LUKA
A. PENDAHULUAN
Hampir semua orang pernah mengalami luka, misalnya teriris pisau ketika
memasak di dapur, terjatuh, kecelakaan lalu lintas atau mengalami luka bakar
akibat kontak dengan benda panas.
Ada luka yang dapat sembuh sendiri, misalnya pada luka baru yang kecil,
superfisial (hanya mengenai lapisan kulit paling atas) serta tidak
terkontaminasi, dan ada luka yang memerlukan intervensi untuk
penyembuhannya, misalnya dengan penjahitan luka, penggunaan wound
dressing, atau dengan pemberian obat.
Proses penyembuhan luka akan lebih cepat dalam lingkungan luka yang
lembab (moist environment). Untuk mendapatkan atau mempertahankan
lingkungan yang lembab, dapat dilakukan antara lain dengan mengaplikasikan
wound dressing di atas permukaan luka. Terdapat beberapa jenis wound
dressing yang tersedia saat ini, misalnya kasa, tule, film, dll.
1
B. STRUKTUR DAN FUNGSI KULIT
2. Dermis
Merupakan lapisan yang terdapat di bawah lapisan epidermis di mana
dalam lapisan ini terdapat kelenjar sebasea (kelenjar minyak), kelenjar
keringat, ujung saraf, pembuluh darah, akar rambut, serabut kolagen,
2
serabut elastin, bahan proteoglikan serta glikosaminoglikan. Kelenjar
sebasea menghasilkan sebum/lemak kulit yang berperan dalam fungsi
barier kulit.
Secara garis besar dermis dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
a.Pars papilare
Yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah.
b.Pars retikulare
Yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, terdiri atas
serabut kolagen, elastin, dan retikulin.
3. Subkutis
Merupakan kelanjutan dari lapisan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar
berisi sel-sel lemak yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Pada
lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, akar rambut, pembuluh darah dan
pembuluh getah bening.
3
Kulit mempunyai banyak fungsi yaitu:2
1.Proteksi
Kulit merupakan bagian tubuh manusia yang paling luar dan berfungsi
melindungi organ-organ dalam terhadap lingkungan dari luar tubuh. Fungsi
proteksi ini dimungkinkan oleh adanya bantalan lemak dalam kulit, pigmen
(pemberi warna kulit) yang melindungi kulit dari sinar matahari, lapisan
stratum korneum yang impermeabel (tidak bisa ditembus oleh) terhadap
air dan zat kimia, pH kulit yang asam (5-6,5) akibat ekskresi keringat dan
sebum (minyak kulit) dan keratinosit (salah satu jenis sel utama pada
lapisan epidermis) yang berperan sebagai sawar mekanik karena sel
keratinosit melepaskan diri secara teratur.
2.Absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah mengabsorpsi/menyerap air, larutan dan
benda padat, tetapi lebih mudah menyerap cairan yang mudah menguap
dan yang larut dalam lemak lebih. Absorpsi antara lain dapat berlangsung
melalui celah antar sel atau menembus sel epidermis.
3.Ekskresi
Zat-zat sisa metabolisme antara lain diekskresikan oleh kelenjar keringat
yang terdapat pada kulit.
4.Persepsi
Pada kulit terdapat ujung saraf sensorik yang berfungsi menghantarkan
sensasi (nyeri, panas, dingin, sentuhan, tekanan).
5.Termoregulasi
Kulit berfungsi mengatur suhu tubuh melalui pengeluaran keringat dan
konstriksi pembuluh darah kulit.
6.Pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak pada dasar epidermis.
7.Pembentukan vitamin D
Vitamin D dibentuk di kulit dengan bantuan sinar matahari.
4
C. DEFINISI DAN JENIS LUKA
Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan tubuh. Luka
antara lain dapat mengakibatkan perdarahan, infeksi, kematian sel dan
gangguan sebagian atau seluruh fungsi organ.3,4
5
Gambar 4. Luka robek
6
Gambar 6. Luka tembak Gambar 7. Luka bakar
7
Luka derajat 3 (full thickness burn)
Yaitu luka bakar yang mengenai lapisan epidermis hingga subkutan.
Biasanya luka terlihat pucat dan luka tidak terasa nyeri karena
ujung saraf pada luka telah rusak.
Luka derajat 4
Yaitu luka bakar yang mengenai lapisan epidermis, dermis,
subkutan, hingga otot, tendon atau tulang.
8
Telapak tangan pasien 1% luas permukaan
tubuh pasien.
Kepala 9% luas permukaan tubuh.
Lengan 9% luas permukaan tubuh.
Dada 18% luas permukaan tubuh.
Punggung 18% luas permukaan tubuh.
Tungkai 18% luas permukaan tubuh.
2. Luka tertutup
Yaitu cedera pada jaringan di mana kulit masih utuh atau tidak mengalami
luka. Misalnya :
a. Luka memar (kontusio)
Merupakan cedera pada jaringan dan menyebabkan kerusakan kapiler
sehingga darah merembes ke jaringan sekitarnya. Biasanya disebabkan
oleh benturan dengan benda tumpul.
9
b. Hematoma
Adalah pengumpulan darah setempat (biasanya menggumpal) di dalam
organ atau jaringan akibat pecahnya dinding pembuluh darah.
10
4.Luka kotor
Yaitu luka yang kotor.
Tingkat infeksi 40%
11
BAB II
PENYEMBUHAN LUKA
12
meninggalkan jaringan parut yang kurang baik dibandingkan dengan
penyembuhan primer. Misalnya pada luka yang lebar.
13
B. FASE PENYEMBUHAN LUKA4,8-11
2. Fase proliferasi
Fase ini berlangsung sejak akhir fase inflamasi sampai sekitar 3 minggu.
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, dan terdiri dari proses:
a.Angiogenesis
Adalah proses pembentukan kapiler baru yang distimulasi oleh TNF-2
untuk menghantarkan nutrisi dan oksigen ke daerah luka.
b.Granulasi
Yaitu pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung kapiler
pada dasar luka (jaringan granulasi). Fibroblas pada bagian dalam luka
berproliferasi dan membentuk kolagen.
14
Gambar 16. Jaringan granulasi
c. Kontraksi
Pada fase ini, tepi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah luka yang
disebabkan oleh kerja miofibroblas sehingga mengurangi luas luka.
Proses ini kemungkinan dimediasi oleh TGF-.
d.Re-epitelisasi
Proses re-epitelisasi merupakan proses pembentukan epitel baru pada
permukaan luka. Sel-sel epitel bermigrasi dari tepi luka melintasi
permukaan luka. EGF berperan utama dalam proses ini.
15
berlebihan akan menyebabkan terjadinya penebalan jaringan parut atau
hypertrophic scar, sebaliknya produksi kolagen yang berkurang akan
menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka tidak akan menutup dengan
sempurna.
Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun hasil
penyembuhan yang dicapai sangat tergantung dari beberapa faktor.
16
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka antara lain
adalah : 6,12
1.Kebersihan Luka
Adanya benda asing, kotoran atau jaringan nekrotik (jaringan mati) pada
luka dapat menghambat penyembuhan luka, sehingga luka harus
dibersihkan atau dicuci dengan air bersih atau NaCl 0,9% dan jaringan
nekrotik (jaringan yang mati) dihilangkan (debrideman/debridement).
Debrideman adalah tindakan menghilangkan benda asing dan jaringan
mati/nekrotik, jaringan yang rusak atau terinfeksi dari luka.
Jenis-jenis debrideman adalah :13
a.Debrideman bedah (surgical debridement)
Yaitu debrideman yang dilakukan dengan menggunakan pisau bedah,
gunting atau alat lain untuk memotong jaringan nekrotik dari luka.
Merupakan metode debrideman yang cepat, selektif dan efektif tetapi
dapat menyebabkan rasa nyeri sehingga memerlukan anestesia lokal.
Cocok dilakukan pada luka dengan jaringan nekrotik yang banyak dan
atau yang disertai dengan infeksi.
17
dari luka. Dengan metode ini, jaringan normal pada luka dapat ikut
terangkat (tidak selektif) dan dapat menimbulkan rasa nyeri saat kasa
dilepas dari luka. Dapat dilakukan pada luka dengan jaringan nekrotik
yang tidak terlalu banyak (sedang).
18
yang dapat diperoleh dengan penggunaan wound dressing. Merupakan
debrideman yang sangat selektif, aman dan tidak menimbulkan rasa
nyeri. Cocok dilakukan pada luka derajat 3 atau 4 dengan eksudat
ringan hingga sedang.
2.Infeksi
Luka yang terinfeksi akan membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh.
Tubuh selain harus bekerja dalam menyembuhkan luka, juga harus
bekerja dalam melawan infeksi yang ada, sehingga fase inflamasi akan
berlangsung lebih lama. Infeksi tidak hanya menghambat penyembuhan luka
tetapi dapat menambah ukuran luka (besar dan/atau dalamnya luka). Luka
yang sembuh juga tidak sebaik jika luka tanpa infeksi.
3.Usia
Semakin lanjut usia, luka akan semakin lama sembuh karena respon sel
dalam proses penyembuhan luka akan lebih lambat.
4.Gangguan Suplai Nutrisi dan Oksigen pada Luka
Gangguan suplai nutrisi dan oksigen (misal akibat gangguan aliran darah
atau kekurangan volume darah) dapat menghambat penyembuhan luka.
5.Status Gizi
Gizi buruk akan memperlambat penyembuhan luka karena kekurangan
vitamin, mineral, protein dan zat-zat lain yang diperlukan dalam proses
penyembuhan luka.
19
6.Penyakit yang mendasari
Luka pada penderita diabetes dengan kadar gula darah yang tidak
terkontrol biasanya akan sulit sembuh atau bahkan dapat memburuk.
7.Merokok
Suatu studi menunjukkan bahwa asap rokok memperlambat penyembuhan
karena asap rokok akan merusak fibroblas yang penting dalam proses
penyembuhan luka.15
8.Stres
Stres yang berlangsung lama juga akan menghambat penyembuhan luka.
9.Obat-obatan
Penggunaan steroid atau imunosupresan jangka panjang dapat
menurunkan daya tahan tubuh yang dapat menghambat penyembuhan
luka.
E. KOMPLIKASI LUKA
20
4. Jaringan parut (skar) hipertrofik
Merupakan jaringan parut yang tumbuh berlebihan, menonjol di atas bekas
luka tetapi tidak melebihi luas luka asal.
5. Keloid
Merupakan jaringan parut yang tumbuh secara berlebihan, menonjol di atas
bekas luka, dapat melebihi luas luka asal, berwarna merah muda hingga
coklat tua, dan biasanya disertai rasa gatal.
21
BAB III
PENATALAKSANAAN LUKA
A. PENILAIAN LUKA
Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang keluar dari luka yang mengandung
berbagai substansi seperti air, elektrolit, nutrisi, sel mediator inflamasi,
leukosit (sel darah putih), protease (enzim yang menghancurkan
protein).
22
penyembuhan luka dan bermanfaat memberikan efek menenangkan
(soothing effect) ujung saraf yang terpapar pada luka sehingga
mengurangi nyeri pada luka. Tetapi jika jumlah eksudat pada luka
berlebihan, maka dapat menyebabkan peningkatan risiko infeksi pada luka
dan maserasi pada kulit sekitar luka (perlunakan jaringan
akibat terendam cairan). Selain itu, dalam eksudat luka kronik, jumlah
sel mediator inflamasi dan protease meningkat.
Jaringan nekrotik
Jaringan nekrotik adalah jaringan yang telah mati, terdiri dari 2 jenis:
1.Slough (basah, kekuningan)
2.Eskar (kering, kehitaman)
23
seperti jaringan nekrotik, infeksi, dan sebagainya
24
migrasi sel epitel ke permukaan luka
3.Mengurangi oksigenasi pada permukaan luka
4.Mengganggu aliran nutrisi ke permukaan luka
5.Meningkatkan risiko infeksi
6.Menyebabkan nyeri dan merusak sel-sel baru pada luka saat dressing
dilepas dari luka
25
4. Penggunaan Wound Dressing
Prinsip penggunaan wound dressing adalah untuk mendapatkan kondisi
lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan
berlangsung optimal.
5. Pemberian Antibiotika
Pada prinsipnya, luka yang bersih tidak perlu diberikan antibiotika.
Sedangkan pada luka terkontaminasi atau kotor, perlu diberikan antibiotika
untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka. Penggunaan antibiotika
topikal dapat berisiko terjadinya dermatitis kontak alergi dan resistensi
bakteri.
26
BAB IV
WOUND DRESSING
Wound dressing atau bebat luka adalah suatu bahan yang digunakan untuk
menutup luka dan atau menghentikan perdarahan pada luka.
Tidak ada satu pun wound dressing yang sesuai untuk semua jenis luka.
Namun suatu wound dressing seharusnya mempunyai satu atau lebih
karakteristik sebagai berikut:3,14,17,18
1. Mempertahankan lingkungan yang lembab (moist) pada luka
2. Menyerap eksudat yang berlebihan tanpa strikethrough (merembes ke
permukaan dressing)
3. Memberikan perlindungan mekanik pada luka
4. Memberikan perlindungan terhadap mikroorganisme patogen
(impermeabel/tidak dapat ditembus oleh mikroorganisme patogen)
5. Kedap air
6. Menjaga pertukaran udara pada luka
27
7. Menyerap bau luka
8. Tidak melekat pada luka sehingga mudah dilepas tanpa trauma
9. Mudah penggunaannya
10. Dapat diaplikasikan pada kulit bagian tubuh termasuk daerah yang tidak
datar seperti siku, lutut atau tumit (conformable)
11. Mempunyai efek debrideman
12. Tidak bersifat toksik dan alergenik
13. Steril
Berdasarkan melekat atau tidaknya dressing pada luka, wound dressing dapat
dibagi menjadi:
1. Adherent dressing
Yaitu dressing yang dapat melekat pada luka sehingga dapat
menyebabkan trauma atau rusaknya jaringan granulasi atau rasa nyeri
pada saat dressing dilepas dari luka.
2. Non-adherent dressing
Yaitu dressing yang tidak melekat pada luka.
28
Berdasarkan bahannya, saat ini terdapat beberapa jenis wound dressing
yaitu:12,18,20
1. Kasa
Terbuat dari tenunan katun.
Karakteristik :
a. Dapat digunakan sebagai dressing primer atau sekunder pada luka
dengan atau tanpa infeksi
b. Merupakan absorben (penyerap eksudat) yang cukup kuat
c. Mempunyai efek debrideman, tetapi tidak selektif sehingga jaringan
normal dapat ikut terlepas dari luka dan menimbulkan rasa nyeri bila
dilepaskan dari luka (debrideman mekanik)
d. Dapat meninggalkan serpihan kain/benang kasa pada luka
e. Memerlukan larutan atau gel untuk mempertahankan kelembaban
permukaan luka
3.Tule (tulle)
Merupakan dressing yang berbentuk lembaran seperti kasa dengan
lubang-lubang yang lebih jarang tetapi lebih kuat, tidak meninggalkan
serpihan kain/benang pada luka dan bentuknya relatif tetap (tidak seperti
kasa). Sesuai untuk luka yang datar dan dangkal. Biasanya diisi
(impregnated) dengan gel, vaselin, parafin, antiseptik atau antibiotika
topikal. Contoh: Bactigras, Bioplacenton Tulle, Sofra-Tulle.
29
4.Hidrogel (hydrogel dressing)
Merupakan dressing yang mengandung air dalam jumlah besar yang dapat
memberikan efek menyejukkan dan mengurangi nyeri pada luka.
Karakteristik :
a. Digunakan sebagai dressing primer pada luka dengan atau tanpa
infeksi dengan eksudat yang minimal
b. Memberikan lingkungan luka yang lembab
c. Mempunyai efek debrideman autolitik
d. Dapat mengisi dead space (rongga yang masih ada setelah penutupan
luka)
e. Tidak nyeri bila dilepaskan dari luka
f. Memerlukan dressing sekunder
Contoh: Intrasit Gel
7.Foam dressing
Merupakan foam polyurethane hidrofilik yang dapat menyerap eksudat.
Karakteristik :
a. Dapat digunakan sebagai dressing primer atau sekunder pada luka
dengan atau tanpa infeksi
31
b. Memberikan lingkungan luka yang lembab
c. Merupakan absorben yang kuat
d. Tidak nyeri dan atraumatik bila dilepaskan dari luka
Contoh: Allevyn
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Wasitaatmaja SM. Anatomi Kulit. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi
kedua, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1993:3-6.
2. Wasitaatmaja SM. Faal Kulit. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi
kedua, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1993:7-8.
3. Keast D, Orsted H. The Basic Principles of Wound Healing. www.pilonidal.
org/pdfs/Principles- of-Wound-Healing.pdf.30/10/2007.
4. Wound. www.wikipedia.com/en.wikipedia.org/wiki/Wound - 26k.05/10/2007.
5. Classification of wounds. http://www.accessmedicine.com/popup.aspx?aID=
816684 &print=yes. 05/10/2007.
6. Wound Care guide. www.mckinley.uiuc.edu/Handouts/pdfs/wound_care.pdf.
30/10/2007.
7. Gottrup F, Melling A, Hollander D.A. An overview of surgical site infections:
aetiology, incidence and risk factors. EWMA Journal 2005; 5(2): 11-5.
8. Sjamsuhidajat R. Luka, trauma, syok dan bencana. Dalam : Sjamsuhidajat R,
Jong W, ed. Buku Ajar ilmu Bedah. Edisi 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC 1997: 72-4.
9. Diegelmann R.F, Evans M.C. Wound Healing : An Overview of Acute, Fibrotic and
Delayed Healing. Frontiers in Bioscience 2004;9:283-9.
10. Mercandetti M, Cohen A.J. Wound Healing, Healing and Repair.
http://www.emedicine.com/plastic/topic411.htm#target1. 05/10/2007.
11. Falanga V. Wound Healing.http://www.aad.org/professionals/Residents/
MedStudCoreCurr/ DCWoundHealing.htm/11/06/2007.
12. Treatment of Wounds.http://www.accessmedicine.com/popup.aspx? aID =
816774&print=yes. 11/06/2007.
13. Falabella A.F. Debridement and wound bed Preparation. Dermatologic Therapy
2006;19:317-25.
33
14. Sharman D. Moist wound healing: a review of evidence, application and outcome.
The Diabetic Foot 2003;6(3):112-20.
15. Smoking Slows Healing. http://www.healthday.com/view.cfm? id= 522752.
20/12/2004.
16. Drosou A, Falabella A, Kirsner R.S. Antiseptics on Wounds : An Area of
Controversy. Wounds 2003;15(5):149-66.
17. Ovingtin L.G. Advances in wound dressings. Clinics in Dermatology 2007;25:33-8.
18. Synthetic wound dressings. http://dermnetnz.org/procedures/dressings.html.
19. An Overview of the topical management of wounds. AVJ 1997;75(6):20819.
20. Wiseman D.M, Rovee D.T, Alvarez O.M. Wound Dressings : Design and Use.
Dalam : Cohen K, Diegelmann R.F, Lindblad R.F, ed. Wound Healing. Biochemical
& Clinical Aspects. Philadelphia : W.B. Saunders Company 1992:592-76.
34