Anda di halaman 1dari 45

TUGAS KEPERAWATAN

ANAK

OLEH KELOMPOK

1. PUTU AYU DIAH SRI KRISNAYANTI (17C10136)


2. NI KETUT ARIASIH (17C10169)
3. NI MADE SRI PURNAMI (17C10172)

SARJANA KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

TAHUN AJARAN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan kerja keras penulis makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Atresia Ani” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
merupakan tugas untuk menempuh mata kuliah Keperawatan Anak II. Penulis
menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak dapat terselesaikan jika tidak ada
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini izinkan penulis
menyampaikan ungkapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini diantaranya:

1. Bapak I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp.,M.Ng.,Ph.D selaku rektor


Institut Teknologi dan Kesehatan Bali yang telah memberikan
kesempatan penulis untuk menempuh pendidikan di Institut Teknologi
dan Kesehatan Bali.
2. Ibu Ns. Ni Kadek Sriasih, M.Kep., Sp Kep A. selaku dosen
pembimbing mata ajar Keperawatan Anak II yang telah memberikan
bimbingan dan arahan.
3. Teman – teman kelompok atas ide dan kerjasamanya dalam
penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna atau masih
perlu perbaikan. Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan
kritik serta saran yang sifatnya membangun untuk memperbaiki penyusunan
makalah selanjutnya. Harapan penulis semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.

Denpasar, 08 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN MATERI ...................................................................... 4

2.1 Definisi atresia ani...................................................................................... 4


2.2 Anatomi fisiologis atresia ani..................................................................... 4
2.3 Etiologi atresia ani...................................................................................... 8
2.4 Patofisiologis atresia ani............................................................................. 8
2.5 Klasifikasi dari atresia ani.......................................................................... 9
2.6 Manifestasi klinis dari atresia ani............................................................... 10
2.7 Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada atresia ani.............................. 11
2.8 Pemeriksaan penunjang pada atresia ani.................................................... 12
2.9 Komplikasi atresia ani................................................................................ 13
2.10 Web Of Caution (WOC) dari atresia ani ................................................. 14
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN........................................ 16
3.1 Pengkajian .................................................................................................. 16
3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................... 24
3.4 Intervensi Keperawatan.............................................................................. 26
3.5 Implementasi Keperawatan........................................................................ 40
3.6 Evaluasi Keperawatan................................................................................ 40
BAB IV PENUTUP......................................................................................... 42
4.1 Kesimpulan................................................................................................. 42
iii
4.2 Saran........................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 43

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Atresia ani adalah kelainan congenital dimana lubang anus tertutup
secara abnormal. Atresia ani atau anus imperforate memiliki anus tampak
rata, cekung ke dalam, atau kadang berbentuk anus tetapi lubang anus yang
ada tidak terbentuk secara sempurna sehingga lubang tersebut tidak
terhubung dengan saluran rectum. Rectum yang tidak terhubung dengan
anus maka feses tidak dapat dikeluarkan dari dalam tubuh secara normal.
Tidak adanya lubang anus ini karena terjadi gangguan pemisahan kloaka
pada saat kehamilan.
Indonesia memiliki angka kejadian atresia ani sangat tinggi yaitu
90%. Masyarakat pada daerah perkotaan sangat erat kaitannya dengan
kepadatan penduduk dan lingkungan yang kumuh. Lingkungan yang kumuh
dapat menjadi factor pendukung terjadinya atresia ani. Tingkat pendidikan
dan pengetahuan yang rendah dan pola nutrisi yang kurang baik
memungkinkan bahwa keluarga dengan ibu hamil kurang memperoleh
informasi mengenai kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam
kandungan. Lingkungan yang terpapar dengan zat zat racun seperti asap
rokok, alcohol dan nikotin dapat mempengaruhi perkembangan janin.
Atresia ani merupakan suatu penyakit yang terjadi karena factor genetic,
lingkungan dan atau keduanya. Kelainan ini harus segera ditangani, jika
tidak maka akan terjadi komplikasi seperti obstruksi intestinal, konstipasi
dan inkontinensia feses.
Maka dari itu untuk menambah wawasan khususnya keluarga dengan
ibu hamil penulis mengangkat tema atresia ani ini untuk mengurangi angka
kejadian atresia ani di Indonesia. Makalah ini ditulis bertujuan untuk
mengetahui komplikasi, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan
mengenai atresia ani.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa defiisi atresia ani?
1.2.2 Bagaimana anatomi fisiologis atresia ani?
1.2.3 Bagaimana etilogi atresia ani?
1.2.4 Bagaimana patofisiologis atresia ani?
1.2.5 Apa saja klasifikasi dari atresia ani?
1.2.6 Apa saja manifestasi klinis dari atresia ani?
1.2.7 Apa saja penatalaksanaan yang dapat diberikan pada atresia ani?
1.2.8 Apa saja pemeriksaan penunjang pada atresia ani?
1.2.9 Bagaimana Web Of Caution (WOC) dari atresia ani ?
1.2.10 Pengkajian apa saja yang diperluka saat pembuatan ASKEP pada
pasien atresia ani?
1.2.11 Diagnosa apa saja yang ditemukan saat pembuatan ASKEP pada
pasien atresia ani?
1.2.12 Intervensi apa saja yang akan diberikan saat pemberian ASKEP
pada pasien atresia ani?
1.2.13 Implementasi apa saja yang diberikan saat pemberian ASKEP pada
pasien atresia ani?
1.2.14 Apa saja yang perlu di evalusi setelah pemberian ASKEP pada
pasien atresia ani?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1.3.1 Untuk mengetahui defiisi atresia ani.
1.3.2 Untuk mengetahui anatomi fisiologis atresia ani.
1.3.3 Untuk mengetahui etilogi atresia ani.
1.3.4 Untuk mengetahui patofisiologis atresia ani.
1.3.5 Untuk mengetahui klasifikasi dari atresia ani.
1.3.6 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari atresia ani.
1.3.7 Untuk mengetahui penatalaksanaan yang dapat diberikan pada
atresia ani.
1.3.8 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada atresia ani.

2
1.3.9 Untuk mengetahui Web Of Caution (WOC) dari atresia ani.
1.3.10 Untuk mengetahui apa saja pengkajian yang diperluka saat
pembuatan ASKEP pada pasien atresia ani?
1.3.11 Untuk mengetahui diagnosa apa saja yang ditemukan saat
pembuatan ASKEP pada pasien atresia ani.
1.3.12 Untuk mengetahui intervensi apa saja yang akan diberikan saat
pemberian ASKEP pada pasien atresia ani.
1.3.13 Untuk mengetahui implementasi apa saja yang diberikan saat
pemberian ASKEP pada pasien atresia ani.
1.3.14 Untuk mengetahui apa saja yang perlu di evalusi setelah pemberian
ASKEP pada pasien atresia ani.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI ATRESIA ANI

Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi


membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan
pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau
sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2010).
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan
pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau
sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rectum. ( agung hidayat, 2009 )
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada
distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R,
2010).
2.2 ANATOMI FISIOLOGI ATRESIA ANI
Pencernaan adalah proses pemecahan molekul-molekul zat
makanan dari yang lebih besar menjadi molekul-molekul yang lebih kecil
sehingga dapat diserap oleh dinding usus halus. Proses pencernaan
makanan dibantu oleh HCl, garam empedu dan berbagai enzim pencernaan
yang disekresikan oleh kelenjar pencernaan. Selain kelenjar pencernaan,
proses ini juga memerlukan alat-alat pencernaan.
Berikut dijelaskan proses pencernaan makanan secara berurutan
dari mulut hingga usus besar:

4
a. Mulut
Di dalam rongga mulut, makanan dicerna secara mekanik dan
kimiawi. Pencernaan mekanik dibantu beberapa organ yaitu gigi
dan lidah. Gigi berfungsi untuk memotong dan penghalus makanan.
Lidah digunakan untuk mengatur letak makanan dalam mulut,
sebagai indra perasa dan mendorong makan masuk ke
kerongkongan. Adanya kelenjar ludah di sekitar mulut dapat
membantu pencernaan secara kimiawi. Kelenjar tersebut
menghasilkan enzim ptialin yang berfungsi memecah amilum
menjadi disakarida.

b. Kerongkongan (Oesophagus)
Organ ini berfungsi menghubungkan mulut dengan lambung
(panjang: sekitar 20 cm). Selama di kerongkongan makanan tidak
mengalami proses pencernaan, karena di kerongkongan hanya
terjadi gerak peristable.
c. Lambung (Gaster)
Lambung berbentuk seperti kantung yang terdiri dari fundus,
kardiak dan pilorus. Di organ ini makanan dicerna secara kimiawi

5
dengan bantuan getah lambung. Sekresi getah lambung dipacu oleh
hormon Gastrin.
d. Usus Halus (Intestin)
Saluran usus halus merupakan saluran terpanjang yang terdiri
dari duodenum (usus dua belas jari), jejunum (usus kosong) dan
ileum (usus penyerapan). Dalam usus duodenum bermuara dua
saluran dari pankreas dan hepar. Hepar akan mengirimkan getah
empedu ke duodenum untuk mengemulsikan lemak. Usus halus
juga bisa mensekresi enzim antara lain erepsinogen dan
enterokinase. Enterokinase adalah enzim pengaktif, yang dapat
mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin dan erepsinogen menjadi
erepsin.
Hasil pencernaan di usus halus akan diserap oleh jonjot usus
(villi) yang ada di illeum dan kemudian diedarkan ke seluruh
tubuh. Sebelum beredar, sari makanan dialirkan dulu ke hepar
melalui vena porta hepatica. Khusus untuk lemak dan vitamin yang
larut dalam lemak tidak diangkut melalui darah tapi melalui
pembuluh getah bening.
e. Usus Besar (Colon)
Di dalam colon tidak ada lagi proses pencernaan. Dengan
adanya Escherichia coli, sisa pencernaan akan dibusukkan dan
diperoleh vitamin K dari proses tersebut. Fungsi utama colon
adalah mengatur keadaan air sisa makanan.
f. Rektum
Rektum ini merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang
menghubungkan intestinum mayor dengan anus, panjangnya 12
cm, dimulai dari pertengahan sakrum sampai kanalis anus.
Rektum terletak dalam rongga pelvis didepan os sarkum dan
os koksigis.

6
Rektum terdiri atas dua bagian yaitu :
1. Rektum propia : bagian yang melebar disisa sebut
ampula rekti, jika terisi makanan akan timbul
hasrat defekasi
2. Rektum analis rekti : sebelah bawah ditutupi oleh
serat-serat otot polos (muskulus spingter ani
internus dan muskulus sfingter ani eksternus).
Kedua otot ini berfungsi pada waktu defekasi.
Tunika mukosa rektum mengandung pembuluh
darah, jaringan mukosa dan jaringan otot yang
membentuk lipatan disebut kolumna rektalis.
Bagian bawah terdapat vene rektalis (hemoroidalis
superior dan inferior) yang sering mengalami
pelebaran atau varises yang disebut wasir
(ambeyen).
g. Anus
Anus merupakan saluran pencernaan yag berhubungan dengan
dunia luar terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh
spingter ani yang terdiri atas :
a. Spingter ani internus : terletak disebelah dalam bekerja
tidak menurut kehendak
b. Spingter lefatomi : bagian tengaah bekerja tidak menurut
kehendak
c. Spingter ani eksternus : sebelah luar bekerja menurut
kehendak

Defekasi adalah hasil refleks. Apabila bahan feses masuk


kedalam rektum, dinding rektum akan meregang menimbulkan
impuls aferens disalurkan melalui pleksus mesentrikus sehingga
menimbulkan gelombang peristaltik pada kolon desenden dan
kolon sigmoid yang akan mendorong feses ke arah anus. Apabila
gelombang peristaltiik sampai di anus, spfingter ani internus akan
7
menghambat feses sementara dan sfingter ani eksternus melemas
sehingga terjadi defekasii.

2.3 ETIOLOGI ATRESIA ANI


1. Secara pasti belum diketahui
2. Merupakan anomali gastrointestinal dan genitourynari
Namun ada sumber yang mengatakan kelainan anus bawaan
disebabkan oleh:
a. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau
pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur,
sehingga bayi lahir tanpa lubang anus.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia
ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
d. Kelainan bawaan , dimana sfingter internal mungkin tidak
memadai. (Betz. Ed 7. 2012)
2.4 PATOFISIOLOGI ATRESIA ANI
Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana
saat proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses
perkembangan anus dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung
ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang
jadi genitor urinary dan struktur anoretal.
Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan
perkembangan kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan janin.
Kegagalan tersebut terjadi karena abnormalitas pada daerah uterus dan
vagina, atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi
karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga
menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula.
Obstuksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
8
dengan segala akibatnya Apabila urin mengalir melalui fistel menuju
rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk
fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan
fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-
laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau
ke prostate (rektovesika) pada letak rendah fistula menuju ke urethra
(rektourethralis). (Mediana,2011)

2.5 KLASIFIKASI ATRESIA ANI


Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2
kelompok besar yaitu
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus
gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna.Kelompok
ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina
atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering
dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang
adequate sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk
jalam keluar tinja.Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun
untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan
beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa
diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
I. Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot
puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang
berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat
hubungan dengan saluran genitourinarius.

9
II. Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot
puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada
posisi yang normal.
III. Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter
internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls
genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina
(perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit
perineum lebih dari 1 cm. ( Amin Huda & hardhi Kusuma,
2015 )

Gambaran malforasi anorektal pada perempuan

2.6 MANIFESTASI KLINIS ATRESIA ANI


Tanda dan gejala yang khas pada klien antresia ani seperti :
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.

10
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah
letaknya
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak
ada fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung. ( Amin Huda & hardhi Kusuma, 2015 )

2.7 PENATALAKSANAAN ATRESIA ANI


Penatalaksanaan pada klien dengan atresia ani menurut Aziz
Alimul Hidayat (2010), Suriadi dan Rita Yuliani ( 2011 ), Fitri Purwanto (
2009 ) adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Medis
a. Therapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai
dengan keparahan defek. Untuk anomaly tinggi dilakukan
colostomi beberapa hari setelah lahir, bedah definitifnya yaitu
anoplasti perineal ( prosedur penarikan perineum abdominal ).
Untuk lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal
melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal, fistula bila ada
harus ditutup. Defek membranosa memerlukan tindakan
pembedahan yang minimal yaitu membran tersebut dilubangi
dengan hemostat atau scalpel.
b. Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B
c. Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk
mencegah infeksi pada pasca operasi.
d. Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Monitor status hidrasi ( keseimbangan cairan tubuh intake dan
output ) dan ukur TTV tiap 3 jam.
b. Lakukan monitor status gizi seperti timbang berat badan,
turgor kulit, bising usus, jumlah asupan parental dan enteral.

11
c. Lakukan perawatan colostomy, ganti colostomybag bila ada
produksi, jaga kulit tetap kering.
d. Atur posisi tidur bayi kearah letak colostomy.
e. Berikan penjelasan pada keluarga tentang perawatan
colostomy dengan cara membersihkan dengan kapas air hangat
kemudian keringkan dan daerah sekitar ostoma diberi zing
zalf, colostomybag diganti segera setiap ada produksi.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG ATRESIA ANI


Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan
penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologist
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan
untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari
sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam
system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti
obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius. (Betz. Ed 7. 2012)

12
2.9 KOMPLIKASI ATRESIA ANI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
1. Obstruksi
2. Perforasi
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4. Komplikasi jangka panjang.
a. Eversi mukosa anal
b. Stenosis
5. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
6. Inkontinensia (akibat stenosis awal )
7. Prolaps mukosa anorektal.
8. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan
infeksi)
9. Sepsis. (Wong, Whaley.2011)

13
2.10 WOC ATRESIA ANI
Faktor kongenital dan faktor lain
Yang tidak diketahui / Idiopatik

ATRESIA ANI

Ujung rektum buntu

Ketidakmampuan fekal dikeluarkan

Pre operasi Fekal menjadi menumpuk diatas Dilakukan tindakan operasi

Kurang pengetahuan Obstruksi


Colostomy Terputusnya kontinuitas
ttg tindakan Operasi
Distensi abdomen jaringan
Perubahan
Respon psikologis
Mendorong diafragma Merangsang peningkatan Konsep diri
Pot de entri Merangsang mediator
Pasien dan keluarga Peristaltik usus mikroorganisme
Complience paru terganggu HDR kimia ( BHSP ) ujung-
cemas ujung saraf bebas
Memudahkan masuknya
Kebutuhan O2 tidak adekuat Penumpukan feses
Pergerakan makanan Gangguan kuman kedalam tubuh Radix Dorsalis
Ansietas Pernafasan tdk optimal lambat citra tubuh
Proses peradangan Infeksi Impuls / rangsangan
Sesak Rasa penuh diperut Pengeluaran Medulla spinalis
Thalamus
Peningkatan HCL inter Leukin I Resiko
(asam lambung) Infeksi Korteks serebri
Pola nafas tidakefektif Set point Temperature
Anoreksia, mual , meningkat Persepsi nyeri Merangsang RAS
muntah
Febris Tidur terjaga
Nyeri Akut
Muntah berlebihan
Hipertermi Gangguan pola tidur
Risiko defisit nutrisi

Risiko ketidak
seimbangan Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma , 2015
cairan
14
15
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN ATRESIA ANI


a. Identitas pasien
1. Biodata klien.
Nomor RM
Nama : ………………………………….
Umur : ………………………………….
Tempat, Tanggal Lahir : ………………………………….
Jenis Kelamin : ………………………………….
Agama : ………………………………….
Alamat : ………………………………….
Tanggal Masuk : ………………………………….
Tanggal Pengkajian : ………………………………….
Jam Pengkajian : ………………………………….
Diagnosa Medis : ………………………………….

2. Biodata Orang Tua


A. Ayah
a) Nama : ………………………………….
b) Umur : ………………………………….
c) Agama : ………………………………….
d) Suku Bangsa : ………………………………….
e) Alamat : ………………………………….
f) Pekerjaan : ………………………………….
g) No. Telpon : ………………………………….
B. Ibu
a) Nama : ………………………………….
b) Umur : ………………………………….
c) Agama : ………………………………….
16
d) Suku Bangsa : ………………………………….
e) Alamat : ………………………………….
f) Pekerjaan : ………………………………….
g) No. Telpon : ………………………………….
C. Sumber Informasi
a) Nama : ………………………………….
b) Usia : ………………………………….
c) Pendidikan : ………………………………….
d) Pekerjaan : ………………………………….
e) Alamat : ………………………………….
f) Hubungan dg anak : ………………………………….

3. Kedudukan anak dalam keluarga


Nama
Jenis Kelamin Umur Keadaaan Sekarang Ket
(Inisial)
Laki-Laki Perempuan Sehat Sakit Meninggal

b. Riwayat keluarga
- Keluhan Utama Saat MRS
Pasien tidak memiliki anus sejak lahir
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama
kelahiran, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang air
besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat
dalam urin
- Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Riwayat Parental
Kesehatan ibu selama hamil, kapan hari pertama haid
terakhir (HPHT), imunisasi TT, nutrisi selama ibu hamil

17
dan kebiasaan atau perilaku ibu sewaktu hamil yang
merugikan bagi perkembangan dan pertumbuhan janin,
seperti : kebiasaan merokok, minum kopi, minum
minuman keras, mengkonsumsi narkoba dan obat obatan
secara sembarang.
b. Riwayat Intranatal
Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis
pertolongan persalinan, berat badan lahir, keadaan bayi
lahir awal, awal timbulnya pernafasan, tangisan pertama
dan tindakan khusus.
c. Riwayat neonatal
Skor APGAR (warna, sianosis, pucat, ikhterik), mucus
yang berlebihan paralisis, konvulsi, demam, kelainan
congenital, kesulitan menghisap, kesulitan pemberian
makan atau ASI.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang juga memiliki kelainan tidak
memiliki anus sejak lahir.
- Riwayat Kesehatan Lingkungan
umumnya kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi secara
langsung kasus atresia ani ini. Hanya saja, lingkungan yang
kumuh dan padat tidak menutup kemungkinan menyebabkan
awalan terjadinya penyakit atresia ani pada janin yang masih
didalam kandungan.
c. Riwayat tumbuh kembang anak.
- BB lahir abnormal.
- Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan
tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit.
- Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.
- Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.

18
d. Pemeriksaan fisik.
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani
adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak
ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan
oleh jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa
mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan
vagina
- Pemeriksaan Fisik Head to toe
1. Tanda-tanda vital
- Nadi : 110 X/menit.
- Respirasi : 32 X/menit.
- Suhu axila :37º Celsius.
2. Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak
ada benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada
chepal hematom.
3. Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan
subkonjungtiva, tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak
episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.
4. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.
5. Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak
macroglosus, tidak cheilochisis.
6. Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago
berbentuk sempurna
7. Leher
Tidak ada webbed neck.

19
8. Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel
chest, pernafasan normal
9. Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur
10. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak
bermasa/tumor, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus,
usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, pada
auskultasi terdengan hiperperistaltik.
11. Genitalia
Pada bayi laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan
mekonium pada urin, dan pada bayi perempuan dengan
fistula urogenital ditemukan mekonium pada vagina.
12. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar,
kadang-kadang tampak ileus obstruksi. Thermometer yang
dimasukan kedalam anus tertahan oleh jaringan. Pada
auskultasi terdengar peristaltic.
13. Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan
maupun kaki dan kukunya tampak agak pucat
14. Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid
15. Pemeriksaan Reflek
a. Suching +
b. Rooting +
c. Moro +
d. Grip +
e. Plantar +

20
e.Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan radiologis : Dilakukan untuk mengetahui ada


tidaknya obstruksi intestinal.
2) Sinar X terhadap abdomen : Dilakukan untuk menentukan
kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3) Ultrasound terhadap abdomen : Digunakan untuk melihat fungsi
organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari
adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa
tumor.
4) CT Scan : Digunakan untuk menentukan lesi.
5) Pyelografi intra vena : Digunakan untuk menilai pelviokalises
dan ureter.
6) Pemeriksaan fisik rectum : Kepatenan rektal dapat dilakukan
colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
7) Rontgenogram abdomen dan pelvis : Juga bisa digunakan untuk
mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan
traktus urinarius.

f. Analisa data keperawatan atresia ani


a. Pre.OP

DATA MASALAH ETIOLOGI

DS : Risiko defisit Kegagalan


ibu klien mengatakan anaknya nutrisi intake makanan
sering muntah (ASI)
DO :
Anak menangis perut kembung
anak menolak pemberian asi

DS : Risiko ketidak Anoreksia,

21
ibu klien mengatakan anaknya seimbangan mual, muntah.
sering muntah cairan
DO :
Anak menangis perut kembung
anak menolak pemberian asi

DS : Hipertermia Proses
Ibu klien mengeluh badan peradangan.
anaknya teraba hangat
DO :
Saat pengukuran suhu badan
ditemukan suhu badan > 37.50C

DS : Pola napas Sesak, distensi


Ibu klien mengatakan anaknya tidak efektif abdomen.
sesak dan kesulitan bernafas
DO :
Saat pengkajian di temukan
pernafasan anak > 60x/menit

DS : Ansietas orang Kurang


Orang tua klien terus menanyakan tua pengetahuan
tentang penyakit anaknya terkait penyakit
DO : anak
Orang tua klien terlihat bingung
dan terus memperhatikan anaknya

b. Post.OP

DATA MASALAH ETIOLOGI

DS : Nyeri akut Agen pencedera


Ibu klien mengatakan anaknya fisik

22
terus menangis
DO :
Klien terlihat lemas dan tidak
nyaman

DS : Gangguan Kurang kontrol


Ibu klien mengeluh anaknya pola tidur tidur
menangis terus menerus
DO :
Anak menangis dan susah untuk
ditidurkan

DS : Gangguan citra colostomy


Pasien menyatakan tidak tubuh
menerima perubahan dalam
dirinya
DO :
Pasien Nampak tidak nyaman
dengan stoma dan perawatannya

DS : Resiko infeksi Efek prosedur


Ibu pasien mengatakan luka pada invasif
anaknya memerah dan seperti
terjadi pendarahan
DO :
Ada tanda-tanda radang pada
daerah post operasi antara lain:
rubor, dolor, tumor, pasien terlihat
tidak nyaman

a. DIAGNOSA KEPERAWATAN ATRESIA ANI


a. Pre.OP

23
1. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah.
2. Risiko ketidak seimbangan cairan berhubungan dengan muntah
berlebihan.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan.
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan sesak, distensi
abdomen.
5. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prosedur perawatan
b. Post.OP

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan colostomy

4. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

24
b. INTERVENSI KEPERAWATAN ATRESIA ANI
a. Pre operasi

No. Diagnose Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
1. Risiko defisit nutrisi Tujuan : O: 1. Mengetahui status
berhubungan dengan - Setelah dilakukan 1. Identifikasi status nutrisi nutrisi anak.
anoreksia, mual, tindakan anak. 2. Mengetahui kalori yang
muntah. keperawatan 2. Identifikasi kebutuhan dibutuhkan anak.
selama ...x24 jam kalori anak. 3. Mengetahui asupam
diharapkan pasien 3. Monitoring asupan nutrisi nutrisi yang dapat di
tidak terjadi anak. konsumsi anak.
kekurangan 4. Monitoring berat badan 4. Mengetahui
nutrisi. anak. perkembangan berat
N: baadan anak
Kriteria Hasil : 5. Lakukan oral hygiene 5. Meningkatkan
- Pasien tidak pada anak, Jika kenyamanan
mengalami diperlukan. 6. Memenuhi kebutuhan
penurunan berat E : anak sesui
badan 6. Edukasi orang tua untuk
25
diet yang di programkan.
C:
kebutuhannya.
7. kolaborasi pemberian
- Turgor pasien baik 7. Untuk meredakan
medikasi sebelum makan,
- Pasien tidak mual, anoreksia, mual,
jika perlu
muntah muntah.
8. Kolaborasi dengan ahli
- Nafsu makan 8. Memberikan kalori dan
gizi untuk menentukan
bertambah jenis nutrient yang
jumlah kalori dan jenis
sesui.
nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
2. Risiko ketidak Tujuan : O: 1. Mengetahui status
seimbangan cairan - Setelah dilakukan 1. Monitoring status hidrasi. hidrasi.
berhubungan dengan tindakan 2. Monitoring berat badan 2. Mengeetahui
muntah berlebihan. keperawatan selama harian. perkembangan berat
3x24 jam N : badan.
diharapkan 3. Catat intake-output 3. Mengetahui balans
kebutuhan volume cairan dan buat balans cairan.
cairan pasien cairan 24 jam. 4. Memberikan asupan
terpenuhi 4. Berikan asupan cairan cairan yang tepat

26
Kriteria Hasil :
- Output urin 1-2
sesui dengan kebutuhan.
ml/kg/jam,
5. Berikan cairan intravena, 5. Membantu menjaga
- Capillary refill 3-5
jika diperlukan. kebutuhan cairan
detik,
E:- tubuh.
- Turgor kulit baik,
C:-
membrane mukosa
lembab.
- Pengeluaran feses
terkontrol
3. Hipertermia Tujuan : O: 1. Mengetahui penyebab
berhubungan dengan - Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab hipertermi.
proses peradangan. tindakan hipertermia. 2. Mengetahui perubahan
keperawatan selama 2. Monitoring suhu tubuh. suhu tubuh.
3 jam diharapkan 3. Monitoring haluaran urin. 3. Mengetahui tingkat
suhu tubuh tidak 4. Monitoring komplikasi pengeluaran urin
panas lagi akibat hipertermia 4. Mengetahui efek lain

27
N:
5. Sediakan lingkungan yang dari peningkatan suhu
dingin. tubuh.
Kriteria Hasil :
6. Longgarkan atau lepaskan 5. Meningkatkan
- Suhu tubuh dalam
pakaian. kenyamanan.
rentang normal
7. Berikan cairan oral 6. Mengurangi panas
(36,5-37,50C)
8. Ganti linen setiap hari atau dalam tubuh.
- Nadi dan RR
lebih sering jika 7. Mempertahankan
dalam rentang
mengalami hyperhidrosis intake cairan.
normal
(keringat berlebih) 8. Meningkatkan rasa
- Tidak ada
E:- nyaman.
perubahan warna
C: 9. Mempertahankan
kulit dan tidak
9. Kolaborasi pemberian intake cairan.
pusing
cairan intravena, jika peril.
4. Pola napas tidak Tujuan : O: 1. Mengetahui pola napas
efektif berhubungan - Setelah dilakukan 1. Monitoring pola napas. pasien.
dengan sesak, distensi tindakan 2. Monitoring bunyi napas 2. Mengetahui apakah ada
abdomen. keperawatan tambahan. bunyi napas tambahan
selama 3x24 jam N : 3. Memudahkan pasien

28
diharapkan pola
nafas kembali
efektif.

Kriteria Hasil : 3. Mempertahankan


untuk bernapas.
- Pola nafas efektif, kepatenan jalan napas.
4. Membantu mencukupi
bunyi nafas 4. Berikan oksigen, jika perlu
kebutuhan oksigen
normal atau bersih. E : -
pasien
- TTV dalam batas C : -
normal
- batuk berkurang,
ekspansi paru
mengembang.
5. Ansietas berhubungan Tujuan : O: 1. Mengetahui tingkat
dengan kurang - Setelah dilakukan i. Identifikasi kemampuan kemampuan
pengetahuan tentang tindakan orang tua untuk pengambilan keputusan
penyakit anaknya dan keperawatan mengambil keputusan orang tua
prosedur perawatan selama 1x24 jam N: 2. Mengetahui pemicu
untuk si anak diharapkan ii. Pahami situasi yang ansietas pada orang tua.

29
kecemasan orang membuat orang tua 3. Menyalurkan keluhan
tua dapat ansietas orang tua tentang
berkurang. iii. Dengarkan keluhan orang anaknya
tua dengan penuh 4. Meningkatkan
Kriteria Hasil : perhatian kepercayaan untuk
- Pasien tidak lemas iv. Gunakan pendekatan yang kesembuhan sang anak
- Vital sign dalam tenang dan meyakinkan 5. Meyakinkan orang tua
batas normal kepada orang tua pasien terhadap prosedur yang
- Menunjukkan E: akan dilakukan dan apa
tehnik untuk v. Jelaskan proedur yang di rasakan si anak
mengontrol cemas perawatan anaknya, dan 6. Memberikan
- Postur tubuh, sensasi yang mungkin di pengetahuan secara
ekspresi wajah, rasakan si anak jelas tentang penyakit
bahasa tubuh danvi. Informasikan secara sang anak
tingkat aktivitas faktual kepada orang tua
menunjukkan mengenai diagnose,
berkurang nya pengobatan, dan prognosis
kecemasan C:-

30
b. Post Operasi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
1 Nyeri akut Tujuan : Observasi : 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan - Setelah diberikan 1. Identifikasi lokasi, daerah nyeri, kualitas,
agen pencedera fisik asuhan keperawatan karakteristik, frekuensi, kapan nyeri dirasakan
selama … x 24 jam kualitas dan intensitas dan faktot pencetus
diharapkan masalah nyeri berat ringannya nyeri
nyeri akut pada 2. Identifikasi skala nyeri yang dirasakan
pasien dapat 3. Identifikasi faktor yang 2. Untuk
menurun. memperberat dan mengidentifikasikan
Kriteria hasil : memperingan nyeri skala nyeri klien
- Keluhan nyeri pada Nursing Treatment : 3. Mengidentifikasi
pasien menurun 4. Berikan teeknik masalah kesehatan
- Meringis pada nonfarmakologis untuk yang sedang dialami
pasien menurun mengurangi rasa nyeri oleh klien terkait
- Gelisah pada pasien (terapi music, dengan nyeri.
menurun menonton video) 4. Untuk mengurangi
- Frekuensi nadi pada 5. Kontrol lingkungan rasa nyeri dengan
31
pasien membaik yang memperberat rasa manipulasi psikologis.
nyeri (mis. suhu 5. Untuk membuat klien
ruangan, pencahayaan, menjadi nyaman.
kebisingan) 6. Keluarga Klien
Edukasi : memahami penyebab,
6. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
periode dan pemicu nyeri
nyeri 7. Pemberian analgetik
7. Anjurkan menggunakan 8. Analgetik memblok
analgetik secara tepat lintasan nyeri
Kolaborasi : sehingga nyeri
8. Kolaborasi pemberian berkurang.
analgetik secara tepat
2 Gangguan pola tidur Tujuan : Observasi : 1. Untuk mengidentifikasi
berhubungan dengan - Setelah diberikan 1. Identifikasi pola tidur pola tidur kilen
kurang kontrol tidur asuhan keperawatan 2. Identifikasi faktor 2. Untuk mengidentifikasi
selama … x 24 jam pengganggu tidur apakah klien
diharapkan masalah (fisik/psikologis) mengalami gangguan
gangguan pola tidur Nursing Treatment : tidur atau tidak.

32
pasien dapat teratasi. 3. Modifikasi lingkungan 3. Lingkungan yang
Kriteria hasil : (mis. pencahayaan, nyaman membuat
- Keluhan sering kebisingan, suhu, dan tubuh menjadi lebih
terjaga pada pasien tempat tidur) relaks sehingga dapat
menurun 4. Tetapkan jadwal tidur mempermudah tidur
- Keluhan pola tidur rutin 4. Mengetahui
berubah menurun 5. Lakukan prosedur perkembangan pola
- Keluhan tidak puas untuk meningkatkan tidur pasien.
tidur menurun kenyamanan. 5. Agar periode tidur
Edukasi : tidak terganggu dan
6. Jelaskan pentingnya rileks.
tidur cukup selama 6. Pemberian informasi
sakit yang tepat dapat
7. Anjurkan untuk memotivasi klien agar
menghindari berusaha memperbaiki
makanan/minuman kualitas tidurnya.
yang mengganggu tidur 7. Beberapa jenis
8. Anjurkan menepati makanan dan minuman
kebiasaan waktu tidur bisa membuat klien

33
Kolaborasi : - sulit tidur sehingga
harus dihindari
dikonsumsi sebelum
tidur.
8. Untuk meningkatkan
kwalitas tidur pasien
3 Gangguan citra tubuh Tujuan : Observasi :
berhubungan dengan - Setelah diberikan 1. Identifikasi harapan 1. Mengidentifikasikan
colostomy asuhan keperawatan citra tubuh berdasarkan harapan citra tubuh
selama … x 24 jam tahap perkembangan berdasarkan tahap
diharapkan masalah 2. Monitor apakah pasien perkembangan.
gangguan citra bisa melihat bagian 2. Memonitor seberapa
tubuh pasien dapat tubuh yang berubah jauh klien bisa melihat
teratasi. 3. Monitor frekuensi bagian tubuh yang
Kriteria hasil : pernyataan kritik berubah.
- Verbalisasi perasaan terhadap diri sendiri 3. Untuk mengetahui
negatif tentang Nursing Treatment : seberapa besar mampu
perubahan tubuhnya 4. Diskusikan kondisi menerima keadaan
menurun stress yang dirinya.

34
- Menunjukkan mempengaruhi citra 4. Untuk meminimalisir
bagian tubuh secara tubuh (mis. terjadinya stress pada
berlebihan menurun pembedahan) klien menjelang
5. Diskusikan perubahan operasi.
tubuh dan fungsinya 5. Untuk mengetahui
Edukasi : pemahaman keluarga
6. Anjurkan mengikuti dan klien perubahan
teman pendukung (mis. tubuh beserta fungsinya
teman sebaya) 6. Mengikuti teman
7. Anjurkan pendukung dapat
mengungkapkan meningkatkan percaya
gambaran diri terhadap diri dan semangat klien.
citra tubuh 7. Untuk mengetahui
Kolaborasi : - seberapa besar mampu
menerima keadaan
dirinya.

4 Resiko infeksi Tujuan : Observasi : 1. Mencegah terjadinya


berhubungan dengan - Setelah diberikan 1. Monitor tanda dan komplikasi lebih berat

35
efek prosedur invasif asuhan keperawatan gejala infeksi local dan yang diakibatkan
selama … x 24 jam sistemik infeksi bakteri patogen.
diharapkan masalah Nursing Treatment : 2. Untuk mencegah
resiko infeksi pada 2. Batasi jumlah penularan infeksi atau
pasien dapat teratasi. pengunjung virus.
Kriteria hasil : 3. Cuci tangan sebelum 3. Meminimalkan
- Pasien bebas dari dan sesudah kontak timbulnya infeksi pada
tanda dan gejala dengan pasien dan klien.
infeksi lingkungan pasien 4. Mencegah terjadinya
- Menunjukkan 4. Pertahankan teknik infeksi silang.
kemampuan untuk aseptic pada pasien 5. Mengetahui tanda dan
mencegah timbulnya yang berisiko tinggi gejala infeksi yang
infeksi Edukasi : timbl pada klien.
5. Jelaskan tanda dan 6. Meminimalkan patogen
gejala infeksi yang dapat
6. Ajarkan cara mencuci menyebabkan infeksi.
tangan dengan benar 7. Untuk mengurangi
7. Ajarkan etika batuk penyebaran kuman.
8. Ajarkan cara 8. Agar keluarga klien

36
memeriksa kondisi luka tentang cara perawatan
atau luka operasi luka.
Kolaborasi : 9. Untuk mencegah
9. Kolaborasi pemberian terjadinya infeksi pada
imunisasi, jika perlu klien.

37
c. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN ATRESIA
ANI
Tahap pelaksanaan merupakan tahap ke empat dari proses
keperawatan dengan melaksanakann berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan
keperrawatan. Dalam tahap ini, perawat harus mengetahui berbagai hal di
antaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, tehnik
komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang
hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.
Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu
tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi (Hidayat, A. Aziz Alimul,
2010: 122).

d. EVALUASI KEPERAWATAN ATRESIA ANI


Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati
dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Kemampuan
yang harus dimiliki perawat pada tahap ini adalah memahami respon
terhadap intervensi keperawatan, kemampuan mengembalikan kesimpulan
tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri
dari 2 kegiatan yaitu:
a. Evaluasi formatif menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat
memberikan intervensi dengan respon segera.
b. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan
analisis status klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang
direncanakan pada tahap perencanaan. Di samping itu, evaluasi juga
sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang
membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai atau tercapai
sebagian.

38
1. Tujuan tercapai
Tujuan dikatakan tercapai bila klien telah menunjukan
perubahan dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan.
2. Tujuan tercapai sebagian
Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak
tercapai secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai
masalah atau penyebabnya, seperti klien dapat makan sendiri tetapi
masih merasa mual. Setelah makan bahkan kadang-kadang muntah.
3. Tujuan tidak tercapai
Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukan adanya
perubahan kearah kemajuan sebagaimana kriteria yang diharapkan.

Adapun evaluasi akhir yang ingin dicapai dari tiap-tiap diagnosa


adalah:
1. Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan
teratur.
2. Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.
3. Kecemasan orang tua dapat berkurang.
4. Rasa nyeri teratasi/ berkurang.
5. Tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.
6. Tidak terjadi infeksi.
7. Gangguan pola eliminasi teratasi.

39
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Atresia Ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi


membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rectum. Adapun penyebab Atreasia Ani adalah karena kegagalan
pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik,dan
putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus. Atresia Ani dibagi menjadi 2 yaitu yang tanpa anus tetapi
dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dan yang tanpa anus
dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate Tanda dan Gejala Atresia Ani
adalah mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran, tidak
dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi, mekonium keluar melalui
sebuah fistula atau anus yang salah letaknya

4.2 SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang
makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya
dapat di pertanggung jawabkan.

40
DAFTAR PUSTAKA

Dian. 2016. https://id.scribd.com/doc/311729938/Lp-Atresia-Ani yang di


akses pada tanggal 06 Maret 2019 pada pukul 10.15
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Stadar Diagnosis Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik Keperawatan, Edisi 1
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Stadar Intervensi Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Jakarta : DPP
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Stadar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Jakarta : DPP PPNI

41

Anda mungkin juga menyukai