Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PEMBIDAIAN

Oleh : Fatma Efendi Nasution


NPM: 201922038

Prodi S1 Keperawatan Reguler B


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM
JAMBI 2020
Tindakan Life Saving/Stabilisasi

Definisi
Stabilisasi adalah proses untuk menjaga kondisi dan posisi penderita/ pasien agar tetap stabil
selama pertolongan pertama.
Transportasi adalah proses usaha untuk memindahkan dari tempat satu ke tempat lain tanpa
atau mempergunakan alat. Tergantung situasi dan kondisi di lapangan.

Prinsip Stabilisasi:
1. Menjaga korban supaya tidak banyak bergerak sehubungan dengan keadaan yang
dialami.
2. Menjaga korban agar pernafasannya tetap stabil.
3. Menjaga agar posisi patah tulang yang telah dipasang bidai tidak berubah.
4. Menjaga agar perdarahan tidak bertambah.
5. Menjaga agar tingkat kesadaran korban tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk lagi.

Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan
yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak
(immobilisasi), memberikan istirahat dan mengurangi rasa sakit.

Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma sistemmuskuloskeletal


untuk mengistirahatkan (immobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan
menggunakan suatu alat.

Pembidaian adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami cedera,


dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fixator/imobilisator.
Beberapa macam jenis bidai:
1. Bidai keras
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuat dan
ringan. Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaan
darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.
Contoh: bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.
2. Bidai traksi
Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanyadipergunakan oleh
tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah tulang paha.
Contoh: bidai traksi tulang paha
3. Bidai improvisasi
Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk penopang.
Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersediadan kemampuan improvisasi si
penolong.
Contoh: majalah, koran, karton dan lain-lain.
4. Gendongan/Belat dan bebat.
Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela(kain segitiga) dan
memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan daerah
cedera.
Contoh: gendongan lengan.

Tujuan pembidaian:
1. Untuk mencegah gerakan fragmen patah tulang atau sendi yang mengalami dislokasi.
2. Untuk meminimalisasi/mencegah kerusakan pada jaringan lunak sekitar tulang
yang patah.
3. Untuk mengurangi perdarahan & bengkak yang timbul.
4. Untuk mencegah terjadinya syok. 
5. Untuk mengurangi nyeri.
6. Mempercepat penyembuhan.
Indikasi Pembidaian
1. Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup
2. Adanya kecurigaan terjadinya fraktur
3. Dislokasi persendian

Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah satu bagian tubuh
ditemukan:
1. Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi krek
2. Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau mengalami angulasi abnormal
3. Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera
4. Posisi ekstremitas yang abnormal
5. Memar
6. Bengkak 
7. Perubahan bentuk 
8. Nyeri gerak aktif dan pasif 
9. Nyeri sumbu
10. Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan ekstremitasyang mengalami
cedera (Krepitasi)
11. Perdarahan bisa ada atau tidak 
12. Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera
13. Kram otot di sekitar lokasi cedera

Jika mengalami keraguan apakah terjadi fraktur atau tidak, maka perlakukanlah pasien seperti
orang yang mengalami fraktur.

Kontra Indikasi Pembidaian


Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan sirkulasi
penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan
yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke
rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.
Komplikasi Pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa ditimbulkan oleh
tindakan pembidaian:
1. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur olehujung fragmen
fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang
mengalami fraktur saat memasang bidai.
2. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat. 
3. Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita menunggu terlalu lama
selama proses pembidaian.

Jenis Pembidaian
1. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan sementara
Dilakukan di tempat cedera sebelum penderita dibawa ke rumah sakit. Bahan untuk bidai
bersifat sederhana dan apa adanya. Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan
menghindarkan kerusakan yang lebih berat. Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah
mengetahui prinsip dan teknik dasar pembidaian.
2. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitif 
Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan (klinik atau rumah sakit). Pembidaian dilakukan
untuk proses penyembuhan fraktur/dislokasi. Menggunakan alat dan bahan khusus sesuai
standar pelayanan (gips, dll). Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih.

Prinsip pembidaian
1. Lakukan pembidaian di mana anggota badan mengalami cedera (korban
jangan dipindahkan sebelum dibidai). Korban dengan dugaan fraktur lebih aman
dipindahkan ketandu medis darurat setelah dilakukan tindakan perawatan luka,
pembalutan dan pembidaian.
2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus
dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang. Kemungkinan fraktur harus selalu dipikirkan
setiap terjadi kecelakaan akibat benturan yang keras. Apabila ada keraguan, perlakukan
sebagai fraktur.
Prinsip umum dalam tindakan pembidaian
1. Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerahfraktur). Sendi yang
masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawahdan di atas patah tulang. Sebagai contoh,
jika tungkai bawahmengalami fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi
pergelangan kaki maupun lutut.
2. Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami frakturmaupun
dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai memaksakan gerakan. Jika
terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka pembidaian dilakukan apa adanya. Pada trauma
sekitar sendi, pembidaian harus mencakup tulang dibagian proksimal dan distal.
3. Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantudengan traksi atau
tarikan ringan ketika pembidaian.
4. Jika saat dilakukan tarikan terdapat tahanan yang kuat, krepitasi, atau pasien merasakan
peningkatan rasa nyeri, jangan mencoba untuk melakukan traksi. Jika anda telah berhasil
melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan sebelum ekstremitas yang mengalami
fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena kedua ujung tulang yang terpisah dapat
menyebabkan tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk mencederai saraf atau
pembuluh darah.
5. Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama pada
daerah tubuh yang keras/peka (lutut,siku,ketiak,dll),yang sekaligus untuk mengisi sela
antara ekstremitas dengan bidai.
6. Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat dibagian yang
luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan padabidai, yakni pada beberapa titik
yang berada pada posisi:
a. superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur
b. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama
c. inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur
d. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c)
7. Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga mengganggu
sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa pemasangan bidai telah mampu
mencegah pergerakan atau peregangan pada bagian yang cedera.
8. Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat.
9. Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan
pembidaian. Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang sesuai untuk membidai,
cedera pada tungkai bawah seringkali dapat dilindungi dengan merekatkan tungkai yang
cedera pada tungkai yang tidak terluka. Demikian pula bisa diterapkan pada fraktur jari,
dengan merekatkan pada jari disebelahnya sebagai perlindungan sementara.
10. Kantong es dapat dipasang dalam bidai dengan terlebih dahulu dibungkus dengan perban
elastis. Harus diberikan perhatian khusus untuk melepaskan kantong es secara berkala
untuk mencegah “cold injury”pada jaringan lunak. Secara umum, es tidak boleh
ditempelkan secara terus menerus lebih dari 10 menit. Ekstremitas yang mengalami
cedera sebaiknya sedikit ditinggikan posisinya untuk meminimalisasi pembengkakan.

Prosedur Dasar Pembidaian


1. Mempersiapkan penderita
a. Penanganan kegawatan (Basic Life Support)
b. Menenangkan penderita. Jelaskanlah bahwa akan memberikan pertolongan
kepada penderita.
c. Pemeriksaan untuk mencari tanda fraktur atau dislokasi.
d. Menjelaskan secara singkat dan jelas kepada penderita tentang prosedur tindakan
yang akan dilakukan.
e. Meminimalkan gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan atau memindahkan
korban sampai daerah yang patah tulang distabilkan kecuali jika keadaan
mendesak (korban berada pada lokasi yang berbahaya, bagi korban dan atau
penolong).
f. Sebaiknya guntinglah bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika diperlukan,
kainnya dapat dimanfaatkan untuk proses pembidaian.
g. Jika ada luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahan. Bersihkan luka
dengan cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril. Jika luka
tersebut mendekati lokasi fraktur, maka sebaiknya dianggap bahwa telah terjadi
patah tulang terbuka. Balutlah luka terbuka atau fragmen tulang yang menyembul
dengan bahan yang se-steril mungkin.
h. Pasang Collar Brace maupun sejenisnya yang dapat digunakan untuk menopang
leher jika dicurigai terjadi trauma servikal.
i. Tindakan meluruskan ekstremitas yang mengalami deformitas yang
berat sebaiknya hanya dilakukan jika ditemukan adanya gangguan denyut nadi
atau sensasi raba sebelum dilakukannya pembidaian. Proses pelurusan ini harus
hati-hati agar tidak makin memperberat cedera.
j. Periksalah sirkulasi distal dari lokasi fraktur:
- Periksa nadi di daerah distal dari fraktur, normal, melemah, ataukah bahkan
mungkin menghilang?
- Periksa kecepatan pengisian kapiler. Tekanlah kuku jari pada ekstremitas yang
cedera dan ekstremitas kontralateral secara bersamaan. Lepaskan tekanan
secara bersamaan. Periksalah apakah pengembalian warna kemerahan terjadi
bersamaan ataukah terjadi keterlambatan pada ekstremitas yang mengalami
fraktur.
- Jika ditemukan gangguan sirkulasi, maka penderita harus langsung dibawa ke
rumah sakit secepatnya.
- Jika pada bagian ekstremitas yang cedera mengalami edema, maka sebaiknya
perhiasan yang dipakai pada lokasi itu dilepaskan, setalah anda menjelaskan
pada penderita.
- Pada fraktur terbuka, kecepatan penanganan merupakan hal yang esensial.
Jangan pernah menyentuh tulang yang tampak keluar, jangan pernah pula
mencoba untuk membersihkannya. Manipulasi terhadap fraktur terbuka tanpa
sterilitas hanya akan menambah masalah.
2. Persiapan alat 
a. Bidai dapat menggunakan alat bidai standar telah dipersiapkan, namun juga bisa
dibuat sendiri dari berbagai bahan sederhana, misalnya ranting pohon, papan
kayu, dll. Panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang akan
dibidai.
b. Bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya dibungkus/dibalut
terlebih dahulu dengan bahan yang lebih lembut (kain, kassa, dll).
c. Bahan yang digunakan sebagai pembalut pengikat untuk pembidaian bisa berasal
dari pakaian atau bahan lainnya. Bahan yang digunakan untuk membalut ini harus
bisa membalut dengan sempurna mengelilingi extremitas yang dibidai untuk
mengamankan bidai yang digunakan, namun tidak boleh terlalu ketat yang bisa
menghambat sirkulasi.
3. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang, diukur dahulu
pada sendi yang sehat.
4. Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan. Memakai bantalan di antara bagian
yang patah agar tidak terjadi kerusakan jaringan kulit, pembuluh darah, atau penekanan
syaraf, terutama pada bagian tubuh yang ada tonjolan tulang.
5. Mengikat bidai dengan pengikat kain (dapat kain, baju, kopel, dll) dimulai dari sebelah
atas dan bawah fraktur. Tiap ikatan tidak boleh menyilang tepat di atas bagian fraktur.
6. Simpul ikatan jatuh pada permukaan bidainya, tidak pada permukaan anggota tubuh yang
dibidai.
7. Ikatan jangan terlalu keras atau kendor. Ikatan harus cukup jumlahnya agar secara
keseluruhan bagian tubuh yang patah tidak bergerak.
8. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
9. Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas.

Teknik Pembidaian pada berbagai lokasi cedera


1. Fraktur cranium dan tulang wajah
Pada fraktur cranium dan tulang wajah, hindarilah melakukan penekanan pada tempat
yang dicurigai mengalami fraktur. Pada fraktur ini harus dicurigai adanya fraktur tulang
belakang, sehingga seharusnya dilakukan imobilisasi tulang belakang. Ada beberapa
bidai khusus yang digunakan untuk fiksasi fraktur tulang wajah (bersifat bidai definitif),
namun tidak dibahas pada sesi ini karena biasanya dilakukan oleh para ahli.
2. Pembidaian leher
Dalam kondisi darurat, bisa dilakukan pembidaian dengan pembalutan.
Pembalutan dilakukan dengan hati-hati tanpa menggerakkan bagian leher dan kepala.
Pembalutan dianggap efektif jika mampu meminimalisasi pergerakan daerah leher. Jika
tersedia, fixasi leher paling baik dilakukan menggunakan cervical Collar 
3. Tulang klavikula
Terapi definitif untuk fraktur klavikula biasanya dilakukan secara konservatif yaitu
dengan“ransel bandage”. Pembebatan yang efektif akan berfungsi untuk traksidan fiksasi,
sehingga kedua ujung fragmen fraktur bisa bertemu kembali pada posisi yang seanatomis
mungkin, sehingga memungkinkan penyembuhan fraktur dengan hasil yang cukup baik.
4. Tulang iga
Perhatian utama pada kondisi suspect fraktur costae adalah upaya untuk mencegah
bagian patahan tulang agar tidak melukai paru. Upaya terbaik yang bisa dilakukan
sebagai pertolongan pertama di lapangan sebelum pasien dibawa dalam perjalanan ke
rumah sakit adalah memasang bantalan dan balutan lembut pada dinding dada, memasang
sling untuk merekatkan lengan pada sisi dada yang mengalami cedera sedemikian
sehingga menempel secara nyaman pada dada.
5. Lengan atas
a. Pasanglah sling (kain segitiga) untuk gendongan lengan bawah, sedemikian sehingga
sendi siku membentuk sudut 90%, dengan cara
b. Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling berada pada siku, dan
puncak dari sling berada pada bahu sisi lengan yang tidak cedera. posisikan lengan
bawahsedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-kira membentuk
sudut 10°).ikatlah dua ujung sling pada bahu dimaksud. Gulunglah apex dari sling,
dan sisipkan disisi siku.
c. Posisikan lengan atas yang mengalami fraktur agar menempel rapat pada bagian
sisilateral dinding thoraks.
d. Pasanglah bidai yang telah di balut kain/kassa pada sisi lateral lengan atas
yangmengalami fraktur.- Bebatlah lengan atas diantara papan bidai (di sisi lateral)
dan dinding thorax (pada sisimedial).
e. Jika tidak tersedia papan bidai, fiksasi bisa dilakukan dengan pembebatan
menggunakan kain yang lebar.
6. Lengan bawah
a. Imobilisasi lengan yang mengalami cedera.
b. Carilah bahan yang kaku yang cukup panjang sehingga mencapai jarak antara
siku sampai ujung telapak tangan.
c. Carilah tali untuk mengikat bidai pada lengan yang cedera.
d. Flexi-kan lengan yang cedera, sehingga lengan bawah dalam posisi membuat sudut
90°terhadap lengan atas. Lakukan penekukan lengan secara perlahan dan hati-hati.
e. Letakkan gulungan kain atau benda lembut lainnya pada telapak tangan agar
berada dalam posisi fungsional.
f. Pasanglah bidai pada lengan bawah sedemikian sehingga bidai menempel antara
sikusampai ujung jari.
g. Ikatlah bidai pada lokasi diatas dan dibawah posisi fraktur. Pastikan bahwa
pergelangan tangan sudah terimobilisasi.
h. Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan lengan yang dibidai.
i. Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region distal dari lokasi
pembidaian,untuk memastikan bahwa pemasangan bidai tidak terlalu ketat.
j. Pasanglah sling untuk menahan bagian lengan yang dibidai, dengan cara Letakkan
kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling berada pada siku, dan puncak dari
sling berada pada bahu sisi lengan yang tidak cedera. posisikan lengan
bawahsedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-kira membentuk
sudut 10°).ikatlah dua ujung sling pada bahu dimaksud. Gulunglah apex dari sling,
dan sisipkan disisi siku.
7. Fraktur Tangan dan Pergelangan Tangan
Ekstremitas ini seharusnya dibidai dalam “posisi dari fungsi mekanik”, yakni posisi yang
senatural mungkin. Posisi natural tangan adalah pada posisi seperti sedang menggenggam
sebuah bola softball. Gulungan pakaian atau bahan bantalan yang lain dapat
diletakkanpada telapak tangan sebelum tangan dibalut.
8. Tulang jari
Fraktur jari bisa dibidai dengan potongan kayu kecil atau difiksasi dengan merekatkan
pada jari di sebelahnya yang tidak terkena injury (buddy splinting)
9. Tulang punggung
Pasien yang dicurigai menderita fraktur tulang belakang/punggung, harus dibidai
menggunakan spine board atau bahan yang semirip mungkin dengan spine board.
10. Fraktur Panggul
Fraktur panggul lebih sering terjadi pada orang tua. Jika seseorangyang berusia tua
terjatuh dan mengeluhkan nyeri daerah panggul, maka sebaiknya dianggap mengalami
fraktur.
Apalagi jika pasien tidak bisa menggerakkan tungkai, atau ditemukan pemendekan dan
atau rotasi pada tungkai (biasanya kearah lateral.
Pemindahan pasien yang dicurigai menderita fraktur panggul harus menggunakan tandu.
Tungkai yang mengalami cedera diamankan dengan merapatkan pada tungkai yang tidak
cedera sebagai bidai. Anda bisa melakukan penarikan/traksi untuk mengurangi rasa nyeri,
jika perjalanan menuju rumah sakit cukup jauh, dan terdapat orang yang bisa
menggantikan anda saat anda sudah kelelahan.
11. Tungkai atas
Pada fraktur femur, bidai harus memanjang antara punggung bawah sampai dengan di
bawah lutut pada tungkai yang cedera. Traksi pada cedera tungkai lebih sulit, dan resiko
untuk terjadinya cedera tambahan akibat kegagalan traksi seringkali lebih besar.
Sebaiknya jangan mencoba untuk melakukan traksi pada cedera tungkai kecuali jika
orang yang membantu pembidaian telah siap untuk memasang bidai.
12. Fraktur/dislokasi sendi lutut 
Cedera lutut membutuhkan bidai yang memanjang antara pinggul sampai dengan
pergelangan kaki. Bidai ini dipasang pada sisi belakang tungkai dan pantat.
13. Tungkai bawah
a. Imobilisasikan tungkai yang mengalami cedera untuk mengurangi nyeri dan
mencegah timbulnya kerusakan yang lebih berat.
b. Carilah bahan kaku yang cukup panjang sehingga mencapaijarak antara telapak
tangan sampai dengan diatas lutut.
c. Carilah bahan yang bisa digunakan sebagai tali untuk mengikat bidai.
d. Pastikan bahwa tungkai berada dalam posisi lurus.
e. Letakkan bidai di sepanjang sisi bawah tungkai, sehingga bidai dalam posisi
memanjang antara sisi bawah lutut sampai dengan dibawah telapak kaki.
f. Pasanglah bidai pasangan di sisi atas tungkai bawah sejajar dengan bidai yang
dipasang di sisi bawah tungkai.
g. Ikatlah bidai pada posisi diatas dan di bawah lokasi fraktur.Pastikan bahwa lutut dan
pergelangan kaki sudah terimobilisasi dengan baik.
h. Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai danlengan yang dibidai.
i. Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada regiondistal dari lokasi pembidaian,
untuk memastikan bahwa pemasangan bidai tidak terlalu ketat.
14. Fraktur/dislokasi pergelangan kaki
Cedera pergelangan kaki terkadang bisa diimobilisasi cukup dengan menggunakan
pembalutan. Gunakan pola figure of eight: Dimulai dari sisi bawah kaki, melalui sisi
atas kaki,mengelilingi pergelangan kaki, ke belakang melalui sisi atas kaki, kesisi bawah
kaki, dan demikian seterusnya.
Bidai penahan juga bisa dipasang sepanjang sisi belakang dan sisi lateral pergelangan
kaki untuk mencegah pergerakan yang berlebihan. Saat melalukan tindakan imobilisasi
pergelangan kaki, posisi kaki harus selalu dijaga pada sudut yang benar
15. Fraktur/dislokasi jari kaki
Sebagai tindakan pertama, cedera pada jari kaki sebaiknya dibantu dengan merekatkan
jari yang cedera pada jari di sebelahnya.

Evaluasi pasca pembidaian


Periksa sirkulasi daerah ujung pembidaian. Misalnya jika membidai lengan maka periksa
sirkulasi dengan memencet kuku ibu jari selama kurang lebih 5detik. Kuku akan berwarna putih
kemudian kembali merah dalam waktukurang dari 2 detik setelah dilepaskan.
Pemeriksaan denyut nadi dan raba seharusnya diperiksa di bagian bawah bidai paling tidak satu
jam sekali. Jika pasien mengeluh terlalu ketat,atau kesemutan, maka pembalut harus dilepas
seluruhnya. Dan kemudian bidai di pasang kembali dengan lebih longgar.
Tekan sebagian kuku hingga putih, kemudian lepaskan.Kalau 1-2 detik berubah menjadi merah,
berarti balutan bagus. Kalau lebihdari 1-2 detik tidak berubah warna menjadi merah, maka
longgarkan lagi balutan, itu artinya terlalu keras.
Meraba denyut arteri dorsalis pedis pada kaki  (untuk kasus di kaki).Bila tidak teraba, maka
balutan kita buka dan longgarkan.Meraba denyut arteri radialis pada tangan untuk kasus di
tangan. Bila tidak teraba, maka balutan kita buka dan longgarkan.
DAFTAR PUSTAKA

Perry, Peterson, Potter; Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar


Azis Alimul Hidayat, S.Kp; Buku Saku Praktikum KDM
Departemen Kesehatan RI. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat. Jakarta. Departemen
Kesehatan. 20032.
Stone,Keith. Current Diagnosisi & Treatment: Emergency Medicine. 6th Ed. Lange.20083.
Schwartz. Principle of Surgery. Mc Graw Hill. Eight edition. 20054.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMASANGAN BIDAI

 Pengertian Pemasangan Bidai


Pemasangan bidai adalah memasang alat untuk immobilisasi yang berfungsi
untuk mempertahankan kedudukan tulang.

 Tujuan Pemasangan Bidai


Mencegah pergerakan tulang yang patah.
Mencegah bertambahnya perlukaan pada patah tulang.
Mengurangi rasa sakit.
Mengistirahatkan daerah patah tulang.

 Indikasi Pemasangan Bidai


Patah tulang terbuka atau open fraktur.
Patah tulang tertutup atau close fraktur.

 Persiapan
Alat
 Alat pelindung diri
 Masker.
 Handscoen.
 Bidai dengan ukuran sesuai kebutuhan.
 Verband atau mitella.

Pasien
 Diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
 Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan.

Lingkungan.
Petugas
 Lebih dari satu orang.

 Cara Kerja atau Pelaksanaan Pemasangan Bidai


Memberitahukan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan.
Petugas menggunakan masker dan handscoen sebagai alat pelindung diri.
Jumlah dan ukuran bidai yanng dipakai disesuaikan dengan lokasi patah tulang.
Jika terjadi perdarahan, hentikan dulu perdarahan dengan menekan dan mengikat
bagian yang luka dengan kain bersih.
Posisikan tubuh pasien yang akan dipasang spalk pada posisi anatomi.
Ukur bidai pada 2 sendi.
Pasang penyanggah tulang yang patah agar patahan tulangnya tidak semakin
parah baik menggunakan spalk/bidai, tongkat, kayu, dll yang ringan dan kuat
dibalut tapi tidak membuat ikatan atau balutan di bagian yang patah atau terluka.
Jangan membalut terlalu kuat atau terlalu longgar.
Mencatat dalam catatan perawat.

 Hal-hal yang perlu Diperhatikan pada Pemasangan Bidai


Respons atau keluhan pasien.
Observasi tekanan darah, nadi dan pernafasan.
Pengikatan tidak boleh terlalu kencang atau terlalu longgar.
Observasi vaskularisasi darah distal.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGKAJIAN CIRCULATION DAN DISABILITY

 Pengertian Pengkajian Circulation Dan Disability


Melakukan pengkajian awal pada pasien yang mengalami trauma sehingga
dapat diberikan intervensi segera guna menyelamatkan nyawa pasien.

 Tujuan Pengkajian Circulation Dan Disability


Mendeteksi Lebih dini kondisi kegawatan korban kecelakaan/trauma meberikan
tatalaksana yang mengancam lebih awal
 Indikasi Pemasangan
Korban kecelakaan/Trauma.
 Persiapan
1. Kenali Bahaya

3 A (Aman Diri, Aman Lingkungan dan Aman Korban)

Pastikan sudah AMAN untuk berikan pertolongan !

2. Cek Respon (menilai pasien)

AVPU

Sadar  px sesuai masalah yg ada cek ABCD

Pastikan korban tidak sadarPanggil, tepuk atau goyang korban secara perlahan

(“Apakah Anda Baik-Baik saja?”)

Jika tidak ada respon segera aktifkan EMS/panggilan darurat/ SPGDT

Cara Kerja
1. PRIMARY SURVEY (PASIEN TRAUMA)

A= AIRWAY MANAGEMENT+ CONTROL CERVIKAL


1. Nilai fraktur Cervikal
2. Menilai Obstruksi jalan napas :
3. Gurgling? Snoring?Stridor?
4. Curiga Fraktur Basis Cranii
5. Data penunjang
6. Buka Jalan Napas
7. Tindakan Onstruksi ?
B=BREATHING MANAGEMENT + OKSIGENASI VENTILASI
1.3 L (Look, Listen-Listen, Feel)
2.IAPP
3.(kaji trauma yang mengancam nyawa)Trauma Thorak (4 masalah yang mengancam
Tension Pneumothorak, Open Pnemothorak, Massive Haemathotorak, Flail chest)
4.Memberikan Oksigen dan ventlasi : Nasal Canul? Face mask/RM, NRM, BVM

C= CIRCULATION + CONTROL PERDARAHAN


Menilai sumber perdarahan dan menilai syok (peningkatan Nadi, akral dingin, CRT > 2
detik)
1. Perdarahan Eksternal?  ambil sample darah
2. Perdarahan Internal? Cek kondisi gawat -> siapkan transfusi /tindakan OK
3. Hentikan perdarahan (4 T)
4. Pengelolaan fraktur
5. Memasang IVFD dan sample darah

D= DISABILITY
1. Nilai GCS (EVM)
2. Reaksi Pupil
3. Kekuatan Otot motorik (tanda lateralisasi)

E= Eksposure
1. Gunting pakaian dan lihat jejas/cedera yang mengancam /sumber perdarahan
2. Cegah HIPOTERMIA

F : Folley Catheter, Produksi urine ?, Liat kontraindikasi


Tidak dipasang pada RUPTUR URETRA
G: Gastric Tube (NGT) kontraindikasi pada Tulang Basis Cranii
H : Heart Monitor (WASPADA terhadap ARITMIA yang mengancam jiwa), PULSE Oksimetri,
Pemeriksaan Radiologi
I : Imaging
3. Pemeriksaan Radiologi CT scan dll
4. RE-EVALUASI – ABCD
 SECONDARY SURVEY
 ANAMNESA: AMPLE (Alergi, Medication, Past History, Last Meal, Event)
 Lakukan Log Roll -> Cek Head To Toe, Finger in Every Orifice (cek semua lubang)  nilai
BTLS
 TTV
5. Segera SIAPKAN untuk :

Dokumentasi dan informed Consent

Rujukan ke RS, Hubungi RS yang dituju dan jelaskan syarat dan teknis merujuk pasien OK, ICU,
heacting dll.

Anda mungkin juga menyukai