Anda di halaman 1dari 41

MODUL KETERAMPILAN KLINIK BLOK DERMATOLOGY & MUSCULOSKLETAL SYSTEM

PENYUSUN Adril Arsyad Hakim Ronald Sitohang Emir Taris Pasaribu Hasanul Arifin M. Fidel Ganis S Cut Aria Arina Hidayat S Almaycano Ginting M Iqbal Pahlevi Yoan Carolina P Nino Nasution Imam Budi Poetra

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

SL. IV. DMS. 1 KETERAMPILAN KLINIK SPLINTING Ronald Sitohang I. PENDAHULUAN Splinting (pembidaian / pembelatan) adalah tindakan awal bersifat noninvasif yang dilakukan pada penderita patah tulang (fraktur) dan cerai sendi (dislokasi) untuk menstabilkan bagian tubuh yang mengalami cedera, sehingga dapat mencegah terjadinya cedera tambahan pada jaringan lunak sekitar seperti otot, saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh keping patah ( Do no further harm ! ). Di samping itu splinting yang dilakukan dengan benar akan membantu mengontrol perdarahan, mengurangi rasa sakit serta memberi kenyamanan dan keamanan pada transportasi, baik dari tempat kejadian maupun di lingkungan rumah sakit sendiri. Splinting bersifat sementara, lazimnya diaplikasikan dalam periode waktu yang singkat (hari-minggu) sampai tindakan pengobatan definitif dilakukan. Bila tidak dilakukan dengan hati-hati splinting dapat menambah cedera pada penderita. Bidai umumnya terbuat dari bahan kayu, logam, plastik, pembalut gips (plaster of Paris), kartun atau kertas koran yang dilipat. Untuk pembidaian sederhana, bahan-bahan ini dibuat berbentuk lempengan yang lurus seperti penggaris dengan berbagai ukuran. Bidai dipasang pada sisi-sisi anggota gerak yang mengalami fraktur atau dislokasi lalu dipertahankan dengan balutan perban. Untuk mencegah terjadinya destruksi kulit oleh kontak langsung bidai yang dapat menekan dan menggesek, terlebih dahulu bidai dibungkus dengan kapas perban (soft padding). Demikian pula dengan bagian-bagian tubuh yang menonjol harus dibalut dengan kapas perban. Agar diperoleh efek fiksasi yang adekuat hendaknya bidai dipasang melewati dua persendian yaitu proksimal dan distal lesi. Pembalut gips merupakan bahan yang paling serbaguna untuk splinting karena dapat dimodifikasi dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan. Misalnya, long-arm posterior untuk pembidaian anggota gerak atas dan long-leg posterior untuk anggota gerak bawah. Keuntungan lainnya adalah kemampuan bahan ini mengikuti lekuk-lekuk permukaan tubuh sehingga memberi efek fiksasi yang lebih baik. Apabila pembalut gips dipasang dalam bentuk balutan sirkuler (dolabra currens) disebut sebagai casting yang memberi efek fiksasi yang lebih kokoh dan dapat dipertahankan dalam periode waktu yang lebih lama (minggu-bulan). Pada pengobatan fraktur secara konservatif, casting dapat menjadi tindakan pengobatan definitif seperti pemasangan Long Leg Cast (LLC) pada fraktur tibia dan fibula dengan pembalutan mulai dari pertengahan paha sampai pangkal jari kaki. Dalam perkembangannya seiring dengan kemajuan teknologi, bidai sederhana ini mengalami modifikasi dalam berbagai bentuk yang disesuaikan menurut kebutuhan. Kita mengenal Thomas Splint, Inflated Splint, Vacum Mattress Splint dan lain-lain. Thomas Splint terbuat dari bahan metal yang dipakai untuk pembidaian dan traksi (penarikan) anggota gerak bawah yang mengalami fraktur
2

(lihat gambar 1). Inflated Splint terbuat dari bahan karet berbentuk sarung kaki atau tangan yang mengembang bila diisi udara lewat pemompaan. Lazimnya dipakai untuk pembidaian anggota gerak atas atau bawah. Vacum Mattress Splint terbuat dari bahan plastik seperti kain berbentuk kasur berisi butir-butir kristal khusus yang bila divakumkan dengan pompa pengisap dapat mengeras seperti batu. Dipakai untuk pembidaian seluruh tubuh dengan cara membungkuskannya mulai dari kepala hingga kaki sehingga anggota gerak dan tulang belakang terfiksasi baik. Pasca pemasangan bidai perlu dilakukan pemantauan bagian distal untuk menilai sirkulasi dan neurologis yang dapat terganggu akibat penekanan bidai yang berlebihan. Gangguan sirkulasi ditandai dengan pucat (pale / pallor) pada inspeksi dan penurunan suhu (poikilothermia) serta penurunan pulsasi arteri distal (pulseless) pada palpasi. Gangguan neurologis dapat berupa rasa sakit (pain) dan kebas (paresthesia). Pada latihan ini akan dilaksanakan pembidaian pada lengan bawah dalam posisi netral (seperti bersalaman / semi-pronasio) di mana bidai harus melewati sendi siku (elbow joint) dan sendi pergelangan tangan (wrist joint) sehingga anggota gerak atas berbentuk garis lurus. Kadang-kadang cara pembidaian ini dapat dimodifikasi di mana sendi siku dalam posisi 900 dengan lengan bawah disilangkan di depan dada dengan bantuan pembalut segitiga (mitella) yang digantungkan ke leher (lihat gambar 2).

Gambar 1. Thomas Splint

Gambar 2. Pembidaian lengan bawah dengan pemasangan pembalut segitiga (mitella) II. TUJUAN KEGIATAN II.1 TUJUAN UMUM Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat melakukan tindakan pembidaian yang benar. II.2 TUJUAN KHUSUS Mahasiswa mampu : 1. Melakukan pembidaian lengan bawah. 2. Melakukan pemantauan neurovaskular distal (NVD) III. RUJUKAN 1. Hampton, O. P., Fitts, W.T. Fractures and Dislocation : General Considerations, In Rhoads, J. E., et al. Surgery Principles and Practice, Ed. 4. Philadelphia : J. B. Lippincott Company, 1971. 2. Noble, J., Banks, A. J. Pengobatan Gawat Darurat Fraktur Ekstremitas Tertutup dan Komplikata dalam Dudley, H. A. F. Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat, Ed. 11. Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1992. 3. Nealon, Thomas F. Jr. Fundamental Skills in Surgery, Ed. 4. Philadelphia : W. B. Saunders Company, 1996. 4. Srinivasan, R. C., Tolhurst, S., Vanderhave, K. L. Orthopedic Surgery In Doherty, G. M. Current Diagnosis & Treatment. Surgery. Ed. 13. New York : Mc. Graw Hill-Lange, 2010.

IV. PERALATAN DAN BAHAN Kayu penggaris ukuran 100 cm 3 Keping Soft padding 4 inchi Perban elastis 4 inchi Secukupnya 3 Rol

V. TEKNIK PELAKSANAAN PEMBIDAIAN LENGAN BAWAH Tindakan pembidaian ini memerlukan bantuan asisten. 1. Ukur panjang kayu penggaris melewati dua sendi sebanyak 3 buah. 2. Balut kayu penggaris dengan soft padding sampai seluruh permukaannya tertutup. 3. Balut daerah tonjolan tulang pada proksimal dan distal lengan bawah (olekranon dan kedua styloid processes) 4. Aplikasikan kayu penggaris pada lengan bawah dalam posisi netral (seperti bersalaman) di sisi anterior, posterior dan medial dengan bantuan asisten. 5. Balut kayu penggaris dengan perban elastis mulai dari distal ke proksimal. 6. Pantau suhu kulit dengan meraba (bandingkan dengan yang sehat) dan raba pulsasi arteri radialis bagian distal. 7. Catat tanggal, jam pemasangan bidai dan NVD. VI. LEMBAR PENGAMATAN PEMBIDAIAN LENGAN BAWAH LANGKAH / TUGAS A. MEMPERSIAPKAN PASIEN 1. Menyapa dan memperkenalkan diri 2. Menginformasikan tindakan yang akan dilakukan dan minta persetujuan. 3. Mempersiapkan asisten B. MEMPERSIAPKAN BAHAN 1. Kayu penggaris 2. Soft padding 3. Perban elastis C. TEKNIK PEMBIDAIAN LENGAN BAWAH 1. Mengukur panjang kayu penggaris melewati dua sendi sebanyak 3 buah. 2. Membalut kayu penggaris dengan soft padding sampai seluruh permukaannya tertutup 3. Membalut daerah tonjolan tulang pada proksimal dan distal lengan bawah (olekranon dan kedua styloid processes) 4. Mengaplikasikan kayu penggaris pada lengan bawah dalam posisi netral di sisi anterior, posterior dan medial dengan bantuan asisten.
5

PENGAMATAN Ya Tidak

Membalut kayu penggaris dengan perban elastis mulai dari distal ke proksimal. D. PEMANTAUAN 1. Meraba suhu kulit 2. Meraba pulsasi arteri radialis distal E. DOKUMENTASI 1. Mencatat tanggal dan jam pemasangan bidai 2. Mencatat hasil pemantauan NVD
5.

Note :

Ya = Mahasiswa melakukan Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

SL. IV. DMS. 2 KETERAMPILAN KLINIK BANDAGING Ronald Sitohang I. PENDAHULUAN Bandaging atau balut-membalut merupakan salah satu tindakan dalam perawatan luka pada permukaan tubuh dengan menerapkan berbagai macam teknik pembalutan dan memakai berbagai jenis pembalut (bandage). Untuk ini lebih dahulu harus diketahui guna pembalut, macam pembalut dan bentuk bagian tubuh yang akan dibalut. Luka yang terjadi pada permukaan tubuh harus ditutup dengan kasa steril untuk melindunginya dari kontaminasi debu, kotoran atau cahaya yang dapat mempengaruhi penyembuhannya. Kasa penutup luka ini dapat dipertahankan pada tempatnya dengan memakai plester perekat (adhesive tape), semprotan perekat (collodion) atau dengan membalutnya (bandaging) dengan pembalut. Di samping untuk melindungi, pembalut dapat pula berperan sebagai penekan, penarik, penahan atau penunjang serta immobilisasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera. Pada umumnya dikenal 3 macam pembalut yaitu : (1) Pembalut Kain Segitiga (Mitella), (2) Plester (Tape) dan (3) Pembalut Pita Biasa (Zwachtel / Verband). Pembalut Kain Segitiga (Mitella) berbentuk segitiga sama kaki dengan panjang sisi kaki masing-masing 90 cm dan sudut puncak 900, terbuat dari kain putih yang mudah dilipat-lipat sehingga dapat dipergunakan untuk membalut seluruh bagian tubuh seperti kepala, anggota gerak, persendian dan payudara. Mitella dapat dimodifikasi menjadi Plantenga dengan membelah sudut puncaknya hingga setengah tingginya. Plantenga dipergunakan untuk membalut dan menopang payudara. Pemakaian pembalut segitiga di klinik belakangan ini tidak lagi populer karena makin banyaknya modifikasi pembalut pita biasa yang diperkenalkan untuk berbagai kebutuhan. Plester (Tape) dapat berbentuk strip, rol atau lembar dan terbuat dari berbagai macam bahan seperti sutera, plastik, ZnO, kertas dan lain-lain. Plester yang dikenakan pada penderita terbagi atas 3 golongan yaitu (1) Plester Perekat (Adhesive Tape), (2) Plester Obat (Medicinal Tape) dan (3) Plester Bedah (Surgical Tape). Plester Perekat lazim dipakai untuk menempelkan kasa penutup luka pada permukaan tubuh. Contohnya adalah Leukoplast, Hypafix, Handyplast dan lain-lain. Plester Obat adalah plester yang diberi obat-obat topikal misalnya Salonpas, Tokuhon dan sebagainya. Plester Bedah adalah plester yang digunakan untuk membalut luka bedah. Plester ini tidak meninggalkan residu bila dilepas, tidak menimbulkan rasa sakit saat dilepas dan tidak menimbulkan alergi (hipoalergenik). Contohnya adalah Micropore, Durapore, Blenderm dan lain-lain.

Sekarang ini banyak sekali macam Pembalut Pita Biasa yang terbuat dari berbagai macam bahan disesuaikan dengan kebutuhannya antara lain adalah :
1. Pembalut Kain Kasa (Bandage Gauze / Kasa Hidrofil) : terbuat dari

kain kasa yang tipis dan jarang berupa gulungan dengan berbagai ukuran diameter. Jenis ini yang sehari-hari dikenal sebagai perban (verband). 2. Pembalut Cambrics : hampir sama dengan pembalut kain kasa tetapi benangnya lebih kasar sehingga tampak lebih tebal. 3. Pembalut Elastis (Elastic Bandage) : terbuat dari bahan yang bersifat elastis dengan berbagai ukuran diameter yaitu 3, 4 dan 6 inchi. Di pasar dikenal dengan nama Tensocrepe, Dynaflex, dll. 4. Pembalut Gips (Plester of Paris) : terbuat dari pembalut kain kasa atau semacamnya yang dibubuhi dengan tepung gips lalu digulung dan mempunyai berbagai ukuran diameter (3, 4 dan 6 inchi). Pemakaian pembalut gips terutama untuk immobilisasi patah tulang (fraktur). Di pasaran dikenal dengan nama Gypsona, Leukodur, dll. Bentuk bagian tubuh yang akan dibalut dapat dikelompokkan atas : (1) Bentuk bundar misalnya kepala, (2) Bentuk bulat panjang misalnya lengan dan (3) Bentuk persendian. II. TUJUAN KEGIATAN II. 1 TUJUAN UMUM Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan mengerti dan memahami perihal balut-membalut serta mampu melaksanakan berbagai jenis pembalutan yang lazim dilakukan pada bagian tubuh. II. 2 TUJUAN KHUSUS Mahasiswa mampu melakukan : 1. Teknik pembalutan luka di kepala. 2. Teknik pembalutan luka di sendi. 3. Teknik pembalutan luka di lengan atas. III. RUJUKAN 1. Hdw, Hartono. Mengenal Alat-Alat Kesehatan dan Kedokteran. Jakarta : Penerbit Pribadi, 1985. 2. Muchtarudin, St. Ilmu Balut. Jakarta : Balai Pustaka, 1993. 3. Nealon, Thomas F. Jr. Fundamental Skills in Surgery, Ed. 4. Philadelphia : W. B. Saunders Company, 1996. IV. PERALATAN DAN BAHAN 1. Meja 1 buah. 2. Kursi 2 buah. 3. Kain kasa 1 bungkus. 4. Tensocrepe (perban elastis) 3 inchi 3 rol. 5. Tensocrepe (perban elastis) 4 inchi 3 rol. 6. Pembalut kain kasa 3 inchi 3 rol.
8

IV. TEKNIK PELAKSANAAN


1. CARA PEMBALUTAN LUKA DI KEPALA (FASCIA CAPITALIS ) 3. Penderita duduk di kursi dengan kepala tegak didampingi seorang

asisten. 4. Aplikasikan kain kasa penutup luka. 5. Tentukan 2 titik fiksasi yaitu titik di atas hidung (anterior) dan oksiput (posterior). 6. Buat 2 lilitan melingkari kepala setinggi dahi dengan pangkal balutan pada titik di atas hidung. 7. Lipatkan dan tarik pembalut dari titik di atas hidung (anterior) melalui garis tengah kepala ke oksiput (posterior). 8. Tahan pembalut di titik fiksasi di oksiput oleh asisten. 9. Lipatkan dan tarik pembalut dari posterior ke anterior dengan jalan agak miring sedikit ke kiri balutan tengah. 10.Lipatkan dan tarik pembalut dari anterior ke posterior dengan jalan agak miring sedikit ke kanan balutan tengah. 11.Lakukan hal yang sama berulang-ulang sampai seluruh kepala tertutup. 12.Lipatkan dan tarik pembalut sebagai pengunci melingkari kepala dan ujungnya dikancingkan. 13.Tanyakan kenyamanan pada penderita setelah pembalutan.

2. CARA PEMBALUTAN LUKA DI SENDI SIKU (8-FIGURE BANDAGE) 1. Posisikan penderita duduk atau berbaring. 2. Aplikasikan kain kasa di atas luka.

3. Buat 2 lilitan pada distal sendi siku untuk memfiksasi pangkal pembalut. 4. Tarik pembalut ke proksimal menyilang sendi dan difiksasi dengan satu putaran penuh di atas sendi siku. 5. Tarik kembali pembalut ke distal menyilang sendi berlawanan arah dengan balutan silang pertama dan difiksasi dengan satu putaran penuh di bawah sendi siku.
9

6. Lakukan hal ini berulang-ulang sampai seluruh bagian sendi tertutup

dengan baik. 7. Kunci ujung pembalut dengan kancing. 8. Pantau sirkulasi distal dengan meraba arteri distal dan memerhatikan perubahan warna kulit.

3. CARA PEMBALUTAN LUKA DI LENGAN ATAS ( DOLABRA CURRENS / CIRCULAR BANDAGE ) 1. Posisikan penderita duduk atau berbaring. 2. Aplikasikan kain kasa di atas luka. 3. Buat dua lilitan pada distal lengan atas untuk memfiksasi pangkal pembalut. 4. Lilitkan pembalut ke arah atas dengan saling menindih lebih kurang 1 inchi mengelilingi lengan atas sampai ke pangkalnya. 5. Kunci ujung pembalut dengan kancing. 6. Pantau sirkulasi distal dengan meraba arteri distal dan memerhatikan perubahan warna kulit.

4. DOKUMENTASI 1. Catat tanggal dan jam pelaksanaan 2. Catat jenis balutan yang diaplikasikan 3. Catat hasil pemantauan
10

VI. LEMBAR PENGAMATAN BANDAGING LANGKAH/TUGAS I. PERSIAPAN PRA PEMBALUTAN 1. Mempersiapkan peralatan dan bahan. 2. Memperkenalkan diri dan menanyakan identitas pasien. 3. Menginformasikan tindakan dan meminta persetujuan. II. LANGKAH-LANGKAH PEMBALUTAN A. Pembalutan Luka di Kepala ( Fascia Capitalis ) : 1. Memosisikan penderita duduk di kursi dengan kepala tegak didampingi seorang asisten. 2. Mengaplikasikan kain kasa di atas luka. 3. Menentukan 2 titik fiksasi yaitu titik di atas hidung (anterior) dan oksiput (posterior). 4. Membuat 2 lilitan melingkari kepala setinggi dahi dengan pangkal balutan pada titik di atas hidung. 5. Melipat dan menarik pembalut dari titik di atas hidung (anterior) melalui garis tengah kepala ke oksiput (posterior). 6. Menahan pembalut di titik fiksasi di oksiput oleh asisten. 7. Melipat dan menarik pembalut dari posterior ke anterior dengan jalan agak miring sedikit ke kiri balutan tengah. 8. Melipat dan menarik pembalut dari anterior ke posterior dengan jalan agak miring sedikit ke kanan balutan tengah. 9. Melakukan hal yang sama berulang-ulang sampai seluruh kepala tertutup. 10. Melipat dan menarik pembalut sebagai pengunci melingkari kepala dan ujungnya dikancingkan. 11. Menanyakan kenyamanan pada penderita setelah pembalutan. B. Pembalutan Luka di Sendi Siku ( 8-Figure Bandage ) 1. Memosisikan penderita duduk atau berbaring.
2. Mengaplikasikan kain kasa di atas luka. 3. Membuat 2 lilitan pada distal sendi siku untuk memfiksasi

PENGAMATAN Ya Tidak

pangkal pembalut.
4.

Menarik pembalut ke proksimal menyilang sendi dan memfiksasi dengan satu putaran penuh di atas sendi siku.

11

5. Menarik kembali pembalut ke distal menyilang sendi

berlawanan arah dengan balutan silang pertama dan memfiksasi dengan satu putaran penuh di bawah sendi siku. 6. Melakukan hal yang sama berulang-ulang sampai seluruh bagian sendi tertutup dengan baik. 7. Mengunci ujung pembalut dengan kancing.
8. Memantau sirkulasi distal dengan meraba arteri distal dan

memerhatikan perubahan warna kulit. C. Pembalutan Luka di Lengan Atas ( Dolabra Currens ) 1. Memosisikan penderita duduk atau berbaring.
2. Mengaplikasikan kain kasa di atas luka. 3. Membuat dua lilitan pada distal lengan atas untuk

memfiksasi pangkal pembalut. 4. Melilitkan pembalut ke arah atas dengan saling menindih lebih kurang 1 inchi mengelilingi lengan atas sampai ke pangkalnya. 5. Mengunci ujung pembalut dengan kancing. 6. Memantau sirkulasi distal dengan meraba arteri distal dan memerhatikan perubahan warna kulit. D. DOKUMENTASI 1. Mencatat tanggal dan jam pelaksanaan 2. Mencatat jenis balutan yang diaplikasikan 3. Mencatat hasil pemantauan Note : Ya = Mahasiswa melakukan Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

12

SL. IV. DMS. 3 KETERAMPILAN KLINIK PROSEDUR PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR (IM) Ronald Sitohang

I. PENDAHULUAN Dalam menjalankan praktek kedokteran kita akan selalu berhubungan dengan pekerjaan suntik menyuntik oleh karena penyuntikan (injeksi) merupakan salah satu cara pemberian obat-obatan ke dalam tubuh penderita yang membutuhkan obat-obatan tertentu sesuai indikasinya. Pemberian obat melalui suntikan disebut pemberian parenteral, khusus bagi sediaan berbentuk cair. Di samping itu obatobatan dapat pula diberi dengan cara menelan melalui mulut (peroral) bagi sediaan berbentuk padat dan cair, menghirup melalui pernafasan (inhalasi) bagi sediaan berbentuk gas dan mengoles pada permukaan tubuh (topikal) bagi sediaan berbentuk pasta / salep atau cair. Pemberian obat secara suntikan dapat dilakukan melalui vena (Intravena/IV), ke dalam otot (Intramuskular/IM), ke bawah kulit (Subkutan/SK), ke dalam kulit (Intrakutan/IK) dan ke dalam ruang subaraknoid spinal (Intratekal). Keuntungan pemberian obat secara suntikan ini antara lain adalah : efeknya timbul lebih cepat, dapat diberikan pada penderita tidak sadar atau muntah-muntah dan sangat berguna dalam keadaan darurat. Suntikan IV dilakukan bila diperlukan efek (onset of action) yang cepat seperti pada keadaan life-threatening yang mengancam nyawa. Obat-obatan yang sangat mengiritasi jaringan sebaiknya diberikan melalui IV. Obat-obatan yang diberikan lewat suntikan IM mempunyai onset of action lebih lama dibanding IV dan lebih cepat dibanding SK. Suntikan IM dapat menampung sampai 3 ml cairan obat pada orang dewasa dan menjadi cara pilihan untuk obatobatan yang mengiritasi jaringan subkutis. Onset of action obat-obatan lewat suntikan SK kurang lebih 30 menit dan hampir seluruhnya diserap dari jaringan. Suntikan IK hanya untuk pemberian obat-obatan dalam volume kecil misalnya 0,1 ml lazimnya untuk tes alergi, tuberkulin dan vaksinasi. Suntikan intramuskular dapat dilakukan di beberapa tempat pada tubuh seperti muskulus deltoideus di daerah lateral atas lengan atas, muskulus rektus femoris / muskulus vastus lateralis di daerah depan / lateral paha dan muskulus gluteus di daerah bokong. Khusus di daerah bokong, suntikan intramuskular dapat diberikan dorsogluteal dan ventrogluteal. Tempat penyuntikan dorsogluteal ditentukan dengan cara menarik garis maya dari trokanter mayor os femur di lateral bawah ke spina iliaka posterior superior (SIPS) di medial atas. Daerah lateral dan superior garis ini merupakan lokasi penyuntikan (Gambar 1). Tempat penyuntikan ventrogluteal ditentukan sebagai berikut : Ujung jari telunjuk tangan kiri di taruh di atas spina iliaka anterior
13

superior (SIAS) kanan penderita atau sebaliknya memakai tangan kanan ke SIAS kiri penderita. Lalu jari tengah di gerakkan secara maksimal ke dorsal sampai teraba krista iliaka. Daerah segitiga yang dibentuk oleh jari telunjuk, jari tengah dan krista iliaka merupakan lokasi penyuntikan (Gambar 2). Pada skills lab ini dipilih penyuntikan intramuskular dorsogluteal.

Gambar 1. Lokasi penyuntikan IM dorsogluteal

Gambar 2. Lokasi penyuntikan IM ventrogluteal

Sebenarnya alat suntik terdiri dari 2 bagian yaitu (1) Syringe (Semprit, Spuit) yang berfungsi sebagai penampung obat cairan sebelum disuntikkan ke dalam tubuh dan (2) Needle (Jarum suntik) yakni bagian yang akan dimasukkan ke dalam jaringan tubuh. Akan tetapi dalam pengertian sehari-hari bila disebut syringe sudah termasuk dengan jarumnya. Dikenal 3 jenis syringe yaitu (1) Standard Hypodermic Syringe (Semprit biasa) : paling banyak digunakan, volume 2-3 ml dengan ukuran skala sampai 0,1 ml, (2) Insulin Syringe (Semprit insulin) : untuk pemberian insulin dan mempunyai 100 skala kalibrasi untuk 100 Unit insulin dan (3) Tuberkulin Syringe (Semprit tuberkulin) : untuk pemberian tuberkulin dan mempunyai volume 1 ml dengan skala 0,01 sampai 0,1 ml. Jenis syringe ini dapat juga dipakai untuk pemberian obat-obatan selain tuberkulin. Syringe (semprit) masih terdiri dari beberapa bagian yaitu (a) Tip : untuk tempat menyambungkan jarum, (b) Silinder (Barrel) : bagian untuk tempat menampung obat-obatan cair serta mempunyai skala dan (c) Piston (Plunger) : merupakan bagian yang dapat digerakkan maju mundur (Gambar 3). Needle (jarum suntik) terdiri dari (a) Hub : bagian pangkal yang akan disambungkan dengan tip dari syringe, (b) Shaft : badan jarum berbentuk lurus terbuat dari metal dan (c) Bevel : bagian runcing yang merupakan ujung jarum (Gambar 4). Shaft bervariasi dalam panjang dan diameter di mana panjang diukur dalam satuan inch (0,25-5 inch) sedangkan diameter dalam satuan Gauge (14-27 G).

14

Gambar 3. Bagian-bagian Syringe

Gambar 4. Bagian-bagian Needle

II. TUJUAN KEGIATAN II. 1. TUJUAN UMUM Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai aspek tentang penyuntikan dan melakukan penyuntikan intramuskular. II. 2. TUJUAN KHUSUS Mahasiswa mampu : 1. Melakukan penyuntikan intramuskular pada penderita secara baik dan benar. III. RUJUKAN Ganiswara, S. G. Farmakologi dan Terapi. Ed.4. Jakarta : Bagian Farmakologi FK-UI, 1995. 2. Hdw, Hartono. Mengenal Alat-Alat Kesehatan dan Kedokteran. Jakarta : Penerbit Pribadi, 1985. 3. Kozier, B., Erb, G. Fundamental of Nursing. Ed.2. Massachusetts : Addison-Wesley Publishing Company, 1983. 4. Smith, S., Duell, D. Clinical Nursing Skills. Ed.1. Los Altos : National Nursing Review Inc., 1985.
1.

IV. PERALATAN DAN BAHAN 1. Tempat tidur pasien 2. Obat yang akan disuntikkan 3. Syringe 3ml/5ml 4. Kapas alkohol 70 % 5. Manikin 1 Buah 1 Vial 1 buah Secukupnya 1 Buah

15

V. TEKNIK PELAKSANAAN PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR DI BOKONG 1. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan penyuntikan. 2. Perkenalkan diri dan jelaskan tindakan yang akan dilakukan serta meminta persetujuan kepada pasien (informed consent). 3. Posisikan penderita dalam keadaan telungkup. 4. Isikan obat yang akan disuntikkan ke dalam syringe. 5. Tentukan lokasi penyuntikan di daerah bokong dengan cara menarik garis maya dari trokanter mayor (lateral bawah) ke spina iliaka posterior superior (medial atas). Daerah lateral dan superior garis maya merupakan lokasi penyuntikan. 6. Bersihkan lokasi penyuntikan dengan kapas alkohol 70% dengan cara menggerakkannya secara sirkuler dari dalam ke luar. 7. Tusukkan jarum syringe dengan sudut 90 sampai ke dalam otot (setelah melalui fasia) lalu tarik piston untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap. 8. Tekan piston secara perlahan sampai silinder kosong. 9. Tarik jarum dengan cepat lalu usap lokasi penyuntikan dengan kapas alkohol 70%. 10. Lakukan pencatatan meliputi : tanggal/jam pemberian, nama dan dosis obat, nama dokter/paraf.
V. LEMBAR PENGAMATAN TEKNIK PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR LANGKAH / TUGAS TEKNIK PENYUNTIKAN INTRAMUSKULAR 1. Mencuci tangan sebelum melakukan penyuntikan. 2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan tindakan serta meminta persetujuan dari pasien. 3. Memosisikan penderita dalam keadaan telungkup. 4. Mengisi obat ke dalam syringe. 5. Menentukan lokasi penyuntikan di daerah bokong. 6. Membersihkan lokasi penyuntikan dengan kapas alkohol 7. Menusukkan jarum pada lokasi penyuntikan dengan sudut 90dan melakukan aspirasi dengan menarik piston. 8. Menekan piston sampai silinder kosong. 9. Menarik jarum dengan cepat dan mengusap bekas suntikan dengan kapas alkohol. 10. Melakukan pencatatan meliputi : tanggal/jam pemberian, nama dan dosis obat, nama dokter/paraf. Catatan : Ya = Mahasiswa melakukan 16 PENGAMATAN Ya Tidak

Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

SL. IV. DMS. 4 KETERAMPILAN KLINIK TINDAKAN ASEPSIS DAN ANTISEPSIS & PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR Ronald Sitohang I. PENDAHULUAN Secara harfiah istilah asepsis berarti suatu keadaan bebas hama sedangkan antisepsis adalah tindakan untuk membebashamakan suatu bahan, alat ataupun ruangan untuk mencegah sepsis. Tindakan asepsis dan antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya penularan kuman penyakit (mikroorganisma patogen) di antara penderita, tenaga medis dan lingkungan sekitar. Kuman penyakit yang berasal dari lingkungan rumah sakit, melalui berbagai cara seperti : suntikan/ pemasangan infus, pemasangan kateter urine, luka operasi dan lain-lain dapat menginfeksi penderita sehingga menimbulkan sepsis yang sering berakibat fatal (infeksi nosokomial). Infeksi nosokomial lebih sulit diatasi karena kuman penyebabnya telah resisten terhadap berbagai macam sediaan antibiotika. Melakukan tindakan asepsis dan antisepsis adalah merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh setiap tenaga medis karena tindakan ini tidak hanya dapat mencegah penularan penyakit dari pasien ke tenaga medis namun juga sebaliknya. Keterampilan dasar ini berupa : pencucian tangan rutin (routine hand washing) dan pemakaian sarung tangan steril secara terbuka (open donning). Pencucian tangan untuk mencegah penularan kuman pertama kali dikemukakan oleh Ignaz Philipp Semmelweis, obstetrikus dari Vienna pada tahun 1861 berdasarkan pengamatannya pada ibu-ibu melahirkan yang sering mengalami sepsis puerperalis. Pada tahun 1885 William S. Halsted dari Amerika Serikat memperkenalkan pemakaian sarung tangan steril untuk mengurangi kemungkinan kontak kuman patogen dengan luka operasi. Khusus dalam pembedahan, penerapan teknik asepsis dan antisepsis ditujukan pada 3 komponen yaitu : (1) Ruang bedah / Kamar operasi, (2) Tenaga medis yang melaksanakan pembedahan dan (3) Penderita sendiri. Komponen ruang bedah meliputi ruang tempat pembedahan dilaksanakan beserta seluruh alat-alat bedah (instrumen) yang dipakai dalam pembedahan. Terhadap ruangan dilakukan pembersihan secara periodik misalnya mengepel lantai dengan desinfektan setiap kali selesai operasi dan menyinarinya dengan sinar ultraviolet jika ruangan tidak digunakan. Sedangkan terhadap alat-alat bedah dan berbagai macam linen penutup (drape) serta jas / jubah operasi dilakukan sterilisasi dengan pemanasan.

17

Tenaga medis yang melaksanakan pembedahan harus : (1) Mengganti pakaian luarnya dengan pakaian kamar bedah, (2) Memakai topi, masker dan alas kaki, (3) Melakukan pencucian tangan khusus (special hand washing), (4) Memakai jas / jubah operasi yang steril dan (5) Memakai sarung tangan steril secara tertutup. Kepada penderita yang akan dioperasi dilakukan desinfeksi lapangan operasi serta menutup seluruh permukaan tubuh dengan linen penutup steril kecuali lapangan operasi. Ada ribuan jenis dan ragam alat-alat bedah yang diciptakan manusia sampai saat ini menurut kebutuhannya. Dengan kemajuan teknologi telah diciptakan alat-alat bedah khusus untuk berbagai jenis operasi sejalan dengan berkembangnya cabang-cabang keahlian di bidang bedah. Namun demikian fungsi-fungsi mendasar dari seluruh alat-alat tersebut adalah mencakup : menyayat, memotong, memegang (menjepit dan menahan), menarik, menjahit, mengikat dan lain-lain. Minor surgery kit yang merupakan perangkat alat-alat bedah sederhana telah dapat melaksanakan fungsi-fungsi mendasar tersebut sehingga dapat dipakai untuk melakukan operasi-operasi kecil. II. TUJUAN KEGIATAN II.1 TUJUAN UMUM Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat melakukan tindakan asepsis dan antisepsis sederhana serta mengenal alat bedah minor. II.2 TUJUAN KHUSUS Mahasiswa diharapkan mampu : 1. Melakukan teknik cuci tangan yang benar. 2. Melakukan pemakaian sarung tangan steril. 3. Mengenal alat-alat bedah minor III. RUJUKAN
1. A. Summar Y. WHO Guidelines On Hand Hygiene In Health Care

(Advanced Draft).Geneva : World Health Organization, 2005. 2. Beilman, Greg J. Surgical Infection in Schwartzs Principles of Surgery. Ed. 9. New York : McGraw Hill Medical, 2010. 3. Nealon, Thomas F Jr. Fundamental Skills in Surgery, Ed. 4. Philadelphia : W. B. Saunders Company, 1996. IV. PERALATAN DAN BAHAN 1. Air yang mengalir (wastafel) 4. Sabun (cair, bubuk atau batangan) 5. Kain lap bersih 6. Sarung tangan steril sesuai ukuran (dibawa oleh mahasiswa) 7. Pemotong kuku (nail cutter) 8. Alat-alat bedah minor (minor surgery kit)

18

V. TEKNIK PELAKSANAAN 1. TEKNIK CUCI TANGAN 1. Pendekkan kuku dan lepaskan perhiasan (cincin, gelang serta jam tangan) 2. Basahkan kedua tangan dengan air mengalir. 3. Tuangkan sabun secukupnya pada telapak tangan. 4. Gosokkan secara merata pada kedua telapak tangan. 5. Gosokkan telapak tangan kanan ke punggung tangan kiri dan sela jari secara berulang, lalu lakukan hal yang sama pada punggung tangan kanan. 6. Gosokkan kedua telapak tangan dan sela jari secara berulang. 7. Gosokkan kuku jari 2-5 ke telapak tangan berlawanan berulang-ulang dan sebaliknya. 8. Gosok ibu jari tangan kanan dengan menggenggamnya dengan tangan kiri berulang-ulang dan sebaliknya. 9. Gosokkan seluruh ujung jari tangan kanan ke telapak tangan kiri berulangulang dan hal yang sama dilakukan untuk ujung jari tangan kiri. 10. Bilas kedua tangan pada air yang mengalir. 11. Keringkan tangan menggunakan kain lap bersih. 12. Matikan kran air dengan tangan dilapisi kain lap. 13. Letakkan kain lap pada tempatnya.

2. TEKNIK PEMAKAIAN SARUNG TANGAN STERIL (Open Donning / Sarung tangan terbuka)

19

1.

Buka sampul pembungkus dalam yang steril setelah asisten membuka sampul pembungkus luar sarung tangan dan paparkan di atas meja serta perhatikan tanda sarung tangan kanan (R) dan kiri (L).

Ambil sarung tangan kanan (R) menggunakan tangan kiri dengan memegangnya pada pangkal lipatan tanpa membuka lipatannya. 3. Masukkan tangan kanan hingga seluruh jari tepat masuk ke dalam sarung yang sesuai (Tangan kiri yang telanjang hanya boleh menyentuh sisi dalam lipatan sarung tangan !).
2.

4.

Selipkan ujung jari tangan kanan di antara lipatan sarung tangan kiri lalu masukkan tangan kiri ke dalam sarung tangan kiri hingga seluruh jari tepat masuk ke dalam sarung yang sesuai.

5.

Buka lipatan sarung tangan hingga menutupi pergelangan tangan kanan dan kiri ( Pastikan sarung tangan tidak menyentuh lengan atau pergelangan tangan yang telanjang ! ).

20

3. PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

11.

12.

Alat-alat bedah minor terdiri dari : Tangkai dan mata pisau bedah (Scalpel) Fungsi untuk pisau pembedahan Gunting Bedah (Dissecting Scissor) Fungsi untuk memotong/diseksi jaringan tubuh yang lunak Gunting Benang (Suture Scissor) Fungsi untuk memotong benang Gunting Perban (Bandage Scissor) Fungsi untuk memotong perban Pinset anatomis (Thumb Forcep) Fungsi untuk menjepit dan menahan jaringan Pinset Jaringan/Chirurgis (Tissue Forceps) Fungsi untuk menjepit dan menahan jaringan secara lebih kuat. Klem Hemostatik (Hemostatic Forcep) Fungsi untuk menjepit pembuluh darah kecil Pemegang jarum (Needle Holder) Fungsi untuk memegang jarum penjahit. Klem Koher (Koher Forcep) Fungsi untuk menjepit jaringan secara kuat dan permanen. Jarum : Cutting & Round Fungsi jarum cutting untuk menjahit kulit Fungsi jarum round untuk menjahit jaringan lunak di bawah kulit. Benang : Silk (Zijde, Sutera) dan Catgut. Fungsi benang silk (zijde, sutera) untuk menjahit jaringan (umumnya kulit dan tidak diserap tubuh) Fungsi benang catgut untuk menjahit jaringan dan dapat diserap tubuh. Linen penutup berlubang (Perforated Surgical Drape) Fungsi untuk membatasi daerah steril untuk operasi (lapangan operasi).

21

VI. LEMBAR PENGAMATAN TINDAKAN ASEPSIS DAN ANTISEPSIS & PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR LANGKAH / TUGAS I. MEMPERSIAPKAN ALAT DAN BAHAN 1. Air yang mengalir (wastafel) 2. Sabun (cair, bubuk atau batangan) 3. Kain lap bersih 4. Pemotong kuku (nail cutter) 5. Sarung tangan steril sesuai ukuran 6. Alat bedah minor II. TEKNIK PENCUCIAN TANGAN 1. Memendekkan kuku dan membuka perhiasan (cincin, gelang dan jam tangan) 2. Membasahi kedua tangan dengan air mengalir 3. Menuangkan sabun secukupnya pada telapak tangan 4. Menggosok secara merata pada kedua telapak tangan 5. Menggosok telapak tangan kanan ke punggung tangan kiri dan sela jari secara berulang, lalu lakukan hal yang sama pada punggung tangan kanan 6. Menggosok kedua telapak tangan dan sela jari secara berulang 7. Menggosok kuku jari 2-5 ke telapak tangan berlawanan berulang-ulang dan sebaliknya 8. Menggosok ibu jari tangan kanan dengan menggenggamnya dengan tangan kiri berulang-ulang dan sebaliknya 9. Menggosok seluruh ujung jari tangan kanan ke telapak tangan kiri berulang-ulang dan hal yang sama dilakukan untuk ujung jari tangan kiri 10. Membilas kedua tangan pada air yang mengalir 11. Mengeringkan tangan menggunakan kain lap bersih 12. Mematikan kran air dengan tangan dilapisi kain lap. 13. Meletakkan kain lap pada tempatnya. III. TEKNIK PEMAKAIAN SARUNG TANGAN STERIL 1. Membuka sampul pembungkus dalam yang steril setelah asisten membuka sampul pembungkus luar sarung tangan dan memaparkan di atas meja 2. Mengambil sarung tangan kanan (R) menggunakan tangan kiri dengan memegangnya pada pangkal lipatan tanpa membuka lipatannya
3. Memasukkan tangan kanan hingga seluruh jari tepat masuk ke

PENGAMATAN YA TIDAK

dalam sarung yang sesuai

22

4. Menyelipkan ujung jari tangan kanan di antara lipatan sarung

tangan kiri lalu masukkan tangan kiri ke dalam sarung tangan kiri hingga seluruh jari tepat masuk ke dalam sarung yang sesuai.
5. Membuka lipatan sarung tangan hingga menutupi pergelangan

tangan kanan dan kiri IV. 1. 2. 3. PENGENALAN ALAT BEDAH MINOR Tangkai dan mata pisau bedah (Scalpel) Gunting Bedah (Dissecting Scissor) Gunting Benang (Suture Scissor) 4. Gunting Perban (Bandage Scissor) 5. Pinset anatomis (Thumb Forcep) 6. Pinset Jaringan/Chirurgis (Tissue Forcep) 7. Klem Hemostatik (Hemostatic Forcep) 8. Pemegang jarum (Needle Holder) 9. Klem Koher (Koher Forcep) 10. Jarum : Cutting & round 11. Benang : Silk (Zijde, Sutera) & Catgut. 12. Linen Penutup Berlubang (Perforated Surgical Drape).

Note :

Ya = Mahasiswa melakukan Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

23

SL. IV. DMS. 5 KETERAMPILAN KLINIK PENATALAKSANAAN AWAL LUKA ROBEK Ronald Sitohang

I. PENDAHULUAN Pada dasarnya penatalaksanaan luka yang dilakukan pada penderita bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi, mempersingkat masa penyembuhan dan meminimalisasi parut yang akan terjadi. Infeksi dapat dicegah dengan melakukan tindakan pembersihan luka (debridement / wound toilet) yang sebaiknya dilakukan pada masa golden period, yakni periode waktu sampai 8 jam sejak terjadinya luka. Pada golden period status luka masih berupa luka kontaminasi di mana mikroorganisma masih berada pada permukaan luka. Sebelum tindakan debridemen dilakukan, terlebih dahulu diberikan anestetik lokal secara infiltrasi di sekitar luka untuk menghilangkan rasa sakit. Masa penyembuhan yang lebih singkat serta terjadinya parut yang minim diperoleh dengan mengupayakan penyembuhan primer (sanatio perprimam intentionem) yang terjadi bila luka segera diusahakan bertaut dengan bantuan jahitan. Di samping penyembuhan primer dikenal pula penyembuhan sekunder (sanatio persecundam intentionem) di mana luka akan menyembuh secara alami dengan pembentukan jaringan granulasi tanpa pertolongan dari luar. Tentu saja cara penyembuhan ini membutuhkan waktu yang lebih lama dan akan meninggalkan parut yang besar dan kasar. Luka robek (lacerated wound) adalah luka yang disebabkan oleh benturan permukaan tubuh dengan benda keras dan tumpul yang mempunyai kecepatan atau sebaliknya. Semakin tinggi kecepatan semakin parah luka yang terjadi. Umumnya pinggir luka tidak beraturan / tidak rata atau compang-camping dan mungkin dijumpai jaringan nekrotik. Luka robek yang bersih atau masih berada dalam masa golden period dapat ditutup langsung dengan mempertautkan kedua pinggirnya melalui penjahitan setelah lebih dahulu dilakukan debridemen. Anestesik lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf di membran sel dengan menekan permeabilitas membran terhadap ion Na+. Teknik pemberian anestesik lokal dapat berupa (1) Anestesia Permukaan : untuk menghilangkan nyeri di selaput lendir, faring dan esofagus dalam bentuk spray, (2) Anestesia Infiltrasi : untuk penjahitan luka, operasi kecil dan lainlain diberikan melalui suntikan subkutan atau lebih dalam dan (3) Anestesia Regional : untuk daerah-daerah tertentu yang dilayani oleh saraf perasa bersangkutan yang diberikan melalui suntikan di dekat saraf misalnya : blokade paravertebral, epidural, spinal dan kaudal. Sediaan anestesik lokal umumnya merupakan derivat dari (1) Ester : prokain (Novokain), tetrakain (Pantokain) dan (2) Amida : lidokain (Lokain), bupivakain (Markain), mepikain dan lain-lain. Belakangan ini derivat ester sudah tidak dipakai lagi
24

karena sering mengakibatkan reaksi alergi dan efek toksis. Untuk memperpanjang masa kerjanya (duration of action) anestesik lokal sering dicampurkan dengan vasokonstriktor misalnya adrenalin. Di samping itu campuran ini dapat mengurangi perdarahan semasa operasi. Khusus untuk lidokain, adrenalin dicampur dengan perbandingan 1 : 100.000. Anestesik lokal yang bercampur adrenalin ini tidak boleh dipakai untuk anestesia di daerah jari-jari, telinga dan penis oleh karena dapat menimbulkan nekrosis. Dosis maksimal lidokain tanpa adrenalin adalah 200 mg sedangkan bila dicampur adrenalin adalah 500 mg. Di pasaran lidokain diperoleh dalam sediaan 0,5%, 1% dan 3% sehingga dosis maksimalnya adalah masing-masing 40 ml, 20 ml dan 10 ml. Debridemen merupakan tahapan penting dalam penatalaksanaan luka dengan nilai yang lebih tinggi dari pemberian antibiotika. Dengan pembilasan, benda-benda asing (foreign bodies) bersama mikroorganisma dikeluarkan dari permukaan luka. Pembilasan dilakukan dengan larutan NaCl 0,9% atau air yang telah dimasak. Larutan H2O2 3% bekerja sebagai antiseptik ringan (mild antiseptic) dan bersama buih-buih yang terbentuk akan mengangkat mikroorganisma ke luar luka. II. TUJUAN KEGIATAN II.1 TUJUAN UMUM Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat memahami penatalaksanaan awal luka robek secara baik dan benar. II.2 TUJUAN KHUSUS Mahasiswa mampu melakukan : 1. Pemberian anestesi lokal secara infiltrasi. 2. Tindakan pembersihan luka (debridement / wound toilet) secara mandiri. III. RUJUKAN
1. 2. 3. 4. 5.

Franz, M. G. Wound Healing In Doherty, G. M. Current Diagnosis & Treatment. Surgery. Ed. 13. New York : Mc. Graw Hill-Lange, 2010. Ganiswara, S. G. Farmakologi dan Terapi. Ed.4. Jakarta : Bagian Farmakologi FK-UI, 1995. Katzung, B. G. Basic and Clinical Pharmacology, Ed. 6. Connecticut : Appleton & Lange, 1994. Nealon, Thomas F. Jr. Fundamental Skills in Surgery, Ed. 4. Philadelphia : W. B. Saunders Company, 1996. Sjamsuhidajat, R., de Jong, W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. Rev. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997.

IV. PERALATAN DAN BAHAN 1. Meja 1 buah + alat tulis 2. Tempat tidur pasien 3. Minor Surgery Kit 4. Kain kasa Steril 1 buah 1 set 1 bungkus
25

5. Plester Perekat 1 inchi 1 rol 6. Syringe 3 ml 2 buah 7. Larutan NaCl 0.9% 3 fls 8. Larutan H2O2 3% 100 200 ml 9. Larutan Antiseptik (pov. iodine) 50 ml 10. Alkohol 70% 100 ml 11. Lidokain 0,5% atau 1% 5 ampul 12.Manekin 13. Perforated surgical drape 1 helai V. TEKNIK PELAKSANAAN
1. TEKNIK PEMBERIAN ANESTETIK LOKAL SECARA INFILTRASI 1. Baringkan penderita di atas tempat tidur. 2. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan minta persetujuan. 3. Cuci tangan dan pakai sarung tangan steril. 4. Oles daerah sekitar luka dengan larutan alkohol 70% / povidon iodine 5. Isikan sediaan anestetik lokal seperlunya ke dalam syringe. 6. Tentukan tempat penyuntikan 5-6 mm di kedua daerah pinggir luka,

tepatnya kira-kira dipertengahan panjang luka 7. Buat suntikan intrakutan tegak lurus sampai terbentuk indurasi, lalu dorong jarum tegak lurus sampai sedalam dasar luka. 8. Tarik piston syringe sambil menahan silindernya untuk memastikan tidak ada darah tersedot. 9. Tarik syringe secara perlahan ke posisi awal sambil menekan piston untuk menginfiltrasi jaringan yang dilalui jarum. 10. Arahkan kembali jarum ke proksimal/atas dengan cara yang sama, lalu ke distal/bawah sampai seluruh jaringan yang dikehendaki terinfiltrasi. 11. Hal yang sama dilakukan pada daerah pinggir luka sisi kontra lateral.

2. TINDAKAN PEMBERSIHAN LUKA ( DEBRIDEMENT/WOUND TOILET ) 1. Cuci luka dengan larutan NaCl 0.9% secukupnya. 2. Hentikan perdarahan bila ada dengan klem hemostat dan ligasi dengan

benang absorbable.
26

3. Semprotkan larutan H2O2 3% ke permukaan luka sampai tampak buih

dan permukaan berwarna putih. 4. Cuci luka kembali dengan larutan NaCl 0.9% sampai bersih dari buih. 5. Ratakan pinggir luka dengan memakai gunting insisi (eksisi Friedrich). 6. Keluarkan benda-benda asing/kotoran yang tampak dari permukaan luka dengan memakai pinset anatomis. 7. Luka dibilas dengan larutan antiseptik (povidone iodine).

VI. LEMBAR PENGAMATAN PENATALAKSANAAN AWAL LUKA ROBEK LANGKAH / TUGAS PENGAMATAN I. PERSIAPAN PASIEN DAN BAHAN Ya Tidak 1. Memperkenalkan diri 2. Mempersiapkan alat dan bahan 3. Menginformasikan tindakan dan meminta persetujuan II.TEKNIK PEMBERIAN ANESTETIK LOKAL SECARA INFILTRASI 1. Membaringkan penderita di atas tempat tidur. 2. Mencuci tangan dan pakai sarung tangan steril 3. Mengoles daerah sekitar luka dengan alkohol 70% / povidon iodine 4. Mengisi sediaan anestetik lokal ke dalam syringe 5. Menentukan tempat penyuntikan 6. Melakukan penyuntikan intrakutan tegak lurus di pinggir luka sampai terbentuk indurasi dan mendorong jarum tegak lurus sampai sedalam dasar luka 7. Menarik piston untuk memastikan tidak ada darah tersedot. 8. Menarik syringe secara perlahan ke posisi awal sambil menekan piston untuk menginfiltrasi jaringan. 9. Mengarahkan kembali jarum ke proksimal/atas dengan cara yang sama, lalu ke distal/bawah sampai seluruh jaringan yang dikehendaki terinfiltrasi. 10. Melakukan hal yang sama pada sisi kontra lateral. III. TINDAKAN PEMBERSIHAN LUKA ( DEBRIDEMENT/WOUND TOILET ) 1. Mencuci luka dengan larutan NaCl 0.9% steril 2. Menghentikan perdarahan bila ada. 3. Menyemprotkan larutan H2O2 3% 4. Mencuci luka kembali dengan larutan NaCl 0.9% sampai bersih dari buih. 5. Meratakan pinggir luka. 6. Mengeluarkan benda-benda asing.
27

7. Membilas dengan larutan antiseptic (povidone iodine). Note : Ya = Mahasiswa melakukan Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

SL. IV. DMS. 6 KETERAMPILAN KLINIK TEKNIK PENJAHITAN LUKA Ronald Sitohang I. PENDAHULUAN Penjahitan luka (wound suture) merupakan salah satu tahapan dalam penatalaksanaan luka yang dilakukan setelah pemberian anestetik lokal secara
28

infiltrasi dan pembersihan luka (wound toilet/debridement). Luka yang bersih atau masih dalam golden period dapat ditutup langsung dengan penjahitan setelah lebih dahulu dilakukan debridemen. Akan tetapi, penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka kotor yang terkontaminasi berat. Luka demikian didebridemen dahulu lalu dibiarkan selama 4-7 hari untuk kemudian dijahit secara primer. Cara seperti ini disebut penyembuhan primer tertunda (delayed primary closure) yang mengkombinasikan penyembuhan primer dan sekunder. Hal-hal yang penting diketahui dalam penjahitan luka antara lain menyangkut (1) benang jahit bedah (suture material), (2) jarum (needle), (3) jenis jahitan (types of suture) dan (4) pengikatan simpul (tying knot). Benang jahit bedah terbuat dari berbagai macam bahan yang berbeda dan dapat dibagi atas : (1) Dapat Diserap (absorbable) seperti (a) Plain catgut : derifat kolagen dari usus domba / sapi, (b) Chromic catgut : plain catgut yang dibalut dengan garam kromium agar lebih lama diserap, (c) Polyglactin : kopolimer dari asam glikolat dan laktat misalnya VICRYL dan (d) Poliglycolic acid : polimer dari asam poliglikolat misalnya : DEXON dan (2) Tak Dapat Diserap (non absorbable) seperti (a) Silk : disebut juga sebagai sutera / zijde yang lazim dipakai untuk kulit, (b) Polyester : untuk pembedahan jantung dan vaskuler seperti MERSILENE dan DACRON, (c) Polyamide : untuk pembedahan mikro dan plastik misalnya NYLON dan (d) Stainless Steel : merupakan kawat metal yang tidak dapat berkarat lazimnya untuk bedah orthopaedi dan sternum. Benangbenang ini tersedia dalam berbagai macam ukuran panjang dan diameternya. Pada umumnya bentuk jarum bedah adalah melengkung dengan diameter kelengkungan dan ketebalan yang berbeda-beda. Ujung jarum harus runcing dengan tepi yang tajam (cutting) diberi lambang segitiga pada kemasannya atau tumpul (round) diberi lambang lingkaran. Jarum bertepi tajam dipakai untuk menjahit kulit, periosteum dan perikondrium sedang yang bertepi tumpul untuk menjahit organ-organ tubuh dan jaringan lunak. Belakangan ini diproduksi jarum yang memberi trauma sekecil mungkin di mana benang dihubungkan langsung (bersambungan) dengan jarumnya. Jarum seperti ini disebut atraumatic needle yang dapat berupa cutting atau round. Jenis jahitan bedah dikelompokkan secara umum berupa : (1) jahitan terputus (interrupted) dan (2) jahitan kontinu (continuous) dengan berbagai variasi dan tempat pemakaiannya. Untuk penjahitan kulit umumnya dipilih jahitan terputus berupa jahitan berulang (over and over) dan jahitan matras vertikal (Donati). Pengikatan simpul dapat dilakukan dengan memakai tangan (hand knot) atau memakai instrumen (instrument tie). Dokter bedah menguasai kedua cara pengikatan ini dengan mudah, cepat dan baik. Pada skills lab ini dipilih pengikatan simpul dengan cara memakai instrumen (instrument tie). II. TUJUAN KEGIATAN II.1 TUJUAN UMUM
29

Setelah latihan ini mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai aspek penjahitan luka serta dapat melakukannya dengan baik dan benar. II.2 TUJUAN KHUSUS Mahasiswa mampu melakukan : 1. Teknik penjahitan terputus berulang (simple interrupted) 2. Teknik penjahitan terputus matras vertikal (Donati) III. RUJUKAN
1. 2. 3. 4. 5.

Franz, M.G. Wound Healing In Doherty, G. M. Current Diagnosis & Treatment. Surgery. Ed. 13. New York : Mc. Graw Hill-Lange, 2010. Hdw, Hartono. Mengenal Alat-Alat Kesehatan dan Kedokteran. Jakarta : Penerbit Pribadi, 1985 Nealon, Thomas F. Jr. Fundamental Skills in Surgery, Ed. 4. Philadelphia : W. B. Saunders Company, 1996. Russel, R.G.C., Williams, N.S. Bailey & Loves Short Practice of Surgery, Ed. 24. London : Hodder Arnold, 2004. Sjamsuhidajat, R., de Jong, W. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. Rev. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997.

IV. PERALATAN DAN BAHAN 1. Meja 1 buah + alat tulis 2. Tempat tidur pasien 1 buah 3. Minor Surgery Kit 1 set 4. Kain kasa steril 1 bungkus 5. Plester perekat 1 inchi 1 rol 6. Syringe 3 ml 2 buah 7. Larutan NaCl 0.9% 3 fls 8. Larutan H2O2 3% 100 200 ml 9. Larutan antiseptik (pov. iodine) 50 ml 10. Alkohol 70% 100 ml 11. Lidokain 0,5% atau 1% 5 ampul 12. Manekin 13. Perforated surgical drape 1 helai V.TEKNIK PELAKSANAAN
I. PENJAHITAN TERPUTUS BERULANG (SIMPLE INTERRUPTED)

Pasangkan perforated surgical drape steril dengan menempatkan lubang pada sekitar luka. 2. Pasangkan benang sutera (silk) pada jarum berpinggir tajam yang telah diposisikan pada pemegang jarum (needle holder) dengan menjepitnya pada 1/3 bagian ekor jarum kira-kira sepanjang 1,5 kali panjang pemegang jarum dan menahan ujung benang dengan jari telunjuk. 3. Tembuskan jarum pada kulit di satu sisi kira-kira 5-6 mm dari pinggir luka yang akan dijahit sambil menahannya dengan pinset jaringan. 4. Tembuskan jarum menuju kulit sisi kontralateral kira-kira 5-6 mm dari pinggir luka sambil menahannya dengan pinset jaringan.
1. 30

5. Tarik benang pada pangkal jarum dengan tangan kiri hingga menyisakan 2-3

cm pada sisi yang pertama. 6. Lilitkan benang satu kali pada ujung needle holder ke arah dalam kemudian jepit ujung sisa benang lalu tarik benang ke arah kiri sehingga terbentuk simpul pertama. 7. Ulangi poin (6) untuk membentuk simpul kedua dengan menarik benang ke arah kanan hingga terbentuk simpul yang kuat. Gunting benang dengan menyisakan kira-kira 1 cm dari simpul. Lakukan penjahitan yang sama hingga seluruh panjang luka tertutup. 10. Pantau aproksimasi kulit dan hindari tension (ditandai dengan warna kulit sama dengan sekitarnya).

II. TEKNIK PENJAHITAN TERPUTUS MATRAS VERTIKAL (DONATI) 1. Pasangkan benang sutera (silk) pada jarum berpinggir tajam yang telah

diposisikan pada pemegang jarum (needle holder) dengan menjepitnya pada 1/3 bagian ekor jarum kira-kira sepanjang 1,5 kali panjang pemegang jarum dan menahan ujung benang dengan jari telunjuk. 2. Tembuskan jarum pada kulit di satu sisi kira-kira 5-6 mm dari pinggir luka (sisi-I) yang akan dijahit sambil menahannya dengan pinset jaringan.

31

3. Tembuskan jarum menuju kulit sisi kontralateral (sisi-II) kira-kira 5-6 mm

9. 10.

dari pinggir luka sambil menahannya dengan pinset jaringan 4. Tarik benang pada pangkal jarum dengan tangan kiri hingga menyisakan 2-3 cm pada sisi yang pertama selanjutnya arah mata jarum diputar 180 derajat dengan memakai pinset anatomis. 5. Tembuskan jarum pada sisi yang sama (sisi-II) kira-kira 1-2 mm dari pinggir luka. 6. Tembuskan jarum menuju kulit pada sisi kontralateral (sisi-I) kira-kira 1-2 mm dari pinggir luka. 7. Lilitkan benang satu kali pada ujung needle holder ke arah dalam kemudian jepit ujung sisa benang lalu tarik benang ke arah kiri sehingga terbentuk simpul pertama. 8. Ulangi poin (7) untuk membentuk simpul kedua dengan menarik benang ke arah kanan hingga terbentuk simpul yang kuat. Gunting benang dengan menyisakan kira-kira 1 cm dari simpul. Lakukan penjahitan yang sama hingga seluruh panjang luka tertutup. 11. Pantau aproksimasi kulit dan hindari tension (ditandai dengan warna kulit sama dengan sekitarnya).

V. LEMBAR PENGAMATAN TEKNIK PENJAHITAN LUKA LANGKAH / TUGAS I.TEKNIK PENJAHITAN SIMPLE INTERRUPTED
32

PENGAMATAN Ya Tidak

Memasang perforated surgical drape steril dengan menempatkan lubang pada sekitar luka 2. Memasang benang sutera (silk) pada jarum berpinggir tajam yang telah diposisikan pada pemegang jarum (needle holder) dengan menjepitnya pada 1/3 bagian ekor jarum kira-kira sepanjang 1,5 kali panjang pemegang jarum dan menahan ujung benang dengan jari telunjuk. 3. Menembuskan jarum pada kulit di satu sisi kira-kira 5-6 mm dari pinggir luka yang akan dijahit sambil menahannya dengan pinset jaringan. 4. Menembuskan jarum menuju kulit sisi kontralateral kira-kira 5-6 mm dari pinggir luka sambil menahannya dengan pinset jaringan. 5. Menarik benang pada pangkal jarum dengan tangan kiri hingga menyisakan 2-3 cm pada sisi yang pertama. 6. Melilitkan benang satu kali pada ujung needle holder ke arah dalam kemudian jepit ujung sisa benang lalu tarik benang ke arah kiri sehingga terbentuk simpul pertama. 7. Mengulangi poin (6) untuk membentuk simpul kedua dengan menarik benang ke arah kanan hingga terbentuk simpul yang kuat. 8. Menggunting benang dengan menyisakan kira-kira 1 cm dari simpul. 9. Melakukan penjahitan yang sama hingga seluruh panjang luka tertutup II. TEKNIK PENJAHITAN MATRAS VERTIKAL (DONATI) 1. Memasang benang sutera (silk) pada jarum berpinggir tajam yang telah diposisikan pada pemegang jarum (needle holder) dengan menjepitnya pada 1/3 bagian ekor jarum kira-kira sepanjang 1,5 kali panjang pemegang jarum dan menahan ujung benang dengan jari telunjuk. 2. Menembuskan jarum pada kulit di satu sisi kira-kira 5-6 mm dari pinggir luka (sisi-I) yang akan dijahit sambil menahannya dengan pinset jaringan. 3. Menembuskan jarum menuju kulit sisi kontralateral (sisi-II) kira-kira 5-6 mm dari pinggir luka sambil menahannya dengan pinset jaringan 4. Menarik benang pada pangkal jarum dengan tangan kiri hingga menyisakan 2-3 cm pada sisi yang pertama selanjutnya arah mata jarum diputar 180 derajat dengan memakai pinset anatomis. 5. Menembuskan jarum pada sisi yang sama (sisi-II) kira-kira 1-2 mm dari pinggir luka. 6. Menembuskan jarum menuju kulit pada sisi kontralateral (sisi-I) kira-kira 1-2 mm dari pinggir luka.
1.

33

7.

Melilitkan benang satu kali pada ujung needle holder ke arah dalam kemudian jepit ujung sisa benang lalu tarik benang ke arah kiri sehingga terbentuk simpul pertama. 8. Mengulangi poin (7) untuk membentuk simpul kedua dengan menarik benang ke arah kanan hingga terbentuk simpul yang kuat. 9. Menggunting benang dengan menyisakan kira-kira 1 cm dari simpul. 10. Melakukan penjahitan yang sama hingga seluruh panjang luka tertutup.

PEMANTAUAN Aproksimasi pinggir luka 2. Tension (warna kulit sama dengan sekitar)
1.

IV. DOKUMENTASI 1. Tanggal / jam pelaksanaan 2. Jenis jahitan dan benang yang digunakan 3. Menjelaskan anjuran selanjutnya. Note : Ya = Mahasiswa melakukan Tidak = Mahasiswa tidak melakukan

SL. IV. DMS. 7 KETERAMPILAN KLINIK KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN (HISTORY TAKING) KELAINAN KULIT I. PENDAHULUAN

Pada minggu pertama ini mahasiswa dilatih untuk melakukan keterampilan komunikasi Dokter-Pasien untuk penyakit-penyakit kulit.
34

Aturan-aturan dalam history taking dan penyusunan riwayat perjalanan penyakit Bahasa yang digunakan adalah memakai bahasa yang sederhana (bahasa pasien), singkat, jelas, tepat, padat (jangan ada data yang tidak dicantumkan namun selektif mendengar keluhan-keluhan pasien). Keluhan utama adalah keluhan yang menyebabkan penderita datang berobat (hanya satu keluhan saja) sedangkan keluhan yang lain merupakan keluhan tambahan. Keluhan objektif adalah keluhan yang saat ini terlihat nyata pada tubuh pasien dengan bahasa yang digunakan oleh pasien. Persamaannya dengan lesi / ruam kulit sesuai dengan kriteria Domonkos dan dilihat juga mana yang lebih dominan. Misalnya pada pasien varicella (cacar air) yang terlihat vesikel dalam bahasa pasien pada kriteria Domonkos tertulis gelembung berisi cairan. - bintik (makula milier, purpura, eritem) - bercak (makula. Purpura, eritem) - bintil (papel, vegetasi, komedo) - bentol (urtika) - benjolan/tumor (nodul, tumor, kista) - gelembung berisi cairan (vesikel, bula) - gelembung berisi nanah /bisul (pustula) - bisul (abses) - sisik (skuama) - keropeng (krusta) - lecet (erosi, ekskoriasi) - borok (ulkus) - koreng (krusta, ulkus)
-

kudis (papel, krusta, ulkus tergantung kasus : prurigo, skabies, insect bite)

- parut (sikatriks) - penebalan kulit (plak, likenifikasi, keratosis)


-

Keluhan subjektif adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien. Terdapat

dalam kriteria domonkos, misalnya rasa gatal, rasa panas, rasa dingin, rasa sakit dan lain-lain. - gatal (paling sering)
35

- panas (rasa terbakar) - dingin (rasa geli) - mencucuk


-

menyengat

- menjalar - sakit/nyeri/mendenyut - kebas/semut-semutan - kurang berasa - kepekaan kulit berlebihan - tidak berasa - Garis-garis petunjuk pada riwayat perjalanan penyakit menunjukkan kronologis waktu. - Satu alinea diselesaikan secara rinci dengan manipulasinya dan akibatnya disusun dalam kalimat yang singkat tetapi tidak terpisah-pisah. Misalnya tiga bulan yang lalu timbul; bintil-bintil kemerahan disertai rasa gatal di kedua tungkai bawah oleh pasien diberi Kalpanax, penyakit tidak sembuh, malah timbul pembengkakan. - Apabila satu lesi/ruam mengalami perluasan atau timbul di bagian lain dibuat di alinea ke 2, rincian pertama tidak perlu diulang. - Jarak waktu (urutan kejadian) tidak boleh terlalu lama (kelang beberapa bulan / minggu / hari) - Anamnesis harus terarah pada diagnosis banding.

II.

TUJUAN KEGIATAN

II.1. TUJUAN UMUM Setelah selesai melakukan latihan komunikasi dokter-pasien (history taking) ini mahasiswa diharapkan mampu melakukan teknik komunikasi yang benar pada penderita kelainan kulit. II.2. TUJUAN KHUSUS
36

Mahasiswa mampu : 1. Menerapkan teknik komunikasi dokter-pasien (history taking) dan berperilaku yang sesuai dengan sosio-budaya. 2. Menemukan keluhan utama dan keluhan tambahan. 3. Mendapatkan riwayat penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, iklim, makanan dan obat-obatan. 4. Mendapatkan riwayat penyakit keluarga berupa penyakit keturunan atau anggota keluarga sebagai sumber penularan. 5. Mendapatkan riwayat penyakit kulit terdahulu, kekambuhan atau penyakit lain yang ada hubungannya dengan penyakit kulit sekarang. III. RUJUKAN IV. PERALATAN DAN BAHAN 1. Pensil/pulpen. 2. Formulir history taking. 3. Pasien simulasi (SP). V. KASUS SIMULASI KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN (HISTORY TAKING) PADA SKABIES Anak laki-laki, umur 15 tahun dibawa oleh ibunya ke Puskesmas dengan keluhan gatal-gatal dan sangat gatal terutama pada malam hari. Bintil-bintil merah serta bekas garukan ditemukan pada kedua tangan dan sejak 2 minggu ini hal yang sama ditemukan di daerah bokong. Anak tersebut tinggal di asrama sekolah dan di antara temannya ada yang menderita penyakit yang sama. VI. TEKNIK PELAKSANAAN I. PERKENALAN 1. Menyapa pasien dengan ramah dan sopan dan memperkenalkan diri. 2. Mempersilahkan pasien duduk 3. Menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat status perkawinan II. MENANYAKAN KELUHAN 1. Lakukan observasi : ketika pasien masuk ruang periksa, perhatikan cara berjalan, penampilan wajah, kelainan-kelainan yang mungkin terlihat pada daerah kulit yang tidak tertutup. 2. Tanyakan keluhan utama : Rasa gatal, nyeri, rasa panas ? Kapan rasa tersebut dialami ? Apakah ada lesi/ruam yang timbul ? Di bagian mana dari tubuh ? Menyebar ke bagian tubuh mana saja ? - Sudah diobati atau belum (bagaimana hasilnya berkurang atau bertambah) ? 3. Tanyakan hal-hal yang berhubungan dengan : - Pekerjaan - Hobby/Kebiasaan
37

Iklim/Cuaca Makanan Obat-obatan 4. Tanyakan : - Riwayat penyakit keluarga / keturunan - Keluarga sebagai sumber penularan - Teman sebagai sumber penularan 5. Tanyakan : - Riwayat penyakit kulit terdahulu yang mungkin berulang - Penyakit lain yang ada hubungannya dengan penyakit kulit yang sekarang. III. DOKUMENTASI : 1. Catat hasil komunikasi dalam formulir history taking 2. Jelaskan anjuran selanjutnya. VI. LEMBAR PENGAMATAN KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN PADA SKABIES LANGKAH/TUGAS I. PERKENALAN 1. Menyapa pasien dengan ramah dan sopan dan memperkenalkan diri. 2. Mempersilahkan pasien duduk 3. Menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat status perkawinan II. MENANYAKAN KELUHAN
1. Melakukan observasi : ketika pasien masuk ruang

PENGAMATAN Ya Tidak

periksa, perhatikan cara berjalan, penampilan wajah, kelainan-kelainan yang mungkin terlihat pada daerah kulit yang tidak tertutup.
2. Menanyakan keluhan utama : -

Rasa gatal, nyeri, rasa panas ? Kapan rasa tersebut dialami ? Apakah ada lesi/ruam yang timbul ? Di bagian mana dari tubuh ? Menyebar ke bagian tubuh mana saja ? - Sudah diobati atau belum (bagaimana hasilnya berkurang atau bertambah) ? Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan : Pekerjaan Hobby/Kebiasaan Iklim/Cuaca
38

3. -

4.

Makanan Obat-obatan

Menanyakan : - Riwayat penyakit keluarga / keturunan - Keluarga sebagai sumber penularan - Teman sebagai sumber penularan 5. Menanyakan : - Riwayat penyakit kulit terdahulu yang mungkin berulang - Penyakit lain yang ada hubungannya dengan penyakit kulit yang sekarang. III. DOKUMENTASI 1. Mencatat hasil komunikasi dalam formulir history taking 2. Menjelaskan anjuran selanjutnya. Note : Ya Tidak = Mahasiswa melakukan = Mahasiswa tidak melakukan

Lampiran 1 STATUS HISTORY TAKING PENDERITA PENYAKIT KULIT DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN USU RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN Tanggal :.......................... No. MR
39

:..........................

I.

IDENTIFIKASI Nama Umur Jenis Kelamin Bangsa / Suku Agama Pekerjaan Kegemaran Alamat : : : : : : : :

Status Perkawinan :

II.

ANAMNESIS (Auto Anamnesis, Alo Anamnesis) Keluhan Utama Keluhan Tambahan : :

Riwayat Perjalanan Penyakit : -

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Penyakit Terdahulu :


40

41

Anda mungkin juga menyukai