Anda di halaman 1dari 13

PEMERIKSAAN PADA

MUSKULOSKELETAL
B. PEMERIKSAAN PADA
MUSKULOSKELETAL
1. Pemeriksaan diagnosa
kelainan pada sistem muskuloskeletal dapat diketahui dengan melakukan diagnosa. Pemeriksaan
diagnostik pada muskuloskeletal yaitu sebagai berikut :
a) Sinar X : digunakan untuk menggambarkan kepadatan tulang , tekstur , erosi dan perubahan
persendian. Sinar X sendi sendi dilakukan untuk menunjukkan adanya cairan , iregulitas ,
penyempitan dan perybahan struktur sendi
b) CT scan : dilakukan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang
sulit di evaluasi
c) Arthrosentesis : dilakukan untuk memperoleh cairan sinovial ( cairan sendi ) untuk keperluan
pemeriksaan. Cairan sinovial yang normal yaitu berwarna jernih dan volumenya sedikit. Cairan
sinovial yang dapat diperiksa meliputi volume , warna , kejernihan dan adanya bekuan musin.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendiagnosis arthritis , atrhofi , inflamasi , dan hematrosis
yang mengarah pada trauma.
d) Biopsi : dilakukan untuk menentukan struktur dan komposisi tulang , otot dan sinovium. Selain
itu juga digunakan untuk menentukan jenis penyakit tertentu. Tindakan setelah biopsi yaitu
dengan memantau adanya edema , pendarahan dan nyeri dengan memberikan kompres es.
e) Skintigrafi tulang : dilakukan untuk menggambarkan derajat sejauh mana matriks tulang
mengambil isotop radiosktif khusus tulang yang diinjeksikan ke dalam sistem tersebut.
Skintigrafi tulang digunakan pada pasien dengan jenis penyakit patah tulang
2. Pemeriksaan laboratorium
pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan mengambil sampel
darah pasien. Pemeriksaan darah lengkap yang meliputi kadar
hemoglobin dan leukosit. Pemeriksaan pembekuan darah juga
harus dilakukan untuk mendeteksi kecenderungan pendarahan.
3. Pemeriksaan fisik
pemeriksaan fisik pada sistem tulang dan otot dilakukan dengan
beberapa prosedur medis diantaranya adalah sebagai berikut :
Lanjutan pemeriksaan fisik
a. Otot
pemeriksaan otot dapat dilakukan sebagai berikut :
 Melakukan inspeksi ukuran adanya atrofi dan hipertrofi otot
 Melakukan palpasi atau periksa raba pada otot istirahat dan
pada otot kontraksi untuk mengetahui kelemahan otot
 Melakukan pemeriksaan kekuatan otot dengan meminta pasien
menarik atau mendorong tangan pemeriksa dan
membandingkan antara tangan kiri dan tangan kanan
 Mengamati kekuatan otot dengan memberi penahanan pada
anggota ekstrimitas ( anggota gerak ) , minta pasien menahan
tangan atau kaki dan pemeriksa menatiknya dari yang lemah
hingga yang kuat
b. Tulang
pemeriksaan tulang dilakukan dengan mengamati kenormalan
dan keabnormalan susunan tulang kemudian melakukan palpasi
untuk mengetahui ada tidaknya nyeri tekan pada tulang.
c. Sendi
pemeriksaan fisik pada sendi dilakukan dengan cara sbb:
 Melakukan inspeksi kesemua bagian persendian untuk
mengetahui ada tidaknya kelainan pada sendi
 Melakukan palpasi atau periksa raba untuk mengetahui ada
tidaknya nyeri tekan pada persendian
 Kaji range of motion dilakukan dengan meminta pasien
menggerakkan sendi secara abduksi – adduksi , rotasi , fleksi –
ekstensi , dan lain – lain.
4. Diagnosa dan intervensi keperawatan pada sistem
muskuloskeletal
beberapa diagnosa pada sistem muskuloskeletal yaitu :
a) Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan spasme ( kaku )
otot refleks sekunder akibat fraktur
b) Konstipasi berhubungan dengan penurunan sekunder akibat
imobilitas
c) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan
daya tahan sekunder akibat fraktur
Intervensi atau tindakan berhubungan dengan trauma jaringa dan
spasme ( kaku otot ) refleks sekunder akibat fraktur dilakukan
dengan cara sbb :
a) kaji jenis dan lokasi nyeri pada pasien
b) akui adanya nyeri dan beri informasi mengenai analgetika yang
tersedia
c) Modifikasi lingkungan
d) memberikan analgesik sesuai resep
e) evaluasi respon pasien sesuai resep
f) evalusasi respons pasien terhadap nyeri
g) berikan posisi yang nyaman bagi pasien
5. Tingkatan pencegahan primer , tersier dan sekunder.
a) pencegahan primer dilakukan dengan imunisasi , pendidikan
kesehatan , olahraga dan perubahan gaya hidup. Selain itu
mengkonsumsi makanan dengan kalsium yang cukup , latihan
fisik dan pengamanan usia lanjut dari resiko jatuh , serta hati –
hati dalam penggunaan obat
b) Pencegahan sekunder dilakukan dengan konsumsi kalsium , dan
latihan fisik.
c) pencegahan tersier dilakukan dengan tidak membiarkan pasien
imobilitas ( tidak beraktivitas ) terlalu lama , memberikan obat
dan rehabilitasi medis.
6. Penanggulangan trauma
a. Pembidaian
 merupakan pertolongan pertama pada bagian tubuh yang
mengalami cidera
 Tujuannya untuk mencegah terjadinya gerakan pada daerah yang
sakit , mempertahankan posisi nyaman , mengistirahatkan
bagian tubuh yang cidera dan mempercepat proses
penyembuhan.
 Bidai ada tiga jenis :
1. bidai keras ( menggunakan kayu ) ,
2. bidai improvisasi misalnya dengan menggunakan koran ,
majalah , karton
3. bidai traksi
Langkah – langkah dalam pembidaian
a. menyiapkan alat dan bahan
b. Apabila pasien memiliki fraktur terbuka , hentikan pendarahan dahulu
dan lakukan penutupan luka dengan kasa steril dan membalutnya
c. Bidang harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah , sebelum di
pasang di ukur terlebih dahulu pada sendi yang sehat
d. bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan dan menggunakan
bantalan diantara bagian yang patah agar tidak terjadi kerusakan
jaringan dan penekanan saraf
e. Mengikat bidai dengan kain dimulai dari sebelah atas dan bawah
fraktur. Setiap ikatan tidak boleh menyilang tepat di atas fraktur
f. Ikatan tidak terlalu ketat dan kendor dan disesuaikan dengan
keseluruhan tubuh yang fraktur sehingga tidak dapat bergerak
g. Jika memungkinkan anggota gerak yang fraktur di tinggikan posisinya
setelah pembidaian selesai
b. Penatalaksanaan pasien dengan gips
teknik pemasangan gips adalah sbb
1. menyiapkan pasien dan menyiapkan alat – alat untuk pemasangan gips
2. Bersihkan daerah yang akan dipasang gips dengan dicuci , dikeringkan dan beri
krim kulit
3. Sokong bagian tubuh yang akan digips
4. Pasang sponge rubs ( bahan yang menyerap keringat ) pada bagian tubuh tersebut
5. Masukkan gips pada baskom berisi air , rendam beberapa saat sampai gelembung –
gelembung udara di dalam gips keluar. Peras gips untuk mengurangi kadar air
6. Pasang gips secara merata pada bagian tubuh. Balutlah gips secara melingkar mulai
dari distal ( bawah ) ke proksimal ( atas )
7. Setelah pemasangan haluskan tepinya kemudian bersihkan partikel bahan gips pada
kulit yang terpasang gips
8. Sokong gips selama pengeringan dan pergeseran dengan telapak tangan , jangan
meletakkan bagian tubuh yang terpasang gips pada permukaan yang keras atau tepi
yang tajam , hindari tekanan pada gips
c. Penatalaksanaan pasien dengan traksi
Traksi adalah menarik bagian tubuh ataupun extremitas ( alat gerak ) yang
mengalami fraktur. Pemasangan traksi bertujuan untuk :
 mengurangi dislokasi ( bergesernya tulang sendi )
 mempertahankan kesejajaran tulang
 mengurangi spasme otot
 mengistirahatkan bagian yang sakit / trauma agar tidak terjadi kerusakan
pada jaringan lunak.

1. Perlengkapan traksi
berikut macam – macam perlengkapan traksi
 rangka di atas kepala yang berubungan dengan tempat tidur , rumah
sakit dan terdapat alat untuk mengaitkan traksi
 trapeze , digunakan oleh pasien untuk bergerak di tempat tidur
 kasur yang keras , digunakan untuk mempertahankan kesejajaran tubuh
 tali , katrol , gantungan pemberat , pemberat
Klasifikasi traksi
1. Manual traksi : traksi yang di tarik manual oleh tangan
seperti pada pemasangan gip.
2. Skin traksi atau traksi kulit yaitu : menarik bagian tubuh
dimana traksi tersebut menempel pada bagian kulit atau
dimana terjadi akibat beban menarik tali spons karet atau
bahan kanvas yang di lekatkan pada kulit. traksi kulit
biasanya digunakan bila daya tarik yang diperlukan kecil
3. Traksi skeletal : menarik bagian tubuh dimana traksi
tersebut menempel pada tulang dan menarik langsung
tulang , traksi ini lebih kuat gaya tarikannya.

Anda mungkin juga menyukai