1. Pengertian Pembidaian
Saleh (2006), menyatakan bahwa pembidaian (splinting) adalah suatu cara pertolongan pertama
pada cedera atau trauma pada sistem muskuloskeletal yang harus diketahui oleh dokter, perawat,
atau orang yang akan memberikan pertolongan pertama pada tempat kejadian kecelakaan.
Pembidaian adalah cara untuk mengistirahatkan (imobilisasi) bagian tubuh yang mengalami cedera
dengan menggunakan suatu alat.
Fitch (2008), menyatakan bahwa pembidaian mengimobilisasi ekstremitas yang mengalami cedera
dan melindungi dari cedera yang lebih lanjut, mengurangi nyeri dan perdarahan serta digunakan
untuk memulai proses penyembuhan. Pemakaian pembidaian pada pasien rawat jalan termasuk
didalamnya fraktur, dislokasi dan sprain otot. Stabilisasi dari ektremitas yang patah tulang dengan
pembidaian membantu kesejajaran tulang dan mengurangi ketidaknyamanan. Sesudah dilakukan
reduksi dari dislokasi, posisi anatomi dijaga dengan pembidaian. Menurut Saleh (2006), bidai
dapat kaku atau lunak. Ada bidai buatan pabrik untuk penggunaan pada tempat tertentu pada tubuh
kita dan ada pula bidai yang dapat dibuat dengan melakukan improvisasi dari barang atau benda
yang sudah ada disekitar kita.
2. Tujuan Pembidaian
a. Untuk mencegah gerakan (imobilisasi) fragmen patah tulang atau sendi yang mengalami
dislokasi.
b. Untuk meminimalisasi/mencegah kerusakan pada jaringan lunak sekitar tulang yang patah
(mengurangi/mencegah cedera pada pembuluh darah, jaringan saraf perifer dan pada jaringan
patah tulang tersebut).
c. Untuk mengurangi perdarahan dan bengkak yang timbul.
d. Untuk mencegah terjadinya syok.
e. Untuk mengurangi nyeri dan penderitaan.
Fitch (2008) menyatakan bahwa meskipun tidak ada kontraindikasi absolut dalam
menggunakan pembidaian/splinting pada ekstremitas yang mengalami cedera, beberapa hal
unik harus diperhatikan. Pembengkakan alami akan terjadi sesudah terjadi cedera dapat
menjadi hambatan dari keamanan metode dari imobilisasi.
Prinsip dasar pembidaian ini harus selalu diingat sebelum kita melakukan pembidaian (Saleh,
2006).
5. Tipe-Tipe Bidai/Splint
Gilbert (2011) menyatakan bahwa pembidaian membantu mengurangi komplikasi sekunder
dari pergerakan fragmen tulang, trauma neurovaskular dan mengurangi nyeri. Ada beberapa
macam splint, yaitu:
Bidai ini digunakan pada trauma yang spesifik seperti bidai udara. Bidai udara mempunyai
efek kompresi sehingga beresiko terjadi compartment syndrome dan iritasi pada kulit.
Bidai dengan tarikan merupakan alat mekanik yang mampu melakukan traksi pada bidai.
Bidai dengan tarikan ini biasanya digunakan untuk trauma pada daerah femur dan sepertiga
bagian tengah ekstremitas bawah.
New Zealand Orthopaedic Organization (2010), menyatakan bahwa back slab cast adalah alat
imobilisasi pertama sebelum dilakukan tindakan definitif yang digunakan untuk stabilisasi dari
bagian fraktur dan otot yang mengelilinginya dan digunakan untuk mengurangi oedema (swelling)
sebagai bidai. Gips ini mudah dilepaskan bila diperlukan pemeriksaan inspeksi pada bagian tubuh
yang ditutupi.
Miranda (2010), menyatakan bahwa back slab cast adalah gips sementara yang digunakan pada
penanganan pertama trauma seperti patah tulang ankle. Back slab cast ini terdiri dari plaster yang
menjaga tendon achiles dan digunakan pada bagian yang terjadi pembengkakan tanpa memberikan
penekanan. Bidai tradisional dapat menekan aliran darah, meningkatkan rasa nyeri dan ketidak
nyamanan. Back slab cast ini dapat membantu mengurangi nyeri, pembengkakan, spasme otot
yang terjadi ketika trauma patah tulang. Sedangkan menurut Koval & Zukerman (2006), back slab
cast ini menjaga tulang yang patah pada kesejajaran selama proses penyembuhan. Back slab cast
ini dipasang mengikuti daerah tonjolan tulang.
a. Cara pembuatan
Fitch (2008), menyatakan bahwa tahap pertama dalam pembidaian adalah melapisi bagian
ekstremitas dengan beberapa lembar bantalan (padding) pada bagian tonjolan tulang atau bagian
tubuh yang mengalami iritasi. Ukur panjang pembidaian yang diperlukan yaitu melewati dua sendi.
Gunakan 3 lembar dari gips untuk ekstremitas atas dan 6 lembar untuk ekstremitas bawah untuk
meyakinkan pembidaian yang dilakukan cukup kuat. Celupkan kedalam mangkok air yang sudah
disiapkan, diamkan beberapa saat sampai mengenai seluruh gips, kemudian angkat, pegang secara
vertikal dan gunakan dua jari menurunkan sisa air pada gips sehingga memudahkan pengeringan
kemudian lapisi dengan padding. Letakkan dibawah ekstremitas yang akan dibidai sesuai posisi
anatomis. Gunakan perban elastis untuk memegang posisi dari back slab cast yang dibuat dari
bagian terjauh dari tubuh ke bagian yang lebih dekat dari pusat tubuh. Gunakan telapak tangan
pada saat pemasangan back slab cast. Setelah kering periksa kembali adekuat tidaknya imobilisasi
yang dilakukan, posisi anatomis dan kenyamanan pasien.
Brunner & Suddarth (2005), menyatakan bahwa gips akan mengalami kristalisasi yang
menghasilkan pembalutan yang kaku. Kecepatan terjadinya reaksi bervariasi sekitar 30 menit
sampai 60 menit tergantung dari ketebalan dan kelembaban lingkungan. Selanjutnya perlu
pemeriksaan X-ray untuk mengetahui fraktur atau dislokasi yang membutuhkan reduksi sebelum
pembidaian dilepaskan.
Koval & Zukerman (2006), menyatakan bahwa back slab cast menjaga tulang yang patah pada
kesejajaran selama proses penyembuhan. Back slab cast ini dipasang mengikuti daerah tonjolan
tulang. Sedangkan menurut New Zealand Orthopaedic Organization (2010), back slab cast
digunakan untuk stabilisasi dari bagian fraktur dan otot yang mengelilinginya dan digunakan untuk
mengurangi oedema (swelling) sebagai bidai. Gips ini sangat mudah dilepaskan bila diperlukan
pemeriksaan inspeksi pada bagian tubuh yang ditutupi.
7. Komplikasi Pembidaian
Komplikasi pembidaian biasanya timbul bila kita tidak melakukan pembidaian secara benar,
misalnya;
a. Bisa menekan jaringan saraf, pembuluh darah atau jaringan dibawah bidai yang bisa
memperparah cedera yang sudah ada, bila dipasang terlalu ketat.
b. Bila bidai terlalu longgar bisa menimbulkan kerusakan pada saraf perifer, pembuluh darah,
atau jaringan sekitarnya akibat pergerakan ujung – ujung fragmen patah tulang.
c. Menghambat aliran darah bila terlalu ketat bisa menyebabkan iskemi jaringan.
Brinkley (2010), meyatakan bahwa komplikasi pembidaian antara lain:
a. Kerusakan kulit
Penekanan pada kulit dapat menyebabkan iritasi dan kerusakan pada kulit sehingga sebelum
dilakukan pembidaian kulit harus benar – benar dalam keadaan bersih. Pasir dan kotoran dapat
menjadi titik tekanan pada kulit.
b. Compartment syndrome
c. Infeksi
Kerusakan kulit dalam pembidaian dapat menjadi tempat masuknya bakteri dan infeksi jamur.
d. Kerusakan saraf
Trauma dapat menyebabkan pembengkakan yang dapat menimbulkan penekanan sirkulasi dan
kerusakan saraf.
KONSEP GIPS.
1. Pengertian Gips
Gips adalah salah satu penanganan utama fraktur atau patah tulang yang paling sering
dilakukan. Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan kontur
tubuh tempat gips di pasang (Brunner & Sunder, 2000). Fungsi gips disisni adalah untuk
menetap pada pasien yang bahkan berakhir pada amputasi, oleh karena itu kita harus tau tujuan
3. Jenis-jenis gips.
Ada berbagai macam gips yang digunakan sesuai dengan keperluannya. Macam-macam
a. Gips lengan pendek. Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak
b. Gips lengan panjang. Gips ini dipasang memanjang. Dari setinggi lipat ketiak sampai
disebelah prosimal lipatan telapak tangan. Siku biasanya di imobilisasi dalam posisi tegak
lurus.
c. Gips tungkai pendek. Gips ini dipasang memanjang dibawah lutut sampai dasar jari kaki,
d. Gips tungkai panjang, gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha
e. Gips berjalan. Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat dan dapat disertai
h. Gips spika bahu. Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu dan siku
i. Gips spika pinggul. Gips ini melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas bawah (gips
Mengingat dampak yang dihasilkan karena penanganan penggunaan gips, hendaknya kita
tau indikasi dan kontra indikasi dari pemansangan gips sendiri. ( King & Bawes, 2001)
a. Indikasi :
b. Kontraindikasi :
- Fraktur terbuka.
- Hematoma berat.
- Cedera syaraf.
Berdasarkan pengkajian , potensial komplikasi yang bisa terjadi meliputi : ( Brunner &
Suddarth, 2001)
1. Sindrom kompartemen
sendiri, sehingga akan dan sebagian nekrotik. Hal ini akan menyumbat aliran darah yang
mebawa nutrisi kedaerah perifer sehingga menyebabkan iskemik jaringan hingga nekrosis.
Jika keadaan ini terus berlanjut akan menyebabkan kontraktur iskemik volkman yaitu
komplikasi termasuk luka permanen pada syaraf dan otot yang dapat terganggu fungsinya
Tekanan gips pada jaringan lunak mengakibatkan anoksia dan ulkus. Ekstrimitas bawah
yang merupakan tempat paling rentan terhadap tekanan adalah tumit, maleoli, punggung
kaki, kaput fibula dan pertemuan anterior patella. Pada ekstrimitas atas tempat tekanan
utama terletak di epikondilus medialis humeri dan prosesus stiloideus ulnae. Bila tidak
ditangani darah yang nekrotik akan meleleh akan menodai gips dan menimbulkan bau. Saat
ulkus terjadi biasanya pasien tidak menyadari , untuk melihat langsung dokter akan
3. Sindrom disuse.
Keadaan dimana otot mengalami atropi jika tidak dilakukan mobilisasi, oleh karena itu
pasien diajari untuk menegangkan dan melakukan kontraksi otot untuk menggerakkan
bagian yang fraktur dan mengurangi resiko terjadinya atropi. Kegiatan ini dapat dilakukan
6. Intervensi yang dapat diberikan pada pasien fraktur yang terpasang gips.
tertentu. Dalam merawat pasien fraktur yang terpasang gips, berikut hal-hal yang perlu
biasanya pasien akan terasa kurang nyaman, missal karena rasa panas akibat pengerasan
gips dan bagian yang gips tidak akan bisa digerakkan setelah dilakukan pemasangan.
2. Meredakan nyeri.
Observasi nyeri sangan diperlukan karena nyeri yang konstan merupakan tanda awal
adanya komplikasi. Kebanyakan rasa nyeri dapat dikurangi dengan meninggikan bagian
yang fraktur , pemberian kompres dingin bila perlu dan pemberian analgesik.
3. Peningkatan mobilisasi.
Setiap sendi yang di imobilisasi harus digerakkan sesuai dengan kisaran geraknya untuk
mempertahan fungsinya. Hal ini akan membantu memperlancar sirkulasi dan mencegah
Penggunaan gips akan menggangu dalam pemenuhan ADL oleh karena itu keluarga atau
Saat digips pasien harus diobservasi adanya tanda infeksi iskemik, bau dari gips dan cairan
6. Pemeliharaan perfusi jaringan yang adekuat dan tidak muncul komplikasi. Pembengkakan
dan edema adalah respon alami jaringan terhadap trauma dan pembedahan. Hal ini memicu
resiko terjadi komplikasi kompartemen sindrom. Oleh karena itu sebaiknya bagian yang di
gips ditinggika setinggi jantung dan dikompres dengan air bila perlu.
1. Bergerak senormal mungkin, hindari pemakaian ekstrimitas yang cidera secara berlebihan.
- Jangan membungkus gips dengan plastic atau karet, karena dapat menyebabkan
b. Gips fiberglass, setelah dibasahi harus dikeringkan dengan seksama dengan pengering
6. Laporkan kepada dokter jika gips retak, jangan coba memperbaiki sendiri.
b. Tempat yang ternoda dapat dihilangkan selapis tipis semir sepatu putih.
8. Jangan berusaha menggaruk menggaruk kulit dibawah gips, hal ini dapat menyebabkan
9. Perhatikan bau yang keluar dari gips, daerah yang ternoda, daerah hangat, dan daerah
tekan. Jika muncul segera laporkan dokter. Laporkan juga yang berikut juga kepada dokter
: nyeri yang menetap, pembengkakan yang tidak berespon pada peninggian, perubahan
sensasi, berkurangnya kemampuan menggerakkan jari tanga atan kaki yang terluka,