DISUSUN OLEH :
1. GLENDA TRI BISMA (022280)
2. NIRINA SANDY DIAN HAPSARI (02228076)
3. NUR ELFADHILA (022280)
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………….
DAFTAR ISI ……………………………………………………………...…………………
BAB I : PENDAHULUAN ………………………………………………….………………
4.1 Latar Belakang ……………………………………….………………………..…
4.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………..…
4.3 Tujuan ………………………………………………………….………………...
4.3.1 Tujuan Khusus ……………………………………..…………….….…
4.3.2 Tujuan Umum………………………………………………………..…
4.4 Ruang Lingkup ……………………………………………………………….…..
BAB II : PEMBAHASAN …………………………………………………………….…..…
2.1 Definisi ………………………………………………………………….….…
2.2 Tanda dan Gejala………………………………………….….………………..
2.3 Patofisiologi…………………………………………………………………….
2.4 Tes Diagnostik……………………………………………………
2.5 Penatalaksanaan
………………………………………………………………………..
2.6 Asuhan Keperawatan ………………………………………………………………..
BAB III : PENUTUP …………………………………………………………………....……
3.1 Kesimpulan ………………………………………………...……………………..
3.2 Saran ……………………………………………………………………….……..
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………...………
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui definisi, patofisiologi, tanda gejala, diagnostik, serta
penatalaksanaan dari obstruksi usus.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengatahui dan memahami gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan gastrointestinal Ileus Obstruktif..
2.1 Definisi
Obstruksi usus halus adalah hambatan pada pasase usus yang terjadi pada usus halus
disebut sebagai obstruksi saluran cerna tinggi yang dibarengi pengeluaran cairan dan elektrolit
pada lumen usus melalui muntah. Berdasarkan etiopatogenesis ileus obstruktif diklasifikasikan
dari obstruksi mekanik dan fungsional, dari luas obstruksi dapat dibedakan obstruksi partial atau
komplit, serta berdasarkan jenis obstruksinya ileus obstruktif dibedakan menjadi obstruksi
sederhana, closed loop, dan strangulasi.
Obstruksi usus disebut juga keadaan dimana usus mengalami sumbatan, baik pada usus
besar maupun usus halus. Keadaan ini umumnya terjadi akibat sumbatan makanan, feses, atau
sumbatan dari luar usus yang menekan rongga usus, seperti tumor atau masa yang lain.
Penyumbatan di usus dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Obstruksi total mampu
mengakibatkan penderitanya mengalami kesulitan buang gas atau buang air besar. Sedangkan,
obstruksi sebagian sering kali memicu terjadinya gangguan pencernaan seperti diare. Saat terjadi
penyumbatan, makanan, cairan, asam lambung, dan gas akan menumpuk pada area tersebut dan
menimbulkan tekanan. Apabila tekanan yang terjadi cukup besar, maka usus bisa pecah sehingga
bakteri berbahaya dapat masuk ke rongga perut. Bakteri yang masuk ke rongga perut mampu
memicu kondisi yang berbahaya, sehingga meningkatkan risiko infeksi pada usus. Apabila
dibiarkan dalam waktu lama, jaringan pada bagian usus yang mengalami obstruksi akan mati dan
menyebabkan komplikasi.
Beberapa gejala yang umumnya terjadi akibat penyumbatan pada usus adalah sebagai
berikut:
a. Menurunnya nafsu makan.
b. Mual dan muntah
c. Berkurangnya suara bising pada perut.
d. Pembengkakan pada perut.
e. Diare.
f. Kesulitan BAB atau sembelit.
g. Perut kembung.
h. Nyeri pada perut.
i. Kesulitan buang angin.
2.3 Patofisiologi
Secara normal 7-8 cairan kaya elektrolit disekresi oleh usus dan sebagian besar diserap,
bila usus tersumbat, maka cairan ini sebagian tertahan pada usus dan sebagian dieliminasi
melalui muntah, yang menyebabkan besar volume darah sirkulasi berkurang. Kemudian
menyebabkan hipotensi, syok hipovolemik dan penurunan aliran darah ginjal dan serebral. Pada
awitan obstruksi, cairan dan udara terkumpul pada bagian proksimal sisi yang bermasalah,
menyebabkan distensi. Manifestasi terjadinya lebih cepat dan lebih tegas pada blok usus halus
karena usus halus lebih sempit dan secara normal lebih aktif, volume besar sekresi dari usus
halus menambah distensi, sekresi satu-satunya yang yang bermakna dari usus besar adalah
mukus.
Distensi mengakibatkan peningkatan sementara pada peristaltik saat usus berusaha untuk
mendorong material melalui area yang tersumbat. Dalam beberapa jam peningkatan peristaltik
dan usus memperlambat proses yang disebabkan oleh obstruksi. Peningkatan tekanan dalam
ususcmengurangi absorbsinya, peningkatan retensi cairan masih tetap berlanjutcsegera, tekanan
intralumen aliran balik vena, yang meningkatkan permeabilitas kapiler dan memungkinkan
plasma ekstra arteri yang menyebabkan nekrosis dan peritonitis.
2.4 Tes Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosis, dokter perlu melakukan anamnesis terkait gejala dan
riwayat kesehatan pasien. Kemudian, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik secara menyeluruh,
utamanya di bagian perut. Biasanya, dokter akan meminta pasien untuk melakukan pemeriksaan
penunjang, seperti:
a. Tes darah, untuk mengukur jumlah sel darah, kadar elektrolit, serta fungsi hati
dan ginjal.
b. Rontgen atau CT Scan perut, agar mengetahui dimana lokasi penyumbatan.
c. Tes barium enema, untuk melihat bagian dalam usus secara lebih jelas.
d. Kolonoskopi, untuk mengamati kondisi usus besar.
e. Endoskopi, untuk mengatasi kondisi sistem pencernaan atas, seperti usus halus,
lambung, dan kerongkongan.
f. Sonogram, untuk menentukan adanya ruang yang mengandung cairan seperti
kista, abses atau cairan bebas didalam rongga perut atau ruang yang berisi
jaringan padat
2.5 Penatalaksanaan
Menurut Engram ( 1999 : 243 ) penatalaksanaan obstruksi usus atau illeus adalah :
a. Intubasi nasogastrik dengan pengisap dan menggunakan selang salem sump atau
selang usus panjang (selang cantor, selang harris).
b. Terapi intra vena dengan penggantian elektrolit.
c. Tirah baring
d. Analgetik
e. Pembedahan seperti reseksi usus (pengangkatan segmen yang sakit sekostomi
temporer, untuk obstruksi yang disebabkan oleh faktor mekanis.
Sedangkan menurut (Bernstein, 2017) penderita penyumbatan usus harus di rawat dirumah sakit.
Penatalaksanaan pasien dengan ileus obstruktif adalah:
a. Persiapan, pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah
caspirasi danmengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan,
dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum.
Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi
parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif
b. Operasi, operasi bisa dilakukan jika sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah
pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila : Strangulasi,
Obstruksi lengkap, Hernia inkarserata, Tidak ada perbaikan dengan pengobatan
konservatif (dengan pemasangan NGT, infus,oksigen dan kateter).
c. Pasca bedah, pengobatan pasca bedah sangat penting terutama nyeri dan dalam
hal cairan dan elektrolit. Perlu mencegah terjadinya gagal ginjal dan wajib
memberikan kalori yang cukup. Pada pasca bedah usus pasien dalam keadaan
paralitik nyeri menjadi masalah utama yang dirasakan oleh pasien, sehingga
penangan pemberian analgetik sangat diperlukan oleh pasien pada keadaan pasca
operasi.
3.1 Kesimpulan
3.2 Kritik dan Saran