Anda di halaman 1dari 25

Beranda

Rabu, 16 Maret 2011


Traksi dan Gips
Diposkan oleh Amel_Lia
BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-
pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-
2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena
kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO,
juga menyebabkan kematian 125 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya
adalah remaja atau dewasa muda.
Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para
ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya
kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000)
fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa
fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang
yang berlebihan.
Ada beberapa cara yang digunakan dalam penanganan pertama pada kasus fraktur
diantaranya adalah dengan traksi dan gips. Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau
alat lain untuk menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Dengan tujuan untuk
menangani fraktur, dislokasim atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan
mempercepat penyembuhan. Sedangkan gips merupakan salah satu pengobatan konservatif
pilihan (terutama pada fraktur) dan dapat digunakan di daerah terpencil dengan hasil yang cukup
baik bila cara pemasangan, indikasi, kontraindikasi serta perawatan setelah pemasangan
diketahui dengan baik.


1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui berbagai macam jenis traksi.
2. Untuk mengetahui prinsip dan mekanisme traksi.
3. Untuk mengetahui cara-cara pemasangan GIPS.
4. Untuk mengetahui kelebihan, kekurangan dan perawatan GIPS.

1.3. Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengetahui berbagai macam jenis traksi.
2. Mahasiswa mampu mengetahui prinsip dan mekanisme traksi.
3. Mahasiswa mampu mengetahui cara-cara pemasangan GIPS.
4. Mahasiswa mampu mengetahui kelebihan, kekurangan dan perawatan GIPS.
BAB II
PEMBAHASAN


2.1. Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani
kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot.
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan untuk
meminimalkan spame otot, untuk mereduksi, mensjajarkan, dan mengimubilisasi fraktur; untuk
mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan
tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek
terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi harus dihilangkan.
Kadang, traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis
tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama berkontraksi
terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis tarikan tersebut dikenal sebagai vektor gaya.
Resultanta gaya tarikan yang sebenarnya terletak di tempat di antar kedua garis tarikan tersebut.
Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar-X, dan mungkin diperlukan
penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk
memperoleh gaya tarikan yang diinginkan.

B. Traksi pada tulang
Traksi pada tulang biasanya menggunakan kawat Krischner (K-wire) atau batang dari
Steinmann lokasi-lokasi tertentu, yaitu :
Proksimal tibia.
Kondilus femur.
Olekranon.
Kalkaneus (jarang dilakukan karena komplikasinya).
Traksi pada tengkorak.
Trokanter mayor.
Bagian distal metakarpal.

J enis-jenis traksi tulang
Traksi tulang dengan menggunakan kerangka dari Bohler Braun pada fraktur orang dewasa
(gambar b.1).
Thomas splint dengan pegangan lutut atau alat traksi dari Pearson (gambar b.2).
Traksi tulang pada olekranon, pada fraktur humerus (gambar b.3).
Traksi yang digunakan pada tulang tengkorak misalnya Gradner Well Skull Calipers, Crutchfield
cranial tong (gambar b.4).

I ndikasi penggunaan traksi tulang :
Apabila diperlukan traksi yang lebih berat dari 5 kg.
Traksi pada anak-anak yang lebih besar.
Pada fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik atau komunitif.
Fraktur-faktur tertentu pada daerah sendi.
Fraktur terbuka dengan luka yang sangat jelek dimana fiksasi eksterna tidak dapat dilakukan.
Dipergunakan sebagai traksi langsung pada traksi yang sangat berat misalnya dislokasi panggul
yang lama sebagai persiapan terapi definitif.
Komplikasi traksi tulang :
Infeksi, misalnya infekis melalui kawat/pin yang digunakan.
Kegagalan penyambungan tulang (nonunion) akibat traksi yang berlebihan.
Luka akibat tekanan misalnya Thomas splint pada tuberositas tibia.
Parese saraf akibat traksi yang berlebihan (overtraksi) atau bila pin mengenai saraf.

. GIPS
2.2.1. Pemasangan GIPS (plaster of Paris)
Gips merupakan suatu bahan kimia yang pada saat ini tersedia dalam lembaran dengan
komposisi kimia (CaSO4)2 H2O + 3 H2O = 2 (SaSO42H2O) dan bersifat anhidrasi yang dapat
mengikat air sehingga membuat kalsium sulfat hidrat menjadi solid/keras. Pada saat ini sudah
tersedia gips yang sangat ringan.
Pemasangan gips merupakan salah satu pengobatan konservatif pilihan (terutama pada
fraktur) dan dapat dipergunakan di daerah terpencil dengan hasil yang cukup baik bila cara
pemasangan, indikasi, kontraindikasi serta perawatan setelah pemasangan diketahui dengan baik.
2.2.2. Bentuk-bentuk Pemasangan GIPS
Beberapa bentuk pemasangan gips yang dapat dilakukan adalah :
1. Bentuk lembaran sehingga gips menutup separuh atau dua pertiga lingkaran permukaan anggota
gerak.
2. Gips lembaran yang dipasang pada kedua sisi antero-posterior anggota gerak sehingga
merupakan gips yang hampir melingkar.
3. Gip sirkuler yang dipasang lengkap meliputi seluruh anggota gerak.
4. Gips yang ditopang dengan besi atau karet dan dapat dipakai untuk menumpu atau berjalan pada
patah tulang anggota gerak bawah (gambar 2.1.2).




Gambar 2.1.2. Gambar skematis gips yang dapatdipakai untuk menumpu atau berjalan

2.2.3. Indikasi
Indikasi pemasangan gips adalah :
1. Untuk pertolongan pertama pada faktur (berfungsi sebagai bidal).
2. Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri misalnya gips korset pada
tuberkulosis tulang belakang atau pasca operasi seperti operasi pada skoliosis tulang belakang.
3. Sebagai pengobatan definitif untuk imobilisasi fraktur terutama pada anak-anak dan fraktur
tertentu pada orang dewasa.
4. Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya pada talipes ekuinovarus kongenital atau
pada deformitas sendi lutut oleh karena berbagai sebab.
5. Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.
6. Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu setelah suatu operasi
misalnya pada artrodesis.
7. Imobilisas setelah operasi pada tendo-tendo tertentu misalnya setelah operasi tendo Achilles.
8. Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai atau protesa.
2.2.4. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
1. Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.
2. Gips patah tidak bisa digunakan.
3. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.
4. Jangan merusak atau menekan gips.
5. Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/ menggaruk.
6. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.
2.2.5. Kelebihan
Kelebihan pemakaian gips adalah :
1. Mudah didapatkan.
2. Mura dan mudah dipergunakan oleh setiap dokter.
3. Dapat diganti setiap saat.
4. Dapat dipasang dan dibuat cetakan sesuai bentuk anggota gerak.
5. Dapat dibuat jendela/lubang pada gips untuk membuka jahitan atau perawatan luka selama
imobiliasi.
6. Koreksi secara bertahap jaringan lunak dapat dilakukan membuat sudut tertentu.
7. Gips bersifat rediolusen sehingga pemeriksaan foto rontgen tetap dapat dilakukan walaupun gips
terpasang.
8. Merupakan terapi konservatif pilihan untuk menghindari operasi.
2.2.6. Kekurangan
Di samping kelebihannya, terdapat pula beberapa kekurangan pemakaian gips yang perlu
diperhatikan yaitu :
1. Pemasangan gips yang ketat akan memberikan gangguan atau tekanan pada pembuluh darah,
saraf atau tulang itu sendiri.
2. Pemasangan yang lama dapat menyebabkan kekakuan pada sendi dan mungkin dapat terjadi.
a. Disus osteoporosis dan atrofi.
b. Alergi dan gatal-gatal akibat gips.
c. Berat dan tidak nyaman dipakai oleh penderita.
2.2.7. Perawatan Gips
Hal-hal yang perlu diperhatikan setelah pemasangan gips adalah :
1. Gips tidak boleh basah oleh air atau bahan lain yang mengakibatkan kerusakan gips.
2. Setelah pemasangan gips harus dilakukan follow u yang teratur, tergantung dari lokalisasi
pemasangan.
3. Gips yang mengalami kerusakan atau lembek pada beberapa tempat, harus diperbaiki.

2.3. Asuhan Keperawatan pada Traksi
2.3.1. Pengkajian
1. Status neurovascular
Misal : - Warna
- Suhu
- Pengisian kapiler
- Kemampuan bergerak
- Edema
- Denyut nadi
2. Kulit
Misal : - Dekubitus
- Kerusakan jaringan kulit.
3. Fungsi respirasi
Misal : - Frekuensi
- Reguler/irregular
4. Fungsi gastrointestinal
Misal : - Konstipasi
- Dullness
5. Fungsi perkemihan
Misal : - Retensi urine
- ISK
6. Fungsi kardiovbaskuler
Misal : - HR
- TD
- Perfusi ke daerah traksi.
- Akral dingin.
7. Status nutrisi
Misal : - Anoreksia.


2.3.2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan traksi atau immobilisasi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilisasi.
3. Kurang perawatan diri makan, hygiene, toileting, berhubungan dengan traksi.
2.3.3. Intervensi
Dx. 1 : 1. Kaji skala nyeri.
2. Bantu klien melakukan mobilisasi pada ekstremitas yang tidak
ditraksi.
3. Anjurkan klien melakukan teknik distraksi dan relaksasi
4. Kolaborasi pemberian analgesic.
Dx. 2 : 1. Kaji respon klien terhadap aktifitas.
2. Kaji TT setelah melakukan aktifitas.
3. Mengajarkan gerak aktif pasif.
4. Monitor tonus otot.
Dx. 3 : 1. Bantu klien belajar memenuhi kebutuhan dirinya seperti makan, mandi,
berpakaian dan toileting selama diimobilisasi dalam alat traksi.
2. Bantu klien mengembangkan secara kreatif rutinitas yang akan
memaksimalkan kemandirian pasien.
2.3.4. Komplikasi yang dapat timbul :
1. Dekubitus.
2. Kongesti paru/pneumonia.
3. Konstipasi dan anoreksia.
4. Stasis dan ISK.
5. Trombosis vena profunda.
2.3.5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Menunjukkan pemahaman program traksi.
a. Menjelaskan tujuan traksi.
b. Berpartisipasi dalam rencana perawatan.
2. Memperlihatkan berkurangnya ansietas.
a. Tampak relaks.
b. Menggunakan mekanisme koping efektif.
c. Mengekspresikan keprihatinan dan perasaannya.
3. Menyebutkan peningkatan tingkat kenyamanan.
a. Kadang-kadang meminta analgesia oral.
b. Mengubah posisi sendiri sesering mungkin.
4. Melakukan aktivitas perawatan diri
- Memerlukan sedikit bantuan pada saat makan, mandi, berpakaian, defekasi, dan urinasi.
5. Menunjukkan mobilitas yang meningkat.
a. Melakukan latihan yang dianjurkan.
b. Menggunakan alat bantu dengan aman.
6. Tidak memperlihatkan adanya komplikasi.
a. Kulit utuh.
b. Paru-peru bersih.
c. Tidak mengeluh nafas pendek.
d. Batuk tidak produktif.
e. Pola defekasi teratur.
f. Nafs makan normal.
g. Urine jernih, kuning, cair dengan jumlah yang memadai.
h. Tak menunjukkan tanda dan gejala trombosis vena profunda.

DAFTAR PUSTAKA

Gabriel. JF. dr. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta : EGC.

http://askep.askeb.blogspot.com.

Rasjad, Chairuddin, Prof. MD,PhD. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar : Binatang
Lamumpatue.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart. Jakarta :
EGC.

Traksi/Asuhan Keperawatan. Bingars Weblog.com.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAKSI
Definisi Traksi :
Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh.
Indikasi :
1. Pada pasien dengan fraktur dan atau dislokasi.
Tujuan :
1. mobilisasi tulang belakang servikal
2. reduksi dislokasi / subluksasi
3. distraksi interforamina vertebre
4. mengurangi rasa nyeri
5. mengurangi deformitas
Jenis-jenis traksi :
1. traksi lurus / langsung
2. traksi suspensi seimbang
3. traksi kulit/skelet
4. traksi manual
Komplikasi
decubitus
kongesti paru / pneumonia
konstipasi
anoreksia
stasis & ISK
trombosis vena profunda
ASKEP
1. Pengkajian
status neurology
kulit (decubitus, kerusakan jaringan kulit)
fungsi respirasi (frekuensi, regular/irregular)
fungsi gastrointestinal (konstipasi, dullness)
fungsi perkemihan (retensi urine, ISK)
fungsi cardiovaskuler (HR, TD, perfusi ke daerah traksi, akral dingin)
status nutrisi (anoreksia)
nyeri
Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan traksi/ imobilisasi
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penata laksanaan medis
3. Resiko konstipasi berhubungan dengan imobilisasi
Intervensi :
Dx, 1 :
pengkajian nyeri
Bantu klien melakukan mobilisasi pada ekstremitas yangf tidak ditraksi
Anjurkan klien melakukan teknik distraksi dan relaksasi
Kolaborasi pemberian analgesic
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAKSI
Definisi Traksi :
Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh.
Indikasi :
1. Pada pasien dengan fraktur dan atau dislokasi.
Tujuan :
1. mobilisasi tulang belakang servikal
2. reduksi dislokasi / subluksasi
3. distraksi interforamina vertebre
4. mengurangi rasa nyeri
5. mengurangi deformitas
Jenis-jenis traksi :
1. traksi lurus / langsung
2. traksi suspensi seimbang
3. traksi kulit/skelet
4. traksi manual
Komplikasi
decubitus
kongesti paru / pneumonia
konstipasi
anoreksia
stasis & ISK
trombosis vena profunda
ASKEP
1. Pengkajian
status neurology
kulit (decubitus, kerusakan jaringan kulit)
fungsi respirasi (frekuensi, regular/irregular)
fungsi gastrointestinal (konstipasi, dullness)
fungsi perkemihan (retensi urine, ISK)
fungsi cardiovaskuler (HR, TD, perfusi ke daerah traksi, akral dingin)
status nutrisi (anoreksia)
nyeri
Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan traksi/ imobilisasi
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penata laksanaan medis
3. Resiko konstipasi berhubungan dengan imobilisasi
Intervensi :
Dx, 1 :
pengkajian nyeri
Bantu klien melakukan mobilisasi pada ekstremitas yangf tidak ditraksi
Anjurkan klien melakukan teknik distraksi dan relaksasi
Kolaborasi pemberian analgesic
Dx. 2
kaji respon klien terhadap aktifitas
kaji TTV setelah melakukan aktifitas
mengajarkan gerak aktif pasif
monitor tonus otot
Dx. 3
kaji pola defekasi
jelaskan pentingnya diet tinggi serat
ajarkan bowel training
rubah posisi sesering mungkin
dorong intake cairan peroral 6-10 gelas perhari.
DISLOKASI
Definisi :
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara
anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth)
Kelurnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu
kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000)
Klasifikasi :
1. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
3. Dislokasi traumatic
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami
stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena
mengalami pengerasan)
Etiologi :
1. Tidak diketahui
2. Faktor predisposisi
1. akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
2. Trauma akibat kecelakaan.
3. Trauma akibat pembedahan ortopedi
4. Terjadi infeksi disekitar sendi.
Manifestasi Klinis
1. Nyeri
2. perubahan kontur sendi
3. perubahan panjang ekstremitas
4. kehilangan mobilitas normal
5. perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6. deformitas
7. kekakuan
Pemeriksaan diagnostic
1. foto X-ray
untuk menentukan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur.
2. foto roentgen
Penata laksanaan :
1. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan
anastesi jika dislokasi berat.
2. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke
rongga sendi.
3. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan
dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
4. beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X
sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
5. memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
Askep :
1. Pengkajian
1. identitas dan keluhan utama
2. riwayat penyakit lalu
3. riwayat penyakit sekarang
4. riwayat masa pertumbuhan
5. pemeriksaan fisik terutama masalah persendian : nyeri, deformitas,
fungsiolesa mis: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat
mobilisasi
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk
tubuh.
3. Intervensi
Dx 1
kaji skala nyeri
berikan posisi relaks pada Px
ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
kolaborasi pemberian analgesic
Dx 2
kaji tingkat mobilisasi Px
berikan latihan ROM
anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukan
Dx. 3
Bantu Px mengungkapkan rasa cemas atau takutnya
Kaji pengetahuan Px tentangh prosedur yang akan dijalaninya.
Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani Px
Dx 4
kaji konsep diri Px
kembangkan BHSP dengan Px
Bantu Px mengungkapkan masalahnya
Bantu Px mengatasi masalahnya.
kaji respon klien terhadap aktifitas
kaji TTV setelah melakukan aktifitas
mengajarkan gerak aktif pasif
monitor tonus otot
Dx. 3
kaji pola defekasi
jelaskan pentingnya diet tinggi serat
ajarkan bowel training
rubah posisi sesering mungkin
dorong intake cairan peroral 6-10 gelas perhari.
DISLOKASI
Definisi :
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara
anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth)
Kelurnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu
kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000)
Klasifikasi :
1. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
3. Dislokasi traumatic
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami
stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena
mengalami pengerasan)
Etiologi :
1. Tidak diketahui
2. Faktor predisposisi
1. akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
2. Trauma akibat kecelakaan.
3. Trauma akibat pembedahan ortopedi
4. Terjadi infeksi disekitar sendi.
Manifestasi Klinis
1. Nyeri
2. perubahan kontur sendi
3. perubahan panjang ekstremitas
4. kehilangan mobilitas normal
5. perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6. deformitas
7. kekakuan
Pemeriksaan diagnostic
1. foto X-ray
untuk menentukan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur.
2. foto roentgen
Penata laksanaan :
1. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan
anastesi jika dislokasi berat.
2. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke
rongga sendi.
3. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan
dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
4. beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X
sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
5. memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
Askep :
1. Pengkajian
identitas dan keluhan utama
riwayat penyakit lalu
riwayat penyakit sekarang
riwayat masa pertumbuhan
pemeriksaan fisik terutama masalah persendian : nyeri, deformitas,
fungsiolesa mis: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat
mobilisasi
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk
tubuh.
3. Intervensi
Dx 1
kaji skala nyeri
berikan posisi relaks pada Px
ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
kolaborasi pemberian analgesic
Dx 2
kaji tingkat mobilisasi Px
berikan latihan ROM
anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukan
Dx. 3
Bantu Px mengungkapkan rasa cemas atau takutnya
Kaji pengetahuan Px tentangh prosedur yang akan dijalaninya.
Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani Px
Dx 4
kaji konsep diri Px
kembangkan BHSP dengan Px
Bantu Px mengungkapkan masalahnya
Bantu Px mengatasi masalahnya.

. Etiologi:
Menurut Apley dan Salomon (1995), tulang bersifat relative rapuh namun cukup mempunyai kekuatan
gaya pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat disebabkan oleh
- Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, kontraksi otot
ekstrim.
- Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
- Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.

D. Patofisiologis :
Jenis fraktur :
-Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran
-Fraktur inkomplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
-Fraktur tertutup (fraktur simple), tidak menyebabkan robekan kulit.
-Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrana
mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi : Grade I dengan luka bersih kurang dari 1
cm panjangnya dan sakit jelas, Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif dan Grade
III, yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensi, merupakan yang paling
berat.
Penyembuhan/perbaikan fraktur :
Bila sebuah tulang patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari tulang dan
terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan
membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang premitif (osteogenik) berdeferensiasi
menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan mensekresi fosfat yang akan merangsang deposisi
kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas,
bertemu dengan lapian kalus dari fragmen yang satunya dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen terus
berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas
menyebrangi lokasi fraktur.Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani
transformasi metaplastikuntuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan mengalami re-
modelling dimana osteoblas akan membentuk tulang baru sementara osteoklas akan menyingkirkan
bagian yanng rusak sehingga akhirnya akan terbentuk tulang yang menyerupai keadaan tulang aslinya

H. Penanganan fraktur
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi dan kekuatan
normal dengan rehabilitasi.
-Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode
dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung
sifat fraktur
-Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujung saling
behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan
dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi internal
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
-Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi atau di pertahankan
dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui,
pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang
berperan sebagai bidai inerna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di
butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18
minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
-Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang
dan jaringan lunak, yaitu ;
-Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
-Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
-Memantau status neurologi.
-Mengontrol kecemasan dan nyeri
-Latihan isometrik dan setting otot
-Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
-Kembali keaktivitas secara bertahap.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :
-Imobilisasi fragmen tulang.
-Kontak fragmen tulang minimal.
-Asupan darah yang memadai.
-Nutrisi yang baik.
-Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
-Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.
-Potensial listrik pada patahan tulang.
I. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1.Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur)
2.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang
3. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, tekanan dan disuse
4. Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan aktivitas
5. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive
6.Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi,
terbatasnya kognitif

RENPRA FRAKTUR
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Nyeri akut b/d
agen injuri fisik,
fraktur
Setelah dilakukan
Asuhan keperawatan .
jam tingkat kenyamanan
klien meningkat, tingkat
nyeri terkontrol dg KH:
Klien melaporkan nyeri
berkurang dg scala 2-3
-Ekspresi wajah tenang
klien dapat istirahat
dan tidur
v/s dbn
Manajemen nyeri :
1. Kaji nyeri secara komprehensif ( lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi ).
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak
nyamanan.
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
4. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
8. Kolaborasi untuk pemberian analgetik untuk
mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analgetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi.
Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis
optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri
muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek
samping.

2 Resiko
terhadap
cidera b/d
kerusakan
neuromuskuler,
tekanan dan
disuse
Setelah dilakukan
askep jam terjadi
peningkatan Status
keselamatan Injuri fisik
dgn KH :
Bebas dari cidera
Mampu mencegah
cidera

Memberikan posisi yang nyaman untuk Klien:
-Berikan posisi yang aman untuk pasien dengan
meningkatkan obsevasi pasien, beri pengaman tempat tidur
-Periksa sirkulasi perifer dan status neurologi
-Menilai ROM pasien
-Menilai integritas kulit pasien.
-Libatkan banyak orang dalam memindahkan pasien, atur
posisi pasien yang nyaman

3 Sindrom defisit
self care b/d
kelemahan,
fraktur
Setelah dilakukan akep
jam kebutuhan ADLs
terpenuhi dg KH:
-Pasien dapat
-melakukan aktivitas
sehari-hari.
-Kebersihan diri pasien
terpenuhi

Bantuan perawatan diri
-Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri
-Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian,
toileting dan makan
-Beri bantuan sampai pasien mempunyai kemapuan untuk
merawat diri
-Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
-Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai kemampuannya
-Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

4 Risiko infeksi
b/d imunitas
tubuh primer
menurun,
prosedur
invasive,
fraktur
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
jam tidak terdapat
faktor risiko infeksi
dan infeksi terdeteksi
dg KH:
-Tdk ada tanda-tanda
infeksi
-AL normal ( < 10.000 )
-Suhu normal ( 36 37
C )
Kontrol infeksi :
-Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
-Batasi pengunjung bila perlu.
-Intruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan
saat berkunjung dan sesudahnya.
-Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.
-Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan.
-Gunakan baju, masker dan sarung tangan sebagai alat
pelindung.
-Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan
alat.
-Lakukan perawatan luka, drainage, dresing infus dan dan
kateter sesuai kebutuhan.
-Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
-Kolaborasi untuk pemberian antibiotik sesuai program.
-Jelaskan tanda gejala infeksi dan anjurkan u/ segera lapor
petugas
-Monitor V/S

Proteksi terhadap infeksi
-Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
-Monitor hitung granulosit dan WBC.
-Monitor kerentanan terhadap infeksi..
-Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
-Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase.
-Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
-Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip jika perlu-
-Anjurkan untuk istirahat yang cukup.
-Dorong peningkatan mobilitas dan latihan sesuai indikasi
5 Kerusakan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan patah
tulang
Setelah dilakukan
askep jam terjadi
peningkatan Ambulasi
:Tingkat mobilisasi,
Perawtan diri Dg KH :
-Peningkatan aktivitas
fisik
Terapi ambulasi
-Kaji kemampuan pasien dalam melakukan ambulasi
-Kolaborasi dg fisioterapi untuk perencanaan ambulasi
-Latih pasien ROM pasif-aktif sesuai kemampuan
-Ajarkan pasien berpindah tempat secara bertahap
-Evaluasi pasien dalam kemampuan ambulasi

Pendidikan kesehatan
-Edukasi pada pasien dan keluarga pentingnya ambulasi
dini
-Edukasi pada pasien dan keluarga tahap ambulasi
-Berikan reinforcement positip atas usaha yang dilakukan
pasien.

6 Kurang
pengetahuan
tentang
penyakit dan
perawatannya
b/d kurang
paparan
terhadap
informasi,
keterbatan
kognitif
Setelah dilakukan
askep . Jam
pengetahuan klien
meningkat dg KH:
-Klien dapat
mengungkapkan
kembali yg dijelaskan.
-Klien kooperatif saat
dilakukan tindakan
Pendidikan kesehatan : proses penyakit
-Kaji pengetahuan klien.
-Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda gejala serta
komplikasi yang mungkin terjadi
-Berikan informasi pada keluarga tentang perkembangan
klien.
-Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang
tindakan yang akan dilakukan.
-Diskusikan pilihan terapi
-Berikan penjelasan tentang pentingnya ambulasi dini
-jelaskan komplikasi kronik yang mungkin akan muncul

Anda mungkin juga menyukai