Anda di halaman 1dari 12

“LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG

TINDAKAN BIDAI DAN BALUTAN”

DISUSUN OLEH :

RADA SRIMUTIA

1714201164

Dosen Pembimbing :

Ns, Aldo Yuliano. M,Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES PERINTIS PADANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


A. Teknik Bidai
1. Pengertian
Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma sistem
muskuloskeletal untuk mengistirahatkan ( immobilisasi) bagian tubuh kita yang
mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat.
Pembidaian adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh yang
mengalami cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel
sebagai fixator/imobilisator.
2. Tujuan Pemasangan Bidai
a. Mencegah pergerakan tulang yang patah (mempertahankan posisi patah tulang)
b. Mencegah bertambahnya perlukaan pada patah tulang
c. Mengurangi rasa sakit/ nyeri
d. Mengistirahatkan daerah patah tulang (immobilisasi)
3. Indikasi Pemasangan Bidai
a. Pada klien patah tulang terbuka dan tertutup
b. Dislokasi persendian
4. Kontra Indikasi Pembidaian
Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan
sirkulasi penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau
gangguan persyarafan yang berat pada distal daerah fraktur, jikaada resiko
memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit, sebaiknyapembidaian tidak perlu
dilakukan.
5. Persyaratan bidai yang baik
a. Terbuat dari bahan yang kaku (papan, triplek, dll)
b. Cukup panjang untuk immobilisasi persendian diatas dan dibawah fraktur
c. Cukup luas untuk kesesuaian anggota tubuh secara nyaman
d. Bagian yang menempel tubuh dilapisi dengan kapas dan dibalut dengan verban
6. Macam-Macam Bidai
a. Bidai Keras (Rigid Splint)
Jenis ini terbuat dari bahan yang keras, umumnya terbuat dari kayu, alumunium,
karton, plastik atau bahan lain yang kuat dan ringan. Pada dasarnya merupakan bidai
yang paling baik dan sempurna dalam keadaan darurat. Kesulitannya adalah
mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan. Contoh: bidai kayu, bidai
udara, bidai vakum.
b. Bidai Traksi (Traction Splint)
Traction splint bergunauntuk immobilisasi, dan mengurangi nyeri. Bentuk ini
dirancang untuk fraktur ekstremitas bawah. Splint ini menyebabkanimmobilisasi paha
dengan melakukan tarikan pada ekstremitas dengan menggunakan counter traction
terhadap ischium dan sendi panggul. Traksi ini akan mengurangi terjadinya spasme
pada otot. Jika traksi ini tidak dilakukan akan meebabkan nyeri hebat karenaujung
tulang akan saling bersinggungan. Ad banyak tipe dan design dari splint yang cocok
untuk traksi ekstremitas bawah, tetapi harus hati-hati dan teliti untuk mencegah tarikan
yang terlalu besar sehingga dapat menyebabkan gangguan sirkulasi pada kaki. Contoh:
bidai traksi tulang paha.
c. Soft Splint
Jenis ini terbuat dari bahan yang lembut. Jenis soft splint meliputi splint udara,
bantal, dan mitella. Soft splint sebaiknya tidak dipergunakan pada fraktur angulasi,
karenakan meningkatkan tekanan secara otomatis. Saat akan menggunakan splint
udara, harus secara rutin diperiksa tekananya untuk memastikan bahwa splint tidak
terlalu kencang/ kendor.Splint udara baik untuk fraktur pada lengan bawah dan
tungkai bawah. Splint udara berguna untuk memperlambat perdarahan, tetapi dapat
meingkatkan tekanan seperti peningkatan suhu/tekanan. Kelemahan dari splint udara
adalah nadi tidak daat di monitor bilasplint terpasang, dapat menimbulkan sindrom
kopartemen dan menimbulkan sakit pada kulit dan nyeri bila dibuka.
Bantal adalah splint yang baik untuk trauma pada lutut atau kaki dan digunakan
untuk stabilisasi dislokasi bahu. Mitela adalah sangat baik untuk fiksasi trauma
klavikula, bahu, lengan atas, siku, dan kadang-kadang telapak tangan. Beberapa
trauma pada ahu menyebabkan bahu tidak dapat di dekatkan pada dinding dada tanpa
menggunakan paksaan. Dalam kasus ini bantal digunakan untuk menjembatani gap
yang ada antara dinding dada dan lengan atas.
7. Komplikasi Pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa
ditimbulkan oleh tindakan pembidaian :
a. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh ujung
fragmen fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada
bagian tubuh yang mengalami fraktur saat memasang bidai.
b. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat.
8. Prinsip Pembidaian
a. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera;
b. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus
dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang;
c. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan. (proksimal dan distal daerahfraktur).
Sendi yang masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan di atas patah
tulang. Sebagai contoh, jika tungkai bawahmengalami fraktur, maka bidai harus
bisa mengimobilisasi pergelangan kaki maupun lutut.
9. Persiapan Pasien
a. Diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan dan keadaan
10. Persiapan Alat
a. Pelindung diri (masker/sarung tangan)
b. Bidai dengan ukuran sesuai kebutuhan
c. Kasa steril dan desinfektan
d. Verban/ Mitella
9. Pelaksanaan pemasangan splinting
a. Petugas menggnakan masker da sarung tangan
b. Petugas 1 mengangkat daerah yang akan di pasang bidai
c. Petugas 2 meletakkan bidai melewati dua persendian anggota gerak
d. Jumlah dan ukuran bidai yang dipakai disesuaikan dengan lokasi patah tulang
e. Petugas 1 mempertahankan posisi, sementara petugas 2 mengikat bidai.
f. Pengikatan tidak boleh terlalu kencang atau kendor
g. Mengatur posisi klien, sesuaikan dengan kondisi luka
h. Pada fraktur terbuka atau tertutup dengan luka, rawat luka terlebih dahulu dan
tutup luka dengan kasa steril
i. Mencatat respon dan tindakan yang telah dilakukan dalam catat perawat.
11. Hal-hal yang perlu diperhatikan
a. Respon/keluhan pasien
b. Observasi tekanan darah, nadi dan pernafasan.
c. Pengikatan tidak boleh terlalu kencang/ longgar
d. Observasi vaskularisasi daerah dital
12. Cara Pemasangan Bidai
1. Bidai Pada Kasus Patah Tulang Lengan Atas
Tulang lengan atas hanya ada sebuah dan berbentuk tulang panjang. Tanda-
tanda patah pada tulang panjang baik lengan maupun tungkai antara lain: nyeri tekan
pada tempat yang patah dan terdapat nyeri sumbu. Nyeri sumbu adalah rasa nyeri
yang timbul apabila tulang itu ditekan dari ujung ke ujung.

Tindakan pertolongan
a. Pasanglah bidai di sepanjang lengan atas dan berikan balutan untuk
mengikatnya. Kemudian dengan siku terlipat dan lengan bawah merapat ke dada,
lengan digantungkan ke leher.
b. Apabila patah tulang terjadi di dekat sendi siku, biasanya siku tidak dapat dilipat.
Dalam hal ini dipasang juga bidai yang meliputi lengan bawah, dan biarkan
lengan dalam keadaan lurus tanpa perlu digantungkan ke leher.
2. Bidai pada Kasus Patah Tulang Lengan Bawah
Lengan bawah memiliki dua batang tulang panjang, satu di sisi yang searah
dengan ibu jari dan yang satu lagi di sisi yang searah dengan jari kelingking.
Apabila salah satu ada yang patah maka yang yang lain dapat bertindak sebagai
bidai, sehingga tulang yang patah itu tidak beranjak dari tempatnya. Meski demikian
tanda-tanda patah tulang panjang tetap ada
Tindakan pertolongan:
a. Pasanglah sepasang bidai di sepanjang lengan bawah. Bidai ini dapat dibuat dari
dua bilah papan, dengan sebilah papan di sisi luar dan sebilah lagi di sisi dalam
lengan. Dapat pula dipergunakan bidai dengan setumpuk kertas koran membungkus
lengan.
b. Berikan alas perban antara lengan dan bidai untuk mengurangi rasa sakit.
c. Ikat bidai-bidai tersebut dengan pembalut
d. Periksa apakah ikatan longgar atau terlalu keras menjepit lengan sehingga pasien
merasa lengannya menjadi lebih sakit.
e. Gantugkan lengan yang patah ke leher dengan memakai mitella.
3. Bidai pada Kasus Patah Tulang Paha
Seperti pada tulang lengan atas maka paha hanya memiliki sebatang tulang panjang,
sehingga tanda-tanda patah tulang paha tidak jauh berbeda dengan pada lengan atas.

Tindakan pertolongan:
Sepasang bidai dipasang memanjang dari pinggul hingga ke kaki.
1. Apabila bagian yang patah berada di bagian atas paha maka bidai sisi luar harus
dipasang sampai pinggang.

2. Apabila bagian yang patah berada di bagian bawah paha maka bidai cukup
sampai panggul.
B. Teknik Membalut Pada Klien Cedera
1. Pengertian
Luka dan patah tulang akibat kecelakaan atau trauma merupakan salah satu
kondisi yang sering terjadi. Dan pertolongan luka yang paling sering dapat dilakukan
pertama adalah dengan melakukan pembalutan.
2. Prinsip Membalut
Ialah untuk menahan sesuatu agar tidak bergeser dai tempatnya.
3. Tujuan Pembalutan Ialah
1. Mempertahankan bidai, kasa penutup dan lain-lain
2. Immobilisasi, dengan menunjang bagian tubuh yang cedera dan menjaga agar
bagian tubuh yang yang cedera tidak bergerak
3. Sebagai penekan untuk menhentikan perdarahan dan menahan pembengkakan
4. Mempertahankan keadaan asepsis.
4. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membalut
a. Balutan harus rapi dan menutup luka.
b. Balutan tidak terlalu longgar karena pembalut akan bergeser terutama pada bagian
yang bergerak. Tetapi juga tidak terlalu kencang karenadapat mengganggu
peredaran darah atau menyebabkan nyeri. Periksa tiap 15 menit untuk mengetahui
apakah balutan terlalu kencang dengan memeriksa bagian distal anggota tubuh yang
dibalut (pucat/ sianosis, nyeri yang timbul setelah dibalut, teraba dingin tersa baal
dan kesemutan (parestesi)
c. Simpul balutan yang rata agar tidak menekan kulit dan simpul balutan dilakukan
pada sisi yang tidak mengalami injuri.
5. Macam-macam pembalut
a. Plester
Plester biasanya dipergunakan untuk menutup luka yang telah diberi antiseptik,
juga dapat dipakai merekatkan penutup luka dan difiksasi pada sendi yang terkilir.
b. Pembalut segitiga (Mitella)
Pembalut segitiga disebut juga mitella yang terbuat dari kain segitiga sama kaki,
dengan ukuran panjang kakinya masing-masing 90 cm. Fungsinya untuk
menggantung bagian tubuh dan menggantung lengan yang cedera.
c. Pembalut pita
Pembalut pita dapat terbuat dari kain katun, kain planel, kain kasa (verban), bahan
elastik (elastik verban). Ukuran pembalut pita bermacam-macam meliputi 2,5 cm
(untuk membalut jari-jari), 5 cm (untuk membalut pergelangan tangan dan kaki), 7,5
cm (untuk membalut kepala, lengan, betis), 10 cm (untk membalut paha dan pinggul)
dan 15 cm (untuk membalut dada, punggung dan perut).
6. Cara melakukan pembalutan
Secara umum untuk melakukan pembalutan diperlukan prosedur sbagai berikut:
a. Menanyakan penyebab luka atau bagaimana luka tersebut terjadi
b. Memperhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan berdasar pada masalah
berikut:
1. Bagian tubuh yang mana
2. Apakah ada luka terbuka atau tidak
3. Bagaimana luas luka
4. Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu
Jika ada luka terbuka, maka sebelum dibalut perlu diberi desinfektan atau di balut
dengan pembalut yang mengandung desinfektan. Demikian pula jika terjadi dislokasi,
maka perlu dilakukan reposisi terlebih dahulu.
c. Memperhatikan bentuk bagian tubuh yang akan dibalut, yaitu:
1. Bentuk bulat seperti kepala
2. Bentuk silinder seperti leher
3. Bentuk krucut seperti lengan bawah dan tungkai atas
4. Bentuk pesendian yang tidak teratur
d. Memilih jenis pembalut yang akan dipergunakan
e. Menentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Membatasi pergeseran gerak bagian tubuh yang difiksasi
2. Sesedikit mungkin membatasi gerak bagian tubuh yang lain
3. Mengusahakan posisi balutan yang paling nyaman untuk kegiatan pokok pasien
4. Tidak mengganggu peredaran darah (misalnya pada alutan berlapis, maka lapis
yang paling bawah diletakkan sebelah distal)
5. Balutan diusahakan tidak mudak mudah lepas atau kendor
f. Membalut luka/ cedera sesuai dengan jenis pembalut yang dipilih
1. Cara membuat dengan pita ( gulung)
a. Berdasar pada besar bagian tubuh yang akan dibalut, maka dipilih pembalut pita
dengan ukuran Iebar yang sesuai.
b. Pembalutan biasanya dibuat beberapa lapis, dimulai dari salah satu ujung yang
dibalutkan mulai dari proksimal bergerak ke distal untuk menutup sepanjang
bagian tubuh yang akan dibalut, kemudian dari distal ke proksimal dibebatkan
dengan arah bebatan saling menyilang dan tumpang tindih antara bebatan yang
satu dengan bebatan berikutnya.
c. Kemudian ujung pembalut yang pertama diikat dengan ujung yang lain
secukupnya.
Beberapa teknik penggunaan pembalut pita antara lain :
1. Balutan sirkuler ( spiral bandage)
Digunakan untuk membalut bagian tubuh yang berbentuk silinder

2. Balutan pucuk rebung ( soiral reverse bandage )


Digunakan untuk membalut tubuh yang berbentuk kerucut
3. Balutan angka delapan (figure of eight)
Teknik balutan yang dapat digunakan pada hampir semua bagian tubuh,
terutama pada daerah persendian. Pada kasus terkilir, ligamentum yang sering
robek ialah yang terletak di lateral, karena itu kaki diletakkan dalam posisi
eversi/rotasi eksterna untuk mengistirahatkan dan mendekatkan kedua ujung
ligamentum tersebut baru kemudian dibalut.

4. Balutan rekurens (recurrent bandage)


Balutan ini dapat dilakukan pada kepala atau ujung jari, misalnya pada luka
di puncak kepala.

2. Cara membalut dengan mitella


Dalam kasus pertolongan pertama, pembalut segitiga sangat banyak gunanya,
sehingga dalam perlengkapan medis pertolongan pertama pembalut jenis ini
sebaiknya disediakan lebih dari satu macam.
a. Membalut dada

b. Membalut sendi siku atau sendi lutut

c. Menggendong lengan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai