Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai kontur tubuh dimana
gips dipasang.
Tujuan : Untuk mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan
tekanan yang merata pada jaringan lunak yang terletak didalamnya.
Jenis jenis gips
•Gips lengan pendek: memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak tangan,
melingkar erat didasar ibu jari. Bila ibu jari dimasukan dinamakan spika ibu jari( gips
gaunlet)
•Gips lengan panjang: memanjang dari setinggi lipat ketiak sampai disebelah proksimal
lipatan telapak tangan, siku biasanya diimobilisasi dlm posisi tegak lurus
•Gips tungkai pendek: memanjang dari bawah lutut sampai dasar jari kaki , kaki dalam
sudut tegak lurus pada posisi netral
•Gips tungkai panjang: memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai
dasar jari kaki, lutut sedikit fleksi
•Gips berjalan
•Gips tubuh
•Gips spika bahu
•Gips spika panggul
Diagnosa keperawatan:
•Kurangnya pengetahuan mengenai program pengobatan
•Nyeri yang berhubungan dengan ganguan muskuloskeletal
•Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gips
•Kurang perawatan diri : makan,mandi/higiene,berpakian /berdandan, atau toileting
karena keterbatasan mobilitas
•Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan laserasi dan abrasi
•Potensial perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan respon fisiologik thd
cedera/gips
Intervensi keperawatan
•Meredakan nyeri
•Peningkatan mobilitas
•Mencapai perawatan diri
•Penyembuhan abrasi kulit
•Memahami program pengobatan
•Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat
Pemasangan gips
Prosedur:
1.Sokong ekstremitas atau bagian yang akan digips
2.Posisikan dan pertahankan bagian yang akan digips dalam posisi yang ditentukan oleh
dokter selama prosedur pemasangan gips
3.Pasang duk pada pasien
4.Cuci dan keringkan bagian yang akan digips
5.Pasang bahan rajutan (mis.stokinet)pada bagian yang akan digips. Pasang dengan cara
yang halus dan tidak mengikat
6.Pasang gips secara merata pada bagian tubuh, pilih bahan yang sesuai, lakukan dengan
gerakan yang berkesinambungan agar terjaga kontak yang konstan dengan bagian tubuh
7.Selesaikan gips , haluskan tepinya potong dan bentuk dengan pemotong gips
8.Bersihkan partikel bahan gips pada kulit
9.Sokong gips selama pengerasan dan pengeringan
Pelepasan gips
Prosedur1.Informasikan kepada pasien
2.Yakinkan pasien bahwa gergaji listrik atau pemotong gips tidak akan mengiris kulit
3.Gips akan dibelah dengan gerakan linier pisau sepanjang garis potongan
4.Gunakan pelindung mata
5.Potong bantalan dengan gunting
6.Sokong bagian tubuh ketika gips diambil
7.Cuci dan keringkan bagian yang habis diimobilisasi dengan lembut, oleskan minyak
pelumas
8.Ajari pasien tidak menggosok /menggaruk kulit
9.ajari pasien secara bertahap melatih kegiatan bagian tubuh sesuai program terapiutik
10.Ajari pasien mengontrol pembengkakan dengan meninggikan ekstremitas
Evaluasi hasil yang diharapkan1. Pasien scr aktif berpartisipasi dlm program terapi
a. meninggikan eksterimitas yang terkena
b. berlatih sesuai intruksi
c. Menjaga gips tetap kering
d. Melaporkan setiap masalah yg timbul
e. Tetap melakukan tindak lanjut atau mengadakan perjanjian dgn dokter
2. Melaporkan berkurangnya nyeri
a. meninggikan ekstremitas yang digips
b. meroposisi sendiri
c. menggunakan analgetik oral k/p
3. Memperlihatkan peningkatan kemampuan mobilitas
a. mempergunakan alat bantu yg aman
b. berlatih untuk meningkatkan kekuatan
c. Mengubah posisi sesering mungkin
d. melakukan lat. sesuai kisaran gerakan sendi yg tdk tertutup gips
4. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri
a. Melakukan aktivitas higiene dan kerapihan scr mandiri
b. makan sendiri secara mandiri
5. Memperlihatkan penyembuhan abrasi dan laserasi
a. tidak memperlihatkan tanda dan gejala infeksi
b. Memperlihatkan kulit yang utuh saat gips dibuka
6. Terjaganya peredaran darah yang adekuat pada ekstremitas
a. Memperlihatkan warna kulit yang normal
b. Mengalami pembengkakan minimal
c. Mampu memperlihatkan pengisian kapiler yang adekuat
d. Memperlihatkan gerakan aktif jari tangan dan kaki
e. Melaporkan sensasi normal pada bagian yang digips
f. Melaporkan bahwa nyeri dapat dikontro
http://nursemusic.wordpress.com/2009/02/19/pasien-dengan-gips/
A. DEFINISI
Traksi adalah Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi digunakan untuk
meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi
fraktur ; untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara kedua
permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang
diinginka untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu
keefekktifan tarikan traksi harus dihilangkan (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Traksi merupakan metode lain yang baik untuk mempertahankan reduksi ektermitas yang
mengalami fraktur (Wilson, 1995 ).
Keuntungan pemakaian traksi
1. Menurunkan nyeri spasme
2. Mengoreksi dan mencegah deformitas
3. Mengimobilisasi sendi yang sakit
Kerugian pemakaian traksi
1. Perawatan RS lebih lama
2. Mobilisasi terbatas
3. Penggunaan alat-alat lebih banyak.
Beban traksi
1. Dewasa = 5 - 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB (Barbara, 1998).
B. INDIKASI
1. Traksi rusell digunakan pada pasien fraktur pada plato tibia
2. Traksi buck, indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk
mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki
lebih lanjut
3. Traksi Dunlop merupakan traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada
humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertical diberikan pada lengan bawah dalm
posisi flexsi.
4. Traksi kulit Bryani sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah
tulang paha
5. Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus
pemoralis orang dewasa
6. Traksi 90-90-90 pada fraktur tulang femur pada anak-anak usia 3 thn sampai dewasa
muda (Barbara, 1998).
C. TUJUAN PEMASANGAN
Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, mensejajarkan,
dan mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas, untuk menambah ruang
diantara dua permukaan antara patahan tulang.
1. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan
efek terapeutik, tetapi kadang-kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari
satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan (Barbara, 1998).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan foto polos sevikal
Tes diagnostic pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri leher.
Foto polos sevikal sangat penting untuk mendeteksi adanya fraktur dan subluksasi pada
pasien dengan trauma leher.
2. CT Scan
Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang sevikal dan
sangat membantu bila ada fraktur akut.
3. MRI ( Magnetic resonance imaging )
Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imajing pilihan untuk daerah sevikal MRI dapat
mendeteksi kelainan ligament maupun discus.MRI menggunakan medan magnet kuat dan
frekuensi radio dan bila bercampur dengan frekuensi radio yang dilepaskan oleh jaringan
tubuh akan menghasilkan citra MRI yang berguna dalam mendiagnosis tumor, infrak, dan
kelainan pada pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini, penderita tidak terpajan oleh
radiasi dan tidak merasa nyeri walaupun pasien dapat mengeluh klaustrofobia dan suara
logam yang mengganggu selama prosedur ini.
4. Elektrokardiografi ( EMG)
Pemeriksaan ini membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau
tidak. Karena pasien dengan spasme otot, atritis juga mempunyai gejala yang sama.
Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/ kompresi radiks, membedakan lesi
radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi.
H. KOMPLIKASI
Dekubitus, kulit pasien diperiksa sesering mungkin mengenai tanda tekanan atau lecet.
Perhatian khusus diberikan pada tonjolan tulang. Perlu diberikan intervensi awal untuk
mengurangi tekanan. Perubahan posisi pasien perlu sering dilakukan dan memakai alat
pelindung kulit sangat membantu. Bila risiko kerusakan kulit sangat tinggi, seperti pada
pasien trauma ganda atau pada pasien lansia yang lemah, perawat harus berkonsultasi
dengan dokter mengenai penggunaan tempat tidur khusus untuk membantu mencegah
kerusakan kullit. Bila telah terbentuk ulkus akibat tekanan, perawat harus berkonsultasi
dengan dokter mengenai penanganannya.
Kongesti paru/pneumonia. Paru pasien diauskultasi untuk mengetahui status
pernapasannya. Pasien diajari untuk menarik napas dalam dan batuk-batuk untuk
membantu pengembangan penuh paru-paru dan mengeluarkan skresi paru. Bila riwayat
pasien dan data dasar pengkajian menunjukkan bahwa pasien mempunyai resiko tinggi
mengalami komplikasi respirasi, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai
penggunaan terapi khusus. Bila telah terjadi masalah respirasi, perlu diberikan terapi
sesuai resep.
Konstipasi dan anoreksia. Penurunan motilitas gastrointestinal menyebabkan anorekksia
dan konnstipasi. Diet tnggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsanng
motilitas gaster. Bila telah terjadi konstipasi, perawat dapat berkonsultasi dengan dokter
mengenai penanganannya, yang mungkin meliputi pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan
enema. Untuk memmperbaiki nafsu makan pasien, harus dicatat makanan apa yang
disukai pasien dan dimasukkan dalam program diet, sesuai kebutuhan.
Stasis dan infeksi saluran kemih. Pengosongan kandung kemih yang tak tuntas Karena
posisi pasien di tempat tidur dapat mengakibatkan stasis dan infeksi saluran kemih.
Selain itu pasien mungkin merasa bahwa menggunakan pispot di tempat tidur kurang
nyaman dan membatasi cairan masuk untuk mengurangi frekuensi berkemih. Perawat
harus memantau masukan cairan dan sifat kemih. Perawat harus mengajar pasien untuk
meminum cairan dalam jumlah yang cukup dan berkemih tiap 2 sampai 3 jam sekali. Bila
pasien memperlihatkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih, perawat segera
berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganan masalah ini.
Trombosi vena profunda. Stasis vena terjadi akibat imobilitas. Perawat harus mmengajar
pasien untuk malakuka latihan tumit dan kaki dalam batas terapi traksi secara teratur
sepanjang hari untuk mencegah terjadinya trombosis vena provunda (DVT). Pasien
didorong untuk meminum air untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsenntrasi yang
menyertainya, yang akan mengakibatkan stasis. Perawat memantau pasien terhadap
terjadinya tanda DVT dan melaporkan hasil temuannya segera mungkin ke dokter untuk
evaluasi definitive dan terapi.
A. Pengkkajian Keperawatan
Dampak psikologik dan fisiologik masalah musculoskeletal, alat traksi, dan imobilitas
harus diperhitungkan. Traksi membatasi mobilitas dan kemandirian seseorang.
Peralatannya sering terlihat mengerikan, dan pemasangannya tampak menakutkan.
Kebingungan, disorientasi, dan masalah perilaku dapat terjadi pada pasien yang
terkungkung pada tempat terbatas selama waktu yang cukup lama. Maka tingkat ansietas
pasien dan respon psikologis terhadap traksi harus dikaji dan dipantau. Bagian tubuh
yang ditraksi harus dikaji. Status neurovaskuler (misal : warna, suhu, pengisian kapiler,
edema, denyut nadi, perabaan, kemampuan bergerak) dievaluasi dan dibandingkan
dengan ekstremitas yang sehat. Integritas kulit harus diperhatikan.
Pengkajian fungsi system tubuh harus dilengkapi sebagai data dasar dan perlu dilakukan
pengkajian terus menerus. Imobilisasi dapat menyebabkan terjadinya masalah pada
system kulit, respirasi, gastrointestinal, perkemihan, dan kardiovaskuler. Masalah
tersebut dapat berupa ulkus akibat tekanan, kongesti paru, statis pneumonia, konstipasi,
kehilangan nafsu makan, satis kemih dan infeksi saluran kemih. Adanya nyeri tekan
betis, hangat, kemerahan, atau pembengkakan atau tanda human positif
(ketidaknyamanan pada betis ketika kaki didorsofleksi dengan kuat) mengarahkan adanya
trombosis vena dalam. Identifikasi awal masalah yang telah muncul dan sedang
berkembang memungkunkan intervensi segera untuk mengatasi masalah tersebut.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan utama paasien karena
traksi dapat meliputi yang berikut :
1. Kurang pengetahuan mengenai program terapi
2. Ansietas yang berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi
3. Nyeri dam ketidaknyamanan yang berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
4. Kurang perwatan diri : makan, hygiene, atau toileting yang berhubungan dengan traksi
5. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit dan traksi
C. Intervensi
Dorong klien latihan aktif untuk daerah yang dapat dilakukan1.
Dorong klien pada aktivitas terapeutik dan pertahankan rangsangan lingkungan. Ex :
TV, radio, kunjungan keluargaKaji derajat imobilitas yang dihasilkan karena adanya
traksi dan perhatikan persepsi klien terhadap imobilisasi
Tingkatkan bagian tubuh yang sakit dengan meninggikan kaki tempat tidur2.
Berikan tindakan kenyamanan (contoh : sering ubah posisi, pijatan punggung) dan
aktivitas terapeutik. Dorong penggunaan teknik manajemen stres (contoh: nafas dalam,
visualisasi) dan sentuhan terapeutik
Berikan pijatan lemah pada area luka sesuai toleransi bila balutan telah dilepas
Selidiki keluhan nyeri luka, kemajuan yang tak hilang dengan analgesik
Berikan obat sesuai indikasi, contoh: analgesik, relaksan otot
Berikan pemanasn lokal sesuai indikasi
Ubah posisi dengan sering geraka pasien dengan perlahan-lahan dan beri bantalan pada
tonjolan tulang dengan pelindung3.
Beri penguatan pada balutan awal sesuai dengan indikasi. Gunakan teknik aseptik
dengan tepat
Pertahankan klien tetap kering. Bebas keriput
Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar
Kaji hambatan terhadap partisipasi terhadap perawatan diri4.
Berikan waktu yang cukup untuk melakukan tugas-tugas dan tingkatkan kesabaran
Antisipasi kebutuhan kebersihan dan bantu klien sesuai dengan kebutuhan
5. Dorong ekspresi ketakutan masalah klien
Diskusikan tindakan keamanan
Dorong klien untuk menggunakan manajemen stres. Ex: bimbinan imajinasi, nafas
dalam
Instruksikan klien, keluarga untuk melakukan perawatan mandiri6.
Dorong klien melakukan program latihan berkesinambungan
Tekankan diet seimbang dan pemasukan cairan yang adekuat
Anjurkan penghentian merokok
Indentifikasi tanda gejala yang memerlukan evaluasi medik. Ex: edema, eritema, dsb
http://endrix89.blogspot.com/2009/04/asuhan-keperawatan-klien-dengan-traksi.html
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-
pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini
(2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah
karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur,
menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana
sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda.
Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para
ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan
terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan
Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Back dan Marassarin
(1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang
terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan.
TRAKSI
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani
kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan dari traksi adalah untuk
menangani fraktur, dislokasim atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki
deformitas dan mmpercepat penyembuhan. Ada dua tipe utama dari traksi : traksi skeletal
dan traksi kulit, dimana didalamnya terdapat sejumlah penanganan.
Prinsip Traksi adalah menarik tahanan yang diaplikasikan pada bagian tubuh, tungkai,
pelvis atau tulang belakang dan menarik tahanan yang diaplikasikan pada arah yang
berlawanan yang disebut dengan countertraksi. Tahanan dalam traksi didasari pada
hokum ketiga (Footner, 1992 and Dave, 1995). Traksi dapat dicapai melalui tangan
sebagai traksi manual, penggunaan talim splint, dan berat sebagaimana pada traksi kulit
serta melalui pin, wire, dan tongs yang dimasukkan kedalam tulang sebagai traksi skeletal
(Taylor, 1987 and Osmond, 1999).
Penggunaan traksi telah dimulai 3000 tahun yang lalu. Suku Aztec dan mesir
menggunakan traksi manual dan membuat splint dari cabang pohon (Styrcula, 1994 a and
Osmond, 1990) dan Hippocrates (350 BC) menulis tentang traksi manual dan tahanan
ekstensi dan ekstensi yang berlawanan (Styrcula, 1994 a: 71). Pada tahun 1340 ahli bedah
Perancis bernama Guy de Chauliac menulis tentang traksi isotonic dengan berat yang
ditahan pada kaki tempat tidur pasien, tetapi akibat pertimbangan praktek hal ini
dilakukan hingga tahun 1829 ketika traksi berkesinambungan diaplikasikan secara luas
(Peltier, 1968: 1603). Sekitar tahun 1848 Josiah Crosby seorang klinisi amerika
merupakan orang yang pertama mempromosikan dan menunjukkan traksi kulit yang lebih
efektif tidak hanya sebagai terapi dari fraktur melainkan juga untuk menanani deformitas
panggul (Peltier, 1968: 1609). Hal ini meripakan aplikasi yang membuat perhatian
Gurdon Buck yang pada tahun 1861 melalui pengetahuannya terhadap kerja Crosby
mempunyai traksi kulit yang dinamakan nama dirinya sendiri. Hal ini tidak dilakukan
hingga pada tahun 1921 seorang ahli bedah Australia Hamilton Russel meluaskan konsep
traksi Buck dengan menggunakan doktrin Pott’s (1780) bahwa fraktur tungkai harus
ditempatkan pada posisi pada otot yang relaksm dinamakan fleksi panggul dan lutut,
dengan mengembangkan traksi Hamilton Russel (Peltier, 1968: 1612). 26 tahun
sebelumnya, pada bulan desember 1895, seorang professor German bernama Röntgen
mempublikasikan observasinya dengan ‘tipe baru X-Ray’ dimana dimulai era baru dalam
penelitian fraktur (Peltier, 1968:1613). Dengan menggunakan X-Ray untuk menilai terapi
fraktur, dunia ortopedi berhadapan dengan kenyataan dimana terapi traksi Buck tidak
memuaskan 100% pada semua kasus dan tahun 1907 Fritz Steinmann secara sukses
mengembangkan traksi skeletal dengan menggunakan pin yang dimasukkan kedalam
kondylus femur. (Peltier, 1968: 1615).
Traksi telah menjadi sebuah ketetapan dalam management ortopedi hingga 1940 ketika
fiksasi internal menggunakan nail, pin dan plate menjadi praktek yang sering.
Pengembangan ini berpasangan dengan kurangnya pembedahan fraktur dengan
kebutuhan ekonomi untuk perawatan rumah sakit yang lebih
Penggunaan Traksi telah didokumentasikan melalui banyak literature : traksi digunakan
untuk mempromosikan istirahat/imobilisasi, dimana membuat keurusan tulang dan
jaringan lunak menyembuh (Taylor, 1987; Dave 1995 and Redemann, 2002). Hal ini
menolong untuk mengistirahatkan inflamasi yang ada dan mengurangi nyeri (Taylor,
1987; Dave, 1995 and Osmond, 1999). Osmond (1999) Menyatakan bahwa hal ini
mengurangi subluksasi atau dislokasi dari sendi dan Styrcula (1994a) serta Rosen, Chen,
Hiebert dan Koval (2001) memberikan kredit dalam penggunaan traksi dengan reduksi
tahanan yang dibutuhkan ketika melakukanreduksi fraktur selama pembedahan.
Akhirnya, traksi juga dikatakan untuk membantu pergerakan dan latihan (Dave, 1995 and
Redemann, 2002).
Mekanisme traksi meliputi tidak hanya dorongan traksi sebenarnya tetapi juga tahanan
yang dikenal sebagai kontertraksi, dorongan pada arah yang berlawanan, diperlukan
untuk keefektifan traksi, kontertraksi mencegah pasien dari jatuh dalam arah dorongan
traksi. Tanpa hal itu, spasme otot tidak dapat menjadi lebih baik dan semua keuntungan
traksi hanya menjadi lewat saja. Ada dua tipe dari mekanik untuk traksi, dimana
menggunakan Kontertraksi dalam dua cara yang berbeda. Yang pertama dikenal dengan
traksi keseimbangan, juga dikenal sebagai traksi luncur atau berlari. Disini traksi
diaplikasikan melalui kulit pasien atau dnegan metode skeletal. Berat dan katrol
digunakan untuk mengaplikasikan tahanan langsung sementara berat tubuh pasien dalam
kombinasi dengan elevasi dari dorongan tempat tidur traksi untuk menyediakan
kontertraksinya (Taylor, 1987, Styrcula, 1994a; Dave, 1995 and Osmond, 1999). Traksi
Buck akan menjadi contoh dari ha ini. Yang kedua dinamakan traksi fixed dan
kontertraksi dimasukkan diantaran 2 point cocok yang tidak membutuhkan berat atau
elevasi tempat tidur untuk mencapai traksi dan kontertraksi. Splibt Thomas merupakan
contoh dari system traksi ini. (Taylor, 1987, Styrcula, 1994a; Dave, 1995 and Osmond,
1999).
Komponen Mekanis dari system traksi, katrol (pulley), tahanan vector dan friksi, terkait
dengan beberapa factor : cara dimana kontertraksi diaplikasikan dan sudut, arah, serta
jumlah tahanan traksi yang diaplikasikan (Taylor, 1987: 3). Sudut dan arah dorongan
traksi bergantung pada posisi katrol dan jumlah efek katrol sama dengan jumlah
dorongan yang diaplikasikan. Ketika dua katrol segaris pada berat traksi yang sama maka
disebut dengan ‘block and tackle effect” hamper menggandakan jumlah dari tahanan
dorongan. Tahanan vector diciptakan dengan mengaplikasikan tahanan traksi pada dua
yang berebda tetapi tidak berlawanan terhadap sisi tubuh yang sama. Hasil ini
menghasilkan tahanan ganda untuk dorongan traksi yang actual. (Taylor, 1987 and
Styrcula, 1994a).
Friksi selalu ada dalam setiap system traksi. Friksi memberikan resistansi terhadap
dorongan traksi mala mengurangi tahanan traksi. Hal ini diperlukan untuk meminimalisir
kapanpun dan bagaimanapun kemungkinan nantinya. (Taylor, 1987 and Styrcula, 1994a).
Kita dapat mnggunakan traksi : (1) untuk mendorong tulang fraktur kedalam tempat
memulai, atau (2) untuk menjaga mereka immobile sedang hingga mereka bersatu, atau,
(3) untuk melakukan kedua hal tersebut, satunya diikuti dengan yang lain. Untuk
mengaplikasikan traksi dengan sempurna, kita harus menemukan jalan untuk
mendapatkan tulang pasien yang fraktur dengan aman, untuk beberapa minggu jika
diperlukan. Ada dua cara untuk melakukan hal tersebut : (1) memberi pengikat ke kulit
(traksi kulit). (2) dapat menggunakan Steinmann pin, a Denham pin, atau Kirschner wire
melalui tulangnya (traksi tulang). Tali kemudian digunakan untuk mengikat pengikatnya,
pin atau wire, ditaruh melalui katrol, dan dicocokkan dengan berat. Berat tersebut dapat
mendorong pasien keluar dari tempat tidurnya, sehingga kita biasanya membutuhkan
traksi yang berlawanan dengan meninggikan kaki dari tempat tidurnya. Salah satu dari
tujuan utama dari traksi adalah memperbolehkan pasien untuk melatih ototnya dan
menggerakkan sedinya, jadi pastikan bahwa pasien melakukan hal ini. Traksi
membutuhkan waktu untuk diaplikasikan dan diatur, tetapi hal ini dapat dengan mudah
datur dengan asisten. Traksi kebanyakan berguna pada kaki. Dilengan hal ini masih
kurang nyaman, tidak meyakinkan, sulit untuk dijaga, dan frustasi untuk pasien. Untuk
kesemua alasan ini, traksi lengan hanya digunakan dalam keadaan pengecualian yang
lebih jauh. Mengelaborasikan Jenis dari traksi, seperti Hamilton dan Russel untuk kaki,
membutuhkan peralatan yang tidak semuanya punya. Jadi, hanya dibahas alat-alat
sederhana yang digunakan dimakalah ini.
Klasifikasi Traksi didasari pada penahan tubuh yang dicapai :
1. Traksi Manual menunjukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan terhadap seseorang
di bagian tubuh yang terkena melalui tangan mereka. Dorongan ini harus constant dan
gentle. Traksi manual digunakan untuk mengurangi fraktur sederhana sebelum aplikasi
plesrer atau selama pembedahan. Hal ini juga digunakan selama pemasangan traksi dan
jika ada kebutuhan secara temporal melepaskan berat traksi (Taylor, 1987; Styrcula,
1994a and Osmond, 1999).
2. Traksi Sekeletal menunjukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan langsung ke
sekeleton melalui pin, wire atau baut yang telah dimasukkan kedalam tulang (Taylor,
1987; Styrcula, 1994a dan Osmond, 1999). Untuk melakukan ini berat yang besar dapat
digunakan. Traksi skeletal digunakan untuk fraktur yang tidak stabil, untuk mengontrol
rotasi dimana berat lebih besar dari 25 kg dibutuhkan dan fraktur membutuhkan traksi
jangka panjang (Styrcula, 1994a and Osmond, 1999).
3. Akhirnya traksi kulit menunjukkan dimana dorongan tahanan diaplikasikan kepada
bagian tubuh yang terkena melalui jaringan lunak (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and
Osmond, 1999). Hal ini bisa dilakukan dalam cara yang bervariasi : ekstensi adhesive dan
non adhesive kulit, splint, sling, sling pelvis, dan halter cervical (Taylor, 1987; Styrcula,
1994a and Osmond, 1999). Dikarenakan traksi kulit diaplikasikan kekulit kurang aman,
batasi kekuatan tahanan traksi. Dengan kata lain sejumlah berat dapat digunakan (Taylor,
1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Berat harus tidak melebihi (3-4 kg) (Taylor,
1987; Osmond, 1999 dan Redemann, 2002). Traksi kulit digunakan untuk periode yang
pendek dan lebih sering untuk manajemen temporer fraktur femur dan dislokasi serta
untuk mengurangi spasme otot dan nyeri sebelum pembedahan (Taylor, 1987; Styrcula,
1994a and Dave, 1995).
Traksi Kulit versus Traksi Tulang
Kulit hanya bisa dapat menahan sekitar 5 kg traksi pada orang dewasa. Jika lebih dari ini
tahanan yang dibutuhkan untuk mendapatkan dalam menjaga reduksi, traksi tulang
mungkin diperlukan. Hindari traksi tulang pada anak-anak- plate pertumbuhan dapat
dengan mudah hancur dengan pin tulang.
Indikasi untuk traksi kulit
Anak-anak
Traksi temporer- hanya untuk beberapa hari, missal pre operasi
Tahanan kecil dibutuhkan untuk menjaga reduksi 5kg
Kerusakan kulit atau adanya sepsis diarea tersebut
Setiap tahanan diperlukan tahanan yang berlawanan. Jika traksi mendorong tungkai
kedistal pasien akan meluncur turun melalui katrol, dan traksi tidak akan menjadi efektif.
Berikan tahanan yang berlawanan dengan meninggikan kaki dari kasur pada blok
tertentu. Dengan merubah tempat tidur pada arah berlainan tendensi untuk meluncur akan
ditahan. Pada traksi servikal sisi depan dari tempat tidur harus ditinggikan, dan dengan
traksi Dunlop sisi tempat tidur dekat dengan luka membutuhkan elevasi.
Sistem Katrol Multiple
Dalam banyak keadaan katrol yang multioel digunakan, sehingga mengurangi berat
amatlah diperlukan. Katrol multiple seringkali digunakan pada traksi pelvis dimana
tahanan tinggi (biasanya lebih dari 40 kg) dapat diperlukan. Jika triple dan dobel blok
dgunakan dalam gambar hanya 405 atau 8 kg, dibutuhkan untuk dapat mencapai 40 kg.
Penaikturun katrol diperlukan.
Traksi Kulit – Ekstremitas Bawah
Traksi kulit Buck’s paling sering digunakan pada tungkai bawah untuk fraktur femur,
nyeri belakang, fraktur acetabulum dan pinggang. Traksi kulit jarangkali mengurangi
fraktur, tetapi mengurangi nyeri dan menjaga panjangnya fraktur.
Buck’s Traction:
Traksi Buck adalah traksi kulit seimbang dengan menggunakan dorongan pada satu
tempat terhadap ekstremitas bawah melalui perluasan kulit (Taylor, 1987; Styrcula, 1994;
Osmond, 1999 and Redemann, 2002). Dinamakan setelah Gurdon Buck yang pada tahun
1861 mempublikasikan pengalamannya dengan trapi untuk dua puluh satu kasus dari
fraktur (Peltier, 1968: 1610). Traksi Buck digunakan sebagai pengukuran jangka pendek
dengan tahanan traksi yang dibutuhhkan untuk imobilisasi fraktur panggul sebelum
pembedahan dan mengurangi spasme otot (Styrcula, 1994d and Redemann, 2002). Hal ini
juga bisa digunakan untuk dislokasi panggul, kontraktur panggul dan lutut, fraktur tidak
berpindah asetabulum dan nyeri pinggang bawah bilateral (Taylor, 1987 and Styrcula,
1994d) meskipun penggunaannya jarang terlihat pada akhir-akhir ini . Pasien diposisikan
dalam posisi supine dengan kaki lurus pada posisi alami, dimana melalaikan abduksi
(Taylor, 1987 and Styrcula, 1994d). Pembungkus kemudian diaplikasikan dan tahanan
traksi digunakan segaris dengan panjang aksis kaki melalui tali yang diikat di kaki dari
perluasan melewati katrol pada akhir tempat tidur yang dihubungkan dengan pemberat
(Taylor, 1987; Styrcula, 1994d and Osmond, 1999). Katrol tidak mempunyai efek pada
tahanan t=fraksi tetapi bertindak untuk merubah arah dorongan untuk bekerja dengan
gravitasi (Taylor, 1987 and Osmond, 1999). Kontertraksi dicapai dengan mengelevasikan
kaki dari tempat tidur pada ketinggian tertentu untuk mencegah pasien terjatuh dar tempat
tidur.
Untuk mengoptimalisasi kenyamanan pasien adalah hal yang penting untuk mempunyai
keseimbangan antara tahanan traksi dengan tahanan kontertraksi. Jika tempat tidur butuh
untuk dielevasikan terlalu tinggi untuk mencegah pasien terdorong dari tempat tidur
maka pemberat dapat terlalu berat dan perlu untuk ditinjau ulang (Dave, 1995 and
Osmond, 1999). Hari ini Traksi Buck digunakan kebanyakan pada orang tua (Styrcula,
1994d: 61) dan kontroversinya timbul melebihi kefektifitasannya.
Metode
Kulit dipersiapkan dan dicukur- harus sampai kering. Balsem Friar dapat digunakan
untuk meningkatkan adhesi. Pengikat yang tersedia secara komersil diaplikasikan kekulit
dan luka dengan lapisan yang overlap. Perban harus tidak melebihi diatas tingg fraktur.
Bahaya Traksi Kulit
Distal Oedema
Kerusakan vaskular
Peroneal nerve palsy
Nekrosis kulit melalui tulang-tulang prominen
Perfusi Jaringan yang Berubah, Bahaya untuk deep vein thrombosis (DVT) atau
pulmonary embolism (PE) merupakan masalah yang sering is (Taylor, 1987; Styrcula,
1994d; Osmond, 1999; Rosen et al, 2001 dan Redemann, 2002). Pernafasan yang dalam
dan latihan pompa siku sama halnya dengan penggunaan stocking dan terapi
antikoagulan merupakan cara untuk mencegah hal ini terjadi (Taylor, 1987; Styrcula,
1994d; Rosen et al, 2001 and Redemann, 2002). Calves harus diinspeksi untuk kekakuan,
hangat yang tidak biasa, dan kemerahan (Carroll, 1993 and Bright and Gorgi, 1994) dan
setiap tanda dispnea dan tachypnea dapat mengindikasikan (Smeltzer and Bare, 1996 and
Turpie, Chin and Gregory, 2002).
Ada juga akan resiko tinggginya disfungsi perifer seperti sindrom kompartemen atau
paralisis saraf. Periksa neurovascular dan penilaian gerakan harus dilakukan sebelum
mengaplikasikan traksi kemudian setiap jam selama 24 jam pertama dan jika baik
dilakukan 4 jam sekali (Taylor, 1987; Styrcula, 1994b and Kunkler, 1999).
Meskipun traksi dikatakan untuk mengurangi nyeri danspasme otot hal in dapat menjadi
tidak cukup dan management nyeri untuk itu merupakan bagian penting dalam
perawatan. Nyeri dapat dinilai dengan menggunakan skala 1-10 (McCaffery and Pasero,
2001 and Redemann, 2002) dan pasien harus diminta untuk mengambil analgetik
sebelum nyeri menjadi lebih parah. Edukasi untuk mencegah ketakutan dan resiko
konstipasi sebaiknya juga dilakukan (Redemann, 2002:316). Sama dengan pasien yang
imobilisasi ada tingginya resiko untuk konstipasi tidak hanya menghasilkan imobilitas
tetapi juga kombinasinya dengan ambilan analgetik dan untuk pasien traksi terutama
tantangan dalam nyeri, ditambah dengan malunya mereka untuk membuka ususnya
ditempat tidur (Taylor, 1987; Winney, 1998 and Redemann, 2002). Penggunaan dari alat
fraktur, privasi, ambilan cairan yang tinggi, teratur dalam diet dapat menolong eliminasi
untuk mencapai usus yang normal (Winney, 1998 and Redemann, 2002).
Pertukaran gas yang terganggu merupakan kesulitan pada pasien dengan traksi pada
resiko masalah respirasi. Posisi rekumben atai semirecumbent pasien ini diyakinkan
untuk tidak diijinkan bergerak penuh pada diafragmanya yang bisa menyebabkan tidal
kecul dan volume residu yang besar(Redemann, 2002:317). Untuk mencegah masalah in
elevasi reposisi yang sering dari kepala tempat tidur kapanpun memungkinkan
dikombinasikan dengan batuk dan latihan nafas yang dalam dan penggunaan spirometer
kesemuanya dapat membantu untuk menjaga pertukaran gas yang adekuat. (Smeltzer and
Bare, 1996 and Redemann, 2002).
Tingginya resiko untuk terluka terutama relevansinya pada pasien traksi sebagai
management yang tidak benar dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang harus
dipertimbangkan (Taylor, 1987 and Redemann, 2002). Traksi harus diperiksa melalui
perbagian untuk menjamin tidak ada yang dapat membahayakan pasien, garis dorongan
dijaga, semua clamps ketat dan tidak ada tali yang rapuh atau knot yang tidak aman. Tali
musti dibebaskan melalui katrol, gars traksi harus dijaga setiap saat. Baik pemberat
ataupun tali harus disentuh oleh kasur. Bantal tidak ditaruh dibawah kaki yang sakit dan
ketika menggerakkan pasien pemberat tidak boleh dipindahkan. Ketika melakukan
perluasan sekali traksi manual harus diaplikasikan.
Traksi Gallows
Traksi ini digunakan pada bayi dan anak-anak dengan fraktur femur .
Anak lebih besar dengan fraktur femur dapat ditangani dengan traksi kulit dengan splint
tHomas. Tidak seperti orang dewasa lutut harus dijaga lurus pada splint Thomas. Cincin
dari splint Thomas harus membuat pembersihan dua jari pada semua sisi- dicoba pada
kaki yang sehat untuk dicocokkan sebelum diaplikasikan. Pengikatan kulit diaplikaskan
dan splint Thomas dipasangkan. Tali dari pengikat di ikat hingga akhir dar splint tHomas.
Yang paking kuar melewat jarak splint Thomas dan bagian dalam melaluinya. Hal ini
merotasikan kaki secara internal. Tungkai diistirahatkan pada tiga strip falnnerl untuk
menjaga keamanan pin. Sling Master merupakan strip flannel yang diarahkan kedistal
fraktur. Slng ini bisa ditambahkan sehingga garis akhir fraktur pada ruang vertical. Traksi
longitudinal membuthkan tambahan setiap haru pada minggu pertama. Simpul dari akhir
splint Thomas dilonggarkan. Kualitas reduksi dikonfirmasikan dengan X ray.
Splint Thomas ditahan dari Frame Balkan. Frame ini ditempelkan ke tempat tidur.
Tungkai dengan splint Thomas ditahan dari puncak dengan maksut berat berlawanan.
Traksi longitudinal menggunakan tekanan pada sudut dan berat yang lebih jauh
ditempatkan melalui katrol dari frame Balkan. Hal ini segaris dengan panjang aksis
tungkai di kaki dari tempat tidur. Perlawanan ini bertindak sebagai tahanan reaktif dari
sudut yang digenerasikan oleh traksi kulit.
Fraktur Femur Pada Orang Dewasa
Hal ini membutuhkan pin skeletal. Pada beberapa rumah sakit, pn Denham merupakan
pin yang paling sering digunakan, Ia mempunyai porsi tengah ulir yang dijaganya pada
tibia. Untuk fraktur femur pin Denham melalui tibia proksimal, Selalu memasukkan dari
lateral ke medial pada tibia proksimal, sebagaimana saraf peroneal tidak terkenda dan
tempat keluarnya tidak bisa diprediksikan. Pada beberapa keadaan femur distal, atau
bahkan kalkaneus dapat digunakan.
Splint tHomas, (periksa apakah cocok dengan mencoba pada kaki yang sehat)
diaplikasikan. Tiga sling flannel diamankan dengan keamanan pin dibawah paha. Satu
dari splint master dibawah fraktur. Tekanan yang benar pada sling ini akan menggarisi
fraktur pada sisi lateral. Lutut dapat difleksikan dengan menggunakan splint fleksi
Pearson yang ditempelkan ke splint Thomas pada daerah lutut. Fleksi lutut yang
diinginkan dapat dijaga dengan tali pada akhirnya dibawa dari splint tHimas ke
Perlengketan Pearson. Tali dari pin Denham apakah harus diikat secara distal ke splnt
tHomas (traksi statis) atau mereka dapat dinaikkan melalui katrol pada akhir dari frame
Balkan (traksi dinamis). Pada semua kasus diawali dengan 7 kg (atau 10% berat badan)
pada panjang aksis femur. Hal ini melawan trakian dari otot paha. Sebagaimana halnya
dnegan anak-anak, traksi dbuat seimbang dengan sisitem katrol pada tungkai horizontal
frma Balkan untuk membuat pasien dapat menggerakkan tungkainya.
Garis Splint Thomas
Splint Thomas harus digariskan dengan menitikkan pada frma belakn searah dengan
fragmen proksimal.
Bed Blocks harus ditempatkan dibawah kaki dengan semua tipe traksi diatas.
Meninggikan kaki dari tempat tidur beberapa sentimeter memberikan tahanan counter
untuk mencegah pasien terdorong secara distal dari tempat tidur oleh traksi longitudinal.
Traksi Servikal
Halter Traction
Traksi halter digunakan untuk traksi servikal jangka pendek. Penggunaannya meliputi
cedera leher minor tanpa kejelasan adanya fraktur contoh spasme otot leher, terapi
conservative dari lesi di diskus servikal. Anak dengan fraktur servikal juga dapat
ditangani dtanpa pin skeletal sebagaimana tulang mereka terlalu rapuh terhadap pin. .
Masalah dengan Traksi Halter
Tidak nyaman
Nyeri di Tempero-mandibular
Kontraoindikasi pada fraktur mandibula
Sulit untuk mengontrol fleksi dan ekstensi
Fleksi Extensi X Ray Cervical
Jika pasien mempunyai x-ray cervical yang normal, tetapi mempunyai spasme otot leher,
gambaran fleksi ekstensi dapat diperlukan untuk menyingkirkan instabilitas yang serius
dari tulang servikal. Traksi Halter merupakan cara yang baik untuk meredakan spasme
sebelum X-Ray dapat dilakukan. Pasien yang dimasukkan dan ditempatkan dalam traksi
Halter hingga leher bebas dari spasme otot. Pasien harus tidak mempunyai rasa nyeri
ketika leher difelksikan ataupun diekstensikan. Jika gejala neurologis seperti paraesthesia
timbul maka X-Ray tidak perlu dilakukan.
Traksi Skeletal
Pada cedera servikal yang lebih serius, penjepit tulang kepala seperti caliper Cones
diinndikasikan. Indikasi termasuk terapi konservatif dari fraktur servik dan dislokasi.
Traksi Dunlop
Penggunaan utama dari Traksi Dunlop adalah untuk maintenance reduksi fraktur
supracondylus humerus pada anak.
Traksi Dunlop
Fraktur supracondylar pada anak
Membuat Siku bengkak menjadi tenang kembali
Dikontraindikasikan [ada fraktur terbuka dan defek kulit.
Traksi kulit ditempatkan pada lengan bawah dan frame khusus digunakan pada sisi
tempat tidur. Traksi ditempatkan disepanjang aksis lengan bawah sebagaimana sudut
kanan dari humerus dengan sling ditempatkan disekitar lengan atas. Bed blocks
dibutuhkan untuk sisi lateral (fraktur ditinggikan) dari tempat tidur. Jika fraktur
supracondylar tidak dapat dikurangi hingga dibawah 90 derajat fleksi siku, metode traksi
in merupakan alternative terhadap metode invasive seperti percutaneous K-wires. Hal ini
membuat pembengkakan sisi sebelahnya. Jangan bergantung pada metode ini untuk
mengurangi fraktur supracondylar, sebuah manipulasi bagaimanapun tetap akan
diperlukan
Traksi Pelvis untuk Nyeri Pinggang
Pad skiatik dan penyembuhan pinggang lain dari nyeri dapat dicapai dengan maksud
traksi pelvis. Traksi diaplikasikan ke pengikat pelvis dengan berat melebihi akhir tempat
tidur. Dengan maksud bantal dibawah lutut, pinggul difleksikan mendekati sudut 90
derajat, sebagaimana halnya dengan lutut. Hal ini memperpendek nervus skiatika dan
meredakan nyeri.
Traksi Asetabulum
Pada terapi konservatif dari fraktur acetabulum, traksi longitudinal pada panjang aksis
tungkai seringkali digunakan. Sebagai tambahan dari kepala femur dapat mempengaruhi
acetabulum (dislokasi fraktur sentral) dengan maksud manipulasi dibawah anastesi.
Reduksi ini dapat dijaga dengan membuat traksi lateral dari pin yang ditempatkan pada
wilayah intertrochanter.
http://satriaperwira.wordpress.com/2009/02/26/traksi/