“ANUS IMPERFORATA”
Disusun oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang mana
telah senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Semoga hasil diskusi kami
dapat berguna bagi penulis pada khususnya, pembaca, dan berbagai pihak
yang terlibat dalam penyusunan laporan ini secara umum.
Malang, 20 November
2020
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Anus Imperforata atau Atresia ani paling sering terjadi pada bayi
yang baru lahir. Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal
didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresia ani
didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan
dapat muncul sebagai penyakit tersering.
4
BAB menyebabkan konstipasi dan ketidaknyamanan, Jika terdapat
membran pada akhiran jalan keluar anal, bayi tidak bisa BAB, ketika
rectum tidak berhubungan dengan anus tetapi terdapat fistula, feses
akan keluar melalui fistula tersebut sebagai pengganti anus, hal ini dapat
menyebabkan infeksi (Wicaksono, 2015)
1.3 Tujuan
5
7. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan
penunjang dari anus imperforata
8. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan
dalam kasus anus imperforata
9. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami komplikasi yang
dapat terjadi dari anus imperforata
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Atresia Ani merupakan salah satu kelainan bawaan, dimana anus
tampak normal, tetapi pada pemeriksaan colok dubur jari tidak dapat
masuk lebih dari 1-2 cm. Insidens: 1: 3.000-5.000 kelahiran hidup.
Sinonim Atresiaa Ani = Imperforated Anal = Malformasi Anorektal =
Anorektal Anomali.
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membrane yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan
pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau
sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rectum (Purwanto, 2011). Atresia ani
merupakan kelainan bawaan (congenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Donna L. Wong, 2013).
Malformasi anorektal (MAR) merupakan malformasi septum
urorektal secara parsial atau komplet akibat perkembangan abnormal
hindgut, allantois dan duktus Mulleri. Malformasi anorektal merupakan
spektrum penyakit yang luas melibatkan anus dan rektum serta traktus
urinarius dan genitalia (Levitt, 2010).
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi internasional yang paling umum untuk malformasi
anorektal adalah klasifikasi Wingspread pada tahun 1984. Menurut
klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani di kelompokkan menurut jenis
kelamin, yaitu:
7
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dikelompokkan dalam
4 golongan, yaitu:
1) Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga
fesest idak dapat keluar
(Anggraeni, 2018).
Tipe Atresia Ani berdasarkan letak menurut Stephens dan Smith (1984)
yaitu:
8
1) High/tinggi (Supra levator)
Pada anomaly tinggi, ujung rectum di atas otot puborektalis dan
sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan
fistula genitourinarius-retrouretral (pria) atau retrovagina
(perempuan). Jarak antara ujung buntuk rectum sampai kulit
perineum lebih dari 1cm.
2) Intermediate/sedang (sebagian translevator)
Pada anomaly intermediet, rectum berada pada atau di bawah tingkat
otot puborektalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada
posisi yang normal.
3) Low/rendah (fully translevator)
Pada anomaly rendah, rectum mempunyai jalur desenden yang
normal melalui otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan
eksternal yang berkembang biak dengan fungsi normal dan tidak
terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
9
Penyebab dari atresia ani masih belum diketahui pasti. Pada
beberapa penelitian, atresia ani dapat disebabkan oleh kelainan genetic
maupun faktor lingkungan yang terpapar oleh zat-zat beracun,
lingkungan yang kumuh dan pola nutrisi bayi selama dalam kandungan.
a) Faktor Teratogenik
Teragogen adalah setiap faktor atau bahan yang bisa
menyebabkan atau meningkatkan resiko suatu kelaian bawaan.
Radiasi, obat tertentu dan racun merupakan teratogen. Secara
umum seorang wanita hamil sebaiknya mengonsultasikan kepada
dokternya setiap obat yang dia minum, berhenti merokok, tidak
mengonsumsi alkohol, serta tidak menjalani pemeriksaan rontgen
kecuali jika sangat mendesak.
b) Faktor Gizi
Menjaga kesehatan janin tidak hanyadilakukan dengan
menghindari teratogen, tetapi juga mengkonsumsi gizi yang baik.
Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam
folat. Kekurangan asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya
spina bifida atau kelainan tabung saraf lainnya. Karena spina bifida
bisa terjadi sebelum seorang wanita menyadari bahwa dia hamil,
maka setiap wanita usia subur sebaiknya mengkonsumsi asam folat
minimal sebanyak 400 mg/ hari.
c) Faktor Fisik pada Rahim
Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga
merupakan pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang
abnormal bisa menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan
bawaan. Cairan ketuban yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi
pertumbuhan paru-paru dan anggota gerak aau bisa menunjukkan
adanya kelainan ginjal yang memperlambat proses pembentukan air
kemih. Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin mengalami
gangguan menelan, yang bisa disebabkan oleh kelainan otak yang
berat (misalnya anensefalus atau atresia esofagus).
d) Faktor Genetik
10
Genetik memegang peran penting dalam beberapa kelainan
bawaan. Beberapa kelainan merupakan penyakit keturunan yang
diwariskan melalui gen yang abnormal dari salah satu atau kedua
orang tua. Gen adalah pembawaan sifat individu yang terdapat di
dalam kromosom setiap sel di dalam tubuh manusia. Jika 1 gen
hilang atau cacat, bisa terjadi kelainan bawaan. Semakin tua usia
seorang wanita ketika hamil (terutama diatas 35 tahun) maka
semakin besar kemungkinan terjadinya kelainan kromosom pada
janin yang dikandungannya (Nur, 2011).
Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
1) Putusnya saluran pencernaan atas dengan daerah dubur, sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur
2) Adanya kegagalan pembentukan septum urorektal secara sempurna
karena gangguan pertumbuhan fusi atau pembentukan anur dari
tonjolan embrionik
3) Gangguan organogenesis dalam kandungan di mana terjadi
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu atau 3 bulan
4) Kelainan bawaan yang diturunkan dari orang tua. Jika kedua orang
tua menjadi karier, maka 25-30% menjadi peluang untuk terjadinya
atresia ani, adanya kelainan sindrom genetik, kromosom yang tidak
normal dan kelainan congenital lainnya juga dapat berisiko mederita
atresia ani
5) Terjadinya gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sunus
urogenital. Biasanya karena gangguan perkembangan septum
urogenital pada minggu ke-5 sampai ke-7 pada usia kehamilan
Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat
lahir, seperti :
• Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan
anomali pada gastrointestinal.
• Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari
11
2.4 Patofisiologi
Pada usia gestasi minggu ke-5, kloaka berkembang menjadi
saluran urinari, genital dan rektum. Usia gestasi minggu ke-6, septum
urorektal membagi kloaka menjadi sinus urogenital anterior dan intestinal
posterior. Usia gestasi minggu ke-7, terjadi pemisahan segmen rektal
dan urinari secara sempurna. Pada usia gestasi minggu ke-9, bagian
urogenital sudah mempunyai lubang eksterna dan bagian anus tertutup
oleh membrane. Setelah itu urogenital ventral membuka dan disusul oleh
dorsal anal membrane Atresia ani muncul ketika terdapat gangguan
pada proses tersebut. (Sari, 2020)
12
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, konsentrasi cairan,
muntah dengan segala akibatnya
• Selama 24-28 jam pertama kelahiran, bayi mengalami muntah-
muntah dan tidak ada defekasi mekonium. Selain itu anus tampak
merah.
• Perut kembung baru kemudian disusul muntah.
• Tampak gambaran gerak usus dan bising usus meningkat (
hiperperistaltik ) pada auskultasi.
• Tidak ada lubang anus.
• Invertogram dilakukan setelah bayi berusia 12 jam untuk
menentukan tingginya atresia.
• Terkadang Tampak ileus obstruktif.
• Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau
perineum (rektovestibuler). Pada laki2 biasanya letak tinggi ,
umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate.
(rektovesika) . pada letak rendah fistula menuju ke urethra
(rektourethralis (Vivian Nanny Lia Dewi, 2011)
Sebagian besar bayi dengan Malformasi Anorektal memiliki satu atau lebih
abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% -
60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang
lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan,
akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan
kardiovaskuler
13
1. Kelainan kardiovaskuler.
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan yang
paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus
arteriosus, diikut i oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
transposisi arteri besar, dekstrokardia, dan stenosis pulmonal.
2. Kelainan gastrointestinal.
14
lebih buruk dibanding letak rendah.1 Hal ini menegaskan bahwa pasien
malformasi anorektal letak tinggi memiliki kelainan yang lebih kompleks
dibanding tipe letak rendah. Hasil ini sesuai dengan penelitian Mittal yang
menyatakan pasien dengan malformasi anorektal letak tinggi cenderung
memilki kelainan kongenital penyerta daripada pasien dengan malformasi
anorektal letak intermediet dan letak rendah.
(Indra, 2018)
15
b. Kencingnya jernih.
Pada bayi perempuan didapatkan 90% dengan fistel,
apabila tidak diketemukan adanya fistel maka dilakukan
invertogram. Apabila hasil invertogram akhiran rectum kurang dari 1
cm dari kulit berarti letak rendah dan segera dilakukan minimal
PSARP, apabila akhiran rektum lebih dari 1 cm berarti malformasi
anorektal letak tinggi dilakukan kolostomi terlebih dahulu
c. Ada fistel ke perineum
• Pada bayi laki-laki, oleh Pena dilakukan pemeriksaan perineal dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan urinalisa. Apabila diketemukan
fistula perineal, bucket handle, stenosis ani atau anal membrane
berarti atresia ani letak rendah. Sedangkan apabila pada
pemeriksaan urinalisa didapatkan mekoneum, udara dalam vesica
urinaria serta flat bottom berarti letak tinggi. Apabila masih ada
keraguan dilakukan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan
radiologis ini dilakukan dengan posisi kepala bayi diletakan di
bawah selama 3-5 menit, dengan petanda yang ditempelkan ke
kulit. Posisi ini pertama kali ditemukan oleh Wangensten dan Rice
pada tahun 1930. Apabila hasil invertogram akhiran rektum
kurang dari 1 cm dari kulit berarti letak rendah dan apabila akhiran
rektum lebih dari 1 cm berarti malformasi anorektal letak tinggi.
• Pemeriksaan yang radiologis ditemukan :
1. Udara dalam usus terhenti tiba-tiba yang menandakan terdapat
obstruksi didaerah tersebut.
2. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bayi baru
lahir.
Dari gambaran ini harus difikirkan kemungkinan atresia rekti atau
anus imferforata. Pada bayi dengan anus imperforata, gambaran
udara terhenti tibatiba didaerah sigmoid, kolon atau rektum.
3. Dibuat foto anteroposterior (AP)dan lateral, bayi diangkat dengan
kepala dibawah dan kaki diatas (wangesten dan rice). Pada anus
diletakkan benda yang radio opak, sehingga pada foto daerah
16
antara benda radio opak dengan bayangan udara yang tertinggi
dapat diukur.
Invertogram
Invertogram adalah teknik radiografi digunakan untuk
memperkirakan tingkat rektal kantong pada pasien dengan
anorectal malformasi. Meski tekniknya punya digunakan untuk
diagnosis anorectal anomali dalam delapan puluh tahun terakhir,
masih merupakan investigasi pilihan untuk evaluasi neonatal
malformasi anorektal.
(El Sinta, dkk 2019 dan buda sajekti 2011)
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Yusriani, 2017) Untuk memperkuat diagnosis dapat di
lakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a. Pemeriksaan radiologis, yang brtujuan untuk mengetahui ada
tidaknya obstruksi intestinal atau menentukan letak ujung rektum
yang buntu setelah bayi berumur 24 jam. Pada saat pemeriksaan,
bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik selama 3
menit, sendi panggul bayi dalam keadaan sedikit ekstensi,
kemudian dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral
setelah petanda diletakkan pada daerah lekukan anus.
b. Sinar –X terhadap abdomen yang bertujuan untuk menentukan
kejelasan keseluruhan bowel/usus dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rektum dari sfrinternya.
c. Ultrasonografi (USG) abdomen, yang bertujuan untuk melihat
fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan
mencari adanya faktor reversibel seperti obstruksi massa tumor.
d. CT scan, yang bertujuan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intrevena, yang bertujuan untuk menilai pelviokalises
dan ureter.
f. Rontgenogram pada abdomen dan pelvis, yang bertujuan untuk
mengkonfirmasi adanya yang berhubungan dengan saluran
urinaria
17
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kelainan Anus Imperforata atau Atresia Ani
(Haryono, 2012):
a. Kolostomi
Pada Anus Imperforata atau Atresia ani letak tinggi harus
dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Kolostomi merupakan sebuah
lubang yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen
untuk mengeluarkan feses. Lubang kolostomi yang muncul
dipermukaan yang berupa mukosa kemerahan disebut dengan
stoma.
Kolostomi merupakan perlindungan sementara (4-8 minggu) sebelum
dilakukan pembedahan. Pemasangan kolostomi dilanjutkan 6-8
minggu setelah anoplasty atau bedah laparoskopi. Kolostomi ditutup
2-3 bulan setelah dilatasi rektal/anal postoperatif anoplasty.
Kolostomi dilakukan pada periode perinatal dan diperbaiki pada usia
12-15 bulan
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Setelah 6 – 12 bulan atau berat badan > 10 kg baru dikerjakan
tindakan definitif (PSARP). Penundaan ini dimaksudkan untuk
memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk
berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah
berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.
c. Penutupan kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari
setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB
akan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang
frekuensinya dan agak padat.
18
Maka dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 – 12
bulan atau berat badan > 10 kg baru dikerjakan tindakan definitif
(PSARP)
b. Atresia ani letak rendah
Maka dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan
tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot
sfingter ani ekternus. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion.
19
2.9 Komplikasi
Komplikasi jangka pendek yang dapat terjadi pada klien atresia ani :
a. asidosis hiperkloremi
b. infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
c. kerusakan uretra.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
21
DAFTAR PUSTAKA
22
11. Lokananta, I. (2016). Malformasi Anorektal. Jurnal Kedokteran Meditek.
12. Wicaksono, S. T., & Wahyuni, T. (2015). Analisis Praktik Klinik
Keperawatan Pada An. J Dengan Down Sindrome dan Malformasi
Anorektal Post PSARP Dengan Terapi Bermain dan Terapi Jus
Mengkudu di Ruang Pediatric Intensive Care Unit RSUD Abdul Wahab
Sjahrani Samarinda Tahun 2015.
13. Indra, B., Dastamuar, S., & Hidayat, R. (2018). HUBUNGAN TIPE
MALFORMASI ANOREKTAL, KELAINAN KONGENITAL PENYERTA,
SEPSIS, DAN PREMATURITAS DENGAN MORTALITAS PASIEN
MALFORMASI ANOREKTAL. Majalah Kedokteran Sriwijaya, 50(1).
23