Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN KRITIS

TENTANG
“ SINDROMA GUILAND BARE (SGB) ”

OLEH :

JULIA FITRI
(1714201154)

Dosen Pembimbing :
Ns. Lisa Mustika Sari, M. Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES PERINTIS PADANG

TAHUN AJARAN 2019/2020


LAPORAN PENDAHULUAN

SINDROMA GUILAND BARE

A. Pengertian
Guillaine Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit autoimun yang menimbulkan
peradangan dan kerusakan mielin (material lemak, terdiri dari lemak dan protein yang
membentuk selubung pelindung di sekitar beberapa jenis serat saraf perifer). Gejala
dari penyakit ini mula-mula adalah kelemahan dan mati rasa di kaki yang dengan
cepat menyebar menimbulkan kelumpuhan. Penyakit ini perlu penanganan segera
dengan tepat, karena dengan penanganan cepat dan tepat, sebagian besar sembuh
sempurna (Inawati, 2010)
Sindrom Guillain-Barré (SGB) merupakan sekumpulan sindrom yang
termanifestasikan sebagai inflamasi akut poliradikuloneuropati sebagai hasil dari
kelemahan dan penurunan refleks dengan berbagai variasi klinis yang ditemukan
(Andary, 2017).
SGB merupakan onset akut, gangguan sistem saraf perifer monofasik yang
dimediasi oleh imun (Meena, Khadilkar, & Murthy, 2011).
SGB merupakan poliradikuloneuropati dari sifat autoimun yang akut dan
sering menjadi parah (Willison, Jacobs, & Doorn, 2015).
Menurut Centers of Disease Control and Prevention / CDC (2012), Guillain
Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem kekebalan seseorang
menyerang sistem syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot bahkan apabila parah
bisa terjadi kelumpuhan. Hal ini terjadi karena susunan syaraf tepi yang
menghubungkan otak dan sumsum belakang dengan seluruh bagian tubuh kita rusak.
Kerusakan sistem syaraf tepi menyebabkan sistem ini sulit menghantarkan rangsang
sehingga ada penurunan respon sistem otot terhadap kerja sistem syaraf.
Terdapat enam subtipe sindroma Guillain-Barre, yaitu:
1. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP)
Merupakan jenis GBS yang paling banyak ditemukan, dan sering
disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang
membrane sel Schwann.
2. Sindroma Miller Fisher (MFS)
Merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai
paralisis desendens, berlawanan dengan jenis GBS yang biasa terjadi. Umumnya
mengenai otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala, yakni
oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1b dalam 90%
kasus.
3. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik Cina
Menyerang nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan Meksiko.
Hal ini disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang aksoplasma saraf
perifer. Penyakit ini musiman dan penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat.
Didapati antibodi Anti-GD1a, sementara antibodi Anti-GD3 lebih sering
ditemukan pada AMAN.
4. Neuropati aksonal sensorimotor akut (AMSAN)
Mirip dengan AMAN, juga menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga
menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson yang berat. Penyembuhan
lambat dan sering tidak sempurna.
5. Neuropati panautonomik akut
Merupakan varian GBS yang paling jarang; dihubungkan dengan angka
kematian yang tinggi, akibat keterlibatan kardiovaskular dan disritmia.
6. Ensefalitis batang otak Bickerstaff’s (BBE)
Ditandai oleh onset akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran,
hiperefleksia atau refleks Babinski (menurut Bickerstaff, 1957; Al-Din et al.,1982).
Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun diikuti fase remisi dan relaps. Lesi
luas dan ireguler terutama pada batang otak, seperti pons, midbrain, dan medulla.
Meskipun gejalanya berat, namun prognosis BBE cukup baik.
B. Etiologi
 Penyebab dari GBS sampai sekarang tidak diketahui, namun mekanisme
patogenetik mencakup demielinisasi inflamasi dengan berbagai kerusakan akson
pada sistem saraf perifer. Namun penyakit ini juga diantarai oleh berbagai proses
autoimun seperti Cytomegalo Virus (CMV),  Epstein-barrVirus,  Mycoplasma
Pneumonia dan  Compylobacter Jejuni (Ginsberg, 2005:192).
Kebanyakan klien mengalami infeksi umum dalam 3 minggu sebelum timbul
gejala GBS dan faktanya infeksi tersebut yang akhirnya memicu terjadinya GBS.
Paling banyak klien dengan sindroma ini ditimbulkan oleh adanya infeksi pernapasan
dan gastrointestinal 1 sampai 4 minggu sebelum terjadinya serangan neurologik. Pada
beberapa keadaan dapat terjadi setelah vaksinasi dan pembedahan. Ini juga dapat
diakibatkan oleh infeksi virus primer, reaksi imun, dan beberapa proses lain, atau
sebuah kombinasi proses. Salah satu hipotesis menyatakan bahwa infeksi virus
menyebabkan reaksi auoimun yang menyerang myelin saraf perifer  (Smeltzer,
2001:2248).
Keadaan pencetus yang yang paling sering dilaporkan adalah
infeksi Campylobacter jejuni, yang secara khas menyebabkan penyakit
gastrointestinal yang ditandai dengan diare, nyeri abdomen, dan demam (Price dan
Wilson, 2005:1152). Bagian proksimal saraf cenderung paling sering terserang, dan
akar saraf dalam ruang subarakhoid biasanya terpengaruh oleh infeksi virus tersebut
(Smeltzer, 2001:2248). Akibat tersering dari kejadian ini adalah virus atau inflamasi
merubah sel dalam sistem saraf sehingga sistem imun mengenali sel tersebut sebagai
sel asing (Price dan Wilson, 2005:1152).
C. Manifestasi Klinis
a. Gangguan Motorik
Kelemahan otot secara ascending dengan paralisis flaksid dan atropi
Kesulitan berjalan
   Menurun atau tidak adanya refleks tendon dalam
   Gangguan pernapasan (dispnea, menurunya bunyi napas, menurunya
tidal volume dan vital capacity)
Kehilangan kontrol bowel dan bladder.
b. Gangguan Sensorik
Parasthesia
Nyeri (kram)
c. Kerusakan saraf Keinial
Kelemahan otot wajah
  Dysphagia
  Diplopia
  Kerusakan saraf karnial (IX,X,XI,XII)
d. Gangguan Darah Tidak Stabil
Tekanan darah tidak stabil
  Kardidak Distritmia
   Takhikardi.
D. Patofisiologi

Tidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat
menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa
sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang
disebut sebagai penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda
asing dan organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai
menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan
akson itu sendiri.  
Terdapat sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba
menyerang saraf, namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan
bahwa organisme (misalnya infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah keadaan
alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel
asing. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel imun, seperti halnya
limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi
bersama dengan limfosit B akan memproduksi antibodi melawan komponen-
komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksi dari myelin.
Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis;
berfungsi sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu
selubung yang dikenal sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang
terbungkus plastik. Selubung myelin bersifat insulator  dan melindungi sel-sel saraf.
Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang
ditransmisikan.  Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat ditransmisikan pada
kecepatan lebih dari 50 km/jam.
Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak
diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan
daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada
daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan
semakin lambat.
Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi
terhadap adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun
virus. Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta
merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit, sehingga terjadi inflamasi pada saraf.
Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang akan mempengaruhi sel
Schwan, yang seharusnya membentuk materi lemak penghasil myelin. Dengan
merusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada waktu bersamaan,
myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring dengan serangan yang
berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap. Saraf motorik, sensorik,
dan otonom akan diserang; transmisi sinyal melambat, terblok, atau terganggu;
sehingga mempengaruhi tubuh penderita.
Hal ini akan menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan
melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan.  Untungnya, fase ini bersifat
sementara, sehingga apabila sistem imun telah kembali normal, serangan itu akan
berhenti dan pasien akan kembali pulih.
Seluruh saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan
medulla spinalis, merupakan bagian dari sistem saraf perifer, yakni terdiri dari saraf
kranialis dan saraf spinal. Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari otak dan
medulla spinalis, menuju dan dari otot, organ, serta kulit. Tergantung fungsinya, saraf
dapat diklasifikasikan sebagai saraf perifer motorik, sensorik, dan otonom
(involunter).
Pada GBS, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga muncul kerusakan
sementara pada saraf perifer, dan timbullah gangguan sensorik, kelemahan yang
bersifat progresif, ataupun paralisis akut. Karena itulah GBS dikenal sebagai
neuropati perifer.
GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi.
Bila selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal
saraf yang melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi
abnormal ataupun kelemahan. Ini adalah tipe demyelinasi; dan prosesnya sendiri
dinamai demyelinasi primer.
Akson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2.
Selubung myelin berbentuk bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam beberapa
lapis. Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi
sekunder; hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila akson
ini putus, sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih lanjut,
sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol oleh saraf
tersebut. Tipe ini terjadi paling sering setelah gejala diare, dan memiliki prognosis
yang kurang baik, karena regenerasi akson membutuhkan waktu yang panjang
dibandingkan selubung myelin, yang sembuh lebih cepat.
Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada
penderita diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung saraf.
Saraf-saraf perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi, namun,
saraf-saraf kranialis dapat juga ikut terlibat.
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Lumbar Puncture : memperlihatkan fenomena klasik dari tekanan normal dan
jumlah sel darah putih yang normal, dengan peningkatan protein nyata
dalam 4-6 minggu. Biasanya peningkatan protein tersebut tidak akan tampak
pada 4-5 hari pertama, mungkin diperlukan pemeriksaan seri pungsi lumbal
(perlu diulang untuk dalam beberapa hari).
2. Elektromiografi : hasilnya tergantung pada tahap dan perkembangan sindrom
yang timbul. Kecepatan konduksi saraf diperlambat pelan. Fibrilasi (getaran
yang berulang dari unit motorik yang sama) umumnya terjadi pada fase akhir.
3. Darah lengkap : terlihat adanya leukositosis pada fase awal.
4. Fotorontgen : dapat memperlihatkan berkembangnya tanda-tanda dari gangguan
pernapasan, seperti atelektasis, pneumonia.
5. Pemeriksaan fungis paru : dapat menunjukan adanya penurunan kapasitas vital,
volume tidal, dan kemampuan inspirasi.
G. Komplikasi
Gagal napas
aspirasi makanan atau cairan ke dalam paru
pneumonia
meningkatkan resiko terjadinya infeksi
trombosis vena dalam
paralisa permanen pada bagian tubuh tertentu
dan kontraktur pada sendi
bahkan bisa mengakibatkan kematian.
H. Penatalaksanaan
a. Pengobatan imunosupresan:
1) Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan.
Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
2)  Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
a)   6 merkaptopurin (6-MP)
b)   Azathioprine
c)   cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit
kepala.
b. Plasmaferesis
Beberapa penderita dapat memberi manfaat yang besar, terutama untuk kasus
yang akut. Di negara-negera barat, plasmaferesis mulai sering dilakukan namun
demikian belum diperoleh kesimpulan yang pasti. Dengan cara ini plasma sejumlah
200-250ml/kgbb dalam 4-6x pemberian selang waktu sehari diganti dengan cairan
yang berisi kombinasi garam dan 5% albumin. Plasmaparesis atau plasma
exchange bertujuan untuk mengeluarkan factor autoantibodi yang beredar.
c. Perawatan umum dan fisioterapi
Perawatan yang baik sangat penting dan terutama di tujukan pada perawatan
sulit, kandung kemih. Saluran pencernaan, mulut,faring dan trakea.infeksi paru dan
saluaran kencing harus segera di obati. Respirasi di awasi secara ketat, terhadap
perubahan kapasitas dan gas darah yang menunjukan permulaan kegagalan
pernapasan. Setiap ada tanda kegagalan pernapasan maka penderita harus segera di
bantu dengan pernapasan buatan. Jika pernapasan buatan di perlukan untuk waktu
yang lama maka trakeotomi harus di kerjakan fisioterapi dada secara teratur untuk
mencegah retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan pasti pada kaki lumpuh
mencegah deep voin trombosis spientmungkin di perlukan untuk mempertahankan
posisi anggota gerak yang lumpuh, dan kekakuan sendi di cegah dengan gerakan
pasif. Segera setelah penyembuhan mulai fase rekonfaselen maka fisioterapi aktif
di mulai untuk melati dan meningkatkan kekuatan otot.
d. Roboransia saraf dapat diberikan terutama secara parenteral. Apabila terjadi
kesulitan menguyah atau menelan,sebagai akibat kelumpuhan otot-otot wajah dan
menelanmaka perlu dipasang pipa hidung-lambung (nasogastric tube) untuk dapat
memenuhi kebutuhan makanan dan cairan.
e. Manfaat kortikosteroid  untuk sindrom guillain-barre masih kontroversial, namun
demikian apabila keadaan menjadi gawat akibat terjadinya paralisis otot-otot
pernafasan maka kortikosteroid dosis tinggi dapat diberikan. Pemberian
kortikosteroid ini harus diiringi dengan kewaspadaan terhadap efek samping yang
mungkin terjadi.
I. Pengkajian Keperawatan
1. Airway
Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah
hidung dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus, dan paru. Sehingga
penilaian jalan nafas(Airway) pada korban yang pertama kali adalah :
 Mendengarkan apakah ada suara tambahan
 Apakah jalan nafas terbuka
 Lindungi C-spin
2. Breathing (Pernapasan)
Pernapasan adalah proses menggerakkan udara masuk dan keluar dari paru
-paru untuk memfasilitasi pertukaran gas dengan lingkungan internal tubuh, terutama
dengan memasukkan oksigen dan membuang karbon dioksida. Untuk menilai
seseorang bernafas secara normal dapat dilihat dari berapa kali seseorang
bernapas dalam satu menit, secara umum:
 Frekuensi atau jumlah pernapasan 12-20x/menit (dewasa), anak (20-
30x/menit), bayi (30-40x/menit)
 Dada sampai mengembang
3. Sirkulasi
Dalam sistem sirkulasi, jantung berfungsi untuk memompa darah dan kerjanya
sangat berhubungan erat dengan sistem pernafasan.
Tanda :
 Hippertensi ( nyeri akut ).
 Hipotensi
 Edema , asites
 Kulit pucat, dingin, berkeringat (vasokontriksi/ perpindahan cairan), ikterik.
4. Disability
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
Diberikan
 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitasawal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
 U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
5. Exposure
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien
diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk
dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan
telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien,
kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam
jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
 Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
 Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka
dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis.
J. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi pernafasan karena infeksi
saluran pernafasan dan yang paling sering ditemukan pada klien GBS adalah
penurunan frekuensi pernafasan karena melemahnya fungsi otot-otot pernafasan.
Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan Sindrom Guillain-Barre berhubungan
akumulasi secret dari infeksi saluran napas.
B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular pada klien Sindrom Guillain-Barre
menunjukkan bradikardia akibat penurunan perfusi perifer. Tekanan darah
didapatkan ortostatik hipotensi atan tekanan darah meningkat (hipertensi transien)
akibat penurunan reaksi saraf simpatis dan parasimpatis.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
Pengkajian Tingkat Kesadaran.
Pada klien Sindro Guillain Barre biasanya kesadaran klien komposmentis.
Apabila klien mengalami penurunan tingkat kesadaran makan penilaian GCS
sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
memonitoring pemberian asuhan.
Pengkajian Fungsi Serebral.
Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekpresi
wajah, dan aktifitas motorik klien. Pada klien Sindrom Guillain Barre tahap lanjut
disertai penurunan tingkat kesadaran biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
Pengkajian Saraf Kranial.
Pengkajian saraf cranial meliputi pengkajian saraf cranial I-XII.
 Saraf I. Biasanya pada klien Sindrom Guillain Barre tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman.
 Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
 Saraf III, IV, dan VI. Penurunan kemampuan membuka dan menutup
kelopak mata, paralisis okular.
 Saraf V. pada klien Sindrom Guillain Barre didapatkan paralisis wajah
sehingga mengganggu proses mengunyah.
 Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena
adanya paralisis unilateral.
 Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
 Saraf IX dan X. paralisis otot orofaring, kesulitan berbicara, mengunyah, dan
menelan. Kemampuan menelan kurang baik, sehingga mengganggu
pemenuhan nutrisi via oral.
 Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Kemampuan mobilisasi leher baik.
 Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
Pengkajian Sistem Motorik.
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada Sindrom
Guillain Barre tahap lanjut mengalami perubahan. Klien mengalami kelemahan
motorik secara umum sehingga mengganggu mobilitas fisik.
Pengkajian Refleks.
Pemeriksaan reflex propunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat reflex pada respons normal. Gerakan involunter : tidak
ditemukan adanya tremor, kejang, tic dan distonia.
Pengkajian Sistem Sensorik.
Parestesia (kesemutan kebas) dan kelemahan otot kaki, yang dapat berkembang ke
ektremitas atas, batang tubuh, dan otot wajah. Klien mengalami penurunan
kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu.
B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya
volume pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan
kelemahan otot-otot pengunyah serta gangguan proses menelan menyebabkan
pemenuhan via oral menjadi berkurang.
B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan
mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih
banyak dibantu oleh orang lain.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Pola Napas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Hambatan Upaya Napas,
Kelemahan otot pernapasan
2. Risiko Penurunan Curah Jantung Berhubungan Dengan Perubahan Frekuensi
Jantung dan Perubahan Irama Jantung
3. Defisit Nutrisi Berhubungan Dengan Kurangnya Asupan Makanan
4. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Gangguan Neuromuskular
L. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1. Pola Napas Tidak Setelah dilakukan O :
Efektif Berhubungan tindakan keperawatan - Monitor pola
Dengan Hambatan selama ... jam diharapkan napas
Upaya Napas, inspirasi atau ekspirasi - Monitor bunyi
Kelemahan otot yang memberikan napas tambahan
pernapasan ventilasi adekuat - Monitor sputum
membaik T:
Dengan kriteria hasil : - Pertahankan
- Ventilasi semenit kepatenan jalan
meningkat nafas
- Tekanan inspirasi - Posisikan semi
dan ekspirasi fowler atau
meningkat fowler
- Dispnea menurun - Berikan minum
- Penggunaan otot hangat
bantu napas - Lakukan
menurun fisioterapi dada
- Frekuensi napas - Lakukan
membaik pemghisapan
- Kedalaman napas lendir
membaik - Berikan
oksigen, jika
perlu
E:
- Anjurkan
asupan cairan
2000ml/hari
- Ajarkan teknik
batuk efektif

K:
- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan O :
Berhubungan tindakan keperawatan - Identifikasi
Dengan Kurangnya selama ... jam diharapkan status nutrisi
Asupan Makanan keadekuatan asupan - Identifikasi
nutrisi untuk memenuhi alergi dan
kebutuhan metabolisme intoleransi
membaik aktivitas
Dengan kriteria hasil : - Identifikasi
- Porsi makanan makanan yang
yang dihabiskan disukai
meningkat - Identifikasi
- Kekutan otot kebutuhan
pengunyah kalori dan jenis
meningkat nutrien
- Kekuatan otot - Monitor asupan
menelan makanan
meningkat T:
- Pengetahuan - Lakukan oral
tentang pilihan hygine sebelum
makanan yang makan
sehat meningkat - Fasilitasi
- Perasaan cepat menentukan
kenyang menurun pedoman diet
- Nyeri abdomen - Sajikan
menurun makanan secara
- Frekuensi makan menarik dan
membaik suhu yang
- Nafsu makan sesuai
membaik - Berikan
- Bising usus makanan tinggi
membaik protein dan
kalori
E:
- Anjurkan posisi
duduk
- Ajarkan diet
yang di
programkan
K:
- Kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelum makan
- Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis nutrien
yang dibutukan
3. Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan O :
Fisik Berhubungan tindakan keperawatan - Identifikasi
Dengan Gangguan selama .... jam adanya nyeri
Neuromuskular diharapkan kemampuan atau keluhan
dalam gerakan fisik dari fisik lainnya
satu atau lebih - Identifikasi
ekstremitas secara toleransi fisik
mandiri melakukan
Dengan kriteria hasil : ambulasi
- Pergerakan - Monitor
ekstremitas frekuensi
meningkat jantung dan
- Kekuatan otot tekanan darah
meningkat sebelum
- Rentang gerak memulai
(ROM) ambulasi
meningkat T:
- Nyeri menurun - Fasilitasi
- Kecemasan aktivitas
menurun ambulasi
- Kaku sendi dengan alat
menurun bantu
- Gerakan tidak - Fasilitasi
terkoordinasi melakukan
menurun mobilisasi fisik
- Gerakan terbatas E:
menurun - Jelaskan tujuam
- Kelemahan fisik dan prosedur
menurun ambulasi
- Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
- Anjurkan
ambulasi
sederhana
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi:Konsep. Klinik Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC
Parry G.J. 1993. Guillain-Barre Syndrome. New York : Theime Medical Publisher.
Israr, Y., dkk. 2009. Sindroma Guillaine-Barre. (http://www.Files-of-DrsMed.tk/
guillaine_barre_syndrome_files_of_drsmed.pdf), diakses pada 31 Mei 2016
Muttaqin, Arif. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperwatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Penerbit salemba medika. Jakarta
Andary, Michael T. (2017). Guillain-Barre Syndrome. Diakses pada
https://emedicine.medscape.com/article/315632-overview
Anonim.2006.Pengenalan Penyakit Guillain Barre Syndrome (GBS).
http://www.gauli.com/2006/05/31/pengenalan-penyakit-gbs/. Diakses pada tanggal 14
Februari 2013 pada pukul 18:21.

Mind Mapping Sindroma Guiland Bare


Definisi :

Sindrom Guillain-Barré (SGB) merupakan sekumpulan sindrom yang termanifestasikan sebagai


inflamasi akut poliradikuloneuropati sebagai hasil dari kelemahan dan penurunan refleks dengan berbagai
variasi klinis yang ditemukan (Andary, 2017).
Etiologi

Kebanyakan klien mengalami infeksi umum dalam 3 minggu sebelum timbul


gejala GBS dan faktanya infeksi tersebut yang akhirnya memicu terjadinya GBS.
Paling banyak klien dengan sindroma ini ditimbulkan oleh adanya infeksi
pernapasan dan gastrointestinal 1 sampai 4 minggu sebelum terjadinya serangan
neurologik. Pada beberapa keadaan dapat terjadi setelah vaksinasi dan
pembedahan. Ini juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus primer, reaksi imun,
dan beberapa proses lain, atau sebuah kombinasi proses. Salah satu hipotesis
menyatakan bahwa infeksi virus menyebabkan reaksi auoimun yang menyerang
myelin saraf perifer  (Smeltzer, 2001:2248).

Sindroma Guiland Bare

Manifestasi klinis
a. Gangguan Motorik
Kelemahan otot secara ascending dengan paralisis flaksid dan atropi
Kesulitan berjalan
  Menurun atau tidak adanya refleks tendon dalam
  Gangguan pernapasan (dispnea, menurunya bunyi napas, menurunya tidal volume dan vital capacity)
Kehilangan kontrol bowel dan bladder.
b. Gangguan Sensorik
Gagal napas
Parasthesia
Nyerimakanan
aspirasi (kram) atau cairan ke
c. Kerusakan saraf Keinial
dalam paru
Kelemahan otot wajah
pneumonia
 Dysphagia
meningkatkan
 Diplopia resiko terjadinya Lumbar Puncture
Komplikasi Pemeriksaan penunjang
infeksi
 Kerusakan saraf karnial (IX,X,XI,XII) Elektromiografi
trombosis vena dalam Darah lengkap
paralisa permanen pada bagian Foto rontgen
tubuh tertentu Pemeriksaan fungsi paru
dan kontraktur pada sendi
bahkan bisa mengakibatkan
kematian.
Penatalaksanaan

Pengobatan imunosupresan
- Imunoglobin IV
- Obat sitotoksik
Plasmaferesis
Perawatan umum dan fisioterapi
Roboransia saraf
Kortikosteroid

Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan
Masalah keperawatan
Defisit Nutrisi Berhubungan Gangguan Mobilitas Fisik
Pola Napas Tidak Efektif Dengan Kurangnya Asupan Berhubungan Dengan
Berhubungan Dengan Makanan Gangguan Neuromuskular
Hambatan Upaya Napas,
Kelemahan otot
pernapasan
O:
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan
intoleransi aktivitas
- Identifikasi makanan yang
O:
disukai
- Identifikasi adanya
- Identifikasi kebutuhan kalori
nyeri atau keluhan
dan jenis nutrien
O: fisik lainnya
- Monitor asupan makanan
- Monitor pola napas - Identifikasi
T:
- Monitor bunyi napas toleransi fisik
- Lakukan oral hygine sebelum
tambahan melakukan
makan
- Monitor sputum ambulasi
- Fasilitasi menentukan pedoman
T: - Monitor frekuensi
diet
- Pertahankan kepatenan jantung dan
- Sajikan makanan secara
jalan nafas tekanan darah
menarik dan suhu yang sesuai
- Posisikan semi fowler sebelum memulai
- Berikan makanan tinggi protein
atau fowler ambulasi
dan kalori
- Berikan minum hangat T:
E:
- Lakukan fisioterapi dada - Fasilitasi aktivitas
- Anjurkan posisi duduk
- Lakukan pemghisapan ambulasi dengan
- Ajarkan diet yang di
lendir alat bantu
programkan
- Berikan oksigen, jika - Fasilitasi
K:
perlu melakukan
- Kolaborasi pemberian
E: mobilisasi fisik
medikasi sebelum makan
- Anjurkan asupan cairan E:
- Kolaborasi dengan ahli gizi
2000ml/hari - Jelaskan tujuam
untuk menentukan jumlah
- Ajarkan teknik batuk dan prosedur
kalori dan jenis nutrien yang
efektif ambulasi
dibutukan
K: - Anjurkan
- Kolaborasi pemberian melakukan
bronkodilator, ambulasi dini
ekspektoran, mukolitik, - Anjurkan ambulasi
jika perlu sederhana

Anda mungkin juga menyukai