DOSEN
SITI NURJANAH,S.KEP.,NS.,M.KEP
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang,Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkanrahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang konsep asuhan keperawatan atresia duktus.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat amemperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................... iii
BAB 1 Pendahuluan............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................. 3
1.4 Manfaat................................................................................................ 3
Bab 2 Tinjauan Teori.......................................................................................... 4
2.1 Pengertian Atresia duktus.................................................................... 4
2.2 Pengertian Atresia duktus.................................................................... 4
2.3 Manifestasi Klinis Atresia dektus..................................................... 5
2.4 Patofisiologi Atresia dektus.............................................................. 6
2.5 Pathway Atresia dektus........................................................................ 7
2.6 Pemeriksaan diagnostik Atresia dektus................................................ 8
2.7 Penatalaksanaan Atresia dektus .......................................................... 11
2.8 Komplikasi .......................................................................................... 14
2.9 Asuhan keperawatan Atresia dektus..................................................... 16
BAB 3 Penanya dan Jawaban Penyaji Materi ............................................. 30
BAB 4 PENUTUP ........................................................................................... 32
3.1 kesimpulan........................................................................................... 32
3.2 Saran..................................................................................................... 32
Daftar Pustaka...................................................................................................... 33
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Instalasi Rawat Inap anak, tercatat 96 penderita dengan penyakit kuning
gangguan fungsi hati didapatkan 9(9,4%) menderita atresia bilier (Widodo J,
2010).
2
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
1. Bagi Penulis
Memperoleh pengetahuan tentang konsep asuhan keperawatan atresia
duktus serta meningkatkan keterampilan dan wawasan.
2. Bagi Pembaca
Memperoleh dan menambah wawasan konsep asuhan keperawatan atresia
duktus
3. Bagi Fakultas Keperawatan dan Kebidanan UNUSA
Bahan masukan bagi calon perawat untuk meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan dengan konsep asuhan keperawatan atresia duktus
3
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Atresia bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari
tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik
atau intrahepatik (Suriadi, 2006).
4
oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat
kelahiaran.
5
bilirubin tidak memasuki intestinum sehingga urobilinogen tidak terdapat
dalam urine.
i. Bayi tidak mau minum dan lemah
j. Mual muntah
6
2.4 Pathway Atresia dektus
Empedu tersumat
degenerasi hepatic
fibrosis malnutrisi
7
2.6 Pemeriksaan diagnostik Atresia dektus
8
2) Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi
warna pada tinja/stercobilin dalam tinja berkurang karena
adanya sumbatan.
3) Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan dan faktor
pembekuan : protombin time, partial thromboplastin time.
b. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi doudenum (DAT) merupakanupaya diagnostik
yang cukup sensitif. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar
bilirubin dalam empedu hanya 10%, sedangkan kadar asam empedu
didalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu di
dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.
2. Pencitraan
a. Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat
ditingkatkan bila pemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada
keadaaan puasa, saat minum dan sesudah minum. Bila pada saat atau
sesudah minum kanung empedu berkontraksi, maka atresia bilier
kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abdormal duktus
bilier, tidak ditemukan kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas
hati, sangat mendukung diagnosis atresia bilier. Namun, adanya
kandung empedu tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu
atresia bilier tipe 1 / distal.
b. Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium
99m mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98.4%. Sebelum
pemeriksaan dilakukan, kepada pasien dibenkan fenobarbital 5
mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5hari. Pada
kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung
lambat tetapi ekskresinya ke usus normal, sedangkan pada atresia bilier
proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat
atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik
9
yang berat juga tidak akan ditemukan ekskresi isotope ke duodenum.
Untuk meningkatkan sensitivitas danspesifisitas pemeriksaan
sintigrafi,dilakukan penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop
dihati dan jantung), padamenit ke-10. lndeks hepatik > 5 dapat
menyingkirkan kemungkinanatresia biller, sedangkan indeks hepatik <4,3
merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier.Teknik sintigrafi dapat
digabung dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar
98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia biller,
yang terbaik adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan
sintigrafi.
c. Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary
Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dan
empedu dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana ada
blokade pada aliran empedu.
d. Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancreaticography).Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna
untuk membedakan antara atresia biller dengan kolestasisintrahepatik.
Bila diagnosis atresia biller masih meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan kolangiografi durante operasionam. Sampai saat ini
pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas untuk
membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia biller.
3. biopsi hati
10
dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk
menentukan apakah portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran
histopatologik hati yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan
intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu
yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari,
terjadinya prohferasi duktuler (gambaran histopatologik yang
menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik)
memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan
biopsi pada usia < 6 minggu
Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
11
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain
triglycerides (MCI) untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan
mempercepat metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang
dipercepat alcan secara efisien segera dikonversi menjadi
energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot,
ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan
yang mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega,
minyak kelapa, dan lainnya.
3) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.
Seperti vitamin A, D, E, K
3.Terapi Bedah
a. Kosai Prosedur
12
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transpantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk
atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara
dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ
satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan
fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak
dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa
bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi
transpiantasi telah juga rneningkatkan kemungkianan untuk
dilakukannya transpiantasi pada anak-anak dengan atresia bilier. Di
masa lalu, hanya hati dan anak kecil yang dapat digunakan untuk
transpiatasi karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah
dikembangkan untuk menggunakan bagian dan hati orang dewasa,
yang disebut”reduced size” atau “split liver” transpiantasi, untuk
transpiantasi pada anak dengan atresia bilier.
Berdasarkan treatment yang diberikan:
a. Palliative treatment
Dilakukan home care untuk meníngkatkan drainase empedu
dengan mempertahankan fungsi hati dan mencegah komplikasi
kegagalan hati
b. Supportive treatment
- Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang
berperan dalam pembekuan darah dan apabila kekurangan
vitamin K dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan
kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada,
kubis, kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau
tua adalah sumber terbaik vitamin ini.
- Nutrisi support, terapi ini diberikan karena kiien dengan atresia
bilier mengalami obstruksi aliran dan hati ke dalam usus
sehingga menyebabkan lemak dan vitamin larut lemak tidak
dapat diabsorbsi. OIeh karena itu diberikan makanan yang
13
mengandung medium chain triglycerides (MCT) seperti
minyak kelapa.
- Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dan akumutasi
toksik yang menyebar ke dalam darah dan kulit yang
mengakibatkan gatal (pruirltis) pada kulit.
- Pembenan health edukasi dan emosional support, keluarga juga
turut membantu dalam memberikan stimulasi perkembangan
dan pertumbuhan klien.
2.8 Komplikasi
1. Kolangitis
komunikasi langsung dan saluran empedu intrahepatic ke usus
dengan aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan
ascending cholangitis. Hal ini terjadi terutamadalam minggu-
minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-
60% kasus.lnfeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada
tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik
terganggu), ikterus yang berulang. teses acholic dan mungkin
timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah
dan / atau biopsi hati.
2. Hipertensi portal:
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dan anak-anak
setelah portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah
varises esofagus.
3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal:
Seperti pada pasien denigan penyebab lain secara spontan (sirosis
atau prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah)
portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin
terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan
dyspneu.Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu.
Selain itu, hiperterisi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak
dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan
kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan
14
oleh echocardiograpity.Transplantasi liver dapat membalikan
shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonalke tahap
semula.
4. Keganasan
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas
dapat timbul Pada pasien dengan atresia bilier yang telah
mengalami sirosis. Skrining untuk keganasan Harus dilakukan
secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang
berhasil.
Hasil setelah gagal operasi Kasai
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk
memulihkan aliran empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan
transpiantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua
kehidupan, namun dapat dilakukan Iebih awal (dan 6 bulan hidup)
untuk mengurari kerusakan dan hati. Atresia buhen mewakili lebih
dan setengah dan indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-
kanak. Hal ini juga mungkin dipenlukan dalam kasus kasus dimana
pada awalnya sukses setelah operas Kasai tetapi timbul ikterus
yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau untuk
berbagai komplikasi dan sirosis (hepatopulmonary sindrom).
Prognosis
15
60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak
adanya duktus biller ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit
hipertensi portal. (Dewi. Kristiana.2010.Atresia bilier)
2.9 Asuhan keperawatan Atresia dektus
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi Nama,Umur, Jenis Kelamin dan data-data umum
lainnya. Hal ini dilakukan sebagai standar prosedur yang harus
dilakukan untuk mengkaji keadaan pasien. Umumnya Atresia billiaris
lebih banyak terjadi pada perempuan. Atresia bilier dtemukan pada 1
dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan
anak laki-laki adalah 2:1.
b. Keluhan Utama
16
Imunisasi: imunisasi yang biasa diberikan yaitu BCG, DPT, Hepatitis,
dan Polio.
e. Riwayat Perinatal
1) Antenatal:
Pada anak dengan atresia biliaris, diduga ibu dari anak pernah
menderita infeksi penyakit, seperti HIV/AIDS, kanker, diabetes
mellitus, dan infeksi virus rubella
2) Intra natal:
Pada anak dengan atresia biliaris diduga saat proses kelahiran
bayi terinfeksi virus atau bakteri selama proses persalinan.
3) Post natal:
Pada anak dengan atresia diduga orang tua kurang memperhatikan
personal hygiene saat merawat atau bayinya. Selain itu kebersihan
peralatan makan dan peralatan bayi lainnya juga kurang
diperhatikan oleh orang tua ibu.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
17
h. Keadaan Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit
Kedaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya atresia pada anak
yaitu pola kebersihan yang cenderung kurang. Orang tua jarang
mencuci tangan saat merawat atau menetekkan bayinya. Selain itu,
kebersihan botol atau putting ketika menyusui bayi juga kurang
diperhatikan.
i. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Aktivitas/Istirahat : Pola aktivitas dan istirahat anak dengan
atresia biliaris terjadi gangguan yaitu ditandai dengan anak
gelisah dan rewel yang gejalanya berupa letargi atau kelemahan
2) Pola Sirkulasi : Pola sirkulasi pada anak dengan atresia biliaris
adalah ditandai dengan takikardia, berkeringat yang berlebih,
ikterik pada sklera kulit dan membrane mukosa.
3) Pola Eliminasi : Pola eliminasi pada anak dengan atresia biliaris
yaitu terdapat distensi abdomen dan asites yang ditandai dengan
urine yang berwarna gelap dan pekat. Feses berwarna dempul,
steatorea. Diare dan konstipasi pada anak dengan atresia biliaris
dapat terjadi.
4) Pola Nutrisi : Pola nutrisi pada anak dengan atresia biliaris
ditandai dengan anoreksia,nafsu makan berkurang, mual-muntah,
tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas dan
biasanya disertai regurgitasi berulang.
5) Pola kognitif dan persepsi sensori: pola ini mengenai
pengetahuan orang tua terhadap penyakit yang diderita klien
18
yang menderita atresia biliaris biasanya tidak ada gangguan dalam
reproduksi.
9) Pola mekanisme koping: keluarga perlu memeberikan dukungan
dan semangat sembuh bagi anak.
10) Pola nilai dan kepercayaan: orang tua selalu optimis dan berdoa
agar penyakit pada anaknya dapat sembuh dengan
cepat.
j. Pemeriksaan Fisik
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu
berupa:
1) Air kemih bayi berwarna gelap
2) Tinja berwarna pucat
3) Kulit berwarna kuning
4) Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan
berlangsung lambat
5) Hati membesar.
6) Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala
berikut:
a) Gangguan pertumbuhan
b) Gatal-gatal
c) Rewel
d) Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang
mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).
7) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : lemah.
TTV : Tekanan Darah : terjadi peningkatan terutama pada
vena porta
Suhu : Suhu tubuh dalam batas normal
Nadi : takikardi
RR : terjadi peningkatan RR akibat diafragma yang
tertekan (takipnea)
19
b) Kepala dan leher
Inspeksi : Wajah : simetris
Rambut : lurus/keriting, distribusi merata/tidak
Mata : pupil miosis, konjungtiva anemis
Hidung : kemungkinan terdapat pernafasan cuping
Hidung
Telinga : bersih
Bibir dan mulut : mukosa biibir kemungkinan terdapat ikterik
Lidah : normal
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe
pada leher
c) Dada
Inspeksi : asimetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan
dan tekanan pada otot diafragma akibat
pembesaran hati (hepatomegali).
Palpasi : denyutan jantung teraba cepat, terdapat nyeri
tekan(-)
Perkusi : Jantung : dullness
Paru : sonor
Auskultasi : tidak terdengar suara ronchi
kemungkinan terdengar bunyi wheezing
d) Abdomen
Inspeksi : terdapat distensi abdomen
Palpasi : dapat terjadi nyeri tekan ketika dipalpasi
Perkusi : sonor
Auskultasi : kemungkinan terjadi pada bising usus
e) Kulit
Turgor kurang, pucat, kulit berwarna kuning (jaundice)
f) Ekstremitas
Tidak terdapat odem pada pada extremitas
20
k. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) Bilirubin direk dalam serum meninggi (nilai normal bilirubin total <
12 mg/dl) karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu
yang luas.
b) Tidak ada urobilinogen dalam urine.
c) Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase
alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid
(kolesterol fosfolipid trigiliserol)
2) Pemeriksaan diagnostik
a) USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab
kolestasis ekstra hepatic (dapat berupa dilatasi kristik saluran
empedu)
b) Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan
duodenum di aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu dapat
berarti atresia empedu terjadi
c) Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan
hati memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran
empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan
empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra
hepatik
d) Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan
noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75% penderita
tidak ditemukan lumen yang jelas
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko ketidak keseimbangan cairan dibuktikan dengan obstruksi
intestinal
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas dibuktikan dengan mengi, wheezing dan/ronkhi kering
c. Resiko disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan intoleransi
makanan dibuktikan dengan diaredistensi abdomen
21
Perencanaan Keperawatan
No SLKI SIKI
HASIL HASIL
Diagnosa
KODE
keperawatan
1 Tujuan: Setelah dilakukan intervensi
Kategori: selama 3jam maka keseimbangan 1. Monitor status hidrasi (
fisiologis cairan meningkat dengan kriteria hasil: mis. Frekuensi nadi,
Subkategori: 1. tekanan darah dari skala 2 kekuatan nadi, akral,
nutrisi/ cairan (cukup menurun) menjadi skala pengisian kapiler,
Resiko ketidak 5 (meningkat) kelembapan mukosa,
keseimbangan 2. edema dari skala 1 (menurun) tugor kulit, tekanan
cairan dibuktikan menjadi skala 4 (cukup darah)
dengan obstruksi meningkat) 2. Monitor berat badan
D.0001 intestinal 3. dehidrasi dari skala 1 (menurun) harian
menjadi skala 4 (cukup 3. Catat intake- output dan
meningkat) hitung balans cairan 24
4. membran mukosa dari skala 2 jam
(cukup menurun) menjadi skala 4. Berikan asupan cairan
5 (meningkat) sesuai kebutuhan
5. tugor kulit dari skala 2 (cukup 5. Berikan cairan intravena,
menurun) menjadi skala 4 jika perlu kolaborasi
(cukup meningkat)
22
Subkategori: elektrolit meningkat dengan kriteria 1. monitor pola nafas (
respirasi hasil: frekuensi, kedalaman,
Bersihan jalan Kode: L.01001 usaha nafas)
nafas tidak 1. batuk efektif dari skala 2 (cukup 2. monitor bunyi nafas
efektif menurun) menjadi skala 5 tambahan ( mis.
berhubungan (meningkat) Gurgling, mengi,
dengan 2. wheezing dari skala 3 (sedang) whezezing, ronkhi
hipersekresi menjadi skala 5 (menurun) kering)
jalan nafas 3. mekonium dari skala 2 (cukup 3. lakukan fioterapi dada ,
dibuktikan meningkat) menjadi skala 4 jika perlu
dengan mengi, (cukup menurun) 4. berikan oksigen, bila
wheezing 4. sianosis dari skala 2 (cukup perlu
dan/ronkhi meningkat) menjadi skala 4 5. lakukan penghisapan
kering (cukup menurun) lendir kurang lebih
5. frekuensi nafas dari skala 2 selama 15 detik
(cukup memburuk) menjadi skala
5 (membaik )
3. D.0033 Resiko disfungsi Tujuan: Setelah dilakukan intervensi Pemantauan nutrisi
motilitas selama 2x 24 jam maka fungsi Kode: 1.03123
gastrointestinal gastrointestinal meningkat dengan 1. Identifikasi faktor yang
berhubungan kriteria hasil: mempengaruhi asupan
dengan Kode : L.03019 gizi
intoleransi 1. Nafsu makan dari skala 2 (cukup 2. Identifikasi kelainan
makanan menurun) menjadi skala 5 eliminasi
dibuktikan (meningkat) 3. Monitor asupan oral
dengan 2. Nyeri abdomen dari skala 3 4. Hitung perubahan berat
diaredistensi (sedang) menjadi skala 5 badan
abdomen (menurun) 5. Jelaskan tujuan dan
23
3. Frekuensi BAB dari skala 2 prosedur pemantauan
(cukup memburuk) menjadi
skala 5 (membaik)
4. Warna feses dari skala 2 (cukup
memburuk) menjadi skala 5
(membaik)
24
3.Implementasi
25
berhubungan tindakan ini
dengan 2. monitor bunyi nafas tambahan ( mis.
hipersekresi Gurgling, mengi, whezezing, ronkhi
14.45 jalan nafas kering)
dibuktikan R: keluarga bisa mengetahui apa tidak
dengan mengi, normal pada bagian pernafasan anaknya
wheezing 3. lakukan fioterapi dada , jika perlu
dan/ronkhi R: pasien terlihat lebih relaks dan psikis
15.40 kering nya lebih tenang dan bisa mengalihkan
D.0036 pemikiran nyeri
4. berikan oksigen, bila perlu
R: pasien lebih cepat diberi perawatan
5. lakukan penghisapan lendir kurang lebih
selama 15 detik
R: pasien lebih bisa menerima perwatan
yang diberikan
26
Resiko
disfungsi 1. Identifikasi faktor yang mempengaruhi
motilitas asupan gizi
gastrointestinal R: pasien merasa lebih terbantu dalam hal
18.00
berhubungan memilih jenis nutrient
19.30 dengan 2. Identifikasi kelainan eliminasi
intoleransi R: merasa lebih terbantu dalam
makanan pemerikasaan ini
3 20.00 dibuktikan 3. Monitor asupan oral
dengan R: merasa lebih terbantu dalam pemberian
diaredistensi makanan melalui oral
21.30 abdomen 4. Hitung perubahan berat badan
D.0033 R: membantu keluarga dalam mengetahui
perubahan berat badan anaknya
5. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
R: keluarga sagat penjelasan yang
diberikan perawat
27
5. Evaluasi
Diagnose Evaluasi Paraf
Resiko disfungsi
motilitas S: Orang tua pasien mengatakan jika sang anak
gastrointestinal masih mengeluh sakit di ekitar abdomen
berhubungan dengan O: BB menurun, Muntah, dan konjungtiva tampak
intoleransi makanan anemis
dibuktikan dengan A: masalah belum teratasi
diaredistensi P: Lanjutkan Intervensi
abdomen D.0033
28
Resiko disfungsi
motilitas S: Orang tua pasien mengatakan pasien sudah
gastrointestinal mulai berkurang BABnya
berhubungan dengan O: pasien BAB 2 kali dalam sehari, dengan
intoleransi makanan konsentrasi cair
dibuktikan dengan A: masalah teratasi sebagian
diaredistensi P: Lanjutkan Intervensi
abdomen D.0033
29
BAB 3
Penyaji Materi :
bisa menyebabkan kematian pada usia 12 bulan Atresia bilier adalah suatu
keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus bilier ekstrahepatik yang
menyebabkan hambatan aliran empedu. Atresia bilier terjadi karena proses
inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif
pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga terjadi hambatan aliran empedu
(kolestasis), akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam
empedu dan peningkatan bilirubin direk Penyebab atresia bilier belum
dapat dipastikan. Atresia bilier akan mengakibatkan fibrosis dan sirosis
hati pada usia yang sangat dini
30
adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke usus.
Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana penanganan dan dasar
pemikiran bagi tindakan yang akan dilakukan harus disampaikan kepada
anggota keluarga pasien. Segera susudah pembedahan portoenterostomi,
asuhan keperawatannya serupa dengan yang dilakukan pada setiap
pembedahan abdomen yang berat. Keberhasilan portoenterostomi
ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik porta
hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya
sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka
keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8
minggu maka angka keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila
operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya
10%dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang
mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi, faktor-faktor yang
mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60
hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya
duktus biller ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi
portal
4. Penanya : Firdausi Zamhariroh Ramadhani (1130017121)
Setelah melahirkan ada kendala apa yang di berikan edukasi untuk
mengatasi atrisia duktus ?
Penyaji Materi :
Memberikan edukasi Penyuluhan yang diberikan meliputi pemberian obat
dan terapi gizi, termasuk penggunaan formula khusus, suplemen vitamin
serta mineral, terapi nutrisi enteral atau parenteral. Pruritus mungkin
menjadi persoalan signifikan namun dapat dikurangi dengan obat atau
tindakan seperti mandi rendam atau memotong kuku jari-jari tangan
31
BAB 4
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
32
DAFTAR PUSTAKA
Suriadi dan Yuliani Nita.2006 Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta :
Penebaran Swadays
Widodo Judarwanto. 2010 Atresia Biller, Waspadai bila kuning bayi baru lahir
yang berkepanjangan
33
KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Klien:
1) Nama: An. M
5) Agama: Islam
6) Pendidikan: -
7) Pekerjaan: -
34
1. Identitas Penanggung Jawab:
1) Nama: Tn. D
2) Umur: 40 tahun
4) Agama: Islam
5) Pendidikan: SLTA
6) Pekerjaan: Wiraswasta
1. Riwayat Keperawatan
− Alkohol: Klien dan orang tua tidak ada yang mengkonsumsi alkohol
Riwayat MRS : Demam selama 4 hari, rewel, perut membesar, dan kulit
tampak kuning.
35
1. Pola Aktivitas dan Latihan
3. Pola Nutrisi-Metabolik
Diet Khusus: Selama sakit, klien dianjurkan diet saring tiap 4 jam
4. Pola Eliminasi
36
5. Pola Kognitif-Perseptual
Bicara: -
Kemampuan membaca: -
7. Pola Koping
Masalah Utama Setelah Masuk RS: Klien takut dengan perawat. Orang tua
punya masalah dengan biaya perawatan dan operasi klien
8. Pola Seksual-Reproduksi
9. Pola Peran-Berhubungan
37
Selama masuk RS, klien selalu ditunggu oleh keluarganya
Suhu: 38, 4o C
RR: 32 x/menit
Kualitas: cepat
3. Metabolik-Integumen
Kulit
38
Warna: kuning
Terdapat pruritus
Mulut
Bibir: kering
Lidah: bersih
4. Persyarafan/Sensori
Penglihatan:
Pupil: isochors
Sclera: ikterik
Konjungtiva: anemis
5. Muskuloskeletal
39
Keseimbangan: belum bisa berjalan
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
B. Analisa Data
Sumbatan saluran
empedu
DS: Ibu mengatakan perut
anaknya membesar
Kelebihan volume
Atresia billier
DO: Abdomen tampak cairan
membesar,lingkar abdomen
semakin bertambah
Gangguan absorbsi
Resiko Ketidak
Seimbangan Elektrolit
2. DS: Ibu mengatakan sakit Infeksi virus intraurine
Gangguan tumbuh-
anaknya sudah lama Ibu
kembang
mengatakan anaknya susah
40
makan Sumbatan saluran
empedu
DO: Didapatkan terjadi
keterlambatan dalam
pertumbuhan anak tsb Hasil
DDST untestable Atresia billier
Anoreksia kronik
Gangguan tumbuh
kembang
3. Infeksi virus intraurine
Sumbatan saluran
empedu
DS: Ibu berkata anaknya susah
makan.
Resiko devisit
Atresia billier nutrisi
DO: Anaknya tampak kurus
Hasil Z- skor -3,56 (BB rendah)
Anoreksia kronik
Diagnosis Keperawatan
41
No Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Ketidak Seimbangan Elektrolit di buktikan dengan
Kelebihan volume cairan
Kode : D.0037
Kategori: fisiologis
Subkategori: nutrisi dan cairan
2. Gangguan tumbuh-kembang berhubungan dengan efek
ketidakmampuan fisik dibuktikan dengan pertumbuhan fisik
terganggu
Kode : D.0106
Kategori: psikologis
Subkategori: pertumbuhan dan perkembangan
Rencana Keperawatan
SLKI SIKI
No SDKI
Kode Hasil Kode Hasil
Status Cairan Pemantauan Cairan
Setelah diberikan asuhan Tindakan
keperawatan selama 1 x 24 Observasi:
jam, diharapkan risiko a. Monitor
Resiko Ketidak
ketidakseimbangan jumlah, warna,
Seimbangan elektroloit dapat terkontrol dan berat jenis
dengan: urin
Elektrolit di
a. Output urin dari skala b. Monitor intake
I.03121
buktikan dengan 2 (cukup menurun) dan output
L.03028 menjadi skala 4 (cukup cairan
Kelebihan volume
meningkat) c. Identifikasi
1. cairan b. Kosentrasi urin dari tanda-tanda
skala 1 (meningkat) hipovelemia
Kode : D.0037
menjadi skala 2 (cukup d. Identifikasi
Kategori: fisiologis meningkat) tanda-tanda
c. Edema anasarka dari hypervolemia
1. Subkategori: nutrisi
skala 1 (meningkat) e. Identifikasi
dan cairan menjadi skala 2 (cukup faktor resiko
meningkat) ketidakseimban
d. Edema perifer dari gan elektrolit
skala 1 (meningkat) Terapeutik:
menjadi skala 2 (cukup a. Atur interval
meningkat) waktu
42
e. Berat badan dari skala pemantauan
2 (cukup meningkat) sesuai dengan
menjadi skala 4 (cukup kondisi pasien
menurun) b. Dokumentasi
f. Intake cairan dari skala hasil
1 (memburuk) menjadi pemantauan
skala 3 (sedang) Edukasi:
a. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
b. Informasikan
hasil
pemantauan,
jika perlu.
Status Pertumbuhan Edukasi
Setelah diberikan asuhan perkembangan bayi
keperawatan selama 2 x 24 Observasi:
Gangguan tumbuh- jam, diharapkan Gangguan a. Identifikasi
kembang tumbuh-kembang keseipan dan
berhubungan berhubungan dengan efek kemampuan
dengan efek ketidakmampuan fisik dapat menerima
ketidakmampuan teratasi dengan: informasi
fisik dibuktikan Kriteria Hasil : Teraputik :
dengan a. Berat badan a. Jadwalkan
pertumbuhan fisik sesuai usia pendidikan
terganggu dari skala 1 1.1243 kesehatan
2. L.10102
6
Kode : D.0106 (menuirun) sesuai
Kategori: psikologis menjadi skala kesepakatan
Subkategori: 4 (cukup b. Berikan
pertumbuhan dan meningkat) keluarga untuk
perkembangan b. Panjang/ bertanya
tinggi badan Edukasi:
sesuai dari a. Jelaskan proses
skala 2 (cukup tumbuh
menurun) kembang bayi
menjadi skala b. Anjurkan
5 (meningkat) bermain
43
c. Indeks masa bersama anak
tubuh dari c. Anjurkan
skala 1 memonitor
(menurun) pengobatan
menjadi skala anak
5 (meningkat) d. Anjurkan
d. Asipan nutrisi membangun
dari skala 3 interaksi yang
(sedang) baik dengan
menjadi skala bayi
5 (meningkat)
44
menjadi skala suhu yang
5 (meningkat) sesuai
c. Nyeri b. Beri makanan
abdomen dari tinggi serat
skala 1 untuk
(menurun) mencegah
menjadi skala konstipasi
4 (cukup c. Beri makanan
meningkat) tinggi kalori
d. Diare dari dan tinggi
skala 2 (cukup protein
meningkat) Edukasi :
menjadi skala a. Anjurkan posisi
4 (cukup duduk, jika
menurun) mampu
e. Indeks masa b. Anjurkan diet
tubuh dari yang
skala 1 diprogramkan
(memburuk)
menjadi skala
4 (cukup
membaik)
Implementasi
No Tanggal/ jam Diagnosa Implementasi Paraf
08.30 Resiko Ketidak 1. Monitor jumlah, warna, dan berat jenis
Seimbangan urin
1. 09.00 Elektrolit di R: Orang tua pasien bisa lebih menjaga
buktikan dengan jumlah cairan yang masuk
11.30 Kelebihan 2. Identifikasi faktor resiko
45
volume cairan ketidakseimbangan elektrolit
Kode : D.0037 R: Orang tua pasien faham mengenai
13.00 faktor resiko ketidak seimbangan cairan
3. Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
R: Orang tua pasien merasa terbantu
dalam tindakan ini
4. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
R: Orang tua pasien lebih mengerti
tindakan selanjutnya untuk anaknya
Gangguan
tumbuh- 1. Jelaskan proses tumbuh kembang bayi
13.30 kembang R: Orang tua merasa terbantu dalam
berhubungan penjelesan tersebut
2. Anjurkan bermain bersama anak
dengan efek
R: Orang tua lebih bisa memantau
ketidakmampuan perkembangan anaknya
2 fisik dibuktikan 3. Anjurkan memonitor pengobatan anak
14.45
dengan R: Orang tua lebih teliti melihat
pemberian obat yang diberikan
pertumbuhan 4. Anjurkan membangun interaksi yang
fisik terganggu baik dengan bayi
R: Orang tua pasien lebih terbantu dalam
15.40 Kode : D.0106 tidakan ini
46
Resiko devisit 6. Sajikan makanan makanan secara
nutrisi menarik dan suhu yang sesuai
18.00 dibuktikan R: Orang tua pasien bisa memilih makan
EVALUASI
P : Intervensi Dilanjutkan
17.10 Gangguan tumbuh- S : Ibu mengatakan sakit anaknya
kembang sudah lamaIbu mengatakan
berhubungan anaknya susah makan
47
fisik dibuktikan anak tsbHasil DDST untestable
dengan
A : Gangguan tumbuh kembang
pertumbuhan fisik
berhubungan dengan kondisi
terganggu kronik belum teratasi.
Kode : D.0106
P : Rencana 1-2 masih dilanjutkan.
48
A : Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan absorbsi dan
anoreksia masih berlanjut.
P : Intervensi dilanjutkan
49
Jurnal : 01 ( Evaluasi pasien praoperasi Tranplantasi Hati Anak di RSUPN
dr.Cipto )
Tahun : 2019
50
Jurnal : 02 ( Laporan kasus berbasis bukti pemberian streoid untuk meningkatkan
Bilirubin Clearance pada Pasien dengan Atresia Bilier Pasca Prosedur kasai
Tahun : 2018
51