Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA DUKTUS

DISUSUN KEL 03 /5D :

1. WIDYA AYU SOETAWATI 1130017141


2. TRISNA FIRDASARI 1130017142
3. RISKA NURIYANTI 1130017151

DOSEN

SITI NURJANAH,S.KEP.,NS.,M.KEP

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang,Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkanrahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang konsep asuhan keperawatan atresia duktus.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat amemperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang konsep asuhan


keperawatan atresia duktus. Dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.

Surabaya, 24 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................... iii
BAB 1 Pendahuluan............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................. 3
1.4 Manfaat................................................................................................ 3
Bab 2 Tinjauan Teori.......................................................................................... 4
2.1 Pengertian Atresia duktus.................................................................... 4
2.2 Pengertian Atresia duktus.................................................................... 4
2.3 Manifestasi Klinis Atresia dektus..................................................... 5
2.4 Patofisiologi Atresia dektus.............................................................. 6
2.5 Pathway Atresia dektus........................................................................ 7
2.6 Pemeriksaan diagnostik Atresia dektus................................................ 8
2.7 Penatalaksanaan Atresia dektus .......................................................... 11
2.8 Komplikasi .......................................................................................... 14
2.9 Asuhan keperawatan Atresia dektus..................................................... 16
BAB 3 Penanya dan Jawaban Penyaji Materi ............................................. 30
BAB 4 PENUTUP ........................................................................................... 32
3.1 kesimpulan........................................................................................... 32
3.2 Saran..................................................................................................... 32
Daftar Pustaka...................................................................................................... 33

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atresia bilier merupakan proses inflamasi progresif yang


menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik
sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L.
Wong, 2008).

Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke


kandung empedu. Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan
abnormal dari saluran empedu di dalam maupun di luar hati. Penyebab
terjadinya gangguan perkembangan saluran empedu tidak di ketahui. Jika
saluran empedu buntu, maka empedu akan menumpuk di hati. Selain itu akan
terjadi ikterus atau kuning di kulit dan mata akibat tingginya kadar bilirubin
dalam darah. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, jika
tidak diobati bisa sampai terjadi kematian.

Atresia bilier ditemukan pada 1 dalam 10.000 kelahiran hidup dan 1


dalam 25.000 kelahiran hidup. Tampaknya tidak terdapat predileksi rasial
atau genetik kendati ditemukan predominasi wanita sebesar 1,4:1 (McEvoy
dan Suchy,1996; Whitington, 1996). Di Belanda, dilaporkan kasus atresia
bilier sebanyak 5 dari 100.000 kelahiran hidup. Di texas tercatat 6,5 dari
100.000 kelahiran hidup, 7 dari 100.000 kelahiran hidup diaustralia 7,4 dari
100.000 kelhiran hidup USA dan dilaporkan terdapat 10,6 dari 100.000
kelaahiran hidup di jepang menderita atresia bilier. Dari 904 kasus atresia
bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia bilier didapaatkan pada ras
kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), hispanik (11%), asia (4,2%) dan indian
amerika (1,5%). Penderita atresia bilier yang ditangani RS. Cipto Mangun
Kusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003 tercatat mencapai 37-38 bayi atau
23% dari 163 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati. Sedangkan
di RSU Dr. Soetomo Surabaya ditemukan dari 19.270 penderita rawat inap di

1
Instalasi Rawat Inap anak, tercatat 96 penderita dengan penyakit kuning
gangguan fungsi hati didapatkan 9(9,4%) menderita atresia bilier (Widodo J,
2010).

Deteksi dini atresia bilier sangat penting sebab efekasi pembedahan


hepatik-pontoeterostomi (operasi kasai) akan menurun bila dilakukan setelah
umur 2 bulan. Bagi penderita atresia bilier prosedur yang baik adalah
mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke usus. Penyuluhan
yang meliputi semua aspek rencana penanganan dan dasar pemikiran bagi
tindakan yang akan dilakukan harus disampaikan kepada anggota keluarga
pasien. Segera susudah pembedahan portoenterostomi, asuhan
keperawatannya serupa dengan yang dilakukan pada setiap pembedahan
abdomen yang berat. Penyuluhan yang diberikan meliputi pemberian obat dan
terapi gizi, termasuk penggunaan formula khusus, suplemen vitamin serta
mineral, terapi nutrisi enteral atau parenteral. Pruritus mungkin menjadi
persoalan signifikan namun dapat dikurangi dengan obat atau tindakan seperti
mandi rendam atau memotong kuku jari-jari tangan (Donna L. Wong, 2008).

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana pengertian Atresia duktus ?


2) Bagaimana etiologi pada Atresia duktus ?
3) Bagaimana manifestasi klinis pada Atresia duktus ?
4) Bagaimana patofisiologi pada Atresia duktus?
5) Bagaimana pathway pada atresia duktus?
6) Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada atresia duktus?
7) Bagaimana penatalaksanaan pada atresia duktus ?
8) Bagaimana asuhan keperawatan pada atresia duktus?

2
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Mahasiswa mampu memahami dan melakukan konsep asuhan


keperawatan atresia duktus.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu memahami pengertian Atresia duktus.


2. Mahasiswa mampu memahami etiologi pada Atresia duktus.
3. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis pada Atresia
duktus.
4. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi pada Atresia
duktus.
5. Mahasiswa mampu memahami pathway pada atresia duktus.
6. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik pada
atresia duktus.
7. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan pada atresia
duktus.
8. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada
atresia duktus.

1.4 Manfaat

1. Bagi Penulis
Memperoleh pengetahuan tentang konsep asuhan keperawatan atresia
duktus serta meningkatkan keterampilan dan wawasan.
2. Bagi Pembaca
Memperoleh dan menambah wawasan konsep asuhan keperawatan atresia
duktus
3. Bagi Fakultas Keperawatan dan Kebidanan UNUSA
Bahan masukan bagi calon perawat untuk meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan dengan konsep asuhan keperawatan atresia duktus

3
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Atresia duktus

Atresia bilier adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-


saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung
empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi
saat kelahiran (lavanilate, 2010).

Atresia bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari
tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik
atau intrahepatik (Suriadi, 2006).

Atresia bilier merupakan obliterasi atau hipoplasi atau komponen atau


lebih dari dektus bilier akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan
ikterus persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai
sirosis biliar , dengan splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta
(kamus kedokteran dorland, 2006).

2.2 Etiologi Atresia duktus

Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian


ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan
adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21, serta terdapatnya anomali
organ pada 30% kasus atresia bilier. Atresia bilier adalah akibat proses
inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali
memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.

Atresia bilier bukan merupakan penyakit keturunan. Kasus dari atresia


bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang
menderita penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan

4
oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat
kelahiaran.

Kemungkinan yang memicu dapat mencakup satu atau kombinasi dari


faktor-faktor predisposisi berikut:

a. infeksi virus atau bakteri


b. masalah dengan sistem kekebalan tubuh
c. komponen yang abnormal empedu
d. kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
e. hepatocelluler dysfunction

2.3 Manifestasi Klinis Atresia dektus

a. Warna tinja pucat, terhambatnya aliran empedu untuk mengakut garam


empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak dalam usus halus dimana
fungsi empedu adalah mengekresikan bilirubin dan membantu proses
pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam empedu.
b. Asites
c. Spenomegali
d. Distensi abdomen
e. Hepatomegali
f. Pruritus, akibatnya adanya obstruksi pada saluran empedu maka terjadi
resistensigaram empedu
g. Jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan (kenaikan kadar bilirubin
berlangsung cepat >5 mg/dl dalam 24 jam , kadar bilirubin serum > 12
mg/dl pada bayi cukup bulan serta > 15 mg/dl pada bayi premature pada
minggu pertama kehidupan), karena obtruksi pengaliran getah empedu
dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah empedu
tidak dibawa ke duodenum tapi di serap oleh darah dan penyerapan
empedu akan menyebabkan kulit dan membrane mukosa berwarna kuning.
h. Urine berwarna gelap, sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik
dan di ekresikan ginjal ke dalam urine pada abstruksi saluran empedu

5
bilirubin tidak memasuki intestinum sehingga urobilinogen tidak terdapat
dalam urine.
i. Bayi tidak mau minum dan lemah
j. Mual muntah

2.4 Patofisiologi Atresia dektus

Penyebabnya sebenarnya atresia bilier tidak diketahui sekalipun


mekanisme imun atau viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang
menimbulkan obstuksi saluran empedu. Atresia bilier tidak terlihat pada
janin, bayi baru lahir. Keadaan ini menunjukkan bahwa atresia bilier terjadi
pada akhir kehamilan atau periode perinatal dan bermanisfestasi dalam waktu
beberapa minggu sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif
dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada saluran empedu intrahepatik
atau ekstrahepatik (Wong, 2008).

Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi


aliran normal empedu keluar hati, kantung empedu dan usus akhirnya akan
menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati, bahkan hati menjadi
fibrosis dan sirosis.

Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic yaitu duktus biliar yang


menimbulkan ikterus dan duktus didalam lobus hati yang meningkatkan
akskresi bilirubin. Obstruksi yang terjadi mencegah terjadi bilirubin ke dalam
usus menimbulkan tinja bewarna pucat seperti kapur.

Obstruksi bilier menyebabkan akumulasi garam empedu di dalam


darah sehingga menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak adanya
empedu dalam usus, lemak dan vitamin A, D, E, K tidak dapat di absorsi
sehingga mengalami kekurangan vitamin yang menyebabkan gagal tumbuh
pada anak (Parakrama, 2005).

6
2.4 Pathway Atresia dektus

Obstruksi atau tidak adanya

Saluran empedu ekstrahepatik

Empedu tersumat

dan kembali ke liver

peradangan odema , malabsorsi lemak,vitamin

degenerasi hepatic

fibrosis malnutrisi

Cirrhosis hipertensi portal kekurangan Vitamin larut lemak

Gagal hati gagal tumbuh

7
2.6 Pemeriksaan diagnostik Atresia dektus

Belum ada pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan


untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Sevara
garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :

a. Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui


fungsi hati (darah,urin,tinja).
b. Pencitraan, untuk menentukan potensi saluran empedu dan menilai
parenkim hati.
c. Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang
diagnosa atresia bilier.
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar
komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia
fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji
fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak
sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT >10
kali dengan peningkatan gemma-GT<5 kali, lebih mengarah ke
suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOP < 5
kali dengan peningkatan gemma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke
kolestasis ekstrahepatik.
Menurut fitzgerald, kadar gemma-GT yang rendah tidak
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan
gemma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan
alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan
atrresia bilier.

1) Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting


artinya pada pasien yang mengalami ikterus. Tetapi urobilin
dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya
bendungan saluran empedu total.

8
2) Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi
warna pada tinja/stercobilin dalam tinja berkurang karena
adanya sumbatan.
3) Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan dan faktor
pembekuan : protombin time, partial thromboplastin time.
b. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi doudenum (DAT) merupakanupaya diagnostik
yang cukup sensitif. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar
bilirubin dalam empedu hanya 10%, sedangkan kadar asam empedu
didalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu di
dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.

2. Pencitraan
a. Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat
ditingkatkan bila pemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada
keadaaan puasa, saat minum dan sesudah minum. Bila pada saat atau
sesudah minum kanung empedu berkontraksi, maka atresia bilier
kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abdormal duktus
bilier, tidak ditemukan kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas
hati, sangat mendukung diagnosis atresia bilier. Namun, adanya
kandung empedu tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu
atresia bilier tipe 1 / distal.
b. Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium
99m mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98.4%. Sebelum
pemeriksaan dilakukan, kepada pasien dibenkan fenobarbital 5
mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5hari. Pada
kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung
lambat tetapi ekskresinya ke usus normal, sedangkan pada atresia bilier
proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat
atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik

9
yang berat juga tidak akan ditemukan ekskresi isotope ke duodenum.
Untuk meningkatkan sensitivitas danspesifisitas pemeriksaan
sintigrafi,dilakukan penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop
dihati dan jantung), padamenit ke-10. lndeks hepatik > 5 dapat
menyingkirkan kemungkinanatresia biller, sedangkan indeks hepatik <4,3
merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier.Teknik sintigrafi dapat
digabung dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar
98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia biller,
yang terbaik adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan
sintigrafi.
c. Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary
Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dan
empedu dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana ada
blokade pada aliran empedu.
d. Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancreaticography).Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna
untuk membedakan antara atresia biller dengan kolestasisintrahepatik.
Bila diagnosis atresia biller masih meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan kolangiografi durante operasionam. Sampai saat ini
pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas untuk
membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia biller.
3. biopsi hati

Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat


diandalkan.Ditangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi
diagnostiknya mencapai 95%,sehingga dapat membantu pengambilan
keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasì, danbahkan berperan
untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca
operasi Kasai di 6 tukan oleh diameter duktus bilier yang paten di
daerah hilus hati. Bila diameter duktus 100 200 u atau 150 400 u maka
aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar

10
dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk
menentukan apakah portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran
histopatologik hati yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan
intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu
yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari,
terjadinya prohferasi duktuler (gambaran histopatologik yang
menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik)
memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan
biopsi pada usia < 6 minggu

2.7 Penatalaksanaan Atresia dektus

Penatalaksanaan

1. Terapi medikamentosa

1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati


terutama asam empedu (asamlitokolat), dengan memberikan:

a. Fenobarbitat 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.


b. Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase
(untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk);
enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasitoksin), enzim Na+
K+ ATPase (menginduksi aliranempedu). Kolestiramin
1gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian
susu.Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam empedu
sekunder.
2) Melindungi hati dan zat toksik, dengan memberikan : Asam
ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hani, dibagi 3 dosis, per oral.
Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap
asam litokolat yang hepatotoksik.
2. Terap nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin, yaitu:

11
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain
triglycerides (MCI) untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan
mempercepat metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang
dipercepat alcan secara efisien segera dikonversi menjadi
energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot,
ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan
yang mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega,
minyak kelapa, dan lainnya.
3) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.
Seperti vitamin A, D, E, K

3.Terapi Bedah

a. Kosai Prosedur

Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang


mengalirkan empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin
dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia biller dan
langsung menghubungkan hati dengan usus halus dilakukan.
pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini
hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu
dilakukan pencangkokan hati.

12
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transpantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk
atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara
dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ
satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan
fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak
dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa
bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi
transpiantasi telah juga rneningkatkan kemungkianan untuk
dilakukannya transpiantasi pada anak-anak dengan atresia bilier. Di
masa lalu, hanya hati dan anak kecil yang dapat digunakan untuk
transpiatasi karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah
dikembangkan untuk menggunakan bagian dan hati orang dewasa,
yang disebut”reduced size” atau “split liver” transpiantasi, untuk
transpiantasi pada anak dengan atresia bilier.
Berdasarkan treatment yang diberikan:
a. Palliative treatment
Dilakukan home care untuk meníngkatkan drainase empedu
dengan mempertahankan fungsi hati dan mencegah komplikasi
kegagalan hati
b. Supportive treatment
- Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang
berperan dalam pembekuan darah dan apabila kekurangan
vitamin K dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan
kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada,
kubis, kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau
tua adalah sumber terbaik vitamin ini.
- Nutrisi support, terapi ini diberikan karena kiien dengan atresia
bilier mengalami obstruksi aliran dan hati ke dalam usus
sehingga menyebabkan lemak dan vitamin larut lemak tidak
dapat diabsorbsi. OIeh karena itu diberikan makanan yang

13
mengandung medium chain triglycerides (MCT) seperti
minyak kelapa.
- Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dan akumutasi
toksik yang menyebar ke dalam darah dan kulit yang
mengakibatkan gatal (pruirltis) pada kulit.
- Pembenan health edukasi dan emosional support, keluarga juga
turut membantu dalam memberikan stimulasi perkembangan
dan pertumbuhan klien.
2.8 Komplikasi
1. Kolangitis
komunikasi langsung dan saluran empedu intrahepatic ke usus
dengan aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan
ascending cholangitis. Hal ini terjadi terutamadalam minggu-
minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-
60% kasus.lnfeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada
tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik
terganggu), ikterus yang berulang. teses acholic dan mungkin
timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah
dan / atau biopsi hati.
2. Hipertensi portal:
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dan anak-anak
setelah portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah
varises esofagus.
3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal:
Seperti pada pasien denigan penyebab lain secara spontan (sirosis
atau prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah)
portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin
terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan
dyspneu.Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu.
Selain itu, hiperterisi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak
dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan
kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan

14
oleh echocardiograpity.Transplantasi liver dapat membalikan
shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonalke tahap
semula.
4. Keganasan
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas
dapat timbul Pada pasien dengan atresia bilier yang telah
mengalami sirosis. Skrining untuk keganasan Harus dilakukan
secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang
berhasil.
Hasil setelah gagal operasi Kasai
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk
memulihkan aliran empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan
transpiantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua
kehidupan, namun dapat dilakukan Iebih awal (dan 6 bulan hidup)
untuk mengurari kerusakan dan hati. Atresia buhen mewakili lebih
dan setengah dan indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-
kanak. Hal ini juga mungkin dipenlukan dalam kasus kasus dimana
pada awalnya sukses setelah operas Kasai tetapi timbul ikterus
yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau untuk
berbagai komplikasi dan sirosis (hepatopulmonary sindrom).
Prognosis

Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat


dioperasi, gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit
kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi
dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%,
sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka
keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila operasi tidak
dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10%dan
meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang
mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi, faktor-faktor yang
mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi >

15
60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak
adanya duktus biller ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit
hipertensi portal. (Dewi. Kristiana.2010.Atresia bilier)
2.9 Asuhan keperawatan Atresia dektus
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi Nama,Umur, Jenis Kelamin dan data-data umum
lainnya. Hal ini dilakukan sebagai standar prosedur yang harus
dilakukan untuk mengkaji keadaan pasien. Umumnya Atresia billiaris
lebih banyak terjadi pada perempuan. Atresia bilier dtemukan pada 1
dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan
anak laki-laki adalah 2:1.
b. Keluhan Utama

Keluhan utama dalam penyakit Atresia Biliaris adalah


Jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan Jaundice adalah perubahan
warna kuning pada kulit dan mata bayi yang baru lahir. Jaundice
terjadi karena darah bayi mengandung kelebihan bilirubin, pigmen
berwarna kuning pada sel darah merah.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Anak dengan Atresia Biliaris mengalami Jaundice yang terjadi


dalam 2 minggu atau 2 bulan lebih, apabila anak buang air besar tinja
atau feses berwarna pucat. Anak juga mengalami distensi abdomen,
hepatomegali, lemah, pruritus. Anak tidak mau minum dan kadang
disertai letargi (kelemahan).

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Adanya suatu infeksi pada saat Infeksi virus atau bakteri


masalah dengan kekebalan tubuh. Selain itu dapat juga terjadi
obstruksi empedu ektrahepatik. yang akhirnya menimbulkan masalah
dan menjadi factor penyebab terjadinya Atresia Biliaris ini. Riwayat

16
Imunisasi: imunisasi yang biasa diberikan yaitu BCG, DPT, Hepatitis,
dan Polio.
e. Riwayat Perinatal
1) Antenatal:
Pada anak dengan atresia biliaris, diduga ibu dari anak pernah
menderita infeksi penyakit, seperti HIV/AIDS, kanker, diabetes
mellitus, dan infeksi virus rubella
2) Intra natal:
Pada anak dengan atresia biliaris diduga saat proses kelahiran
bayi terinfeksi virus atau bakteri selama proses persalinan.
3) Post natal:
Pada anak dengan atresia diduga orang tua kurang memperhatikan
personal hygiene saat merawat atau bayinya. Selain itu kebersihan
peralatan makan dan peralatan bayi lainnya juga kurang
diperhatikan oleh orang tua ibu.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga

Anak dengan atresia biliaris diduga dalam keluarganya, khususnya


pada ibu pernah menderita penyakit terkait dengan imunitas
HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan infeksi virus rubella. Akibat
dari penyakit yang di derita ibu ini, maka tubuh anak dapat menjadi
lebih rentan terhadap penyakit atresia biliaris. Selain itu terdapat
kemungkinan adanya kelainan kongenital yang memicu terjadinya
penyakit atresia biliaris ini.

g. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

Pemeriksaan tingkat perkembangan terdiri dari adaptasi sosial,


motorik kasar, motorik halus, dan bahasa. Tingkat perkembangan
pada pasien atresia biliaris dapat dikaji melalui tingkah laku pasien
maupun informasi dari keluarga. Selain itu, pada anak dengan atresia
biliaris, kebutuhan akan asupan nutrisinya menjadi kurang optimal
karena terjadi kelainan pada organ hati dan empedunya sehingga akan
berpengaruh terhadap proses tumbuh kembangnya.

17
h. Keadaan Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit
Kedaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya atresia pada anak
yaitu pola kebersihan yang cenderung kurang. Orang tua jarang
mencuci tangan saat merawat atau menetekkan bayinya. Selain itu,
kebersihan botol atau putting ketika menyusui bayi juga kurang
diperhatikan.
i. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Aktivitas/Istirahat : Pola aktivitas dan istirahat anak dengan
atresia biliaris terjadi gangguan yaitu ditandai dengan anak
gelisah dan rewel yang gejalanya berupa letargi atau kelemahan
2) Pola Sirkulasi : Pola sirkulasi pada anak dengan atresia biliaris
adalah ditandai dengan takikardia, berkeringat yang berlebih,
ikterik pada sklera kulit dan membrane mukosa.
3) Pola Eliminasi : Pola eliminasi pada anak dengan atresia biliaris
yaitu terdapat distensi abdomen dan asites yang ditandai dengan
urine yang berwarna gelap dan pekat. Feses berwarna dempul,
steatorea. Diare dan konstipasi pada anak dengan atresia biliaris
dapat terjadi.
4) Pola Nutrisi : Pola nutrisi pada anak dengan atresia biliaris
ditandai dengan anoreksia,nafsu makan berkurang, mual-muntah,
tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas dan
biasanya disertai regurgitasi berulang.
5) Pola kognitif dan persepsi sensori: pola ini mengenai
pengetahuan orang tua terhadap penyakit yang diderita klien

6) Pola konsep diri: bagaimana persepsi orang tua dan/atau


anak terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.

7) Pola hubungan-peran: biasanya peran orang tua sangat dibutuhkan


dalam merawat dan mengobati anak dengan atresia biliaris.

8) Pola seksual-seksualitas: apakah selama sakit terdapat gangguan


atau tidak yang berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada anak

18
yang menderita atresia biliaris biasanya tidak ada gangguan dalam
reproduksi.
9) Pola mekanisme koping: keluarga perlu memeberikan dukungan
dan semangat sembuh bagi anak.
10) Pola nilai dan kepercayaan: orang tua selalu optimis dan berdoa
agar penyakit pada anaknya dapat sembuh dengan
cepat.
j. Pemeriksaan Fisik
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu
berupa:
1) Air kemih bayi berwarna gelap
2) Tinja berwarna pucat
3) Kulit berwarna kuning
4) Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan
berlangsung lambat
5) Hati membesar.
6) Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala
berikut:
a) Gangguan pertumbuhan
b) Gatal-gatal
c) Rewel
d) Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang
mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).
7) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : lemah.
TTV : Tekanan Darah : terjadi peningkatan terutama pada
vena porta
Suhu : Suhu tubuh dalam batas normal
Nadi : takikardi
RR : terjadi peningkatan RR akibat diafragma yang
tertekan (takipnea)

19
b) Kepala dan leher
Inspeksi : Wajah : simetris
Rambut : lurus/keriting, distribusi merata/tidak
Mata : pupil miosis, konjungtiva anemis
Hidung : kemungkinan terdapat pernafasan cuping
Hidung
Telinga : bersih
Bibir dan mulut : mukosa biibir kemungkinan terdapat ikterik
Lidah : normal
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe
pada leher
c) Dada
Inspeksi : asimetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan
dan tekanan pada otot diafragma akibat
pembesaran hati (hepatomegali).
Palpasi : denyutan jantung teraba cepat, terdapat nyeri
tekan(-)
Perkusi : Jantung : dullness
Paru : sonor
Auskultasi : tidak terdengar suara ronchi
kemungkinan terdengar bunyi wheezing
d) Abdomen
Inspeksi : terdapat distensi abdomen
Palpasi : dapat terjadi nyeri tekan ketika dipalpasi
Perkusi : sonor
Auskultasi : kemungkinan terjadi pada bising usus
e) Kulit
Turgor kurang, pucat, kulit berwarna kuning (jaundice)
f) Ekstremitas
Tidak terdapat odem pada pada extremitas

20
k. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) Bilirubin direk dalam serum meninggi (nilai normal bilirubin total <
12 mg/dl) karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu
yang luas.
b) Tidak ada urobilinogen dalam urine.
c) Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase
alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid
(kolesterol fosfolipid trigiliserol)
2) Pemeriksaan diagnostik
a) USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab
kolestasis ekstra hepatic (dapat berupa dilatasi kristik saluran
empedu)
b) Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan
duodenum di aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu dapat
berarti atresia empedu terjadi
c) Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan
hati memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran
empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan
empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra
hepatik
d) Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan
noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75% penderita
tidak ditemukan lumen yang jelas
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko ketidak keseimbangan cairan dibuktikan dengan obstruksi
intestinal
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas dibuktikan dengan mengi, wheezing dan/ronkhi kering
c. Resiko disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan intoleransi
makanan dibuktikan dengan diaredistensi abdomen

21
Perencanaan Keperawatan

No SLKI SIKI
HASIL HASIL
Diagnosa
KODE
keperawatan
1 Tujuan: Setelah dilakukan intervensi
Kategori: selama 3jam maka keseimbangan 1. Monitor status hidrasi (
fisiologis cairan meningkat dengan kriteria hasil: mis. Frekuensi nadi,
Subkategori: 1. tekanan darah dari skala 2 kekuatan nadi, akral,
nutrisi/ cairan (cukup menurun) menjadi skala pengisian kapiler,
Resiko ketidak 5 (meningkat) kelembapan mukosa,
keseimbangan 2. edema dari skala 1 (menurun) tugor kulit, tekanan
cairan dibuktikan menjadi skala 4 (cukup darah)
dengan obstruksi meningkat) 2. Monitor berat badan
D.0001 intestinal 3. dehidrasi dari skala 1 (menurun) harian
menjadi skala 4 (cukup 3. Catat intake- output dan
meningkat) hitung balans cairan 24
4. membran mukosa dari skala 2 jam
(cukup menurun) menjadi skala 4. Berikan asupan cairan
5 (meningkat) sesuai kebutuhan
5. tugor kulit dari skala 2 (cukup 5. Berikan cairan intravena,
menurun) menjadi skala 4 jika perlu kolaborasi
(cukup meningkat)

2. D.0036 Kategori : Tujuan: Setelah dilakukan intervensi Managemen jalan nafas


fisiologis selama 2x 24 jam maka keseimbangan Kode: 1.010112

22
Subkategori: elektrolit meningkat dengan kriteria 1. monitor pola nafas (
respirasi hasil: frekuensi, kedalaman,
Bersihan jalan Kode: L.01001 usaha nafas)
nafas tidak 1. batuk efektif dari skala 2 (cukup 2. monitor bunyi nafas
efektif menurun) menjadi skala 5 tambahan ( mis.
berhubungan (meningkat) Gurgling, mengi,
dengan 2. wheezing dari skala 3 (sedang) whezezing, ronkhi
hipersekresi menjadi skala 5 (menurun) kering)
jalan nafas 3. mekonium dari skala 2 (cukup 3. lakukan fioterapi dada ,
dibuktikan meningkat) menjadi skala 4 jika perlu
dengan mengi, (cukup menurun) 4. berikan oksigen, bila
wheezing 4. sianosis dari skala 2 (cukup perlu
dan/ronkhi meningkat) menjadi skala 4 5. lakukan penghisapan
kering (cukup menurun) lendir kurang lebih
5. frekuensi nafas dari skala 2 selama 15 detik
(cukup memburuk) menjadi skala
5 (membaik )
3. D.0033 Resiko disfungsi Tujuan: Setelah dilakukan intervensi Pemantauan nutrisi
motilitas selama 2x 24 jam maka fungsi Kode: 1.03123
gastrointestinal gastrointestinal meningkat dengan 1. Identifikasi faktor yang
berhubungan kriteria hasil: mempengaruhi asupan
dengan Kode : L.03019 gizi
intoleransi 1. Nafsu makan dari skala 2 (cukup 2. Identifikasi kelainan
makanan menurun) menjadi skala 5 eliminasi
dibuktikan (meningkat) 3. Monitor asupan oral
dengan 2. Nyeri abdomen dari skala 3 4. Hitung perubahan berat
diaredistensi (sedang) menjadi skala 5 badan
abdomen (menurun) 5. Jelaskan tujuan dan

23
3. Frekuensi BAB dari skala 2 prosedur pemantauan
(cukup memburuk) menjadi
skala 5 (membaik)
4. Warna feses dari skala 2 (cukup
memburuk) menjadi skala 5
(membaik)

24
3.Implementasi

No Tanggal/ jam Diagnosa Implementasi Paraf


keperawatan 1. Monitor status hidrasi ( mis. Frekuensi
nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian
Resiko ketidak
kapiler, kelembapan mukosa, tugor kulit,
keseimbangan
tekanan darah)
cairan
08.30 R: keluarga bisa mengetahui kondisi
dibuktikan
normal anaknya
dengan
2. Monitor berat badan harian
obstruksi
09.00 R: keluarga pasien bisa mengetahui berat
intestinal
badan yang normal dari kondisi anaknya
D.0001 3. Catat intake- output dan hitung balans
1. cairan 24 jam
11.30
R: Keluarga merasa terbantu dalam
tindakan ini
4. Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
R: pasien bisa memilah mana makanan
13.00 yang sesuai
5. Berikan cairan intravena, jika perlu
kolaborasi
R: pasien lebih cepat mengalami
penyembuhan bila disertai pemberian
cairan intravena
13.30 Bersihan jalan 1. monitor pola nafas ( frekuensi, kedalaman,
2 nafas tidak usaha nafas)
efektif R: Keluarga merasa terbantu dalam

25
berhubungan tindakan ini
dengan 2. monitor bunyi nafas tambahan ( mis.
hipersekresi Gurgling, mengi, whezezing, ronkhi
14.45 jalan nafas kering)
dibuktikan R: keluarga bisa mengetahui apa tidak
dengan mengi, normal pada bagian pernafasan anaknya
wheezing 3. lakukan fioterapi dada , jika perlu
dan/ronkhi R: pasien terlihat lebih relaks dan psikis
15.40 kering nya lebih tenang dan bisa mengalihkan
D.0036 pemikiran nyeri
4. berikan oksigen, bila perlu
R: pasien lebih cepat diberi perawatan
5. lakukan penghisapan lendir kurang lebih
selama 15 detik
R: pasien lebih bisa menerima perwatan
yang diberikan

26
Resiko
disfungsi 1. Identifikasi faktor yang mempengaruhi
motilitas asupan gizi
gastrointestinal R: pasien merasa lebih terbantu dalam hal
18.00
berhubungan memilih jenis nutrient
19.30 dengan 2. Identifikasi kelainan eliminasi
intoleransi R: merasa lebih terbantu dalam
makanan pemerikasaan ini
3 20.00 dibuktikan 3. Monitor asupan oral
dengan R: merasa lebih terbantu dalam pemberian
diaredistensi makanan melalui oral
21.30 abdomen 4. Hitung perubahan berat badan
D.0033 R: membantu keluarga dalam mengetahui
perubahan berat badan anaknya
5. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
R: keluarga sagat penjelasan yang
diberikan perawat

27
5. Evaluasi
Diagnose Evaluasi Paraf
Resiko disfungsi
motilitas S: Orang tua pasien mengatakan jika sang anak
gastrointestinal masih mengeluh sakit di ekitar abdomen
berhubungan dengan O: BB menurun, Muntah, dan konjungtiva tampak
intoleransi makanan anemis
dibuktikan dengan A: masalah belum teratasi
diaredistensi P: Lanjutkan Intervensi
abdomen D.0033

Bersihan jalan nafas


tidak efektif S: Orang tua pasien mengatakan mengeluhkan
berhubungan dengan anaknya sering sesak, sakit di daerah abdomen
hipersekresi jalan sudah sedikit teratasi
nafas dibuktikan O: adanya sesak nafas, RR: 60 x/menit
dengan mengi, A: masalah belum teratasi sebagian
wheezing dan/ronkhi P: Lanjutkan Intervensi
kering D.0036

28
Resiko disfungsi
motilitas S: Orang tua pasien mengatakan pasien sudah
gastrointestinal mulai berkurang BABnya
berhubungan dengan O: pasien BAB 2 kali dalam sehari, dengan
intoleransi makanan konsentrasi cair
dibuktikan dengan A: masalah teratasi sebagian
diaredistensi P: Lanjutkan Intervensi
abdomen D.0033

29
BAB 3

Penanya dan Jawaban Penyaji Materi

Moderator : Meylani Nur Istiqomah ( 1130017140)

1. Penanya : Eka Nufa Alfiana Arifin ( 1130017132)

Apakah atresia duktus dapat menyebabkan kematian ? kalau iya

Jelaskan kalau tidak jelaskan ?

Penyaji Materi :

bisa menyebabkan kematian pada usia 12 bulan Atresia bilier adalah suatu
keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus bilier ekstrahepatik yang
menyebabkan hambatan aliran empedu. Atresia bilier terjadi karena proses
inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif
pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga terjadi hambatan aliran empedu
(kolestasis), akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam
empedu dan peningkatan bilirubin direk Penyebab atresia bilier belum
dapat dipastikan. Atresia bilier akan mengakibatkan fibrosis dan sirosis
hati pada usia yang sangat dini

2. Penanya : Yolla Chaysa Miranda (1130017139)


Bagaimana khasus bayi prematur sistem kekebalan tubuh pada
atresia dukstus ?
Penyaji Materi :
Bayi prematur lebih beresiko tinggi terkena atresia duktus dan gangguan
sistem kekebalan yang menyerang yaitu seperti imun yang menyerang
organ hati sehingga dilakukan transplantasi hati
3. Penanya : Areta Salsabila Nurazizah
Bagaimana efek dari pasca operasi kasai dan usia berapakah di
perboleh kan untuk melakukan pasca operasi tersebut ?
Penyaji Materi :

Deteksi dini atresia bilier sangat penting sebab efekasi pembedahan


hepatik-pontoeterostomi (operasi kasai) akan menurun bila dilakukan
setelah umur 2 bulan. Bagi penderita atresia bilier prosedur yang baik

30
adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke usus.
Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana penanganan dan dasar
pemikiran bagi tindakan yang akan dilakukan harus disampaikan kepada
anggota keluarga pasien. Segera susudah pembedahan portoenterostomi,
asuhan keperawatannya serupa dengan yang dilakukan pada setiap
pembedahan abdomen yang berat. Keberhasilan portoenterostomi
ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik porta
hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya
sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka
keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8
minggu maka angka keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila
operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya
10%dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang
mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi, faktor-faktor yang
mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60
hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya
duktus biller ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi
portal
4. Penanya : Firdausi Zamhariroh Ramadhani (1130017121)
Setelah melahirkan ada kendala apa yang di berikan edukasi untuk
mengatasi atrisia duktus ?
Penyaji Materi :
Memberikan edukasi Penyuluhan yang diberikan meliputi pemberian obat
dan terapi gizi, termasuk penggunaan formula khusus, suplemen vitamin
serta mineral, terapi nutrisi enteral atau parenteral. Pruritus mungkin
menjadi persoalan signifikan namun dapat dikurangi dengan obat atau
tindakan seperti mandi rendam atau memotong kuku jari-jari tangan

31
BAB 4

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Atresia bilier merupakan apliterasi atau hipoflasi sutu komponen


atau lebih dari duktus bilieris akibat terhentinya perkeembangan janin,
menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari
stasis empedu sampai sirosis billlaris dengan spenomegali bila berlanjut
menjadi hipertensi porta.

Tujuan dari pengobatan adalah membuat suatu lintasan bagi


empedu bila tidak dilakukan pelaksanaan secarav memadai maka
prognosis akan buruk dan kematian akan terjadi dalam 2 tahun kehidupan.

3.2 Saran

Diharapkan penulis kedepannya dapat menggunakan sumber


referensinya lebih up to date. Sehingga, makalah yang dibuat dapat
menjadi lebih up to date dan dapat menjadi referensi pembelajaran.

32
DAFTAR PUSTAKA

Hull, Daud, 2008. Dasar-Dasar pediatri Ed. 3 Jakarta: EGC

R.Taylor,Clive dan Candrasuma Parakrama 2005. Ringkasan Paatologi Anatomi


Edisi 2. Jakarta: EGC

Suriadi dan Yuliani Nita.2006 Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta :
Penebaran Swadays

Widodo Judarwanto. 2010 Atresia Biller, Waspadai bila kuning bayi baru lahir
yang berkepanjangan

Wong,D.L..2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatri wong Edisi 6 Volume 2,


Jakarta: EGC

33
KASUS

An. M (laki-laki, 12 bulan 4 hari) dibawa ke Rumah Sakit dengan


keluhan 1 bulan pasca kelahiran sedikit demi sedikit kulit tampak berwarna
kuning, tinja berwarna pucat, air kencing berwarna gelap, demam, perut
membesar dan selalu rewel. Dari hasil pemeriksaan diketahui adanya hipertensi
vena porta, peningkatan kadar bilirubin dan hasil Rontgen didapatkan adanya
pembesaran hati.

A. Pengkajian

1. Identitas Klien:

1) Nama: An. M

2) Jenis Kelamin: Laki-laki

3) Tanggal Lahir: 8 Maret 2011

4) Umur: 7 bulan 4 hari

5) Agama: Islam

6) Pendidikan: -

7) Pekerjaan: -

8) Status Pernikahan: Belum Menikah

9) Alamat: Kradian Kadipuro-Banjarsari

10) Tanggal Masuk: 11 Oktober 2011

11) Jam: 16.00 WIB

12) No. CM: 187549

13) Diagnosa Medis: Atresia Bilier

34
1. Identitas Penanggung Jawab:

1) Nama: Tn. D

2) Umur: 40 tahun

3) Jenis Kelamin: Laki-laki

4) Agama: Islam

5) Pendidikan: SLTA

6) Pekerjaan: Wiraswasta

7) Alamat: Kradian Kadipuro-Banjarsari

8) Hubungan dengan Klien: Ayah Klien

1. Riwayat Keperawatan

Keluhan Utama: Ayah klien mengatakan anaknya demam, perut klien


buncit dan keras, kencing klien berwarna gelap, dan feses pucat

2. Riwayat Sebelum Sakit

− Tembakau: Klien dan orang tua tidak merokok

− Alkohol: Klien dan orang tua tidak ada yang mengkonsumsi alkohol

− Alergi: Klien tidak memiliki riwayat alergi

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat MRS : Demam selama 4 hari, rewel, perut membesar, dan kulit
tampak kuning.

4. Pola Fungsi Kesehatan

35
1. Pola Aktivitas dan Latihan

Kemampuan Perawatan Diri

 Mandi: Klien dibantu orang tua 2x sehari

 Berpakaian: Klien dibantu orang tua

 Eliminasi: Klien BAB dengan bantuan orang tua

 Mobilisasi: Sepenuhnya dibantu

2. Pola Istirahat dan Tidur

Setelah sakit, klien susah untuk tidur (rewel)

3. Pola Nutrisi-Metabolik

 Diet Khusus: Selama sakit, klien dianjurkan diet saring tiap 4 jam

 Anjuran Diet Sebelumnya: Tidak ada

 Nafsu Makan: Menurun selama sakit

 Kesulitan Menelan: Klien terlihat sulit menelan makanan

4. Pola Eliminasi

 Sebelum Sakit: BAB 3-5x sehari, BAK 6-7 x sehari

 Setelah Sakit: BAB 1-3x sehari, BAK 2-4 x sehari

 Konsistensi: padat, berwarna pucat

36
5. Pola Kognitif-Perseptual

 Status Mental: composmentis

 Bicara: -

 Kemampuan membaca: -

 Kemampuan Interaksi: Klien mengalami penurunan interaksi dengan


orang tua

 Pendengaran: Klien mampu mendengar suara

 Penglihatan: Klien melihat-lihat kondisi sekitar

6. Pola Konsep Diri

Klien tampak lemas dan selalu rewel

7. Pola Koping

 Masalah Utama Setelah Masuk RS: Klien takut dengan perawat. Orang tua
punya masalah dengan biaya perawatan dan operasi klien

 Adaptasi Klien: Klien susah untuk beradaptasi dengan lingkungan RS

8. Pola Seksual-Reproduksi

 Klien berjenis kelamin laki-laki.

 Keadaan alat reproduksi klien normal

9. Pola Peran-Berhubungan

37
Selama masuk RS, klien selalu ditunggu oleh keluarganya

10. Pola Nilai dan Kepercayaan

Keluarga klien menganut agama Islam

1. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

1. Tanda-tanda vital,TB, dan BB

 Usia: 7 bulan 4 hari

 Suhu: 38, 4o C

 Nadi: 103 x/menit

 Tekanan Darah: 100/150 mmHg

 BB/TB: 5,1 kg/62 cm

2. Pernafasan & Sirkulasi

 RR: 32 x/menit

 Kualitas: cepat

 Batuk: tidak ada

3. Metabolik-Integumen

 Kulit

38
 Warna: kuning

 Turgor: kurang elastic

 Terdapat pruritus

 Lesi: tidak ada

 Edema: di bagian abdomen

 Mulut

 Bibir: kering

 Gigi & Gusi: Gusi pucat, gigi belum ada

 Lidah: bersih

4. Persyarafan/Sensori

 Penglihatan:

 Pupil: isochors

 Sclera: ikterik

 Konjungtiva: anemis

 Pendengaran: klien menoleh ke sumber suara jika ada suara

 Peniuman: klien belum bisa membedakan bau

 Pengecap: klien bisa merasakan makanan

5. Muskuloskeletal

39
 Keseimbangan: belum bisa berjalan

 Kekuatan Otot Kaki: belum bisa berjalan

 Kekuatan Otot Tangan: tangan lemah

 Ambulasi: Dibantu sepenuhnya

DIAGNOSIS KEPERAWATAN

B. Analisa Data

No. ANALISA DATA ETIOLOGI MASALAH


1. Infeksi virus intraurine

Sumbatan saluran
empedu
DS: Ibu mengatakan perut
anaknya membesar
Kelebihan volume
Atresia billier
DO: Abdomen tampak cairan
membesar,lingkar abdomen
semakin bertambah
Gangguan absorbsi

Resiko Ketidak
Seimbangan Elektrolit
2. DS: Ibu mengatakan sakit Infeksi virus intraurine
Gangguan tumbuh-
anaknya sudah lama Ibu
kembang
mengatakan anaknya susah

40
makan Sumbatan saluran
empedu
DO: Didapatkan terjadi
keterlambatan dalam
pertumbuhan anak tsb Hasil
DDST untestable Atresia billier

Anoreksia kronik

Gangguan tumbuh
kembang
3. Infeksi virus intraurine

Sumbatan saluran
empedu
DS: Ibu berkata anaknya susah
makan.
Resiko devisit
Atresia billier nutrisi
DO: Anaknya tampak kurus
Hasil Z- skor -3,56 (BB rendah)

Anoreksia kronik

Resiko devisit nutrisi

Diagnosis Keperawatan

1. Resiko Ketidak Seimbangan Elektrolit

41
No Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Ketidak Seimbangan Elektrolit di buktikan dengan
Kelebihan volume cairan
Kode : D.0037
Kategori: fisiologis
Subkategori: nutrisi dan cairan
2. Gangguan tumbuh-kembang berhubungan dengan efek
ketidakmampuan fisik dibuktikan dengan pertumbuhan fisik
terganggu
Kode : D.0106
Kategori: psikologis
Subkategori: pertumbuhan dan perkembangan

3. Resiko devisit nutrisi dibuktikan dengan ketidakmampuan


mengabsorbsi makanan
Kode : D. 0032
Kategori: Fisiologis
Subkategori: nutrisi dan cairan

Rencana Keperawatan

SLKI SIKI
No SDKI
Kode Hasil Kode Hasil
Status Cairan Pemantauan Cairan
Setelah diberikan asuhan Tindakan
keperawatan selama 1 x 24 Observasi:
jam, diharapkan risiko a. Monitor
Resiko Ketidak
ketidakseimbangan jumlah, warna,
Seimbangan elektroloit dapat terkontrol dan berat jenis
dengan: urin
Elektrolit di
a. Output urin dari skala b. Monitor intake
I.03121
buktikan dengan 2 (cukup menurun) dan output
L.03028 menjadi skala 4 (cukup cairan
Kelebihan volume
meningkat) c. Identifikasi
1. cairan b. Kosentrasi urin dari tanda-tanda
skala 1 (meningkat) hipovelemia
Kode : D.0037
menjadi skala 2 (cukup d. Identifikasi
Kategori: fisiologis meningkat) tanda-tanda
c. Edema anasarka dari hypervolemia
1. Subkategori: nutrisi
skala 1 (meningkat) e. Identifikasi
dan cairan menjadi skala 2 (cukup faktor resiko
meningkat) ketidakseimban
d. Edema perifer dari gan elektrolit
skala 1 (meningkat) Terapeutik:
menjadi skala 2 (cukup a. Atur interval
meningkat) waktu

42
e. Berat badan dari skala pemantauan
2 (cukup meningkat) sesuai dengan
menjadi skala 4 (cukup kondisi pasien
menurun) b. Dokumentasi
f. Intake cairan dari skala hasil
1 (memburuk) menjadi pemantauan
skala 3 (sedang) Edukasi:
a. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
b. Informasikan
hasil
pemantauan,
jika perlu.
Status Pertumbuhan Edukasi
Setelah diberikan asuhan perkembangan bayi
keperawatan selama 2 x 24 Observasi:
Gangguan tumbuh- jam, diharapkan Gangguan a. Identifikasi
kembang tumbuh-kembang keseipan dan
berhubungan berhubungan dengan efek kemampuan
dengan efek ketidakmampuan fisik dapat menerima
ketidakmampuan teratasi dengan: informasi
fisik dibuktikan Kriteria Hasil : Teraputik :
dengan a. Berat badan a. Jadwalkan
pertumbuhan fisik sesuai usia pendidikan
terganggu dari skala 1 1.1243 kesehatan
2. L.10102
6
Kode : D.0106 (menuirun) sesuai
Kategori: psikologis menjadi skala kesepakatan
Subkategori: 4 (cukup b. Berikan
pertumbuhan dan meningkat) keluarga untuk
perkembangan b. Panjang/ bertanya
tinggi badan Edukasi:
sesuai dari a. Jelaskan proses
skala 2 (cukup tumbuh
menurun) kembang bayi
menjadi skala b. Anjurkan
5 (meningkat) bermain

43
c. Indeks masa bersama anak
tubuh dari c. Anjurkan
skala 1 memonitor
(menurun) pengobatan
menjadi skala anak
5 (meningkat) d. Anjurkan
d. Asipan nutrisi membangun
dari skala 3 interaksi yang
(sedang) baik dengan
menjadi skala bayi
5 (meningkat)

Status Nutrisi: Manajemen Nutrisi


Setelah diberikan asuhan
Obervasi:
keperawatan selama 1x24
a. Identifikasi
jam, diharapkan nutrisi anak
status nutrisi
terpenuhi, dengan
b. Identifikasi
Resiko devisit Kriteria Hasil :
a. Porsi makan kebutuhan
nutrisi dibuktikan
yang kalori dan jenis
dengan
dihabiskan nutrien
ketidakmampuan
dari skala 1 c. Monitor asupan
mengabsorbsi
3. L.03030 (menurun) I.03119 makanan
makanan
menjadi skala d. Monitor berat
Kode : D. 0032
Kategori: Fisiologis 4 (cukup badan
Subkategori: nutrisi
meningkat) e. Monitor hasil
dan cairan
b. Berat badan laboratorium

ideal sesuai Terapiutik:

dengan tinggi a. Sajikan

badan dari makanan

skala 2 (cukup makanan secara

menurun) menarik dan

44
menjadi skala suhu yang
5 (meningkat) sesuai
c. Nyeri b. Beri makanan
abdomen dari tinggi serat
skala 1 untuk
(menurun) mencegah
menjadi skala konstipasi
4 (cukup c. Beri makanan
meningkat) tinggi kalori
d. Diare dari dan tinggi
skala 2 (cukup protein
meningkat) Edukasi :
menjadi skala a. Anjurkan posisi
4 (cukup duduk, jika
menurun) mampu
e. Indeks masa b. Anjurkan diet
tubuh dari yang
skala 1 diprogramkan
(memburuk)
menjadi skala
4 (cukup
membaik)

Implementasi
No Tanggal/ jam Diagnosa Implementasi Paraf
08.30 Resiko Ketidak 1. Monitor jumlah, warna, dan berat jenis
Seimbangan urin
1. 09.00 Elektrolit di R: Orang tua pasien bisa lebih menjaga
buktikan dengan jumlah cairan yang masuk
11.30 Kelebihan 2. Identifikasi faktor resiko

45
volume cairan ketidakseimbangan elektrolit
Kode : D.0037 R: Orang tua pasien faham mengenai
13.00 faktor resiko ketidak seimbangan cairan
3. Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
R: Orang tua pasien merasa terbantu
dalam tindakan ini
4. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
R: Orang tua pasien lebih mengerti
tindakan selanjutnya untuk anaknya

Gangguan
tumbuh- 1. Jelaskan proses tumbuh kembang bayi
13.30 kembang R: Orang tua merasa terbantu dalam
berhubungan penjelesan tersebut
2. Anjurkan bermain bersama anak
dengan efek
R: Orang tua lebih bisa memantau
ketidakmampuan perkembangan anaknya
2 fisik dibuktikan 3. Anjurkan memonitor pengobatan anak
14.45
dengan R: Orang tua lebih teliti melihat
pemberian obat yang diberikan
pertumbuhan 4. Anjurkan membangun interaksi yang
fisik terganggu baik dengan bayi
R: Orang tua pasien lebih terbantu dalam
15.40 Kode : D.0106 tidakan ini

46
Resiko devisit 6. Sajikan makanan makanan secara
nutrisi menarik dan suhu yang sesuai
18.00 dibuktikan R: Orang tua pasien bisa memilih makan

19.30 dengan yang baik untuk bayinya


ketidakmampuan 7. Beri makanan tinggi serat untuk
mengabsorbsi mencegah konstipasi
3 20.00
makanan R: Orang tua lebih terbantu dalam
Kode : D. 0032 Dietnya
21.30
8. Anjurkan diet yang diprogramkan
R:Orang tua merasa lebih terbantu dalam
pemberian diet yang di berikan

EVALUASI

TGL/JAM NO. DIAGNOSA CATATAN PERKEMBANGAN PARAF


KEPERAWATAN
11-10- Resiko Ketidak S : Ibu mengatakan perut anaknya
2011/ Seimbangan membesar
16.50 Elektrolit di
O: Abdomen tampak membesar,
buktikan dengan lingkar abdomen semakin
Kelebihan volume bertambah
cairan
A : Kelebihan volume cairan
Kode : D.0037
berhubungan dengan gangguan
absorbs belum teratasi.

P : Intervensi Dilanjutkan
17.10 Gangguan tumbuh- S : Ibu mengatakan sakit anaknya
kembang sudah lamaIbu mengatakan
berhubungan anaknya susah makan

dengan efek O : Didapatkan terjadi


ketidakmampuan keterlambatan dalam pertumbuhan

47
fisik dibuktikan anak tsbHasil DDST untestable
dengan
A : Gangguan tumbuh kembang
pertumbuhan fisik
berhubungan dengan kondisi
terganggu kronik belum teratasi.
Kode : D.0106
P : Rencana 1-2 masih dilanjutkan.

17.20 Resiko devisit .


nutrisi dibuktikan
dengan
ketidakmampuan
mengabsorbsi
makanan
Kode : D. 0032

17.35 Gangguan S : Ibu mengatakan terdapat


integritas kulit kemerahan pada kulit punggung
berhubungan anaknya.
dengan pruritus

O : Anak tampak tidak nyaman


dengan posisi tidunya terdapat
pruritus di daerah pantat &
punggung anak

A : Gangguan integritas kulit


berhubungan dengan pruritus
masih ditemukan.

P : Rencana masih dilanjutkan.


17.45 Gangguan tumbuh S : Ibu berkata anaknya susah
kembang makan.
berhubungan
dengan kondisi O : Anaknya tampak kurus Hasil
kronik Z- skor -3,56 (BB rendah)

48
A : Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan absorbsi dan
anoreksia masih berlanjut.

P : Intervensi dilanjutkan

49
Jurnal : 01 ( Evaluasi pasien praoperasi Tranplantasi Hati Anak di RSUPN

dr.Cipto )

Volume dan halaman : Vol 7, No 1 Hal 60

Tahun : 2019

Desain penelitian ini adalah deskriptifretrospektif berupa evaluasi kondisi pasien


yang terindikasi transplantasi hati, menggunakan data demografi, status nutrisi,
indikasi transplantasi hati, skor Pediatric End-Stage Liver Disease (PELD), skor
Laennec, serta luaran pasien, seperti operasi transplantasi hati, meninggal, dan
meneruskan pengobatan atau tidak. Di RSCM indikasiterbanyak transplantasi hati
adalah atresia bilier,kedua terbanyak adalah sindroma Alagille. Pada penelitian ini
didapatkan pasien yang masih menunggu, belum ada kandidat untuk transplantasi
hati, dilakukan transplantasi hati, dan menolak transplantasi hati. Hanya 36
(33,3%) dari 108 pasien yang dapat dilakukan transplantasi hati dengan
pertimbangan bahwa pasien sudah siap untuk dioperasi.

50
Jurnal : 02 ( Laporan kasus berbasis bukti pemberian streoid untuk meningkatkan
Bilirubin Clearance pada Pasien dengan Atresia Bilier Pasca Prosedur kasai

Volume dan halaman : Vol 20 , No. 4 Hal 275

Tahun : 2018

Penggunaan terapi steroid dosis sedang-tinggi dapat membantu meningkatkan


bilirubin clearance, terutama pada anak dengan usia kurang dari 70 hari saat
prosedur Kasai dilakukan. Pemberian steroid juga dapat meningkatkan bilirubin
clearance setelah follow up jangka pendek (≤1 tahun), tetapi tidak ditemukan efek
yang signifikan pada follow up jangka panjang (≥2 tahun). Sulit untuk
menentukan durasi pemberian dosis inisial steroid dan penurunan dosis karena
variabilitas yang tinggi pada studi yang dianalisis. Pada pasien ini, dapat diberikan
regimen terapi steroid sesuai rekomendasi meta-analisis Chen dkk9 (2015) karena
penggunaan regimen tersebut terbukti meningkatkan jaundice clearance dan
durasi regimen yang diberikan lebih singkat, yaitu dengan pemberian prednisolon
4-5 mg/kg/hari selama 1-2 minggu, dilanjutkan dengan penurunan dosis selama
minimal 4 minggu

51

Anda mungkin juga menyukai