A. DATA SUBYEKTIF
Data biografi
Adanya nyeri, kekakuan, kram, sakit pinggang, kemerahan, pembengkakan, deformitas, ROM,
gangguan sensasi.
Cara PQRST :
1. Provikatif (penyebab)
2. Quality (bagaimana rasanya, kelihatannya)
3. Region/radiation (dimana dan apakah menyebar)
4. Severity (apakah mengganggu aktivitas sehari-hari)
5. Timing (kapan mulainya)
1. Riwayat sistem muskuloskeletal, tanyakan juga tentang riwayat kesehatan masa lalu.
2. Riwayat dirawat di RS
3. Riwayat keluarga, diet.
4. Aktivitas sehari-hari, jenis pekerjaan, jenis alas kaki yang digunakan
5. Permasalahan dapat saja baru diketahui setelah klien ganti baju, membuka kran dll.
B. DATA OBYEKTIF
C. PROSEDUR DIAGNOSTIK
2. Nyeri :
3. Spasme otot
TRAKSI
________________________________________
PRINSIP PEMASANGAN TRAKSI
BEBAN TRAKSI
1. Dewasa = 5 – 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB
JENIS TRAKSI
1. Traksi kulit Buck’s
• Traksi yang paling sederhana dan dipasang untuk jangka waktu yang pendek.
• Indikasi :
o Untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum dioperasi
o Digunakan pada anak.
• Komplikasi :
o Perban elastis dapat mengganggu sirkulasi
o Timbul alergi kulit
o Dapat timbul ulserasi akibat tekanan pada maleolus
o Pada lansia, traksi yang berlebihan dapat merusak kulit yang rapuh.
2. Traksi Russell’s
• Modifikasi dari traksi Buck’s
• Digunakan untuk fraktur lutut
• Digunakan pada orang dewasa
• Komplikasi :
o Perlu bedrest → decubitus, pneumoni
o Penderita bergerak, beban turun → traksi tidak adekuat
o Infeksi
3. Cervical traksi
• Digunakan pada fraktur cervical, maxillaries, clavicula
• Beban 4-6 pounds
• Komplikasi :
o Dapat terjadi gangguan integritas kulit
o Alergi
o Klien tidak nyaman dan melelahkan
4. Pelvic traksi
• Digunakan pada dislokasi dan fraktur pelvis, fraktur tulang belakang
WINDOWS
Dilakukan untuk :
1. Memeriksa luka
2. Membuka jahitan
3. Memeriksa adanya penekanan
4. Membuang/mengangkat benda asing
5. mengurangi penekanan.
PEMBUKAAN
1. Dibuat garis terlebih dahulu
2. Mata gergaji hanya memotong benda yang keras
3. Pemotongan dihentikan bila pasien merasa kepanasan
4. Selama pemotongan, mata gergaji ditekan dengan lembut
5. Pada saat memotong, anggota ekstremitas harus disangga.
6. Cuci dan keringkan, beri pelembab
7. Ajarkan aktivitas bertahap.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT
EGC. Jakarta.
Deskripsi
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot (muskulo) dan tulang-tulang yang
membentuk rangka (skelet). Otot adalah jaringan tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi
kimia menjadi energi mekanik (gerak). Sedangkan rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang-
tulang yang memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap dan posisi.
1. Kerangka tubuh
2. Proteksi
Sistem muskuloskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang
tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang dibentuk oleh tulang-
tulang kostae (iga).
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan perpindahan tempat.
4. Hemopoesis
5. Deposit Mineral
Pertumbuhan Tulang
Tulang mencapai kematangannya setelah pubertas dan pertumbuhan seimbang hanya sampai usia 35
tahun. Berikutnya mengalami percepatan reabsorpsi sehingga terjadi penurunan massa tulang sehingga
pada usila menjadi rentan terhadap injury. Pertumbuhan dipengaruhi hormon & mineral.
Penyusun Tulang
Tulang disusun oleh sel-sel tulang yang terdiri dari osteosit, osteoblast dan osteoklast serta matriks
tulang. Matriks tulang mengandung unsur organik terutama kalsium dan fosfor.
Struktur Tulang
Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa (jaringan berongga) dan pars
kompakta (bagian yang berupa jaringan padat). Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa
(periosteum); lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam
kanalikuli tulang kompak.
Membran periosteum berasal dari perikondrium tulang rawan yang merupakan pusat osifikasi.
Periosteum merupakan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum mengandung osteoblas (sel
pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat
melekatnya otot-otot rangka (skelet) ke tulang dan berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan
dan reparasi tulang rusak.
Pars kompakta teksturnya halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit rongga dan lebih
banyak mengandung kapur (Calsium Phosfat dan Calsium Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan
kuat. Kandungan tulang manusia dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan anak-
anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih banyak mengandung serat-serat
sehingga lebih lentur.
Tulang kompak paling banyak ditemukan pada tulang kaki dan tulang tangan.
Pars spongiosa merupakan jaringan tulang yang berongga seperti spon (busa). Rongga tersebut diisi oleh
sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang
yang disebut trabekula.
1. Sistem Havers (saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh darah, aliran limfe)
2. Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris).
3. Lacuna (ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan–lempengan yang mengandung sel tulang).
4. Kanalikuli (memancar di antara lacuna dan tempat difusi makanan sampai ke osteon).
Bentuk Tulang
Sistem skelet disusun oleh tulang-tulang yang berjumlah 206 buah. Berdasarkan bentuknya, tulang-
tulang tesebut dikelompokkan menjadi :
1. Ossa longa (tulang panjang): tulang yang ukuran panjangnya terbesar, contohnya os humerus dan os
femur.
2. Ossa brevia (tulang pendek): tulang yang ukurannya pendek, contoh: ossa carpi.
3. Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yg ukurannya lebar, contoh: os scapula.
Tulang rawan berkembang dari mesenkim membentuk sel yg disebut kondrosit. Kondrosit menempati
rongga kecil (lakuna) di dalam matriks dgn substansi dasar seperti gel (berupa proteoglikans) yg
basofilik. Kalsifikasi menyebabkan tulang rawan tumbuh menjadi tulang (keras).
1. Hialin Cartilago : matriks mengandung seran kolagen; jenis yg paling banyak dijumpai.
2. Elastic Cartilago : serupa dg tl rawan hialin tetapi lebih banyak serat elastin yang mengumpul pada
dinding lakuna yang mengelilingi kondrosit
3. Fibrokartilago: tidak pernah berdiri sendiri tetapi secara berangsur menyatu dengan tulang rawan
hialin atau jaringan ikat fibrosa yang berdekatan.
Sendi (Artikulatio)
Sendi merupakan persambungan antar tulang yang menjadikan tulang menjadi fleksibel dalam
pergerakan.
Jenis Sendi
1. Synarthroses
Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas atau bahkan tidak dapat bergeak sama sekali. Sendi ini
dijumpai pada tulang tengkorak dimana lempeng-lempeng tulang tengkorak disambungkan oleh elemen
fibrosa.
2. Amphiarthroses
Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas. Jaringan berupa diskus fibrocartilage yang lebar dan
pipih menghubungkan antara dua tulang. Umumnya bagian tulang yang berada pada sisi persendian
dilapisi oleh tulang rawan hialin dan struktur keseluruhan berada dalam kapsul. Beberapa contoh sendi
ini adalah: sendi vertebra, dan simfisis pubis.
3. Diarthroses
Sendi ini memiliki pergerakan yang luas. Umumnya dijumpai pada sendi-sendi ekstremitas. Dijumpai
adanya celah sendi, rawan sendi yang licin dan membran sinovium serta kapsul sendi.
1. Sendi Fibrosa
Sendi fibrosa dihubungkan oleh jaringan fibrosa. Terdapat dua tipe sendi fibrosa; (1) Sutura diantara
tulang tulang tengkorak dan (2) sindesmosis yang terdiri dari suatu membran interoseus atau suatu
ligamen di antara tulang. Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas.
Ruang antar sendinya diisi oleh tulang rawan dan disokong oleh ligamen dan hanya dapat sedikit
bergerak. Ada dua tipe sendi kartilaginosa yaitu sinkondrosis adalah sendi sendi yang seluruh
persendiannya diliputi oleh rawan hialin. Sendi sendi kostokondral adalah contoh dari sinkondrosis.
Simfisis adalah sendi yang tulang tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago antara tulang dan
selapis tipis rawan hialin yang menyelimuti permukaan sendi. Contoh sendi kartilago adalah simfisis
pubis dan sendi sendi pada tulang punggung.
Sendi ini dilengkapi oleh kartilago yang melicinkan permukaan sendi, kapsul sendi (kantung sendi),
membran sinovial (bagian dalam kapsul), cairan sinovial yang berfungsi sebagai pelumas dan ligamen
yang berfungsi memperkuat kapsul sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak
berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap tiap sendi normal relatif kecil (1
sampai 3 ml).
Otot (Muskulus)
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi energi
mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi untuk menggerakkan rangka. Ada 3 jenis otot yaitu otot
jantung, otot polos dan otot rangka.
Otot Rangka
Otot rangka bekerja secara volunter (secara sadar atas perintah dari otak), bergaris melintang, bercorak
dan berinti banyak di bagian perifer. Secara anatomis terdiri dari jaringan konektif dan sel kontraktil.
Setiap otot dilapisi jaringan konektif yang disebut epimisium. Otot rangka disusun oleh fasikula yang
merupakan berkas otot yang terdiri dari beberapa sel otot. Setiap fasikula dilapisi jaringan konektif yang
disebut perimisium dan setiap sel otot dipisahkan oleh endomisium.
IN THE NAME OF ALLAH, THE MOST GRACIOUS AND THE MOST MERCIFUL
SKELETAL SYSTEM
MUSKULOSKELETAL SYSTEM
.
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang dapat disebabkan oleh trauma
benda tajam/tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, gigitan hewan, dan
lain-lain.
Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak tersebut adalah proses penyembuhan luka
yang dapat dibagi dalam 3 fase penyembuhan, yakni fase inflamasi (diawali dengan
hemostasis/pembekuan darah), fase proliferasi, dan fase perupaan kembali jaringan
(remodelling).
Sumber: http://terselubungsekali.blogspot.com/2011/02/luka-adalah-hilang-atau-rusaknya.html
PENYEMBUHAN LUKA
(WOUND HEALING)
DEFINISI
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau
gigitan hewan. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dapat
dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan penyudahan yang merupakan
perupaan kembali (remodeling) jaringan.
JENIS LUKA
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan
derajat luka.
a) Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses
peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak
terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
c) Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat
kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari
saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan
infeksi luka 10% – 17%.
d) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada
luka.
a) Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.
b) Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis
seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c) Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan
atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan
yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak
mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
d) Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
Gambar 1. Tingkat Kedalaman Luka
1. Luka akut: yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan
yang telah disepakati.
2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat
a) Luka insisi (Incised Wound), terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam. Missal yang
terjadi akibat pembedahan.
b) Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
c) Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d) Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti pisau yang masuk ke
dalam kulit dengan diameter yang kecil.
e) Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh
kawat.
f) Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada
bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan
melebar.
g) Luka bakar (Combustio), yaitu luka akibat terkena suhu panas seperti api, matahari, listrik,
maupun bahan kimia.
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya.
Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan
perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara
normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung
proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan
menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan.
Fase Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira – kira hari kelima.. pembuluh darah
yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha
menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan
reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling
melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari
pembuluh darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi.
Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine yang meningkatkan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai
vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik
reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu
hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).
Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah
(diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang
membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut
menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini disebut juga fase
lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin
yang amat lemah.
Fase Proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi
fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira – kira akhir minggu ketiga.
Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan
mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat
yang akan mempertautkan tepi luka.
Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan
pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast,
menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai 25%
jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena
ikatan intramolekul dan antar molekul.
Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan
berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi.
Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi
permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis.
Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat
bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan
menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia
dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan
dalam fase penyudahan.
Gambar 5. Fase Proliferasi
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang
berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang
baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan – bulan dan dinyatakan berkahir kalau
semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi
abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang,
kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut
sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis,
dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada
akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira – kira 80% kemampuan kulit
normal. Hal ini tercapai kira – kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.
KLASIFIKASI PENYEMBUHAN
Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar, seperti yang telah diterangkan tadi, berjalan
secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringan epitel.
Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam intentionem (Latin:
sanatio = penyembuhan, per = melalui, secundus = kedua, intendere = cara menuju kepada).
Cara ini biasanya makan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama
kalau lukanya menganga lebar.
Jenis penyembuhan yang lain adalah penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem,
yang terjadi bila luka segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Parutan yang
terjadi biasanya lebih halus dan kecil.
Namun, penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang terkontaminasi berat dan
/atau tidak berbatas tegas. Luka yang compang-camping atau luka tembak, misalnya, sering
meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan pertama sukar dikenal.
Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang
demikian akan dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu dan kemudian dibiarkan selama 4-
7 hari. Baru selanjutnya dijahit dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini umumnya disebut
penyembuhan primer tertunda.
Jika, setelah dilakukan debridement, luka langsung dijahit, dapat diharapkan penyembuhan
primer.
1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering
terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan
darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya
protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Pasien kurang nutrisi
memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin.
Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah
jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak
subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang
gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah
infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada
orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus.
Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan
kronik pada perokok.
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh
tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan
waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses
sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan
lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah
(pus).
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh
akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu
ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu
sendiri.
8. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak
dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa
luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi
penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap
infeksi luka.
KOMPLIKASI
Komplikasi Dini
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah
pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya
berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak
di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan,
infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin
tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering
dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan
berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian
cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah
terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah
irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk
menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami
dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen
meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan
balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan
perbaikan pada daerah luka.
Komplikasi Lanjut
Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam
proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan
melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan
intervensi bedah.