Anda di halaman 1dari 25

Pengkajian Sistem Muskuloskeletal

Published by admin on May 11, 2011 | 0 Comment

A. DATA SUBYEKTIF

Data biografi

Adanya nyeri, kekakuan, kram, sakit pinggang, kemerahan, pembengkakan, deformitas, ROM,
gangguan sensasi.

Cara PQRST :

1. Provikatif (penyebab)
2. Quality (bagaimana rasanya, kelihatannya)
3. Region/radiation (dimana dan apakah menyebar)
4. Severity (apakah mengganggu aktivitas sehari-hari)
5. Timing (kapan mulainya)

Pengkajian pada sistem lain

1. Riwayat sistem muskuloskeletal, tanyakan juga tentang riwayat kesehatan masa lalu.
2. Riwayat dirawat di RS
3. Riwayat keluarga, diet.
4. Aktivitas sehari-hari, jenis pekerjaan, jenis alas kaki yang digunakan
5. Permasalahan dapat saja baru diketahui setelah klien ganti baju, membuka kran dll.

B. DATA OBYEKTIF

1. Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot


2. Bandingakan dengan sisi lainnya.
3. Pengukuran kekuatan otot (0-5)
4. Duduk, berdiri dan berjalan kecuali ada kontra indikasi
5. Kyposis, scoliosis, lordosis.

C. PROSEDUR DIAGNOSTIK

1. X-ray dan radiography


2. Arthrogram (mendiagnosa trauma pada kapsul di persendian atau ligamen). Anestesi
lokal sebelum dimasukkan cairan kontras/udara ke daerah yang akan diperiksa.
3. Lamnograph (untuk mengetahui lokasi yang mengalami destruksi atau mengevaluasi
bone graf).
4. Scanograph (mengetahui panjang dari tulang panjang, sering dilakukan pada anak-anak
sebelum operasi epifisis).
5. Bone scanning (cairan radioisotop dimasukkan melalui vena, sering dilakukan pada
tumor ganas, osteomyelitis dan fraktur).
6. MRI
7. Arthroscopy (tindakan peneropongan di daerah sendi)
8. Arthrocentesis (metode pengambilan cairan sinovial)

D. MASALAH-MASALAH YANG UMUM TERJADI

1. Gangguan dalam melakukan ambulasi.

a) Berdampak luas pada aspek psikososial klien.


b) Klien membutuhkan imobilisasi → menyebabkan spasme otot dan kekakuan sendi
c) Perlu dilakukan ROM untuk menguragi komplikasi :
d) Kaki (fleksi, inverse, eversi, rotasi)
e) Pinggul (abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, rotasi)
f) Lutut (ekstensi)
g) Jari-jari kaki (ektensi, fleksi)

2. Nyeri :

Apabila nyeri di sendi, perlu dikaji :

a) Kejadian sebelum terjadinya nyeri


b) Derajat nyeri pada saat nyeri pertama timbul
c) Penyebaran nyeri
d) Lamanya nyeri
e) Intensitas nyeri, apakah menyertai pergerakan
f) Sumber nyeri
g) Hal-hal yang dapat mengurangi nyeri.

3. Spasme otot

a) Spasme otot (kram/kontraksi otot involunter)


b) Spasme otot dapat disebabkan iskemi jaringan dan hipoksia.
c) Hindari pemberian obat sedasi berat → dapat menurunkan aktivitas pergerakan
selama tidur
d) Beri latihan aktif dan pasif sesuai program

TRAKSI
________________________________________
PRINSIP PEMASANGAN TRAKSI

1. Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik.


2. Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat
dipertahankan.
3. Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus.
4. Traksi dapat bergerak bebas melalui katrol.
5. Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai.
6. Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman.

KEUNTUNGAN PEMAKAIAN TRAKSI


1. Menurunkan nyeri spasme
2. Mengoreksi dan mencegah deformitas
3. Mengimobilisasi sendi yang sakit

KERUGIAN PEMAKAIAN TRAKSI


1. Perawatan RS lebih lama
2. Mobilisasi terbatas
3. Penggunaan alat-alat lebih banyak.

BEBAN TRAKSI
1. Dewasa = 5 – 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB

MACAM-MACAM PEMAKAIAN TRAKSI


1. Traksi kulit/skin traksi
• Penarikan tulang yang patah melalui kulit dengan menggunakan skin traksi, plester
• Ex. : traksi Buck, traksi Bryant.

2. Traksi tulang/traksi skeletal


• Penarikan tulang yang mengalami fraktur melalui tulang
• Ex. : traksi Russel

JENIS TRAKSI
1. Traksi kulit Buck’s
• Traksi yang paling sederhana dan dipasang untuk jangka waktu yang pendek.

• Indikasi :
o Untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum dioperasi
o Digunakan pada anak.

• Komplikasi :
o Perban elastis dapat mengganggu sirkulasi
o Timbul alergi kulit
o Dapat timbul ulserasi akibat tekanan pada maleolus
o Pada lansia, traksi yang berlebihan dapat merusak kulit yang rapuh.

2. Traksi Russell’s
• Modifikasi dari traksi Buck’s
• Digunakan untuk fraktur lutut
• Digunakan pada orang dewasa
• Komplikasi :
o Perlu bedrest → decubitus, pneumoni
o Penderita bergerak, beban turun → traksi tidak adekuat
o Infeksi

3. Cervical traksi
• Digunakan pada fraktur cervical, maxillaries, clavicula
• Beban 4-6 pounds

• Komplikasi :
o Dapat terjadi gangguan integritas kulit
o Alergi
o Klien tidak nyaman dan melelahkan

4. Pelvic traksi
• Digunakan pada dislokasi dan fraktur pelvis, fraktur tulang belakang

DETEKSI DINI KOMPLIKASI


• Yang mungkin terjadi pada fraktur
1. Emboli paru, gejala :
o Nyeri dada
o Dispnea
o Nadi cepat dan lemah

2. Emboli lemak → ss. Tulang dan kerusakan jaringan



system pernapasan

- perubahan status mental
- tacycardi

3. Ganggren → infeksi anaerob → bakteri Clostridium welchii


Gejala : gg. mental, demam, TD↓, RR ↑
________________________________________
GIPS
________________________________________
INDIKASI
1. Immobilisasi dan penyangga fraktur
2. Stabilisasi dan istirahatkan
3. Koreksi deformitas
4. Mengurangi aktivitas pada pada daerah yang terinfeksi
5. Membuat cetakan tubuh orthotik
• Gips yang ideal adalah dapat membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh.
• Penggunaan gips sesudah operasi lebih memungkinkan klien untuk mobilisasi dari pada pasien
ditraksi.

YANG PERLU DIPERHATIKAN PADA PEMASANGAN GIPS


1. Gips yang pas tidak akan menyebabkan perlukaan
2. Gips patah tidak bisa digunakan
3. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.
4. Sebelum pemasangan perlu dicatat apabila ada luka
5. Untuk mencegah masalah pada gips :
• Jangan merusak atau menekan gips
• Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/menggaruk.
• Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.

WINDOWS
Dilakukan untuk :
1. Memeriksa luka
2. Membuka jahitan
3. Memeriksa adanya penekanan
4. Membuang/mengangkat benda asing
5. mengurangi penekanan.

PEMBUKAAN
1. Dibuat garis terlebih dahulu
2. Mata gergaji hanya memotong benda yang keras
3. Pemotongan dihentikan bila pasien merasa kepanasan
4. Selama pemotongan, mata gergaji ditekan dengan lembut
5. Pada saat memotong, anggota ekstremitas harus disangga.
6. Cuci dan keringkan, beri pelembab
7. Ajarkan aktivitas bertahap.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT
EGC. Jakarta.

Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume II


(terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan


Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.


Anatomi Sistem Muskuloskeletal

Deskripsi

Sistem muskuloskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot (muskulo) dan tulang-tulang yang
membentuk rangka (skelet). Otot adalah jaringan tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi
kimia menjadi energi mekanik (gerak). Sedangkan rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang-
tulang yang memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap dan posisi.

1. Kerangka tubuh

Sistem muskuloskeletal memberi bentuk bagi tubuh.

2. Proteksi

Sistem muskuloskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang
tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang dibentuk oleh tulang-
tulang kostae (iga).

3. Ambulasi & Mobilisasi

Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan perpindahan tempat.
4. Hemopoesis

Berperan dalam pembentukan sel darah pada red marrow.

5. Deposit Mineral

Tulang mengandung 99 % kalsium & 90 % fosfor tubuh.

Pertumbuhan Tulang

Tulang mencapai kematangannya setelah pubertas dan pertumbuhan seimbang hanya sampai usia 35
tahun. Berikutnya mengalami percepatan reabsorpsi sehingga terjadi penurunan massa tulang sehingga
pada usila menjadi rentan terhadap injury. Pertumbuhan dipengaruhi hormon & mineral.

Penyusun Tulang

Tulang disusun oleh sel-sel tulang yang terdiri dari osteosit, osteoblast dan osteoklast serta matriks
tulang. Matriks tulang mengandung unsur organik terutama kalsium dan fosfor.

Struktur Tulang

Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa (jaringan berongga) dan pars
kompakta (bagian yang berupa jaringan padat). Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa
(periosteum); lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam
kanalikuli tulang kompak.

Membran periosteum berasal dari perikondrium tulang rawan yang merupakan pusat osifikasi.
Periosteum merupakan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum mengandung osteoblas (sel
pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat
melekatnya otot-otot rangka (skelet) ke tulang dan berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan
dan reparasi tulang rusak.

Pars kompakta teksturnya halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit rongga dan lebih
banyak mengandung kapur (Calsium Phosfat dan Calsium Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan
kuat. Kandungan tulang manusia dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan anak-
anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih banyak mengandung serat-serat
sehingga lebih lentur.
Tulang kompak paling banyak ditemukan pada tulang kaki dan tulang tangan.
Pars spongiosa merupakan jaringan tulang yang berongga seperti spon (busa). Rongga tersebut diisi oleh
sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang
yang disebut trabekula.

Secara Mikroskopis tulang terdiri dari :

1. Sistem Havers (saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh darah, aliran limfe)
2. Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris).
3. Lacuna (ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan–lempengan yang mengandung sel tulang).
4. Kanalikuli (memancar di antara lacuna dan tempat difusi makanan sampai ke osteon).

Bentuk Tulang

Sistem skelet disusun oleh tulang-tulang yang berjumlah 206 buah. Berdasarkan bentuknya, tulang-
tulang tesebut dikelompokkan menjadi :

1. Ossa longa (tulang panjang): tulang yang ukuran panjangnya terbesar, contohnya os humerus dan os
femur.

2. Ossa brevia (tulang pendek): tulang yang ukurannya pendek, contoh: ossa carpi.
3. Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yg ukurannya lebar, contoh: os scapula.

4. Ossa irregular (tulang tak beraturan), contoh: os vertebrae.


5. Ossa pneumatica (tulang berongga udara), contoh: os maxilla.

Tulang Rawan (Kartilago)

Tulang rawan berkembang dari mesenkim membentuk sel yg disebut kondrosit. Kondrosit menempati
rongga kecil (lakuna) di dalam matriks dgn substansi dasar seperti gel (berupa proteoglikans) yg
basofilik. Kalsifikasi menyebabkan tulang rawan tumbuh menjadi tulang (keras).

Jenis Tulang Rawan

1. Hialin Cartilago : matriks mengandung seran kolagen; jenis yg paling banyak dijumpai.

2. Elastic Cartilago : serupa dg tl rawan hialin tetapi lebih banyak serat elastin yang mengumpul pada
dinding lakuna yang mengelilingi kondrosit

3. Fibrokartilago: tidak pernah berdiri sendiri tetapi secara berangsur menyatu dengan tulang rawan
hialin atau jaringan ikat fibrosa yang berdekatan.
Sendi (Artikulatio)

Sendi merupakan persambungan antar tulang yang menjadikan tulang menjadi fleksibel dalam
pergerakan.

Jenis Sendi

Berdasarkan pergerakannya sendi dibagi menjadi :

1. Synarthroses

Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas atau bahkan tidak dapat bergeak sama sekali. Sendi ini
dijumpai pada tulang tengkorak dimana lempeng-lempeng tulang tengkorak disambungkan oleh elemen
fibrosa.

2. Amphiarthroses

Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas. Jaringan berupa diskus fibrocartilage yang lebar dan
pipih menghubungkan antara dua tulang. Umumnya bagian tulang yang berada pada sisi persendian
dilapisi oleh tulang rawan hialin dan struktur keseluruhan berada dalam kapsul. Beberapa contoh sendi
ini adalah: sendi vertebra, dan simfisis pubis.

3. Diarthroses

Sendi ini memiliki pergerakan yang luas. Umumnya dijumpai pada sendi-sendi ekstremitas. Dijumpai
adanya celah sendi, rawan sendi yang licin dan membran sinovium serta kapsul sendi.

Sedangkan berdasarkan strukturnya sendi dibagi menjadi :

1. Sendi Fibrosa

Sendi fibrosa dihubungkan oleh jaringan fibrosa. Terdapat dua tipe sendi fibrosa; (1) Sutura diantara
tulang tulang tengkorak dan (2) sindesmosis yang terdiri dari suatu membran interoseus atau suatu
ligamen di antara tulang. Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas.

2. Sendi Kartilago/tulang rawan

Ruang antar sendinya diisi oleh tulang rawan dan disokong oleh ligamen dan hanya dapat sedikit
bergerak. Ada dua tipe sendi kartilaginosa yaitu sinkondrosis adalah sendi sendi yang seluruh
persendiannya diliputi oleh rawan hialin. Sendi sendi kostokondral adalah contoh dari sinkondrosis.
Simfisis adalah sendi yang tulang tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago antara tulang dan
selapis tipis rawan hialin yang menyelimuti permukaan sendi. Contoh sendi kartilago adalah simfisis
pubis dan sendi sendi pada tulang punggung.

3. Sendi Sinovial/sinovial joint

Sendi ini dilengkapi oleh kartilago yang melicinkan permukaan sendi, kapsul sendi (kantung sendi),
membran sinovial (bagian dalam kapsul), cairan sinovial yang berfungsi sebagai pelumas dan ligamen
yang berfungsi memperkuat kapsul sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak
berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap tiap sendi normal relatif kecil (1
sampai 3 ml).

Otot (Muskulus)

Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi energi
mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi untuk menggerakkan rangka. Ada 3 jenis otot yaitu otot
jantung, otot polos dan otot rangka.
Otot Rangka

Otot rangka bekerja secara volunter (secara sadar atas perintah dari otak), bergaris melintang, bercorak
dan berinti banyak di bagian perifer. Secara anatomis terdiri dari jaringan konektif dan sel kontraktil.

Fungsi Otot Rangka

1. Menghasilkan gerakan rangka tubuh.


2. Mempertahankan sikap & posisi tubuh.
3. Menyokong jaringan lunak.
4. Menunjukkan pintu masuk & keluar saluran dalam sistem tubuh.
5. Mempertahankan suhu tubuh dengan pembentukan kalor saat kontraksi.

Struktur Otot Rangka

Setiap otot dilapisi jaringan konektif yang disebut epimisium. Otot rangka disusun oleh fasikula yang
merupakan berkas otot yang terdiri dari beberapa sel otot. Setiap fasikula dilapisi jaringan konektif yang
disebut perimisium dan setiap sel otot dipisahkan oleh endomisium.

Organisasi otot rangka terdiri dari :


1. Otot
2. Fasikula
3. Serabut Otot
4. Miofibril
5. Miofilamen

Secara mikroskopis sel otot rangka terdiri dari :

1. Sarkolema (membran sel serabut otot)


2. Miofibril (mengandung filamen aktin dan miosin)
3. Sarkoplasma (cairan intrasel berisi kalsium, magnesium, phosfat, protein & enzim.
4. Retikulum Sarkoplasma (tempat penyimpanan kalsium)
5. Tubulus T (sistem tubulus pada serabut otot)

Labels: Anatomi, Sistem Muskuloskeletal

Anatomy 1- Basic Things

IN THE NAME OF ALLAH, THE MOST GRACIOUS AND THE MOST MERCIFUL
SKELETAL SYSTEM

MUSKULOSKELETAL SYSTEM
.

Fase Penyembuhan Luka

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang dapat disebabkan oleh trauma
benda tajam/tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, gigitan hewan, dan
lain-lain.

Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak tersebut adalah proses penyembuhan luka
yang dapat dibagi dalam 3 fase penyembuhan, yakni fase inflamasi (diawali dengan
hemostasis/pembekuan darah), fase proliferasi, dan fase perupaan kembali jaringan
(remodelling).

Fase Inflamasi (Sesaat Setelah Luka-Hari Ke-5), Mekanisme:


Luka –> Perdarahan –> vasokonstriksi pembuluh darah –> Hemostasis (Agregasi
(berkumpulnya) trombosit –> bersama dengan terbentuknya jala fibrin –> Jalan fibrin
mensekresi faktor-faktor pertumbuhan dan sitokin) –> Terjadi reaksi inflamasi –> sel mast dalam
jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin –> meningkatkan permeabilitas kapiler –>
terjadi eksudasi cairan, vasodilatasi setempat, dan penyebukan sel radang –> Ciri-ciri: reaksi
peradangan (merah/eritema), kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), sensasi nyeri (dolor)–
> reaksi penyembuhan awal: diapedesis yaitu gerakan kemotaksis leukosit menembus dinding
pembuluh darah –> leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik untuk mencerna bakteri, dibantu oleh
limfosit dan monosit yang ikut memfagosit.

Fase Proliferasi (Akhir Fase Inflamasi-Akhir Minggu Ketiga)


Dominan fase proliferasi fibroplasia, sehingga dalam fase ini selain ditemukan banyak sel
radang, kolagen, juga ditemukan banyak fobroblast –> membetuk jaringan kemerahan dengan
permukaan yang berbenjol halus (jaringan granulasi) –> epitel di tepi luka (sel basal) bermigrasi
memenuhi permukaan luka –> hingga tempat epitel lama diambil alih oleh sel-sel epitel baru
hasil mitosis –> fase ini berakhir setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh
permukaan luka.

Fase Penyudahan/Remodelling (Awal Minggu Keempat-Berbulan-Bulan)


Terjadi penyerapan kembali jaringan (seperti kolagen, edema, dan sel radang) yang berlebihan,
pengerutan sesuai gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk.
Namun, pembetukan kolagen baru kerap terjadi yang bertujuan untuk memperkuat kekuatan
regangan pada luka (hingga kira-kira 80% dari kekuatan kulit semula).

Sumber: http://terselubungsekali.blogspot.com/2011/02/luka-adalah-hilang-atau-rusaknya.html

PENYEMBUHAN LUKA

(WOUND HEALING)

DEFINISI

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau
gigitan hewan. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :

1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

2. Respon stres simpatis

3. Perdarahan dan pembekuan darah

4. Kontaminasi bakteri

5. Kematian sel
Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dapat
dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan penyudahan yang merupakan
perupaan kembali (remodeling) jaringan.

JENIS LUKA

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan
derajat luka.

1. Berdasarkan tingkat kontaminasi

a) Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses
peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak
terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.

b) Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan


dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,
kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.

c) Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat
kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari
saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan
infeksi luka 10% – 17%.

d) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada
luka.

2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

a) Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.

b) Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis
seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

c) Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan
atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan
yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak
mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.

d) Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
Gambar 1. Tingkat Kedalaman Luka

3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka

1. Luka akut: yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan
yang telah disepakati.

Gambar 2. Luka Akut

2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat

karena faktor eksogen dan endogen.

Gambar 3. Luka Kronis


MEKANISME TERJADINYA LUKA

a) Luka insisi (Incised Wound), terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam. Missal yang
terjadi akibat pembedahan.

b) Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

c) Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.

d) Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti pisau yang masuk ke
dalam kulit dengan diameter yang kecil.

e) Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh
kawat.

f) Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada
bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan
melebar.

g) Luka bakar (Combustio), yaitu luka akibat terkena suhu panas seperti api, matahari, listrik,
maupun bahan kimia.

FASE PENYEMBUHAN LUKA

Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya.
Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan
perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara
normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung
proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan
menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan.

Fase Inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira – kira hari kelima.. pembuluh darah
yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha
menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan
reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling
melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari
pembuluh darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi.

Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine yang meningkatkan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai
vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik
reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu
hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).

Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah
(diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang
membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut
menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini disebut juga fase
lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin
yang amat lemah.

Gambar 4. Fase Inflamasi

Fase Proliferasi

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi
fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira – kira akhir minggu ketiga.
Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan
mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat
yang akan mempertautkan tepi luka.

Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan
pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast,
menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai 25%
jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena
ikatan intramolekul dan antar molekul.

Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan
berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi.
Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi
permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis.
Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat
bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan
menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia
dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan
dalam fase penyudahan.
Gambar 5. Fase Proliferasi

Fase Penyudahan (Remodelling)

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang
berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang
baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan – bulan dan dinyatakan berkahir kalau
semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi
abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang,
kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut
sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis,
dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada
akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira – kira 80% kemampuan kulit
normal. Hal ini tercapai kira – kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.

Gambar 6. Fase Remodelling

KLASIFIKASI PENYEMBUHAN

Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar, seperti yang telah diterangkan tadi, berjalan
secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringan epitel.
Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam intentionem (Latin:
sanatio = penyembuhan, per = melalui, secundus = kedua, intendere = cara menuju kepada).
Cara ini biasanya makan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama
kalau lukanya menganga lebar.

Jenis penyembuhan yang lain adalah penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem,
yang terjadi bila luka segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Parutan yang
terjadi biasanya lebih halus dan kecil.
Namun, penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang terkontaminasi berat dan
/atau tidak berbatas tegas. Luka yang compang-camping atau luka tembak, misalnya, sering
meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan pertama sukar dikenal.
Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang
demikian akan dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu dan kemudian dibiarkan selama 4-
7 hari. Baru selanjutnya dijahit dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini umumnya disebut
penyembuhan primer tertunda.

Jika, setelah dilakukan debridement, luka langsung dijahit, dapat diharapkan penyembuhan
primer.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA

1. Usia

Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering
terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan
darah.

2. Nutrisi

Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya
protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Pasien kurang nutrisi
memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin.
Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah
jaringan adipose tidak adekuat.

3. Infeksi

Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.

4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak
subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang
gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah
infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada
orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus.
Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan
kronik pada perokok.

Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan


oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh
tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan
waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.

6. Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses
sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan
lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah
(pus).

7. Iskemia

Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh
akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu
ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu
sendiri.

8. Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak
dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.

9. Keadaan Luka

Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa
luka dapat gagal untuk menyatu.

10. Obat

Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi
penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap
infeksi luka.

a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.

b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab


kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif
akibat koagulasi intravaskular.

KOMPLIKASI

Komplikasi Dini
1. Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah
pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya
berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak
di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.

2. Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan,
infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin
tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering
dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan
berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian
cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.

3. Dehiscence dan Eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah
terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah
irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk
menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami
dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen
meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan
balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan
perbaikan pada daerah luka.

Komplikasi Lanjut

Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam
proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan
melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan
intervensi bedah.

…….Selengkapnya hub 081333052032

Anda mungkin juga menyukai