoskop pada kedua telinga (bagian lengkung ke arah dalam)
3. Lakukan auskultasi dengan meletakkan membran stetoskop pada dinding dada anterior
dan posterior serta amati suara napas.
4. Geser membran stetoskop antara kedua segmen paru yang sesuai di kedua hemitoraks dan
dilakukan pada dinding dada anterior dan posterior secara berurutan, selang seling
dinding dada kiri dan kanan (zig-zag) (Gambar 1). Setiap regio harus didengar dengan
hati-hati saat pasien bernapas dalam.
5. Perhatikan inspirasi lebih dahulu, panjangnya dan komponen-komponennya. Deskripsikan
suara napas : trakeal, bronkial, bronkovesikuler,vesikuler dan suara pernapasan abnormal
(amforik, stridor)
6. Deskripsikan suara tambahan : ronki basah, mengi, pleural friction rub, hippocrates
succusion, egofoni, bronkofoni dan whispered pectoriloque.
7. Dokumentasi

VI. LEMBAR PENGAMATAN PEMERIKSAAN AUSKULTASI PARU

No LANGKAH/ TUGAS PENGAMATAN


Ya Tidak
I. PERKENALAN
1. Menyapa dan memperkenalkan diri
2. Mengobservasi pasien saat masuk ruang pemeriksaan
3. Memosisikan pasien yang benar sesuai dengan kondisinya.
4. Menginformasikan tindakan yang akan dilakukan dan meminta
persetujuan.
36
II. PELAKSANAAN
1. Memasang stetoskop pada telinga (bagian lengkung ke arah luar).

2. Melakukan auskultasi pada dada anterior dan posterior.

3. Menggeser stetoskop antara kedua segmen pulmonalis yang sesuai


di kedua hemitoraks yang dilakukan pada dada anterior dan dada
posterior dengan berurutan, selang seling dada kiri dan kanan
(zig-zag) (gambar 1). Setiap regio harus didengar dengan hati-hati
sambil pasien bernapas melalui mulut secara agak cepat dan dalam.
4. Memperhatikan inspirasi lebih dahulu, panjangnya dan komponen-
komponen. Mendeskripsikan :
- Bronkial
- Vesikuler
- dan suara pernapasan abnormal : amphorik , stridor
6. Mendiskripsi suara tambahan : ronki basah (halus, sedang, kasar,
early inspiratory crackles, late inspiratory crackles), mengi
(monophonic wheeze polyphonic wheeze), stridor dan egofoni.
III. DOKUMENTASI
1. Mencatat hasil auskultasi pada formulir auskultasi auskultasi paru
2. Membuat diagnosis/diagnosis banding berdasarkan hasil auskultasi
3. Menjelaskan anjuran selanjutnya.
Note : Ya = Mahasiswa melakukan
Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

SL. IV. RPS. 6 39/93


KETERAMPILAN KLINIS
PEMERIKSAAN FUNGSI PARU ( SPIROMETRI DAN FEAK FLOW METER )
Amira Permatasari, Bintang Y Sinaga, Noni N Soeroso

A. SPIROMETRI

I. PENDAHULUAN

Spirometri merupakan alat untuk mengukur fungsi paru. Dengan pengukuran fungsi
paru dapat dievaluasi obstruksi jalan napas, respon terhadap pemberian bronkodilator dan
volume paru. Indikasi untuk pemeriksaan fungsi paru sangat luas meliputi (1) evaluasi gejala
paru untuk mendeteksi adanya gangguan dan menilai keparahannya, (2) mengklasifikasi
penyakit menjadi obstruktif, restriktif atau mixed, (3) evaluasi respon pengobatan bronkodilator
ataupun steroid, (4) evaluasi pre operasi, (5) membantu menentukan prognosis penyakit.
Fungsi paru sangat bervariasi pada individu yang normal. Variasi ini dipengaruhi oleh
tinggi badan, berat badan , umur, jenis kelamin, dan ras. Pemeriksaan fungsi paru dengan
spirometri juga sangat tergantung kepada usaha maksimal dari pasien. Pemeriksaan spirometri
meliputi Forced Vital Capacity (FVC) , Slow Vital Capacity (SVC) , Inspiratory Capacity (IC),
dan Expiratory Reserve Volume (ERV). Pemeriksaan spirometri dasar hanya meliputi FVC atau
Kapasitas Vital Paksa (KVP), FEV1 atau Volume paksa detik pertama (VEP 1) dan rasio FEV1 /
FVC atau VEP1/KVP.

37
1. Sambungkan mouth piece ke Spirometri (lihat tanda oval pada mouthpiece
dimasukkan pas pada tempatnya di spirometri, kemudian tekan rapat tombol
hitam dibawah tempat mouthpiece agar terkunci)
2. Mengisi data pasien meliputi : Nama , Umur, Berat Badan, Tinggi Badan, Ras
3. Pasien diatur dalam posisi berdiri tegak lurus kepala menghadap ke depan, pakaian
dilonggarkan.
4. Memberikan instruksi kepada pasien, bila mouth piece telah dimasukkan ke mulut,
pasien kemudian inspirasi dan ekspirasi secara normal sebanyak 2 kali kemudian
inspirasi dalam dan kemudian ekspirasi dengan cepat dalam waktu 1 detik, ini disebut
tehnik closed circuit. Atau dengan cara tehnik open circuit yaitu pasien kemudian
inspirasi dan ekspirasi secara normal sebanyak 2 kali kemudian mouth piece dimasukkan
ke mulut dan kemudian ekspirasi dengan cepat dalam waktu 1 detik
5. Memasang nose clips pada hidung pasien
6. Pasien melaksanakan manuver (pemeriksaan)
7. Pasien mengulang manuver sebanyak 2 kali lagi
8. Hasil yang terbaik diambil sebagai hasil Spirometri (nilai variabel VEP1 dan KVP yang
tertinggi)

PEAK FLOW METER


Peak Flow Meter merupakan alat yang murah dan sederhana untuk mengukur Peak
Expiratory Flow Rate (PEFR) atau Arus Puncak Ekspirasi (APE) yaitu ekspirasi maksimal
dalam waktu 10 mili second ekspirasi. Nilai normal PEFR adalah 400 650 l/min pada dewasa
sehat.
APE akan menurun pada kondisi yang menyebabkan obstruksi saluran napas
diantaranya : Asma, PPOK, Tumor saluran napas atas. Penyebab lain termasuk kelemahan otot
pernapasan, usaha yang tidak adekuat, dan teknik yang kurang.
APE bukan alat yang baik untuk mengukur hambatan aliran udara karena hanya
mengukur ekspirasi inisial. Kegunaan yang paling baik adalah untuk memonitor perjalanan
penyakit dan mengetahui respon pengobatan

Bahan dan alat yang diperlukan :


1. Peak Flow Meter
2. Tabel pneumomobile project.

Cara kerja :
1. Pasien berdiri tegak lurus kepala menghadap ke depan
2. Memberikan instruksi kepada pasien untuk inspirasi maksimal dahulu
sebelum memasukkan mouth piece Peak Flow Meter ke mulut kemudian
eksipirasi maksimal dan cepat.
3. Jarum penunjuk angka pada Peak Flow digeser ke posisi 0 (nol).
4. Mouth piece Peak Flow Meter dimasukkan ke dalam mulut dan bibir terkatup
rapat.
1. Pasien melaksanakan manuver.
2. Manuver diulang 2 kali lagi dan hasil terbaik dianggap sebagai hasil APE
3. Menilai hasil peak flow dengan tabel pneumomobile project.

II. TUJUAN KEGIATAN

II.1.TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat melakukan pemeriksaan
spirometri dan Peak Flow Meter

II.2.TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu :
1. Mengintrepretasikan hasil pemeriksaan spirometri dan peak flow meter

38
III. RUJUKAN
1. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine
2. Manual of SpiroSoft Firmware Version 1.0
3. Mosbys crash course respiratory system

IV. PERALATAN DAN BAHAN


1. Mouth piece yang disposable (setiap pasien harus memakai mouth piece yang bersih)
2. Spirometri
3. Komputer
4. Peak Flow Meter
5. Tabel pneumomobile project.
6. Mouth piece
7. Nose clips

V. TEKNIK PELAKSANAAN
A. PEMERIKSAAN SPIROMETRI
1. Sambungkan mouth piece ke Spirometri (lihat tanda oval pada mouthpiece dimasukkan
pas pada tempatnya di spirometri, kemudian tekan rapat tombol hitam dibawah tempat
mouthpiece agar terkunci)
2. Mengisi data pasien meliputi : Nama , Umur, Berat Badan, Tinggi Badan, Ras
3. Pasien diatur dalam posisi berdiri tegak lurus kepala menghadap ke depan, pakaian
dilonggarkan.
4. Memberikan instruksi kepada pasien, bila mouth piece telah dimasukkan ke mulut, pasien
kemudian inspirasi dan ekspirasi secara normal sebanyak 2 kali kemudian inspirasi dalam
dan kemudian ekspirasi dengan cepat dalam waktu 1 detik, ini disebut tehnik closed
circuit. Atau dengan cara tehnik open circuit yaitu pasien kemudian inspirasi dan ekspirasi
secara normal sebanyak 2 kali kemudian mouth piece dimasukkan ke mulut dan kemudian
ekspirasi dengan cepat dalam waktu 1 detik
5. Pasang nose clips pada hidung pasien
6. Pasien melaksanakan manuver (pemeriksaan)
7. Pasien mengulang manuver sebanyak 2 kali lagi
8. Hasil yang terbaik diambil sebagai hasil Spirometri (nilai variabel VEP1 dan KVP yang
tertinggi)
VI. LEMBAR PENGAMATAN PEMERIKSAAN SPIROMETRI DAN PEAK FLOW
METER

PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS

Ya Tidak

I. PEMERIKSAAN SPIROMETRI

1. Menyambungkan mouth piece ke Spirometri.


2. Mengisi data pasien meliputi : Nama , Umur, Berat Badan (kg),
Tinggi Badan (cm), Ras
3. Mengatur posisi pasien yaitu berdiri tegak lurus kepala menghadap
ke depan, pakaian dilonggarkan.
4. Memberikan instruksi kepada pasien, bila mouth piece telah
dimasukkan ke mulut, pasien kemudian inspirasi dan ekspirasi secara
normal sebanyak 2 kali kemudian inspirasi dalam dan kemudian
ekspirasi dengan cepat dalam waktu 1 detik, ini disebut tehnik closed
circuit. Atau dengan cara tehnik open circuit yaitu pasien kemudian
inspirasi dan ekspirasi secara normal sebanyak 2 kali kemudian
mouth piece dimasukkan ke mulut dan kemudian ekspirasi dengan
cepat dalam waktu 1 detik

39
5. Memasang nose clips pada hidung pasien

6. Pasien melaksanakan manuver (pemeriksaan)

7. Pasien mengulang manuver sebanyak 2 kali lagi

8. Hasil yang terbaik diambil sebagai hasil Spirometri (nilai variabel


VEP1 dan KVP yang tertinggi) .

PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS

Ya Tidak
II. PEMERIKSAAN PEAK FLOW METER

1. Pasien berdiri tegak lurus kepala menghadap ke depan

2. Memberikan instruksi kepada pasien untuk inspirasi maksimal


dahulu sebelum memasukkan mouthpiece Peak Flow Meter ke
mulut
3. Mouth piece Peak Flow Meter dimasukkan kedalam mulut bibir
tertutup ke mouthpiece dengan rapat dan peak flow dipegang tegak
lurus
4. Pasien melaksanakan manuver

5. Manuver diulang 2 kali lagi dan hasil terbaik dianggap sebagai


hasil Arus Puncak Ekspirasi (APE)
6. Menilai hasil APE dengan tabel pneumomobile project

Note : Ya = Mahasiswa melakukan.


Tidak = Mahasiswa tidak melakukan.

SL. IV. RPS. 7 40/93


KETERAMPILAN KLINIS
TEKNIK PEMBERIAN OKSIGEN
Soejat Harto, Hasanul Arifin

I . PENDAHULUAN

Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran
pernapasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan, sehingga ketrampilan pemberian
oksigen menjadi kompetensi dasar seorang Dokter.

TEKNIK PEMBERIAN OKSIGEN

A. Kanule Binasal
a) Alat-alat yang diperlukan :
1. Kanul binasal
2. Jelly
3. Sumber oksigen dengan regulator dan humidifier

b) Cara pemasangan
1. Terangkan prosedur kepada pasien
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
40
3. Atur posisi pasien
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
5. Mengatur aliran O2 sesuai dengan yang diinginkan
6. Hubungkan kanul dengan slang oksigen ke regulator dan
humidifier dengan aliran O2 yang rendah. Beri pelicin (jelly) pada kedua
ujung kanul dan masukkan kedua ujung kanul ke dalam lubang hidung
7. Fiksasi slang oksigen

B. Sungkup muka dengan selang oksigen (masker oksigen)


a) Alat-alat yang diperlukan :
1. Sungkup muka dengan selang oksigen
2. Central / Tabung O2 dengan regulator dan humidifier

b) Cara pemasangan
1. Terangkan prosedur kepada pasien
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
3. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi
4. Atur posisi pasien
5. Membuka regulator dan humidifier untuk menentukan aliran oksigen
sesuai dengan kebutuhan
6. Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman jika perlu dengan
kain kasa pada daerah yang tertekan
7. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat untuk mencegah iritasi kulit
8. Terapi O2 dengan masker oksigen mempunyai efektivitas aliran 5-8
liter/menit disetarakan dengan konsentrasi O2 (FI O2) yang didapat 40-
60%.
C. Sungkup muka Rebreathing dengan kantong O2 (Partial Rebreathing)
a). Alat-alat yang diperlukan
1. Sungkup muka partial rebreathing dan selang
2. Central / Tabung O2 dengan regulator dan humidifier
3. Kain kasa

b). Cara pemasangan


1. Terangkan prosedur kepada pasien
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
3. Membebaskan jalan napas dan mengisap sekresi
4. Atur posisi pasien
5. Membuka regulator dan humidifier untuk menentukan tekanan oksigen
sesuai dengan kebutuhan
6. Terapi O2 dengan rebreathing mask mempunyai efektifitas aliran 6-15
liter/menit disetarakan dengan konsentrasi O2 (FI O2) 35-60% serta dapat
meningkatkan nilai Pa CO2
7. Isi O2 kedalam kantong deengan cara menutup lubang antara kantong
dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
8. Mengikat tali masker O2 diatas kepala melewati bagian bawah telinga
9. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat untuk mencegah iritasi kulit

D. Sungkup muka dengan kantong O2 ( Non rebreathing )


a). Alat-alat yang diperlukan
1. Sungkup muka Non Rebreathing
2. Sentral / Tabunf O2 dengan regulator dan humidifier
3. Kain kasa

b). Cara pemasangan


41
1. Terangkan prosedur kepada pasien
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
3. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi
4. Atur posisi pasien
5. Membuka regulator dan humidifier untuk menentukan tekanan
oksigen sesuai dengan kebutuhan
6. Mengatur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan, terapi O2 dengan
non rebreathing mask mempunyai efektifitas aliran 6-15 liter/menit
disetarakan dengan konsentrasi O2 (FI O2) 55-90%
7. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong
dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir
8. Memasang non rebreathing mask pada daerah muka yang menutupi
lubang hidung dan mulut
9. Mengikat tali sungkup non rebreathing diatas kepala melewati bagian
bawah telinga
10. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat untuk mencegah iritasi kulit

REFERENCE CHART OXSIGEN THERAPY

Method FiO2 Flowrate


(Approximate) (L/min)
Non rebreather Mask 60-80% 10-15
Venti Mask 24% 3
26% 3
28% 6
31% 6
35% 9
40% 12
50% 15
Simple Face Mask 35-55% 5-10 lpm
Nasal Cannula 24% 1
28% 2
32% 3
36% 4
40% 5
44% 6

42
II. TUJUAN KEGIATAN

II.1 TUJUAN UMUM


Setelah selesai latihan ini mahasiswa dapat mengerti tentang terapi oksigen.

II.2 TUJUAN KHUSUS


Mahasiswa mampu :
1. Mengerti dan menjelaskan istilah, indikasi dan kapan terapi oksigen diperlukan,
2. Mengetahui efek samping yang ditimbulkan serta mempraktekkan bermacam-macam
alat untuk terapi oksigen.

III. RUJUKAN

IV. PERALATAN DAN BAHAN

1. Nasal kateter nasal prong


2. Masker sederhana
3. Masker dengan reservoir rebreathing
4. Masker dengan non reservoir rebreathing

V. TEKNIK PELAKSANAAN
A. PERSIAPAN BAHAN

1. Pastikan sumber oksigen tersedia


2. Persiapkan alat-alat antara lain :
a. Nasal kateter nasal prong
b. Masker sederhana
c. Masker dengan kantong O2 ( partial re breathing)
d. Masker dengan kantong O2 ( non rebreathing )

B. PERSIAPAN DIRI SENDIRI

1. Mencuci tangan dengan larutan hibiscrub


2. Memasang sarung tangan non steril

C. MEMPERSIAPKAN PASIEN
Langkah-langkah Pemasangan alat terapi oksigen (disesuaikan dengan indikasinya) :
1. Menyapa pasien (sebelum dilakukan, jika pasien masih sadar) sebelum melakukan
pemasangan alat untuk terapi oksigen.
2. Membuka regulator dan humidifier untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan
3. Mengatur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan, terapi O2 dengan non rebreathing
mask mempunyai efektifitas aliran 6-15 liter/menit disetarakan dengan konsentrasi O2
(FI O2) 55-90%
4. Memasang non rebreathing mask pada daerah lubang hidung dan mulut
5. Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala melewati bagian atas telinga

43
6. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk
mencegah iritasi kulit
7. Setelah alat tersebut dipasang pastikan bahwa pasien merasa nyaman dan kondisi pasien
menjadi lebih baik (pasien lebih tenang).
8. Mencatat pemberian oksigen pada status pasien.

VI. LEMBAR PENGAMATAN TERAPI OKSIGEN

LANGKAH / TUGAS PENGAMATAN


Ya Tidak
I. MEMPERSIAPKAN ALAT
1. Pastikan sumber oksigen tersedia

1. Mempersiapkan alat-alat antara lain:


a. Nasal kateter nasal prong
b. Masker sederhana
c. Masker dengan kantong O2 ( partial re breathing)
d. Masker dengan kantong O2 ( non rebreathing )
II. MEMPERSIAPKAN DIRI SENDIRI (UNIVERSAL PRECAUTION)
1 .Mencuci tangan dengan larutan hibiscrub
2. Memasang sarung tangan non steril
III. MEMPERSIAPKAN PASIEN
Langkah-langkah Pemasangan alat terapi oksigen (disesuaikan
dengan indikasinya) :
1. Menyapa pasien (sebelum dilakukan, jika pasien masih
sadar) sebelum melakukan pemasangan alat untuk terapi
oksigen.
2. Membuka regulator dan humidifier untuk menentukan
tekanan oksigen sesuai dengan kebutuhan
3. Mengatur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan, terapi O 2
dengan non rebreathing mask mempunyai efektifitas aliran
6-15 liter/menit disetarakan dengan konsentrasi O2 (FI O2)
55-90%
4. Memasang non rebreathing mask pada daerah lubang
hidung dan mulut
5. Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala
melewati bagian atas telinga
6. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup
dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit
7. Setelah alat tersebut dipasang pastikan bahwa pasien merasa
nyaman dan kondisi pasien menjadi lebih baik (pasien lebih
tenang).
8. Mencatat pemberian oksigen pada status pasien.

Note: Ya = Mahasiswa melakukan


Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

44
TERAPI INHALASI
Amira Permatasari, Bintang Y Sinaga, Noni N Soeroso

I. PENDAHULUAN
Inhalasi aerosol untuk tujuan pengobatan telah dikenal sejak lama. Sebelum era
kemoterapi, pasien tuberkulosis paru dianjurkan untuk berlibur di tepi pantai dan berlayar di
laut sebagai cara penyembuhannya. Partikel garam yang terkandung dalam udara laut dipercaya
beRPSengaruh baik.
Aerosol adalah partikel-partikel padat (solid), suspensi dari cairan atau campuran yang
mengambang dalam gas/udara (gas pembawa). Diameter partikel-partikel ini berkisar diantara
0,001 sampai 100 m. Untuk terapi inhalasi diameter partikel yang bermanfaat adalah 0,5
sampai 10 m. Obat dalam bentuk partikel aerosol dapat diberikan melalui alat yaitu nebuliser
(dalam bentuk cairan), MDI ( dalam gas sebagai zat pembawa) dan DPI (dalam bentuk bubuk
kering).
Aerosol yang dihasilkan oleh alat seperti: Nebulizer, Metered Dose Inhaler (MDI), dan
Dry Powder Inhaler (DPI) umumnya tidaklah dalam satu macam ukuran partikel aerosol namun
berupa rentangan ukuran partikel. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi deposit obat
aerosol di paru adalah besarnya ukuran partikel aerosol yang dikeluarkan oleh alat, (ukuran
45
partikel aerosol yang dapat mencapai saluran napas bawah (Respirable range particle size)
adalah 1 sampai 5 m, sedangkan partikel ukuran > 5 m akan terdeposit di saluran napas atas
dan faring dan partikel ukuran > 1 m akan terekshalasi kembali, keberhasilan terapi inhalasi
itu sendiri tergantung dari jumlah partikel yang mencapai paru-paru.
Keuntungan yang lebih nyata dari terapi inhalasi aerosol adalah efek topikalnya, yaitu
konsentrasi yang tinggi di paru-paru, dosis obat yang kecil sekitar 10% dari dosis oral, dan efek
sistemik yang minimal. Terapi inhalasi dibandingkan terapi oral mempunyai dua kelemahan,
yaitu: jumlah obat yang mencapai paru-paru sulit dipastikan, dan inhalasi obat ke dalam saluran
napas dapat merupakan masalah koordinasi
Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa, tidak
mahal dan secara selektif mencapai saluran napas bawah, dan hanya sedikit saja yang tertinggal
di saluran napas atas serta dapat digunakan oleh anak-anak, orang cacat dan orang tua
Pada pertemuan ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan pemberian terapi inhalasi
(IDT dan nebulizer) pada pasien sehingga mahasiswa dapat memberikan terapi pada pasien
dengan kelainan obstruksi paru.
Tujuan
Mengatasi bronkospasme
Mengencerkan sputum
Menurunkan hiperaktiviti bronkus

Indikasi
Asma
PPOK
Fibrosis kistik
SOPT (sindroma obstruksi post TB)
Bronkiektasis
Keadaan atau penyakit lain dengan sputum kental dan lengket.
Kontraindikasi
Absolut : Tidak ada
Relatif : Alergi terhadap bahan/obat tersebut
Persiapan tindakan
a) Bahan dan alat :
- Inhaler dosis terukur (IDT), dalam bentuk :
Inhaler aerosol dengan atau tanpa spacer
Bubuk (dry powder inhaler) : diskhaler, rotahaler dan turbuhaler.
- Penguapan (nebulizer) dengan cara :
Ultrasonik
Kompresi (kompresor atau oksigen)

b) Pasien :
Dapat dilakukan dalam posisi duduk, berdiri atau tidur (untuk pasien yang dirawat)
46
c) Ruangan : tidak diperlukan ruangan khusus.

IV. PERALATAN DAN BAHAN


1. Inhaler dosis terukur (IDT)
2. Dry powder inhaler (DPI)
3. Spacer ( ruang antara )
4. Tabung Oksigen dan meteran
5. Masker nebulizer dgn selangnya
6. Jet nebulizer
7. Obat cairan nebulizer (salbutamol ampul, fluticasone ampul)
8. Aquabidestilata
9. Kain kassa
10. Alkohol

III. RUJUKAN

VI. LEMBAR PENGAMATAN TERAPI INHALASI


1. INHALER DOSIS TERUKUR / MDI
PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
Ya Tidak
TERAPI INHALASI
1. Inhaler dikocok terlebih dahulu agar obat homogen, lalu
tutupnya dibuka.
2. Inhaler dipegang tegak, kemudian dilakukan maksimal ekspirasi
pelan-pelan.
3. Mulut inhaler diletakkan di antara kedua bibir, lalu katupkan
kedua bibir dan lakukan inspirasi pelan - pelan. Pada waktu
yang sama kanester ditekan untuk mengeluarkan obat tersebut
dan penarikan napas diteruskan sedalam-dalamnya.
4. Tahan napas sampai 10 detik atau hitungan 10 kali.
5. Prosedur tadi dapat diulangi setelah 30 detik 1 menit .

2. IDT DENGAN RUANG ANTARA ( SPACER )

47
PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
Ya Tidak

1. Inhaler dikocok terlebih dahulu dan buka tutupnya, kemudian


mulut inhaler dimasukkan ke dalam lubang ruang antara (spacer)
2. Mouth piece diletakkan di antara kedua bibir, lalu kedua bibir
dikatupkan pastikan tidak ada kebocoran.

3. Tangan kiri memegang spacer, dan tangan kanan memegang


kanester inhaler.
4. Tekan kanister sehingga obat akan masuk ke dalam spacer,
kemudian tarik napas perlahan dan dalam, tahan napas sejenak,
lalu keluarkan napas lagi. Hal ini bisa diulang sampai merasa
yakin obat sudah terhirup habis.

3. DRY POWDER INHALER (DPI) : DISKINHALER (DISKUS)


PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
Ya Tidak
1. Pegang diskus pada satu tangan, letakkan ibu jari dari tangan
anda yang lain pada pegangan ibu jari. Bukalah diskus dengan
menekan pegangan ibu jari ke kanan sampai bagian mulut dari
diskus terlihat dan keluar.
2. Pegang dan tahan tuas diskus. Dorong tuas semaksimal mungkin
sampai berbunyi klik. Keluarkan napas anda sebanyak
mungkin.
3. Letakkan bagian mulut diskus dibibir kemudian tarik napas
dalam. Lepaskan diskus dari mulut kemudian tahan napas selama
10 detik. Keluarkan napas secara perlahan, lalu tutup diskus.

4. JET NEBULIZER
PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
Ya Tidak

1. Periksa alat apakah dalam kondisi baik membersihkan


masker
2. Memasukkan obat inhaler ke tempat obat

3. Menjelaskan ke pasien tentang tujuan terapi dan supaya


napas biasa dan tenang

48
4. Menghidupkan jet nebulizer (atau meteran oksigen keangka
6 liter ) kemudian memasang masker atau mouthpiece
kepada pasien
5. Menanyakan kepada pasien apakah kondisinya dalam
keadaan baik
6. Mematikan alat kalau obat sudah habis

Note: Ya = Mahasiswa melakukan


Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

49

Anda mungkin juga menyukai